DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
REGULER A 2017
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tutorial ini. Shalawat serta salam tak lupa
kami haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Dengan membaca makalah tutorial ini, kami berharap dapat membantu memberikan
informasi. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tutorial ini tidak terlepas dari
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan agar pembaca dapat memberikan kritik,
saran, komentar serta masukannya agar menjadi perbaikan lebih baik dimasa mendatang.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua rekan dan dosen pengampu Bu Eka
Yulia Fitri Y, S.Kep., Ns., M.Kep yang telah membantu agar makalah ini dapat terselesaikan,
semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
SKENARIO................................................................................................................................3
I. KLARIFIKASI ISTILAH...................................................................................................3
II. IDENTIFIKASI MASALAH.............................................................................................5
III. PRIORITAS MASALAH...................................................................................................6
IV. ANALISIS MASALAH.....................................................................................................7
V. HIPOTESIS......................................................................................................................17
VI. TOPIK PEMBELAJARAN DAN KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN
(BRAINSTORMING)................................................................................................................18
VII. SINTESIS.........................................................................................................................18
VIII. KERANGKA KONSEP..................................................................................................29
KESIMPULAN........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................31
ii
SKENARIO
Seorang anak laki laki berusia 6 bulan dengan berat badan 5,3 kg mengalami
sesak napas. Sejak 1 hari sebelum masuk RS, sesak napas yang semakin lama makin
bertambah berat. Keluhan sesak tidak disertai dengan suara mengi, mengorok,
ataupun kebiruan di sekitar bibir dan ujung jari tangan dan kaki. Keluhan disertai
dengan panas badan yang mendadak tinggi, terus menerus, siang malam dan batuk
pilek sejak 4 hari sebelum masuk RS. Keluhan disertai dengan BAB mencret kurang
lebih 1-3 x/hari, sedikit, berupa cairan kuning, disertai lendir tanpa darah. Keluhan
disertai kejang 1x, 5 menit, berupa mata mendelik ke atas, tangan kaki kaku, BAK
tidak ada keluhan. Karena keluhannya pasien dibawa ke dokter anak, namun karena
sesak, pasien dirujuk ke RS X. Pasien baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat
kontak dengan penderita dewasa batuk lama tidak ada, riwayat batuk lama > dari 3
minggu tidak ada, riwayat panas > 2 minggu tidak ada, riwayat tersedak tidak ada,
klien tinggal di rumah permanen, ukuran 5x6m2, ventilasi kurang, sinar matahari
kurang masuk, riwayat imunisasi BCG (+), scar (-).
Dari hasil pengkajian : Airway : Terpasang ETT, dengan ventilator, bersih,
terpasang NGT (aspirasi kehitaman), terdapat sekret pada mulut, sekret (+),mukosa
bibir kering. Breathing : Terpasang ventilator ,Inspeksi : pengembangan dada
simetris, RR : 50 x/menit, Auskultasi suara napas vesikuler, ronkhi (+), wheezing (-),
gargling (-), Palpasi : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, Perkusi : sonor
pada seluruh lapang paru. Circulation : HR : 163 x/menit, CRT < 2 detik, Akral
dingin, tidak ada sianosis, TD : 66/50 mmHg, Terpasang monitor EKG, gambaran :
Sinus Takikardi, Diuresis (+) 90 cc/ jam. Dissability: GCS : E2M3VT (terpasang ETT
dan mayo), retraksi otot-otot bantu pernapasan (+), retraksi epigastrium (+), sekret
(+), suhu 35,1 ºC. Hasil foto thorax : Tampak perbercakan di perikardial kanan dan
perihiler kiri. Diagnosa medik : Respirasi failure e.c. Bronchopneumonia + diare akut.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kejang: Kelainan sistem saraf pusat yang terjadi secara mendadak dengan
manifestasi klinik kehilangan koordinasi neuromotorik. (Manuaba, IBG.
Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF, 2007).
2. Airway: Jalur tempat udara masuk dan keluar paru (Kamus dorland edisi 29:
Elsevier)
3
3. ETT: Pemasangan Endotracheal Tube (ETT) atau intubasi adalah memasukkan
pipa jalan nafas buatan ke dalam trachea melalui mulut (Standar Operasional
Prosedur pemasangan ETT RS Jiwa Daerah Surakarta).
4. NGT: Pemasangan selang (tube) dari rongga hidung ke dalam lambung (gaster).
(Asmadi, 2008).
5. Breathing: Pernapasan dengan cara oenelanan udara menggunakan lidah dan otot-
otot pharynx ke dalam paru ,tanpa melibatkan otot bantu napas primer atau yang
lazim. (Kamus dorland edisi 29: Elsevier).
6. Circulation: Gerakan dengan arah yang reguler,seperti gerakan darah melalui
jantung dari pembuluh darah (Kamus dorland edisi 29: Elsevier).
7. Respirasi failure: Kegagalan paru-paru dalam melakukan oksigenasi darah secara
memadai (Kamus keperawatan, ed. 17).
8. Bronchopneumonia: Salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih daerah terlokalisasinya
didalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Nanda nic noc jilid 1 ,2015).
9. Diuresis: Keadaan meningkatnya ekskresi urin (Aryulina, Muslim, Manaf, &
Winarni, 2004).
10. Mayo: Guedel/ oropharyngeal tube merupakan alat untuk menopang mulut pasien
agar saluran nafas terbuka, dimasukkan ke orofaring untuk menghasilkan jalan
udara antara lidah dan langit-langit mulut, serta mencegah lidah terbalik
kebelakang (Skinner, Swain, Peyton, Robertson, 1997).
11. Sinus takikardi: Irama yang berasal dari nodus sinus dengan laju >100 kpm (kali
per menit) (Raharjo dkk, 2017).
12. Scar: Tanda yang membekas pasca penyembuhan luka atau proses patologis
lainnya (Kamus Dorland Ed. 29).
13. Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Geurin): Imunisasi untuk tuberkulosis (TB)
yang mengandung bentuk lemah dari kuman (bakteri) yang menyebabkan TB dan
untuk perlindungan imunitas terhadap TB (Queensland Health. (2017).
14. Dissability: Salah satu bentuk pengkajian dalam keperawatan gawatdarurat
dengan menggunakan skala AVPU, A = Alert, yaitu merespon suara dengan cepat,
V = Vocalisies, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias di
mengerti, P= respond to pain only, U = unresponsive to pain, jika pasien tidak
mempu merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
4
15. Perihiler kiri: Lapisan hilus yang terdapat pada bagian tengah paru dimana
tempat keluar masuknya pembuluh darah (arteri dan vena pulmonalis), bronkus,
syaraf dan pembuluh limfe Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan
(Unhas, 2017).
5
dingin, TD : 66/50 mmHg, Gambaran :
Sinus Takikardi,
6. Dissability: GCS : E2M3VT (terpasang Tidak sesuai VVVV
ETT dan mayo), retraksi otot-otot bantu
pernapasan (+), retraksi epigastrium (+),
sekret (+), suhu 35,1 ºC.
7. Keluhan sesak tidak disertai dengan suara Sesuai
mengi, mengorok, ataupun kebiruan di
sekitar bibir dan ujung jari tangan dan
kaki. BAK tidak ada keluhan. Karena
keluhannya pasien dibawa ke dokter
anak. Pasien baru pertama kali sakit
seperti ini. Riwayat kontak dengan
penderita dewasa batuk lama tidak ada,
riwayat batuk lama > dari 3 minggu tidak
ada, riwayat panas > 2 minggu tidak ada,
riwayat tersedak tidak ada, riwayat
imunisasi BCG (+), scar (-). Breathing :
Terpasang ventilator ,Inspeksi :
pengembangan dada simetris, RR : 50
x/menit, Auskultasi suara napas
vesikuler, wheezing (-), gargling (-),
Palpasi : pengembangan dada kanan dan
kiri simetris, Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru. CRT < 2 detik. tidak ada
sianosis, Terpasang monitor EKG.
Diagnosa medik : Respirasi failure e.c.
Bronchopneumonia + diare akut.
6
ventilator, bersih, terpasang NGT (aspirasi kehitaman), terdapat sekret
pada mulut, sekret (+),mukosa bibir kering. ronkhi (+),Hasil foto thorax :
Tampak perbercakan di perikardial kanan dan perihiler kiri.
2. Circulation: HR: 163 x/menit. Akral dingin, TD: 66/50 mmHg, Terpasang
monitor EKG, Gambaran: Sinus Takikardi.
3. Dissability: GCS: E2M3VT (terpasang ETT dan mayo), retraksi otot-otot
bantu pernapasan (+), retraksi epigastrium (+), sekret (+), suhu 35,1 ºC.
4. Keluhan disertai dengan BAB mencret kurang lebih 1-3 x/hari, sedikit,
berupa cairan kuning, disertai lendir tanpa darah. Keluhan disertai
kejang 1x, 5 menit, berupa mata mendelik ke atas, tangan kaki kaku,
Diuresis (+) 90 cc/ jam.
5. Keluhan disertai dengan panas badan yang mendadak tinggi, terus
menerus, siang malam dan batuk pilek sejak 4 hari sebelum masuk RS.
6. Klien tinggal di rumah permanen, ukuran 5x6m2, ventilasi kurang, sinar
matahari kurang masuk.
8
2. Kelumpuhan otot,misalnya pada poliomielitis dan sindrom guilain-
bare(GBS)
3. Otot yang mengalami distrofi
b. Fungsi mekanis otot yang berkurang
1. fungsi mekanis otot yang berkurang seperti pada emfisema
2. fungsi mekanis otot berkurang pada fase ekspirasi misalnya obesitas.
10
Komplikasi penggunaan ventilator meliputi trauma saluran napas, Chronic
long Injury, air leaks syndrome, retinopathy of prematurity, infeksi, perdarahan
intrakranial dan lain-lain. Komplikasi lain adalah terperangkapnya udara dalam paru-
paru. Tetapi hal ini dapat dicegah dengan memonitor gas darah serta foto toraks
secara serial. Apabila dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan imtra toraks serta
adanya overinflasi, maka tekanan dapat diiturunkan.
2. Circulation: HR: 163 x/menit. Akral dingin, TD: 66/50 mmHg, Terpasang
monitor EKG, Gambaran: Sinus Takikardi
a. Berapa nilai normal HR dan TD pada bayi?
Nilai Normal Tekanan Darah dan Heart Rate (denyut nadi) pada bayi (1 bulan – 1
tahun):
Tekanan Darah : 70-95 mm Hg
Denyut Nadi :100-160x /menit
11
3. Dissability: GCS : E2M3VT (terpasang ETT dan mayo), retraksi otot-otot
bantu pernapasan (+), retraksi epigastrium (+), sekret (+), suhu 35,1 ºC.
a. Bagaimana cara mengkaji kesadaran dengan GCS pada bayi?
Kategori Bayi Nila
i
Eye (cara membuka 1. Spontan 4
mata) 2. Membuka mata saat diperintah atau mendengar 3
suara 2
3. Membuka mata saat ada rangsangan nyeri 1
4. Tidak ada respon
Verbal 1. Berbicara mengoceh seperti biasa 5
2. Menangis lemah 4
3. Menangis karena diberi rangsangan nyeri 3
4. Merintih karena diberi rangsangan nyeri 2
5. Tidak ada respon 1
12
Motoric 1. Bergerak spontan 6
2. Menarik anggota gerak karna sentuhan 5
3. Menarik anggota gerak karena srangsangan nyeri 4
4. Fleksi abnormal 3
5. Ekstensi abnormal 2
6. Tidak ada respon 1
Jumlahkan hasil pemeriksaan GCS dalam symbol E-V-M:
Nilai GCS (15-14) : Composmentis
Nilai GCS (13-12) : Apatis Nilai
Nilai GCS (11-10) : Delirium Nilai
Nilai GCS (9-7) : Somnolen Nilai
Nilai GCS (6-4) : Sopor Nilai
Nilai GCS (3) : Coma
4. Keluhan disertai dengan BAB mencret kurang lebih 1-3 x/hari, sedikit,
berupa cairan kuning, disertai lendir tanpa darah. Keluhan disertai
kejang 1x, 5 menit, berupa mata mendelik ke atas, tangan kaki kaku.
Diuresis (+) 90 cc/ jam.
a. Apa saja jenis-jenis kejang pada bayi?
1. Kejang umum: perubahan motorik diketahui dan kesadaran hilang dan
melibatkan kedua hamister otak.terjadi pada usia sebelum umur 20 tahun.
2. Kejang parsial (fokal): tidak terjadi kehilangan kesadaran dan melibatkan
satu hamister otak . terjadi setelah umur 20 tahun .
13
6) Gigi terkatup dan terkadang disertai muntah.
7) Napas dapat berhenti selama beberapa saat (kadang-kadang).
8) Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.
14
2. Pemeriksaan laboratorium sesuai kebutuhan, seperti analisis gas darah,
elektrolit, gula darah. Lakukan koreksi sesuai kelainan yang ada. Awasi tanda
-tanda depresi pernafasan.
3. Bila kejang masih berlangsung siapkan intubasi dan kirim ke unit perawatan
intensif.
15
infeksi menunjukan gejala demam. Anak demam selalu diawali dengan pertimbangan
apakah ada kegawatan, penyebab, dan apakah demam dapat diturunkan.
Suhu adalah hasil dari produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk
kelancaran aliran dara dan menjaga agar kimia tubuh dapat berjalan dengan baik.
Suhu tubuh diatur oleh suatu mekanisme yang meliputi susunan saraf, biokimia, dan
hormonal. Hipotalamus menerima informasi suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah
yang masuk ke otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor (kulit). Termostat
dalam hipotalamus diatur pada set-point sekitar 370C dengan rentang sekitar 10C.
Suhu dipertahankan untuk menjaga keseimbangan pembentukan atau pelepasan
panas. Saraf eferen dari hipotalamus terdiri dari saraf somatik dan sarah autonom,
sehinga hipotalamus dapat mengatur aktivitas otot, kelenjar keringat, peredaran darah,
dan ventilasi paru.
Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur yang bertugas meningkatkan
produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila suhu lua lebih rendah, maka
pembentukan panas akan dilakukan dengan meningkatkan metabolisme, pengeluaran
panas akan dikurangi dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit dan pengurangan
produksi keringat. Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur pengeluaran
panas. Apabila suhu di luar tubuh lebih tinggi, maka pengeluaran panas ditingkatkan
dengan cara vasodilatasi, evaporasi (keringat), radiadi, kontak, aliran, dan konveksi.
Permukaan anak relatif lebih luas dibandingkan dengan tubuh dewasa, sehingga
proses penguapan dan radiasi sangat penting.
V. HIPOTESIS
Dilakukan pengkajian
Sumbatan di jalan
napas, Hipovolemia
17
VI. TOPIK PEMBELAJARAN DAN KETERBATASAN ILMU
PENGETAHUAN (BRAINSTORMING)
NO I I DON’T I HAVE TO
LEARNING ISSUE I LEARN
KNOW KNOW PROVE
1 Kejang √
2 Airway, Breathing,
√
Circulation, Dissability Jurnal,
3 ETT √
4 NGT √ buku,
5 Respirasi failure √ makalah
6 Bronchopneuomonia √
7 Diuresis √ ilmiah.
8 Mayo √
9 Sinus takikardi √
10 Scar √
11 Imunisasi BCG √
12 Perihiler kiri √
VII. SINTESIS
1. Kejang
a. Definisi
Kejang merupakan hasil dari pelepasan aktivitas listrik paroksismal abnormal
oleh neuron otak. Kejang sering terjadi pada anak: 6% anak mengalami kejang pada
usia 11 tahun. Pola dan prognosis bervariasi berdasarkan usia.
Ada beberapa macam kejang antara lain:
a. Kejang neonatal
Kejang sering terjadi pada bulan pertama akibat cedera saat kelahiran,
kelainan metabolism dan infeksi, atau kelainan perkembangan.
b. Kejang infantil
Kejang infantile jarang terjadi dan bentuk yang serius terjadi pada usia 1-6
bulan. Bayi membungkuk, memfleksikan pinggang dan leher, dan
menghempaskan kedua tangan ke depan—spasme salam; spasme ekstensor
lebih jarang terjadi. Cacat mental yang berhubungan dengan keadaan ini
sering terjadi.
c. Kejang demam
Suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang
berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intracranial
atau penyebab yang jelas. Kejang ini ditimbulkan oleh demam dan cenderung
18
muncul pada saat awal-awal demam. Penyebab yang paling sering adalah
infeksi saluran napas atas. Kejang ini merupakan kejang umum dengan
pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. Terapi antikonvulsan
profilaktik kadang-kadang digunakan pada anak-anak tertentu yang
mengalami kejang demam berulang.
d. Epilepsy idiopatik
Adalah kejang nondemam berulang yang tidak diketahui penyebabnya.
b. Klasifikasi kejang:
a. Kejang umum
1. Tonik-klonik
Serangan epileptic mayor secara klasik terdiri dari fase tonik (spasme otot
kontinu) yang mungkin diawali dengan teriakan, dan berlarut, bias
berlanjut menjadi sianosis: kemudian fase klonik (sentakan) yang dapat
berhubungan dengan menggigit lidah dan mulut berbusa: kemudian
relaksasi, kehilangan kesadaran, dan peroide mengantuk/kebingungan.
2. Absence sederhana
Serangan berupa hilangnya kesadaran singkat selama kurang dari 5 detik
dengan mata berkedip-kedip. Bola mata kemungkinnan akan berputar.
Anak tidak terjatuh. Absence kompleks cenderung lebih lama, dan
berkaitan dengan gerakan dan sensasi lain.
3. Mioklonik
Gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian badan, umumnya lengan atau
kaki.
b. Kejang parsial
Kejang berasal dari satu focus neuron. Sesekali focus terdapat pada lokasi
kerusakan otak sebelumnya (misalnya akibat kerusakan anoksia pada lobus
temporal)
1. Sederhana
Muncul tanpa gangguan kesadaran. Pergerakan konvulsif secara dominan
hanya mempengaruhi satu area. Aktivitas kejang dapat fokal kemudian
menyebar pada batang tubuh dan menjadi menyeluruh. Kadang-kadang
kejang diikuti oleh kelemahan sementara pada anggota badan yang terlibat
(paralisis Todd)
2. Kompleks (kesadaran ↓ )
19
Fenomena motoric, sensorik, atau emosional muncul sendiri-sendiri atau
bergabung satu sama lain, bersamaan dengan kesadaran yang terganggu.
Diagnosis dipastikan dengan EEG yang umunya menunjukkan letupan
dari lobus temporal.
3. Parsial + umum sekunder
c. Tatalaksana kejang:
a. Posisi tenang: posisikan anak miring (semipronasi) dengan leher ekstensi
sehingga sekresi dapat keluar melalui mulut.
b. Jika pernapasan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara hati-
hati, angkat rahang ke depan, jangan letakkan apapun ke dalam mulut, berikan
O2 jika tersedia.
c. Jika kejang berlanjut berikan diazepam: IV/ IM / rektal
d. Periksa gula darah
e. Lakukan penilaian dan pemeriksaan penunjang. Jika ada kecurigaan
meningitis, harus dilakukan pungsi lumbal
d. Jika anak dibawah usia 5 tahun dan mengalami demam:
a. pendinginan. Pakaian dan selimut yang terlalu tebal harus dibuka. Kompres
sesekali dengan air hangat (yang ttidak menyebabkan vasokonstriksi kulit).
Parasetamol dapat membantu.
b. Antibiotika, jika ada infeksi seperti otitis media.
21
menilai status hemodinamik, ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat
memberikan informasi tentang ini :
a) Tingkat Kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang,
yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik, penderita
yang sadar belum tentu normovolemik).
b) Warna Kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang
yang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan
kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda hipovolemia.
c) Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti a. Femoralis atau a. Karotis
(kirikanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat,
kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia (bila penderita tidak
minum obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi
yang normal bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur
biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari
arteri besar merupakan tanda diperlukannya resusitasi segera. Perdarahan
eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila ditemukan dengan
cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual maupun dengan
menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi harus dipasang
sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian lakukan pemberian
larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (American College of
Surgeons, 2009).
4. Disability
Menjelang akhir dari primary survey, dilakukan suatu pemeriksaan neurologis
yang cepat. Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat kesadaran
pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat cedera korda
spinalis. (American College of Surgeons, 2009) Tingkat kesadaran yang abnormal
dapat menggambarkan suatau spektrum keadaan yang luas mulai dari letargi sampai
status koma. Perubahan apapun yang mengganggu jaras asending sistem aktivasi
retikular dan sambungannya yang sangat banyak dapat menyebabkan gangguan
tingkat kesadaran. (Smith, 2010)
23
Berdasarkan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2), gagal nafas dibagi
menjadi 2 tipe, yaitu tipe I dan tipe II.
1. Gagal napas tipe I
adalah kegagalan oksigenasi dan terjadi pada tiga keadaan: Ventilasi/perfusi
yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi bila darah mengalir ke
bagian paru yang tidak mengalami ventilasi adekuat, atau bila area ventilasi paru
mendapat perfusi adekuat. 2. Defek difusi, disebabkan penebalan membran
alveolar atau bertambahnya cairan interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar. 3.
Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila kelainan struktur paru menyebabkan aliran
darah melewati paru tanpa berpatisipasi dalam pertukaran gas.
2. Gagal nafas tipe II
Pada umumnya terjadi karena hipoventilasi alveolar dan biasanya terjadi
sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat, sedasi
berlebihan, atau gangguan neuromuskuler.
d. Gambaran Klinis Gagal napas
Gambaran Klinis Gagal napas akut terjadi bila dengan peningkatan upaya napas
dan laju napas, tidak dapat mempertahankan oksigenasi adekuat atau bila oksigenasi
tetap buruk. Pasien gagal napas yang masih mempunyai kemampuan bernapas normal
akan tampak sesak dan gelisah. Sebaliknya, pasien yang telah menurun kemampuan
pusat pernapasannya akan tampak tenang atau bahkan mengantuk. Peningkatan upaya
dan laju napas serta takakirdia akan berkurang bila gagal napas memburuk, bahkan
dapat terjadi henti napas. Gagal napas diawali oleh stadium kompensasi. Pada
keadaan ini ditemukan peningkatan upaya napas (work of breathing) yang ditandai
dengan adanya distress pernapasan (pemakaian otot pernapasan tambahan, retraksi,
takipnea dan takikardia). Peningkatan upaya napas terjadi dalam usaha
mempertahankan aliran udara walaupun compliance paru menurun.
e. Tatalaksana Gagal Nafas
Tujuan tatalaksana terapi gagal napas adalah memaksimalkan pengangkutan
oksigen dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan
oksigen arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam
tatalaksana terhadap gagal nafas, yang perlu segera dilakukan adalah: perbaikan
ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal
nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang terjadi, dan terapi supportif.
f. Tatalaksana Darurat
24
Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka, baik dengan pengaturan posisi kepala anak (sniffing position), pembersihan
lendir atau kotoran dari jalan nafas atau pemasangan pipa endotracheal tube,
penggunaan alat penyangga oropharingeal airway (gueded), penyangga
nasopharingeal airway, pipa endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran benar-benar
terjamin terbuka, maka selanjutnya dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan
hipoksemia. Bila pasien tidak sadar, buka jalan napas (manuver tengadah kepala,
angkat dagu, mengedepankan rahang) dan letakkan dalam posisi pemulihan. Isap
lendir (10 detik), ventilasi tekanan positif dengan O2 100%. Lakukan intubasi
endotrakea dan pijat jantung luar bila diperlukan.
4. Bronchopneumonia
a. Definisi
Bronkopneumonia adalah saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai
dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus
influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data
WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-
20% pertahun. Bronkopneumonia merupakan suatu infeksi akut pada paru – paru
yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai
perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan
cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut)(Mansjoer, 2000).
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian atas
selama beberapa hari.Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40 0C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi.
b. Gejala klinis
Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:
1. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
2. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
3. Biasanya didahului infeksi traktusrespiratorius bagian atas selama beberapa
hari
4. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
25
5. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk,
beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
6. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
7. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan
predominan
8. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitialdan
infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia
c. Stadium
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan
(droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu (Retno, 2006):
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama).
Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel mast. Mediator
tersebut mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan histamin dan prostagladin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin. Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus
terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan
fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.Stadium ini
berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari).
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat
terjadi fagositosis pneumokokus.Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-11 hari).
26
Eksudat berkurang.Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara
patologi anatomis Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal
lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan
pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
d. Penatalaksanaan
Berdasarkan kepustakaan, terapi yang diberikan pada bronkopneumonia adalah
penatalaksanaan berupa tirah baring (bed rest).Sebaiknya pengobatan diberikan
berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung tidak selalu dapat
dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan
polifarmasi(Makmuri, 2008).Penisilin diberikan 50.000/kgbb/hari dan ditambah
dengan Chloramphenikol 50 – 75 mg/kgbb/hari atau dapat diberikan antibiotika
spektrum luas. Ampisilin dosis 50 – 100 mg/kgbb/hari tiap 6 jam(Ribeiro et al,
2011). Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4 – 5 hari.Anak
yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen.
Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukosa 5 % dan NaCl 0,9 % dalam
perbandingan 3 : 1, ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya
cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow
.Karena ternyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan
kekurangan basa sebanyak – 5 Meq.Antipiretik diberikan bila ada panas(Setyanto,
2010).
5. Sinus takikardi
Sinus takikardi, denyut nadi normal, namun lebih kuat dari biasanya : ini terjadi
saat istirahat, takut atau tekanan psikologis, termasuk kecemasan. Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan adanya riwayat yang sesuai. Penyebab sinus takikardi
diantaranya: Fisiologi-olahraga : kecemasan; patologi yang sering dijumpai-
sepsis/demam : Nyeri : gagal jantung : distres pernapasan : gangguan hemodinamik :
anemia : Tirotoksitosis.; jarang-feokromositoma : takikardi re-entri nodus sinus.
6. Perihiler kiri
27
Perihiler adalah lapisan hilus yang terdapat pada bagian tengah paru dimana
tempat keluar masuknya pembuluh darah (arteri dan vena pulmonalis), bronkus,
syaraf dan pembuluh limfe Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.
Vascular paru/corak bronchovascular yang normal menunjukkan arteri
pulmonalis kanan terlihat pada hilus kanan dan kiri, bercabang-cabang ke perifer
paru, makin lama makin kecil secara bertahap (tapering-off) dengan perbandingan
diameter arteri di hilus dan perifer sekitar 5 : 1. Corak vaskuler lebih banyak/ramai
dan lebar dilapangan bawah paru (yang lebih mudah dilihat pada bagian kanan
bawah) dibandingkan dengan corak vaskuler pada lapangan atas paru. Sedangkan
vascular paru yang meningkat menunjukkan vaskuler paru suprahilar kanan kiri
bertambah dan bisa melebar, karena disamping pembuluh darah arteri juga akibat
vena-vena yang terbendung. Vena-vena pulmonalis tampak sekitar hilus bentuk
pendek dan lebar. Vascular paru yang menurun menunjukkan vaskuler paru tampak
sepi / berkurang dibandingkan dengan normal.
Bayangan hilus normal adalah bayangan pembuluh darah. Bayangan kelenjar
hilus dalam keadaan normal tidak tampak, kecuali jika terdapat pembesaran.
Bayangan hilus berbentuk V terbaring dan sudutnya mengarah ke medial. Kaki atas
merupakan bayangan vena lobus atas yang melintasi hilus menuju atrium kiri,
sedangkan kaki bawah sebagai bayangan cabang arteri pulmonalis yang menuju ke
lobus bawah. Bagian tengah hilus kanan merupakan titik sudut V yang terletak
setinggi fisura horizontal pada costa ke-6 di linea aksilaris. Bagian tengah hilus
sebelah kiri terletak 1-1,5 cm lebih tinggi dibandingkan hilus kanan.
28
VIII. KERANGKA KONSEP
1. Rumah2 uk: 5
x5m
2. Ventilasi Bayi 6 bulan
kurang
3. Sinar matahari Bakteri: Stroptokokus pneumonia
kurang masuk
Kejang
Pengkajian
Dx kep:
Hipertermi
Dx kep:
Bersihan
jalan napas Dx medis: Diare akut
tidak efektif Dx Medis:
Bronchopneumonia
Dx kep:
Intervensi keperawatan Hipovolemia
mandiri dan kolaborasi
29
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan secara komprehensif mulai dari
airway, breathing, circulation dan disability, kami menyimpulkan bahwa, diagnosis
keperawatan yang muncul yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif, Hipovolemia dan
Hipertermi. Sehingga perlu diberikan intervensi keperwatan mandiri dan kolaborasi yang
sesuai terhadap bayi 6 bulan tersebut
30
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba medika.
Bakhtiar. (2013). Aspek klinis dan tatalaksana gagal nafas akut pada anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 13,(3), 173-178.
Chandra, B. (2007). Pengantar sehat lingkungan. Jakarta: EGC.
Davey, P. (2003). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Dewanto, G., Suwanto, W. J., Riyanto, B., & Turana, Y. (2007). Panduan praktis diagnosis
& tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC.
Dharma, S. (2010). Pedoman praktis: Sistematika interpretasi EKG. Jakarta: EGC.
Dicky, K. N. A., & Wulan, A. J. (2017). Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia Pada Anak
di Rumah Sakit Abdul Moeloek. Medula Unila. Medula Unila, 7(2), 6-12.
Djojodibroto, R. (2009). Respirologi. Jakarta: EGC.
Eveline., & Djamaludin, N. (2010). Panduan pintar merawat bayi dan balita. Jakarta: Wahyu
Media.
Fatmawati, H., Sofiana. K. D., & Handoko, A. (2019). Perangkat pembelajaran audiovisual
pembacaan foto thoraks. Jember: Universitas Jember.
Firmansyah, Isra. Lubis, Munar. (2004). Pemakaian ventilator frekuensi tinggi pada bayi
afiksia berat. Sari Pediatri. 5(4): 155-159
Gass, D. (2013). Bronkopneumonia. Medula Unila, 1(2), 63-71.
Hinchliff, S. (1999). Kamus keperawatan. Jakarta: EGC.
Ismoedijanto. (2000). Petunjuk praktis: demam pada anak. Sari Pediatri, 2 (2), 103-108.
Johan, B. A. (1997). Perawatan Gawat Darurat, edisi 5. Jakarta: EGC.
Kania, N. (2017). Kejang demam anak. Bandung: PT Alumni.
Lewer, H. (1996). Belajar merawat di bangsal anak. Jakarta: EGC
Lusia. (2015). Mengenal demam dan perawatannya pada anak. Surabaya: Airlangga
University Press
Malang. (2014). Prosedur pemeriksaan tanda-tanda vital. Diakses dari http://s1-
keperawatan.umm.ac.id/files/file/PEMERIKSAAN%20TTV%20DAN%20KEPALA
%20LEHER.pdf pada tanggal 25 Maret 2020.
Manuaba, IBG. Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC.
Meadow, S. R. & Newel, S. J. (Tanpa tahun). Pediatrika: edisi ketujuh. Jakarta: Erlangga.
31
Mutakim, A. (2017). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan sistem pernapasan edisi
01. Jakarta: Salemba Medika.
Mutiara, G., Suwarman, S, R. H. (2015). Perbandingan ketetapan pengukuran tekanan balon
pipa endotrakeal setelah intubasi antara metode palpasi pada pilot balon dan Teknik
melepas spuit secara pasif. Jurnal Anestesi Perioperatif, 3(3), 155-164.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Ningsih, D. K. (2015). Penatalaksanaan kegawatdaruratan syok dengan pendekatan proses
keperawatan. Malang: UB Press
Novak, P. D. (2015). Kamus saku kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: Elsevier
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar intervensi keperawatan
indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Prasanti, D. I. (2013). Faktor-faktor yang berpengaruh tehadap kejadian perdarahan saluran
cerna bagian atas. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Raharjo, S. B., dkk. (2017). Pedoman Tatalaksana Takiaritmia Supraventrikular (TaSuV).
Indonesian Journal of Cardiology, 38(2), 109-150.
Rini, I. K., Syharsono, T., Ulya, I., Suryanto., Kartikawati, N. D., & Fathoni, M. (2019).
Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Malang: UB Press.
Rochsitasari, N., Santosa, B., & Puruhita, N. (2011). Perbedaan frekuensi defekasi dan
kosistensi tinja bayi sehat usia 0-4 bulan yang mendapat asi eksklusif, non eksklusif, dan
susu formula. Sari Pediatri, 3(3), 191-199.
Samuel, A. (2014). Bronkopneumonia On Pediatric Patient. J Agromed Unila, 1(2), 185-189.
Universitas Hasanuddin. (2017). Buku panduan kerja keterampilan pemeriksaan foto thorax
cardiovascular. Makassar, Indonesia: FK Unhas.
Weiner, H. (2001). Buku saku neurologi edisi 5. Jakarta: EGC.
Wijaya, I. P., & Mulansari, N. A. (2019). Diagnosis klinis macleod, Edisi 2. Singapore:
Elsevier.
32