Anda di halaman 1dari 3

Dalam fisika, dualisme partikel gelombang menyatakan bahwa setiap partikel dalam kondisi-kondisi

tertentu dapat menunjukkan sifat gelombang, dan sebaliknya setiap gelombang dalam konsisi
tertentu dapat menunjukkan sifat partikel. Gejala dualisme diawali dari sebuah fenomena efek
fotolistrik. Pada peristiwa efek fotolistrik, permukaan sebuah logam disinari oleh seberkas cahaya
yang menyebabkan elektron terpental keluar dari permukaan logam. Peristiwa efek fotolistrik tidak
dapat dijelaskan melalui teori gelombang, tetapi dapat dijelaskan melalui teori kuantum (Krane,
1992).

Penelitian mengenai Teori kuantum dimulai pada abad ke 20 yang dipelopori oleh Albert Einstein
dan Max Planck. Menurut teori kuantum, cahaya dipandang sebagai berkas–berkas energi yang
lebih dikenal sebagai foton. Teori tersebut memicu para ilmuwan untuk lebih meneliti mengenai
foton, salah satunya adalah A.H Compton pada tahun 1923 melalui peristiwa hamburan compton. Ia
menemukan bahwa cahaya memiliki sifat kembar sebagai gelombang dan sebagai partikel.
Berdasarkan eksperimen efek fotolistrik, pada tahun 1924 Louis de Broglie mengajukan postulat
bahwa materi yang mempunyai sifat partikel dapat berperilaku sebagai gelombang. Pendapat L de
Broglie ini kemudian dikenal sebagai Hipotesa de Broglie ( Thorton dan Rex, 2013).

Untuk menguji teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck, kemudian Albert Einstein
mengadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki bahwa cahaya merupakan pancaran
paket-paket energi yang kemudian disebut foton yang memiliki energi sebesar hf. Percobaan yang
dilakukan Einstein lebih dikenal dengan sebutan efek fotolistrik. Peristiwa efek fotolistrik yaitu
terlepasnya elektron dari permukaan logam karena logam tersebut disinari cahaya.

Gambar (7.4) menggambarkan skema alat yang digunakan Einstein untuk mengadakan percobaan.
Alat tersebut terdiri atas tabung hampa udara yang dilengkapi dengan dua elektroda A dan B dan
dihubungkan dengan sumber tegangan arus searah (DC). Pada saat alat tersebut dibawa ke dalam
ruang gelap, maka amperemeter tidak menunjukkan adanya arus listrik. Akan tetapi pada saat
permukaan Katoda (A) dijatuhkan sinar amperemeter menunjukkan adanya arus listrik. Hal ini
menunjukkan adanya aliran arus listrik. Aliran arus ini terjadi karena adanya elektron yang terlepas
dari permukaan (yang selanjutnya disebut elektron foto) A bergerak menuju B. Apabila tegangan
baterai diperkecil sedikit demi sedikit, ternyata arus listrik juga semakin mengecil dan jika tegangan
terus diperkecil sampai nilainya negatif, ternyata pada saat tegangan mencapai nilai tertentu (-Vo),
amperemeter menunjuk angka nol yang berarti tidak ada arus listrik yang mengalir atau tidak ada
elektron yang keluar dari keping A. Potensial Vo ini disebut potensial henti, yang nilainya tidak
tergantung pada intensitas cahaya yang dijatuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa energi kinetik
maksimum elektron yang keluar dari permukaan adalah sebesar:

Ek = ½ mv2 = e Vo

Berdasarkan hasil percobaan ini ternyata tidak semua cahaya (foton) yang dijatuhkan pada keping
akan menimbulkan efek fotolistrik. Efek fotolistrik akan timbul jika frekuensinya lebih besar dari
frekuensi tertentu. Demikian juga frekuensi minimal yang mampu menimbulkan efek fotolistrik
tergantung pada jenis logam yang dipakai (Karyono, 2009: 225-226).

Planck mengkuantisasi energi dari osilator osilator atomic, tetapi Einstein mengembangkan konsep
dari kuantisasi dari cahaya itu sendiri. Dalam pemikiran Einstein , cahaya yang frekuensinya f terdiri
dari foton foton , tiap foton memiliki energi E = hf . Effek photo listrik adalah suatu proses dimana
electron akan keluar dari permukaan logam ketika cahaya dengan frekuensi yang cukup tinggi
datang pada permukaan logam tersebut. Fenomena effek foto listrik pertama kali ditemukan oleh
Hertz ,yaitu bahwa permukaan logam yang bersih ketika disinari oleh cahaya ultra violet akan
memancarkan partikel bermuatan listrik. Penelitian lebih mendalam tentang fenomena effek foto
listrik dilakukan oleh Philip Lenar. Hasil percobaan efek photo listrik yang dilakukan oleh Philip
Lenard (1902). Fakta fakta eksperimen tersebut, tidak bisa dijelaskan secara benar dengan
menggunakan fisika klasik (teori gelombang elektromagnetik), yaitu penjelasan teoritis tidak sesuai
dengan fakta eksperimen, hal itu berarti ada keterbatasan kemampuan teori teori fisika klasik ketika
diterapkan pada fenomena efek foto listrik (Sinaga, 2008: 19-21).

Menurut teori kuantum cahaya, foton berlaku sebagai partikel, hanya foton tidak memiliki massa
diam. Jika pendapatini benar, maka berdasarkan peristiwa efek fotolistrik yang dikemukakan oleh
Einstein, Arthur Holy Compton pada tahun 1923 telah mengamati gejala-gejala tumbukan antara
foton yang berasal dari sinar X dengan elektron. Compton mengamati hamburan foton dari sinar X
oleh elektron dapat diterangkan dengan menganggap bahwa foton seperti partikel dengan energi hf
dan momentum hf/c cocok seperti yang diusulkan oleh Einstein. Percobaan Compton cukup
sederhana yaitu sinar X monokromatik (sinar X yang memiliki panjang gelombang tunggal) dikenakan
pada keping tipis berilium sebagai sasarannya. Kemudian untuk mengamati foton dari sinar X dan
elektron yang terhambur dipasang detektor. Sinar X yang telah menumbuk elektron akan kehilangan
sebagian energinya yang kemudian terhambur dengan sudut hamburan sebesar T terhadap arah
semula. Berdasarkan hasil pengamatan ternyata sinar X yang terhambur memiliki panjang
gelombang yang lebih besar dari panjang gelombang sinar X semula. Hal ini dikarenakan sebagian
energinya terserap oleh elektron. Jika energi foton sinar X mula-mula hf dan energi foton sinar X
yang terhambur menjadi (hf – hf’) dalam hal ini f > f’, sedangkan panjang gelombang yang terhambur
menjadi tambah besar. Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum dan kekekalan energi
Compton berhasil menunjukkan bahwa perubahan panjang gelombang foton terhambur dengan
panjang gelombang semula, yang memenuhi persamaan :
Jadi jelaslah sudah bahwa dengan hasil pengamatan Compton tentang hamburan foton dari sinar X
menunjukkan bahwa foton dapat dipandang sebagai partikel, sehingga memperkuat teori kuantum
yang mengatakan bahwa cahaya mempunyai dua sifat, yaitu cahaya dapat sebagai gelombang dan
cahaya dapat bersifat sebagai partikel yang sering disebutsebagai dualime gelombang cahaya.
(Karyono, 2009: 229-230).
Einstein (1905) mengemukakan teorinya untuk menjelaskan fenomena efek foto listrik, dia
berasumsi bahwa pada peristiwa efek fotolistrik cahaya yang datang pada permukaan logam tidak
berbentuk gelombang elektromagnetik, tetapi berbentuk partikel partikel yang disebut foton. Tiap
foton bervibrasi dengan frekuensi f dan tiap foton memiliki energi E = nhf. Foton bergerak dengan
kecepatan sama dengan cepat rambat cahaya dan memiliki momentum linier P = E/c (Sinaga, 2008:
21-22).

Berdasarkan peristiwa efek fotolistrik dari Einstein, yangvkemudian didukung dengan percobaan
yang dilakukan oleh Compton telah membuktikan tentang dualisme (sifat kembar) cahaya, yaitu
cahaya bisa berkelakuan sebagai gelombang, tetapi cahaya juga dapat bersifat partikel. Pada tahun
1924 Louise de Broglie mengemukakan pendapatnya bahwa cahaya dapat berkelakuan seperti
partikel, maka partikel pun seperti halnya elektron dapat berkelakuan seperti gelombang. Sebuah
foton dengan frekuensi f memiliki energi sebesar hf dan memiliki momentum p= hf/c karena c=
f/lamda maka momentum foton dapat dinyatakan p = h/lamda sehingga panjang gelombang foton
dapat dinyatakan lamda= h/p. Untuk benda yang bermassa m bergerak dengan kecepatan memilki
momentum linier sebesar mv maka panjang gelombang de Broglie dari benda itu dinyatakan dengan
persamaan :

Untuk menguji hipotesis yang dilakukan oleh Louise de Broglie pada tahun 1927, Davisson dan
Germer di Amerika Serikat dan G.P. Thomson di Inggris secara bebas meyakinkan hipotesis Louise de
Broglie dengan menunjukkan berkas elektron yang terdifraksi bila berkas ini terhambur oleh kisi
atom yang teratur dari suatu kristal. Davisson dan Germer melakukan suatu eksperimen dengan
menembakkan elektron berenergi rendah yang telah diketahui tingkat energinya kemudian
ditembakkan pada atom dari nikel yang diletakkan dalam ruang hampa. Berdasarkan hasil
pengamatan Davisson dan Germer terhadap elektron-elektron yang terhambur ternyata dapat
menunjukkan adanya gejala interferensi dan difraksi. Dengan demikian hipotesis de Broglie yang
menyatakan partikel dapat berkelakuan sebagai gelombang adalah benar (Karyono, 2009: 232-233).

Anda mungkin juga menyukai