ABSTRAK
Latar Belakang: Penggunaan minyak goreng secara berulang dapat mempengaruhi kualitas minyak
dan komposisi zat gizi di dalamnya. Keberadaan peroksida dapat digunakan sebagai indikator
kerusakan minyak. Gorengan merupakan makanan jajanan dengan menggunakan adonan tepung
yang digoreng dengan minyak berlebih (deep fat frying) dan dijual di tepi jalan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis jumlah nilai peroksida minyak
goreng yang digunakan pedagang gorengan di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Metode: Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 25
yang didapatkan dari 25 pedagang gorengan. Data analisis univariat digunakan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi dan rerata. Analisis bilangan peroksida ditetapkan sesuai SNI
3741-2013.
Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa 28% pedagang menggunakan minyak bermerek, sisanya
berupa minyak curah. Minyak yang dibeli secara curah memiliki rerata peroksida 8,77 mEq O2/kg,
sedangkan bermerk 11,71 mEq O2/kg.
Kesimpulan: Sebesar 44% minyak goreng melebihi jumlah peroksida maksimum (>10 mEq O2/kg, SNI
3741-2013). Minyak curah mempunyai rerata nilai peroksida lebih rendah dibandingkan minyak
bermerek.
ABSTRACT
Background: The repeated use of cooking oil can affect the quality of the oil and the nutrient
composition in it. The presence of peroxides can be used as an indicator of oil deterioration. Fritter
food is snacks by using flour dough which was prepared by deep fat frying method and sold on the
street lot.
Purpose: This study aimed to describe and analyze the amount of peroxide value of cooking oil used
by fritter traders in Tembalang Sub-district, Semarang City.
Methods: This is an observational descriptive research which analyzed 25 samples of used cooking oil
of 25 fritter traders. Univariate analysis data was used to describe frequency distribution and mean.
Analysis of peroxide value was established according to SNI 3741-2013.
Results: Research shows that 28% of traders use branded oil, while the rest use bulk oil. Bulk
purchased oil has an average peroxide of 8.77 mEq O2 /kg, while the branded 11.71 mEq O2 /kg.
Conclusions: Forty-four percent of cooking oil exceeds the maximum peroxide amount (> 10 mEq O2
/kg, SNI 3741-2013). Bulk oil has a lower average peroxide content than branded oils.
*Koresponden:
dina.putranadya@gmail.com
1Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
pangan dan kualitas gizi makanan yang dijual sejumlah Iod yang dibebaskan pada kalium
di pinggir jalan sehingga dapat menjaga status Iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida
gizi dan kesehatan masyarakat. dalam minyak pada suhu ruang di medium
Penelitian ini bertujuan untuk kloroform atau asam asetat. Prosedur
mendeskripsikan dan menganalisis jumlah penentuan bilangan peroksida berdasarkan
bilangan peroksida pada minyak goreng yang SNI 01-3741-2013.8
digunakan oleh para pedagang gorengan di Analisis data dengan menggunakan
Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Hasil analisis univariat yang menghasilkan distribusi
pengujian bilangan peroksida pada minyak frekuensi dan persentase dari variabel. Hasil
goreng kemudian dibandingkan dengan dalam penelitian ini meliputi hasil secara
Standar Mutu Minyak Goreng SNI nomor 01- deskriptif dengan menggunakan tabel
3741-2013. distribusi frekuensi, mean dan median.
Desain penelitian ini adalah deskriptif Pada penelitian ini, pedagang gorengan
observasional dengan populasi berupa minyak menggunakan 2 jenis minyak goreng yaitu
goreng yang digunakan pedagang gorengan minyak goreng dengan kemasan premium dan
yang berjualan di pinggir jalan di wilayah bermerek, yang dibeli di swalayan sekitar
Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Teknik lokasi berjualan dan minyak goreng yang dibeli
pengambilan sampel pada penelitian ini di pasar dengan kemasan plastik, tanpa merek
menggunakan total sampling. Terdapat 30 (curah). Berdasarkan Tabel 1. diketahui
orang pedagang yang menjual gorengan, bahwa hampir semua pedagang menggunakan
namun hanya 25 orang yang bersedia diambil jenis minyak goreng curah. Minyak goreng
sampel minyak goreng yang dipakai. sangat mudah untuk mengalami oksidasi. Oleh
Wawancara dengan kuesioner dilakukan pula sebab itu, minyak goreng yang digunakan
untuk mengumpulkan data terkait dengan berulang kali atau disebut juga minyak
karakteristik pedagang, yaitu usia, jenis jelantah telah mengalami penguraian molekul-
kelamin, pendidikan terakhir dan jangka molekul, sehingga titik asapnya pun menurun,
waktu berdagang gorengan. Wawancara dan apabila disimpan lebih lama lagi dapat
hanya dapat dilakukan terhadap 18 orang menyebabkan minyak menjadi berbau tengik.
pedagang, sedangkan 7 orang lainnya Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan
menolak. Sampel yang diambil untuk diteliti yang salah dalam jangka waktu tertentu
diambil dari wajan penggorengan yang menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida
digunakan sebanyak ± 100 ml minyak goreng menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau
per pedagang. Sampel minyak ditempatkan asam lemak jenuh.9,10
pada botol kaca bertutup, dilakukan Kerusakan lemak atau minyak yang
pencatatan suhu, jenis bahan yang digoreng utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
dan frekuensi penggunaan minyak saat hidrolitik, baik enzimatik maupun non
dilakukan pengambilan sampel tersebut. enzimatik. Hasil yang diakibatkan oksidasi
Pengukuran suhu minyak dilakukan dengan lemak antara lain peroksida, asam lemak,
menggunakan thermometer makanan digital aldehid dan keton. Bau tengik atau rancidity
merk KIMO. terutama disebabkan oleh aldehid dan keton.
Penentuan bilangan peroksida sampel Tingkat kerusakan minyak dapat diketahui
dilakukan menggunakan uji peroksida dengan dengan bilangan peroksida atau angka
metode iodometri. Uji peroksida dilakukan di thiobarbiturat.10,11
Laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian, rerata
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas bilangan peroksida pada minyak goreng
Diponegoro, Semarang. Prinsip penentuan hampir mendekati batas maksimal bilangan
peroksida dengan menggunakan metode peroksida pada minyak goreng (Tabel 1).
titrasi yaitu berdasarkan pada pengukuran Menurut SNI nomor 3741 tahun 2013, batas
Tabel 1. Karakteristik dan Bilangan Peroksida minyak goreng dari pedagang gorengan di Wilayah
Kecamatan Tembalang Kota Semarang
Variabel Satuan Rerata ± SD Minimum-Maximum
Suhu saat pengambilan sampel ⁰C 124,5 ± 42,5 46,9-177,1
Frekuensi pakai Kali 1 1-2
Bahan makanan yang digoreng N (%)
Tahu 6 (24)
Tempe 10 (40)
Bakwan 1 (4)
Ubi 1 (4)
Campuran (sisa penggorengan sehari 7 (28)
sebelum pengambilan sampel
penelitian)
Jenis minyak N (%)
Curah 18 (72)
Bermerek 7 (28)
Bilangan Peroksida mEq O2/Kg 9,59 ± 3,47 3,59-16,91
Curaha 8,77 ± 3,49 3,59-16,91
Bermerek 11,72 ± 2,49 8,63-15,47
a
Berbeda signifikan antara minyak curah dengan minyak bermerek, Uji Mann-Whitney, p value=0,026 < 0,05
maksimal bilangan peroksida adalah 10 mEq pada minyak meningkat seiring dengan
O2/Kg.Sebanyak 11 dari 25 sampel minyak meningkatnya jumlah oksigen yang terlarut
goreng memiliki jumlah bilangan peroksida dalam minyak. Kemudahan untuk bereaksi
lebih dari 10 mEq O2/Kg. Artinya, 44% minyak dengan minyak ditentukan pula oleh proporsi
goreng yang digunakan telah rusak, hal ini jenis oksigen yang terlarut dalam minyak.
ditunjukkan dengan peningkatan bilangan Singlet oksigen lebih mudah dan lebih cepat
peroksida pada sampel minyak goreng.Salah bereaksi dengan minyak, sedangkan triplet
satu penyebab kenaikan bilangan peroksida oksigen bereaksi dengan radikal bebas.13
adalah minyak goreng yang digunakan berkali- Pada penelitian ini, jumlah bilangan
kali oleh para pedagang. peroksida paling tinggi yaitu sebesar 16,91
Penelitian yang menggunakan pula mEq O2/Kg terdapat pada sampel dengan jenis
minyak sawit sebagai minyak untuk minyak goreng curah. Namun demikian, rerata
menggoreng kerupuk menemukan bahwa bilangan peroksida minyak bermerek lebih
penggorengan sebanyak 5 kali dapat tinggi dibandingkan minyak goreng curah.
meningkatkan bilangan peroksida minyak Rerata bilangan peroksida minyak goreng
sawit, yaitu 4,84 mEq O2/Kg pada curah pada penelitian ini adalah 8,77 mEq
penggorengan pertama dibandingkan dengan O2/Kg, sedangkan rerata pada minyak goreng
14,26 mEq O2/Kg pada penggorengan ke 5.12 bermerek adalah 11,77 mEq O2/Kg. Jumlah
Selain itu, penyimpanan minyak goreng tidak sampel yang memiliki kandungan peroksida
dilakukan secara tertutup, sehingga dapat diatas standar SNI lebih banyak terjadi pada
mempengaruhi kandungan peroksida pada minyak goreng bermerek (Gambar 1). Pada
minyak goreng akibat kontak dengan udara minyak goreng bermerek telah melalui proses
luar. Faktor penyimpanan minyak goreng penjernihan berulang dan kemungkinan
seringkali kurang diperhatikan oleh pedagang. berbeda jumlah tahapan penjernihannya
Pada prinsipnya, proses oksidasi minyak dibandingkan dengan minyak goreng curah.
dapat terjadi selama penyimpanan melalui Penyebab ketidakstabilan oksidatif pada
reaksi autooksidasi dan oksidasi fotosintesis. minyak dapat disebabkan oleh metode selama
Konsentrasi dan jenis oksigenmempengaruhi proses pengolahan minyak. Pada minyak
terjadinya oksidasi dalam minyak, dalam mentah (crude oil), perlakuan penyaringan
bentuk triplet oksigen (3O2) dan singlet dan penjernihan (bleaching) lebih minimal
oksigen (1O2) dari udara. Terjadinya oksidasi dibandingkan dengan minyak yang mengalami
©2018. Pengestuti dan Rohmawati. Open access under CC BY – SA license.
Received:20-12-2017, Accepted: 25-6-2018, Published online: 30-6-2018.
doi: 10.20473/amnt.v2.i2.2018.205-211
Pengestuti dan Rohmawati. Amerta Nutr (2018) 205-211 209
DOI : 10.2473/amnt.v2i2.2018.205-211
80
71,4
70 66,7
60 56
Jumlah sampel (%)
50 44
40 33,3 Sesuai SNI
28,6
30 Di atas SNI
20
10
0
Curah (n=18) Bermerek (n=7) Total Jenis Minyak
Gambar 1. Persentase sampel minyak goreng yang memenuhi dan tidak memenuhi standar SNI
(> 10 mEq O2/kg)
proses tersebut (refined oil).13 Namun pemanasan, dan suhu pemanasan. Pada suhu
demikian, penelitian ini tidak meneliti lebih dari 100⁰C, asam lemak jenuh pada
secaraseksama proses penjernihan pada minyak akan teroksidasi.Suhu yang tinggi
kedua jenis sampel tersebut. Faktor lain yang selama penggorengan akan mempercepat
tidak diteliti adalah jumlah bilangan peroksida proses oksidasi pada minyak dan proses
di awalsebelum digunakan menggoreng oleh oksidasi akan menurun apabila suhu turun.13,15
para pedagang gorengan. Pada penelitian ini, rerata suhu yang tercatat
Pada penelitian dengan sampel minyak saat pengambilan sampel dapat dijadikan
goreng curah tanpa merek dan berfortifikasi sebagai gambaran umum suhu yang
vitamin A, bilangan peroksida pada awal digunakan, yaitu sebesar 124,5 ± 42,5⁰C dan
penelitian berkisar dibawah 2 mEq O2/kg, 4 suhu maksimal mencapai 177,1⁰C. Pada
mEq O2/kg dan 9 mEq O2/kg. Perlakuan yang penelitian di Tanzania dengan sampel minyak
diberikan adalah berupa perbedaan suhu kelapa sawit menunjukkan terdapat
penyimpanan pada 60, 75 dan 90OC dan perubahan bilangan peroksida yang signifikan
kemudian diukur kandungan peroksida serta dibadingkan dengan awal (0,19 mEq O2/kg).
umur simpannya. Penelitian tersebut Pemanasan pada suhu 120⁰C selama 60 hari
menemukan bahwa minyak dengan dengan lama pemanasan setiap harinya
kandungan peroksida awal tergolong tinggi adalah 3 jam dapat meningkatkan bilangan
akan memperpendek umur simpan minyak peroksida sebesar 26,81±0,33 mEq O2/kg.16
dan bilang peroksida lebih cepat mencapai Minyak goreng yang mengandung tinggi
batas yg dianjurkan oleh SNI yaitu 10 mEq bilangan peroksida dapat menyebabkan
O2/kg. Selain itu, penyimpanan pada suhu kerusakan pada zat gizi makanan yang
tinggi dapat pula menurunkan masa simpan digoreng serta dapat berdampak pada
minyak goreng sebagai akibat meningkatnya kesehatan. Pada minyak goreng yang
pula kandungan peroksida dalam minyak mengandung tinggi peroksida akan
goreng.14 menurunkan stabilitas kandungan vitamin A
Tingginya bilangan peroksida dapat pula yang difortifikasi pada minyak goreng.5,14 Hasil
dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu jenis penelitian Andarwulan dkk menunjukkan
minyak goreng (berkaitan dengan komposisi bahwa penurunan kandungan vitamin A
asam lemak penyusun minyak), lama terjadi pada minyak goreng sawit yang
memiliki kandungan peroksida 9 mEq O2/kg penyimpanan minyak goreng, baik yang belum
pada awal penelitian.14 Penurunan kandungan digunakan maupun sisa minyak yang
vitamin A dapat mengindikasikan pula digunakan sehari sebelumnya, pada tempat
terjadinya peningkatan kandungan peroksida tertutup dan kedap cahaya matahari, serta
dalam minyak goreng, baik yang pada awalnya frekuensi penggantian minyak goreng dengan
mengandung sedang (mildly) atau tinggi yang baru dapat dilakukan dengan jangka
(highly) kandungan peroksida.17 waktu lebih pendek.
Penelitian dengan menggunakan tikus Berdasarkan wawancara dengan
Wistar yang diberikan perlakuan pemberian pedagang gorengan, sebagian besar telah
minyak goreng yang dipanaskan berulang berjualan gorengan lebih dari 5 tahun (Tabel
hingga 3 kali dibandingkan dengan yang hanya 2). Apabila pengetahuan mengenai pentingnya
digunakan 1 kali menunjukkan bahwa keamanan pangan terutama penggunaan
terdapat kerusakan yang lebih signifikan pada minyak goreng yang aman untuk produk
jejunum, usus besar dan liver pada kelompok gorengan serta dampaknya bagi kesehatan
tikus yang diberi minyak goreng digunakan tidak diketahui, maka semakin banyak
berulang 3 kali. Terdapat peningkatan level konsumen yang mengkonsumsi senyawa
enzim yang berperan sebagai antioksidan peroksida dari gorengan.
terjadi pada tikus tersebut sebagai respon atas
terjadinya stress oksidatif. Hal ini disebabkan KESIMPULAN
oleh terbentuknya Reactive Oxygen Species
(ROS). Analisis pada sampel darah juga Hasil uji peroksida menyatakan bahwa
menunjukkan peningkatan glukosa, kreatinin 44% minyak goreng melebihi batas maksimal
dan kolesterol dengan seiring penurunan level bilangan peroksida (>10 mEq O2/Kg, SNI 3741-
protein dan albumin pada tikus yang diberi 2013). Minyak curah mempunyai rerata nilai
pakan minyak goreng dengan penggorengan peroksida lebih rendah dibandingkan minyak
berulang.18 bermerek.