Anda di halaman 1dari 19

MEMAHAMI PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA-KB DI

KOMUNITAS
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan Komunitas

Disusun Oleh :

Regita Puri P20624419025

Sucilia P206244190

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN CIREBON
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr.wb

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan
rizki kesehatan yang Ia berikan kepada kami sehingga kami sebagai tim penyusun makalah
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan tujuan utama memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Komunitas dan juga untuk menambah wawasan penyusun makalah sebagai
mahasiswa Poltekkes Tasikmalaya Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Cirebon.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami berharap mendapat
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penyusunan makalah kami kedepannya.
Demikian yang dapat disampaikan oleh kami, atas kekurangannya kami memohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Cirebon, Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)..................2


2.2 Prinsip Pengelolaan Program KIA.........................................................................2
2.3 Indikator Pemantauan.........................................................................................10
2.4 Pengumpulan, Pencatatan Dan Pengolahan Data KIA……………….…………12

BAB III : PENUTUP

3.1 Simpulan................................................................................................................15

Daftar Pustaka.................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program pokok di
puskesmas yang mendapat prioritas tinggi, mengingat kelompok ibu hamil, menyusui, bayi
dan anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kesakitan-kematian.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau
seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran di suatu
wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan
faktor resiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh
penanganan yang memadai.
Permasalahan dibidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu Anak
dan Keluarga Berencana merupakan suatu hal yang sangat mendapatkan perhatian besar dan
menjadi sorotan di dunia kesehatan. Tidak hanya menjadi persoalan dan permasalahan yang
di hadapi di Indonesia, namun juga menjadi permasalahan dihadapai di berbagai belahan
dunia. WHO mencatat bahwa Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih
merupakan kejadian yang sangat tinggi di dunia kesehatan, sedangkan untuk program
Keluarga Berencana, terjadinya pembludakan jumlah populasi penduduk dunia seiring
dengan perkembangan zaman.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan PWS KIA?
2. Bagaimana Prinsip Pengelolaan Program KIA-KB?
3. Bagaimana Pelayanan KIA-KB di Komuitas?
4. Bagaimana Indikator Pemantauan Program KIA?
5. Bagaimana Pengumpulan Data Program KIA?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu PWS KIA.
2. Untuk Mengetahui Prinsip Pengelolaan Program KIA-KB.
3. Untuk Mengetahui Pelayanan KIA-KB di Komunitas.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Indikator Pemantauan Program KIA.
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengumpulan Data Program KIA.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA)


2.1.1 Pengertian
Pemantauan wilayah setempat –KIA adalah suatu alat manajemen program KIA untuk
memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/Kecamatan) secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud
meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita. Kegiatan PWS
KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait tindak lanjut.
2.2 Prinsip Pengelolaan Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas
kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
4. Peningkatan deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
5. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus menerus oleh tenaga kesehatan.
6. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

2. 2. 1 Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama
masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai standar dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin
dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai resiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian tambel zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Tes laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus.
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laborar=torium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein
urin dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi atau
kelompok berisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria,
tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minumal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan waktu
pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut:
- Minimal 1 kali pada trimester pertama.
- Minimal 1 kali pada trimester kedua.
- Minimal 2 kali pada trimester ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu
hamil, berupa deteksi dini faktor resiko, pencegahan dan penanganan konmplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah:
dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

2.2.2 Pertolongan Persalinan


Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat
penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasiltas pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pencegahan infeksi.
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
4. Melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
5. Memberikan injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan intranatal ialah: dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

2.2.3 Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai
6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada
ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan
nifas minimal sebanayak 3 kali dengan ketentuan waktu:
1. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan.
2. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8-14 hari)
3. Kunjungan nifa ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36-42 hari)
Pelayanan yang diberikan adalah:
- Pelayanan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
- Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uteri).
- Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vagina lainnya.
- Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
- Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A pertama.
- Pelayanan KB pasca salin.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan kepada ibu postnatal adalah: dokter
spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

2.2.4 Pelayanan Kesehatan Neonatus


Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan
oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0
sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus:
1. Kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir.
2. Kunjungan neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan
hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan
hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelaianan/masalah kesehatan pada neonatus.
Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan
bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sanagat dianjurkan
untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pelayanan kesehatan neonatal
dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan pada bayi
baru lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM) untuk memastikan bayi dalam keadaan sehat yang meliputi:
1. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir:
a. Perawatan tali pusat
b. Melaksanakan ASI eksklusif
c. Memastikan bayi telah diberi injek Vitamin K 1
d. Memastikan bayi telah diberi salep mata antibiotik
e. Pemberian imunisasi Hepatitis B-0
2. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat
badan rendah dan masalah pemberian ASI.
b. Pemberian imunisasi Hepatitis B-0 bila belum diberikan.
c. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan
menggunakan buku KIA.
d. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan kepada neonatus adalah: dokter
spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

2.2.5 Deteksi Dini Faktor Risiko, Komplikasi Kebidanan dan Neonatus oleh Tenaga
Kesehatan Maupun Masyarakat
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan
proses reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh
karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan
komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan
dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah:
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang Energi Kronik (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm atau
penambahan berat badan <9 kg selama kehamilan.
5. Anemia dengan hasil dari hemoglobin <11g/dL.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang.
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: tuberkulosis, kelainan jantung-
ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (diabetes melitus, sistemik lupus erritematosus
dll), tumor dan keganasan.
9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola
hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital.
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi: persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi
vakum/forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi: perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas,
psikosis postpartum (post partum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
13. Kelainan jumlah janin: kehamilan ganda, janin dampit, monstern.
14. Kelainan besar janin: pertumbuhan janin terhambat, janin besar.
15. Kelainan letak dan posisi: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32
minggu.

Catatan: penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9-12 kg selama kehamilan.
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
1. Ketuban pecah dini.
2. Perdarahan per vaginam:
a. Ante partum: keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
b. Intra partum: robekan jalan lahir.
c. Post partum: atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkaserata, kelainan pembekuan
darah, subinvolusi uteri.
3. Hipertensi dalam kehamilan (HDK): tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg, diastolik
>90 mmHg), dengan atau tanpa edema pretibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan: demam berdarah, tifus abdominalis, sepsis.
6. Distosia: persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di
fasilitas pelayanan kesehatan. Factor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat
menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya deteksi factor risiko pada ibu
baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam
mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Factor risiko pada neonatus adalah sama dengan factor risiko pada ibu hamil. Ibu hamil yang
memiliki risiko akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi dini
untuk komplikasi pada neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut:
1. Tidak mau minum/menyusu atau memuntahkan semua
2. Riwayat kejang
3. Bergerak hanya jika dirangsang/letargis
4. Frekwensi napas <=30x/menit dan >=60x/menit
5. Suhu tubuh <=35,5 C dan >=37,5 C
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7. Merintih
8. Ada pustule kulit
9. Nanah banyak di mata
10. Pusar kemerahan meluas ke dinding perut
11. Mata cekung dan cubitan kuli perut kembali sangat lambat
12. Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13. Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14. BBLR
15. Kelainan congenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit
Komplikasi pada neonatus antara lain:
1. Prematurias dan BBLR
2. Asfiksia
3. Infeksi bakteri
4. Kejang
5. Icterus
6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonatorum
9. Masalah pemberian ASI
10. Trauma lahir, sindrom gangguan pernapasan, kelainan congenital, dll.

2.2.6 Pelayanan Komplikasi Kebidanan


Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan kompikasi
kebidanan untuk mendapat penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan
kompetensi pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil
akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu
dapat diduga sebelumnya. Oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka diperlukan
adanya fasilitas pelayanan obstetric dan neonatal emergency secara berjenjang mulai dari bidan,
puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi:
1. Pelayanan obstetric:
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pencegahan dan penanganan hipertensi dalam kehamilan (preeklamsi dan eklamsi).
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
d. Penanganan partus lama/macet.
e. Penanganan abortus.
f. Stabilitasi komplikasi obstetric untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
2. Pelayanan neonatus:
a. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan penanganan hipotermi.
c. Pencegahan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus dan icterus ringan-
sedang.
e. Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
f. Stabilitasi komplikasi neonatus untu ditujuk dan transportasi rujukan.

2.2.7 Pelayanan Neonatus Dengan Komplikasi


Pelayanan neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan
kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat
terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit
pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari
pertama kelahiran bayi sangat penting. Oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi
dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam Rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi
baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani
dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama,
minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi
neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target setiap
kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4(empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan sera fasilitas
PONED 24 jam unuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta
kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang dating sendiri aau atas rujukan
kader/masyarakat, bidan di desa, puskesmas akan melakukan rujukan ke RS/PONEK pada kasus
yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU Kabupaten/Kota mampu
melaksanakan Pelayanan Obstetric dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) yang siap
selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melaksanakan pelayanan emergensi dasar
dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus serta transfuse darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus-kasus
komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditanani secara optimal sehungga dapat mengurangi
kematian ibu dan neonatus.

2.2.8 Pelayanan Kesehatan Bayi


Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh
tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan
setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
1. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari-2 bulan.
2. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3-5 bulan.
3. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6-8 bulan.
4. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9-11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapatkan
pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan perumbuhan
imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimuasi tumbuh kembang. Dengan
demikian hak anak mendapakan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi:
1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2, 3, 4, DPT/H1, 2, 3, Campak)
sebelum bayi berusia 1 tahun.
2. Stimulasi deteksi dini intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
3. Pemberian vitamin A 100.000 IU (6-11 bulan)
4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-tanda sakit dan
perawaan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.
5. Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan neonatal adalah: dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
2.2.9 Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat.
Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar
kemampuan keindraan, berpikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif
dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi
sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada
pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat,
ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara.
Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di
tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank Dunia, 1993
melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah
kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak, malaria,
kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen Kesehatan
RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi. Pelayanan kesehatan
anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi:
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap
bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali
dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6
bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan)
maupun di luar gedung.
3. Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita.
5. Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.

2.2.10 Pelayanan KB Berkualitas


Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak
individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam
menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan tingkat fertilisasi (kesabaran) bagi pasangan
yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilisasi bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan kehamilan). Bagi pasanagn Usia Subur
yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode
kontrasepsi yang meliputi:
1. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
2. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk)
3. Metode KB non hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi, tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate/CPR)
mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara
negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan
metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang
menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi 3,1%,
vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus pemakaian
(DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus. Disamping itu
pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu”
(terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan
program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial
pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard dan variasi
pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis
secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB perlu
melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan
pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah : dokter
spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

2.3 Indikator Pemantauan


Indikator pemantauan program KIA yang di pakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang
dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Sasaran yang di
gunakandalam PWS KIA berdasarkan kurun waktu 1 tahun dengan prinsip konsep wilayah
(misalnya : untuk provinsi memakai sasaran provinsi,untuk kabupaten memakai sasaran
kabupaten).

2.3.1 Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1)


Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga
kesehatan di suatu wilayah kerja pada waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakan
masyarakat.
2.3.2 Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K4)
Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan
standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke 1, 1 kali pada
trimester ke 2 dan 2 kali pada trimester ke 3 di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikaor ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi
standar pelayanan dan menepati waktu yang telah di tetapkan) yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA.

2.3.3 Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan (Pn)


Adalah cakupan ibu bersalian yang mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu wilayah kerja dalam kurun waktu
tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga
kesehaan dan menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan
persalinan sesuai dengan standar.

2.3.4 Cakupan Pelayanan Nifas Oleh Tenaga Kesehatan (KF3)


Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kalidengan distribusi waktu 6 jam-3 hari,8-14 hari dan
36-42 hari setelah bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap(memenuhi standar
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kwalitas
pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping menggambarkan kemampuan manajemen maupun
kelangsungan program KIA.

2.3.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonates 0-28 Hari (KN Lengkap)


Adalah cakupan neonates yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit tiga
kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada hari ke 3 hari ke 7 dan 1 kali pada
hari ke 28 setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini
dapat diketahui efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.

2.3.6 Deteksi factor risiko dan komplikasi oleh masyarakat


Adalah cakupan ibu hamil dengan factor risiko atau komplikasi yang di temukan oleh
kader atau dukun bayi atau masyarakat serta di rujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bias keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu
sendiri. Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung
upaya peningkatan kesehatan ibu hamil bersalin dan nifas.

2.3.7 Cakupan Penanganan Komplikasi Obstetric (PK)


Adalah cakupan ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu yang di tangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definiti adalah
penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus
komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara professional kepada ibu hamil, bersalin dan nifas
dengan komplikasi.

2.3.8 Cakupan Penanganan Komplikasi Neonatus


Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang di tandai secara definitif oleh tenaga
kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu. Penanganan definitif adalah pembrian tindakan akhir pada setiapkasus
komplikasi neonaus yang pelaporannya di hitung 1 kali pada masa neonatus. Kasus komplikasi
yang di tangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat hasil hidup atau mati.
Indikator ini menunjukan sarana pelayanan kesehatan dalam menangani kasus-kasus
kegawatdaruratan neonatal yang kemudian ditindak lanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau
dapat di rujuk ketingkat pelayanan yang lebih tinggi.

2.3.9 Cakupan Pelayanan Keshatan Bayi 29 Hri-12 Bulan (Kunjungan Bayi)


Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali
pada umur 29 hari-2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan dan 1 kali pada umur 6-8 bulan dan 1 kali
pada umur 9-11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan
indikator ini dapat di ketahui efektifitas,continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan
bayi.

2.3.10 Cakupan Pelayanan Anak Balita (12-59 Bulan)


Adalah cakupan balita (12-59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar,
meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun, pemantauan perkembanga minimal 2
kali setahun, pemberian vitamin A 2 kali setahun.

2.3.11 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit Yang Di Layani Dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke puskesmas dan
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suau wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.

2.3.12 Cakupan Peserta KB Aktif (Contraceptive Prevalence Rate)


Adalah cakupan dari peserta KB yang barudan lama yang masih aktif menggunakan alat
dan obat kontrasepsi (alkon) di bandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di swau wilayah
kerja pada kurun waktu tertenu. Indikator inimenunjukan jumlah pesera KB baru dan lama yang
masih aktif memakai alkon terus menerus hingga saat ini unuk menunda, menjarangkan
kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan.

2.4 PENGUMPULAN, PENCATATAN DAN PENGOLAHAN DATA KIA


2.4.1 Pengumpulan data
Pengumpulan data pengolahan daa merupakan kegiatan pokok dari PWS KIA. Data yang
di catat per desa/ kelurahan dan kemudian di kumpulkan di tingkat puskesmas akan di laporkan
sesuai jenjang adminisrasi. Data yang di perlukan dalam PWS KIA adalah data sasaran dan data
pelayanan. Proses pengumpulan data sasaran sebagai berikut.
1. Jenis data
Data yang di perlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah data sasaran :
1) Jumlah seluruh ibu hamil
2) Jumlah seluruh ibu bersalin
3) Jumlahibu nifas
4) Jumlah seluruh bayi
5) Jumlah seluruh anak balita
6) Jumlah seluruh PUS
2. Data pelayanan :
1) Jumlah K1
2) Jumlah K4
3) Jumlah persalinan yang di tolong oleh tenaga kesehatan
4) Jumlah ibu nifas yang dilayani 3 kali (KF3) oleh tenaga kesehatan
5) Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada umur 6-48 jam
6) Jumlah neonatus yang mendapatkan pelayanan kesehatan lengkap(KN lengkap)
7) Jumlah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan factor resiko/ komplikasi yang di deteksi
oleh masyarakat
8) Jumlah kasus komplikasi obstetri yang di tangani
9) Jumlah neonatus dengan komplikasi yang di tangani
10) Jumlah bayi 29 hari -12 bulan yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya 4
kali
11) Jumlah anak balita (12-59 bulan) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sedikinya 8
kali
12) Jumlah anak balita sakit yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
13) Jumlah pesera KB aktif

3. Sumber Data
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang di bahas berdasarkan
pembahasan sebelumnya. Berdasarkan daa tersebut, bidan desa bersama dukun bayi
/bersalin dan kader melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah kerjanya.
Data pelayanan pada umumnya berasal dari :
1) Register kohort ibu
2) Register kohort anak balita
3) Register kohort bayi
4) Register kohort KB
4. Pencataan data Data sasaran
Data sasaran diperoleh sejak saat bidan mulai pekerjaan desa/kelurahan. Seorang bidan di
desa/kelurahan di bantu para kader dan dukun bayi/bersalin, membua pea wilayah
kerjanya yang mencakup denah jalanan, rumah sera setiap waktu memperbaiki peta
ersebu dengan data baru tenang adanya ibu hamil, neonatal dan anak balita.
Data sasaran diperoleh bidan di desa/kelurahan dari pada kader dan dukun bayi yang
melalukan pendataan ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita
dimana sasaran tersebut diberikan buku KIA dan bagi ibu hamil dipsang stiker P4K di
depan rumahnya. Selain itu data sasaran juga dapat diperoleh dengan mengumpulkan data
sasaran yang bersal dari lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah
kerjanya.
5. Data pelayanan
Bidan di desa/kelurahan mencatat semua detail pelayanan KIA dalam kartu ibu, kohort
ibu, kartu bayi, kohort bayi, kohort anak balita, kohort KB dan KIA. Pencatatan harus
dilakukan segera setelah bidanmelakukan pelayanan. Pencatatan tersebut di perlukan
untuk memantau secara intensif dan terus menerus kondisi dan permasalahan yang
ditemukan pada para ibu, bayi dan anak di desa/kelurahan tersebut, antara lain nama dan
alamatibuyang tidak dating memeriksakan dirinya pada jadwal yang seharusnya,
imunisasi yang belum di terima pada ibu,penimbangan anak dan lain-lain.
Selain hal tersebut bidan di desa juga mengumpulkan data pelayanan yang berasal dari
lintas program dan fasilitas pelayanan lain yang ada di wilayah kerjanya.
6. Pengolahan data
Setiap bidan di desa mengola data yang tercantum data yang ercantum dalam buku kohort
dan dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan coordinator di puskesmas
menerima laporan bulanan tersebut di semua bidan desa dan mengolahnya menjadi
laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang di sebut PWS KIA.
Informasi perdesa/kelurahan dan perkecamatan tersebut disajikan dalam bentuk grafik
PWS KIA yang harus dibuat oleh bidan koordinat.
7. Langkah pengolahan data adalah : pembersihan data, validasi dan pengelompokkan.
1) Pembersihan data : melihat kelengkapan data dan kebenaran pengisiian formulir yang
tersedia.
2) Validasi : melihat kebenaran dan ketettapan data.
3) Pengelompokan : sesuai dengan kebutuhan data yang harus di laporkan.
Contoh :
a. Pembersihan data : melakukan koreksi terhadap laporan yang masuk dari bidan di
desa/kelurahan mengenai duplikasi nama, duplikasi alamat,catatan ibu langsung di
K4 tanpa dilewati.
b. Validasi : mencocokan apabila ternyata K4 dan K1 lebih besar dari pada jumlah ibu
hamil, jumlah ibu bersalin lebih besar dari ibu hamil.
c. Pengelompokan : mengelompokan ibu hamil anemia berdasarkandesa/kelurahan
untuk persiapan intervensi, ibu hamil dengan K4 untuk persiapan intervensi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari hasil teori maka dapat kami simpulkan bahwa PWS-KIA adalah alat
manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus terutama dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan
serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa
ini diutamakan pada kegiatan pokok.
DAFTAR PUSTAKA

Karwati, dkk. 2011. ASUHAN KEBIDANAN V (Kebidanan Komunitas). Jakarta: CV.


Trans Info Media
Syafrudin, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai