Kelompok :
Delia apriliyanti
Diah Yulia Citra
Evi dian sari
Faisa salsabila
I gusti ayu santi srikandi
Mila nindyaningrum suwondo
Nina rosiana putri
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Solawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad Saw
.
Makalah ini berjudul “MERAIH BERKAH DENGAN MEWARIS” yang kami susun
tepat waktu. Melalui kata pengantar ini kami minta maaf dan mohon memaklumi jika ada
kekurangan dan tulisan yang kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada guru agama islam yaitu ,bpk SIGIT yang telah
memberika tugas ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun.
Semoga makalah yang sederhana bisa dengan mudah di mengerti dan dapat di pahami
maknanya. Kami minta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini, serta bila
ada kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca.
Penyusun,
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B..Rumusan masalah................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mawaris.............................................................................................................5
mendapatkannya...................................................................................................................
..8
masing.........................................................10
F. Hikmah warisan..................................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang
ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan
pemilikan yang tinbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang
ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan
tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan
bagaimana cara mendapatkannya.
Aturan tentang waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui
firmannya yang terdapat dalam Al-Qur’an, terutama surah an-nisa’ ayat
7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan
dengan warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya.
Hukum kewarisan islam atau yang juga dikenal the Islamic law of
inheritance mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan
sistem hukum lainnya.
Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan
islam pada zaman penjajahan belanda ternyata tidak berkembang,
bahkan secara politis posisinya dikalahkan oleh sistem kewarisan hokum
adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi yang bertujuan untuk
mengangkat hokum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan hokum
kewarisan islam.
Banyak para sarjana hukum barat menganggap hokum kewarisan
islam tidak mempunyai sistemdan hukum islam itu hanya bersandar pada
asas patrilineal. Sementara itu, diklalangan umat islam sendiri banyak
pula yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam hukum kewarisan
islam, sehingga menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum
kewarisan islam merupakan hokum yang sangat rumit dan sulit. Kondisi
yang demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut
fiqh kebudayaan arab itu sangat sulit diterima masarakat islam di
Indonesia.
4
1. Apa itu pengertian mawaris?
2. Apakah hak masing-masing mawaris?
3. Apakah penyebab dan penghalang mendapatkan harta warisan?
4. Ketentuan hukum mawaris?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAWARIS
Mawaris menurut bahasa berasal dari bentuk jamak miratsun, mauruts yang dalam
bahasa Indonesia bermakna peninggalan orang meninggal yang diwariskan kepada ahli
warisnya . Mawaris juga sering disebut dengan ilmu faraid yang secara bahasa dari jamak
faradah , yang dalam konteks ilmu mawaris adalah ilmu yang telah ditetapkan oleh
syara’.Sedangkan, ilmu Mawaris sendiri dapat diartikan ilmu untuk mengetahui orang yang
berhak nenerima harta pusaka / warisan , orang yang dapat menerima warisan , kadar
pembagian yang diterima oleh masing – masing ahli waris , dan tata cara pembagiannya. Jadi
mawaris ialah harta-harta peninggalan atau harta-harta pusaka dari orang yang meninggal
yang dapat diwarisi oleh orang-orang yang dapat menerimanya.
Warisan dalam bahasa arab disebut al miras merupakan bentuk masdar dari kata
warisa-yarisu-irsan-mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang
lain , atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Adapun menurut istilah , warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang
yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa
harta atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.
5
Dalam Alquran telah di jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan
hukum-hukum mawarits. Dalam surat An-nisa’: 7-12, dan 176, dan pada
surah lainnya. berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-
nisa’ ayat 7 :
6
7. saudara laki-laki seibu
8. putra saudara laki-laki seayah dan seibu
9. putra saudara laki-laki seayah
10. saudara laki-laki ayah yang seayah seibu
11. saudara laki-laki seayah
12. putra saudara laki-laki yang seayah seibu
13. putra saudara laki-laki ayah yang seayah
14. suami
15. orang yang laki laki yang membebaskan budak.
b. Golongan dari perempuan
1. Anak perempuan
2. Ibu
3. putri dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
4. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ibu )
5. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ayah )
6. saudara perempuan seayah dan seibu
7. saudara perempuan seayah
8. saudara perempuan seibu
9. Istri
10. orang perempuan yang membebaskan budak
SYARAT DAN RUKUN PEWARISAN
Syarat mendapat warisan ada tiga macam yaitu:
a. Kematian
Orang yang telah meninggal dunia dan mempunyai harta maka akan di wariskan harta
peninggalannya.karna sudah merupakan ketentuan hukumnya.harta warisan tidak mungkin di
bagikan sebelum orang yang mempunyai harta peninggalan itu di nyatakan meninggal dunia
secara hakiki.
b. Ahli waris harus masih hidup
Ahli waris yang akan menerima harta warisan dari orang yang meninggal dunia harus masih
hidup. Artinya Apabila ada ahli waris yang sudah meninggal itu tidak berhak mendapat harta
peninggalan.
c. Ahli waris harus jelas posisinya
7
Masing-masing ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti, supaya bagian-bagian
harta warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab ketentuan
hukum pewrisan selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli waris.
Rukun Pewarisan
a. Muwaris
Yaitu Orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orang-orang
yang berhak menerimanya sesuai dengan syari’at Islam
b. Waris
Yaitu Orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-sebab
tertentu. Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c. Miras
Yaitu Harta yang di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada orang-orang yang
berhak menerimanya ( ahli waris ). Miras itu bermacam-macam harta, misalnya tanah, rumah,
uang, kendaraan, dan lain sebagainya.
Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga kelompok:
1. Dzawil Furudh
8
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat seperdua bila
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat bila orang yang
meninggal mempunyai anak.
2. Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk ahli waris yang
mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak
ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli waris yang
memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
9
Para ahli hukum islam sepakat bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris
terhadap pewarisnya, pada prinsipnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta
warisan pewaris yang dibunuhnya.
Berlainan Agama
Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang
yang mewarisi dengan orang yang mewariskan. Dasar hukum berlainan agama sebagai
mawani’ul irsi adalah hadis rasulullah saw yang artinya :
Orang islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi
harta orang muslim.
Berlainan Negara
Ciri-ciri suatu negara adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki angkatan bersenjata,
dan memiliki kedaulatan sendiri. Maka yang dimaksud berlainan negara adalah yang
berlainan ketiga unsur tersebut. Berlainan negara ada tiga kategori, yaitu berlainan menurut
hukumnya, berlainan menurut hakikatnya, dan berlainan menurut hakikat sekaligus
hukumnya. Berlainan negara antara sesama muslim, telah disepakati fuqaha bahwa hal ini
tidak menjadi penghalang untuk saling mewarisi, sebab semua negara islam mempunyai
kesatuan hukum, meskipun berlainan politik dan sistem pemerintahannya. Yang
diperselisihkan adalah berlainan negara antara orang-orang yang non muslim.
10
12. Laki-laki yang memerdekakan.
13. Perempuan yang memerdekakan
Ahli waris ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan di
mulai dari peringkat pertama Bila ada ashabah pada peringkat yang lebih
dekat tentu ashabah yang barada di peringkat berikutnya akan terhijab
otomatis.
Mengenal kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi mereka
adalah dzaul furudh tetapi disisi lain mereka juga jadi ashabah, tentu
manakala atau cucu laki-laki tidak ada, ayah dan kakek tetap menjadi
dzaul furudh.
Bahagian Ahli Waris Dzaul Furudh
a. Yang menerima setengah (1/2)
1. Anak perempuan apabila hanya seorang
2. Anak perempuan dari anak laki-laki ( cucu perempuan ), Apabila hanya
seorang, selama tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari
anak laki-laki
3. Saudara perempuan seayah, jika hanya seorang saja, dan tidak juga
tsb pada point 1 dan 2
4. Suami, jika tidak ada anak, dan tidak ada cucu laki-laki dan anak laki-
laki
b. Yang menerima seperempat (1/4)
1. Suami, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
2. Istria tau beberapa orang istri, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki
dari anak laki-laki
c. Yang menerima seperdelapan (1/8)
1. Istri atau beberapa orang istri bila ada anak atau cucu dari anak laki-
laki
d. Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai
saudara laki-laki
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak lak-laki, selama tidak
ada anak perempuan atau saudara laki-laki
11
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada
anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki, atau saudara
laki-laki mereka.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang
tsb dari point 1,2, 3
e. Yang mendapat (1/3)
1. Ibu, jika tidak terhalang, jika tidak meninggalkan anak atau cucu laki-
laki. Atau tidak pula meninggalkan dua orang saudara baik laki-laki
maupun perempuan , baik seibu seayah atau bukan.
2. Dua orang laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu, dua
orang atau lebih, jika tidak ada pokok dan cabang (ayah atau kakek dan
anak atau cucu).itulah yang di maksud dengan “kalalah”. Selain itu jumlah
mereka harus ada dua orang atau lebih baik mereka lelaki atau
perempuan.
f. Yang menerima seperenam (1/6)
1. Ibu, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua
orang atau lebih dari saudara laki-laki dan perempuan.
2. Ayah, jika tidak ada anak atau cucudari anak laki-laki
3. Nenek perempuan jika tidak ada ibu
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sma dengan
seoranganak perempuan sekandung.
5. Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan seorang
saudara perempuan sekandung ayah.
12
Anak laki-laki atau perempuan dari cucu perempuan dan keturunannya.
b. Anak keturunan lurus ke atas
Ayah dari ibu dan seterusnya ke atas
Ayah dari ibunya ibu dan seterusnya ke atas
Ayah dari ibunya ayah dan seterusnya ke atas
c. Garis keturunan kesampig pertama, yaitu:
Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah dan anaknya
Anak laki-laki atau perempuan dari saudara seibu dan seterusnya ke bawah
d. Garis keturunan kesamping kedua yaitu:
Saudara perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ayah dan anaknya.
Saudara laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya ke bawah.
Saudara laki-laki atau perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ibu dan
seterusnya ke bawah.
Allah SWT berfirman dalam surah al anfal ayat 75 yaitu:
13
mencari kelipatan persekutuan terkecil dari pada angka-angka pembagi atau angka-angka
pemecahan yang ada pada bagian-bagian ahli waris.
Dilihat dari segi angka-angka pembagian masing-masing bagian ada, maka penentuan ashal
masalah ada 4 macam, sebagai berikut:
1. Mudakhalah, Yaitu Apabila angka-angka pembagi pada bagian-bagian yang ada pada
suatu kasus itu saling memasuki, artinya angka pembagi yang kecil dapat di masukkan
kedalam angka pembagi yang besar, dengan kata lain angka pembagi yang besar dapat habis
dengan angka pembagi yang kecil.
2. Mumatsalah, Yaitu apabila angka-angka pembagian pada bagian-bagian yang ada dalam
satu kasus itu sama besarnya, maka cara menentukan ashal masalah ia dengan mengambil
salah satu di antara angka-angka pembagi yang ada.
3. Mubayanah, Yaitu Apabila angka-angka pembagian pada bagian yang ada dalam suatu
kasus itu berbeda yang satu dengan lain, maka pembagian yang satu tidak habis di bagi
dengan angka pembagi yang lain serta tidak mempunyai pembagi yang sama antara angka-
angka pembagian yang ada.
4. Muwafaqah, Yaitu apabila angka-angka pembagi pada bagian-bagian yang ada dalam
suatu kasus berbeda antara yang satu yang lain, tetapi angka-angka pembagi tersebut
mempunyai pembagian yang sama.
1. Bagian Untuk nenek perempuan menjadi gugur karena ada ibu, atau datuk laki-laki
terhalang karena ada ayahnya.
2. Bagian saudara ibu menjadi gugur karena ada salah seorang dari 4 Macam ahli waris:
a. Anak
b. Cucu dariAnak laki-laki
c. Ayah
d. Datuk laki-laki
3. Bagian saudara Laki-laki sekandung menjadi gugur, karena ada salah seorang dari tiga
ahli waris yaitu :
a. Anak Laki-laki
b. cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Ayah
14
4. Bagian Anak Ayah( Saudara laki-laki atau perempuan seayah ) manjadi gugur, karena
adanya salah seorang tersebut di atas, yakni anak laki-laki, cucu laki- laki dari anak laki-laki
atau ayah.Dan jika ada saudara laki-laki seayah seibu.
5. Empat orang yang dapat menjadi ‘Ashobah kepada saudara-saudara perempuan mereka
Yakni:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
c. Saudara laki-laki sekandung
d. Saudara laki-laki se-ayah
F. HIKMAH WARISAN
Hikmah pembagian harta warisan akan membawa manfaat antara lain :
1. untuk menghindari keserakahan yang bertentangan dengan syariat islam.
2. Untuk menjalin ikatan persaudaraan berdasarkan hak dan kewajiban yang seimbang
3. Untuk menghindari fitnah sesama ahli waris.
4. Menciptakan keadilan dan mencegah konflik pertikaian.
5. Untuk menunjukkan ketaatan kita kepada allah swt. Dan kepada rasul-Nya
6. Untuk mewujudkan kemaslahatan hidup keluarga dan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
15
Harta seseorang yang telah mati beralih kepada seseorang yang masih hidup bila
diantara keduanya terdapat suatu bentuk hubungan, hubungan kewarisan menurut islam ada
dalam beberapa bentuk :
a) Hubungan kekerabatan atau nasab atau disebut juga hubungan darah
b) Hubungan perkawinan
c) Hubungan pemerdekaan hamba
d) Hubungan sesama islam
Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
d. Al-Quran
Dalam Alquran telah di jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mawarits.
Dalam surat An-nisa’: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
e. Al-Hadits
Dalam Riwayat imam Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad SAW,
bersabda : “Bagilah harta pustaka antara ahli-ahli warits menurut ( ketentuan ) kitab Allah”.
f. Ijma’ dan Ijtihad
Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan mawarits.
Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib ( fardhu kifayah ), yaitu apabila di
suatu tempat ada salah seorang di antara mereka ada yang mempelajari, maka sudah di
anggap terpenuhi kewajiban itu, tetapi jika tidak ada satu pun dari mereka mempelajarinya
maka semua orang ikut berdosa.
B. SARAN
Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami
mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama
islamdimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.
DAFTAR PUSTAKA
Hafsah, Fiqih, ( Medan : Cita Pustaka Media Perintis, 2011 )
Imran Ali, Fikih, ( Medan : Cita Pustaka Media perintis, 2011 )
16
Drs. H. Moh. Muhibbin, hukum kewarisan islam, sinar grafika, 2009, Jakarta.
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Prenada Media, 2003, Jakarta.
Dep. Agama, Ilmu Fiqih, Jakarta, 1986.
17