Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toxoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit obligat


intraseluler yaitu Toxoplasma gondii, yang dapat menyebabkan cacat bawaan
(kelainan kongenital) pada bayi dan keguguran (abortus) pada ibu hamil. Parasit
ini merupakan golongan protozoa yang hidup bebas di alam, dimana pertama kali
ditemukan pada limpa dan hati hewan pengerat (rodensia) Ctenodactyles gondii
(gundi) di Sahara Afrika Utara Toxoplasma termasuk dalam phylum
Apicomplexa, kelas Sporozoa dan Subkelas Coccidia.

a. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif T.gondii adalah kucing an binatang sejenisnya (felidae). Hospes
perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan burung.
Parasit ini menyebabkan :
1. Toxoplasmosis Kongenital yaitu infeksi bawaan yang didapat sejak
dilahirkan atau dalam kandungan.
2. Toxoplasmosis Akuisita yaitu infeksi yang didapat saat dewasa ataupada
orang dewasa dan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala.

b. Penyebaran
Prevalensi toksoplasmosis di berbagai daerah Indonesia berkisar antara 2-51% .
Pemeriksaan antibodi pada donor darah di Jakarta memperlihatkan 60% di
antaranya mengandung IgG terhadap parasit tersebut. Penelitian di Brazil
menunjukkan bahwa prevalensi toksoplasmosis akut pada perempuan hamil
1
adalah 4.8 per 1000 perempuan, sedangkan prevalensi bayi yang dilahirkan
dengan toksoplasmosis kongenital adalah sebesar 0.6 per 1000 bayi

c. Morfologi Toxoplasma gondii

Toksoplasma gondii terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk


proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit)
 Bentuk Takizoit

1. menyerupai bulan sabit dengan


ujung yang runcing dan ujung
lain agak membulat.

2. Ukuran panjang 4- 8 mikron,


lebar 2-4 mikron dan
mempunyai selaput sel,

3. satu inti yang terletak di tengah


bulan sabit dan beberapa
organel lain seperti
mitokondria dan badan golgi.

4. Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak


berpigmen.
Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan
mamalia termasuk manusia dan kucing sebagal hospes definitif. Takizoit
ditemuKan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh.Takizoit
2
dapat memasuki tiap sel yang berinti.
• Bentuk Kista (Bradizoit )

1. dibentuk di dalam sel hospes bila


takizoit yang membelah telah
membentuk dinding.

2. Ukuran kista berbeda-beda, ada


yang berukuran kecil hanya berisi
beberapa bradizoit dan ada yang
berukuran 200 mikron berisi kira-
kira 3000 bradizoit.

Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukanseumur hidup terutama


diotak, otot jantung, dan otot bergris.

• Bentuk Ookista

1. berbentuk lonjong, berukuran 11-


14 x 9-11 mikron.

2. Mempunyai dinding, berisi satu


sporoblas yang membelah menjadi
dua sporoblas.

3. Pada perkembangan selanjutnya


ke dua sporoblas membentuk
dinding dan menjadi sporokista.
Masing-masing sporokista tersebut
berisi 4 sporozoit yang berukuran
8 x2 mikron dan sebuah benda
residu.

3
d. Siklus Hidup Toxoplasma gondii

Stadium infektif T. gondii yaitu, ookista yang hanya terdapat pada feses
hospes definitif, sedangkan stadium takizoit dan bradizoit terdapat dalam bentuk
kista jaringan di hospes perantara (Tenter et al., 2000; Dubey, 2007).
1. Dalam epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual yang
menghasilkan takizoit dan daur seksual yang menghasilkan ookista yang
dikeluarkan bersama tinja.
2. Bila ookista tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara) maka
berbagai jaringan hospes perantara membentuk kelompok trofozoit yang
membelah secara aktif disebut takizoit.
3. Kecepatan membelah takizoit berkurang berangsur dan terbentuklah kista
yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan). Masa ini
adalah masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi laten.
Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, tetapi dibentuk stadium
istirahat, yaitu kista jaringan.

e. Cara Infeksi Toxoplasma gondii


1. Pada toxoplasma kongenital transmisi Toxoplasma kepada janin terjadi
melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.
2. Pada toxoplasmosis akuisista infeksi dapat terjadi, bila makan daging mentah
atau kurang matang yang mengandung kista jaringan atau takizoit
4
Toxoplasma. Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi
bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan.
3. Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang yang bekerja dengan
binatang percobaan yang terinfeksi T.gondii,melalui jarum suntik dan alat lab
lain yang terkontaminasi. Ibu hamil tidak dianjurkan bekerja dengan T.gondii
yang hidup.
4. Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita
toxoplasmosis laten.
5. Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi.

2.2 Diagnosis Laboratorium Toxoplasmosis


a. Test Serologi
1. IgG dapat diperiksa oleh insinyur sabin Fieldman Dye Test (DT)
IgG muncul pada 1-2 minggu pertama infeksi dan biasanya bisa
bertahan selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Namun, pada pasien
immunocompromised level IgG tidak bisa terdeteksi. IgG positif menunjukkan
bahwa pasien telah terkena oleh T.gondii tetapi tidak dapat menunjukkan
apakah baru pasien yang terinfeksi atau infeksi jangka panjang. IgG Avidity
miliki telah banyak digunakan sebagai tes tambahan untuk menentukan
apakah sedang berlangsung infeksi akut atau kronis. Titer aviditas IgG yang
tinggi menunjukkan bahwa infeksi berlangsung sekitar 4 bulan sebelumnya
titer rendah menunjukkan infeksi akut.
2. IgM dapat diperiksa dengan teknik ganda sandwich ELISA, IFA dan
aglutinasi imunosorben assay (ISAGA).
IgM muncul segera setelah infeksi dan menghilang dalam beberapa
bulan. 11 Dalam beberapa kasus IgM dapat dideteksi selama> 12 tahun, oleh
karena itu serum IgM hasil positif masih perlu tes lain untuk menentukan
apakah infeksi akut atau kronis berlangsung. Sensitivitas dan spesifisitas
serologi sangat bervariasi tergantung pada praktikum dan teknik yang
digunakan. Sebuah studi yang membandingkan 6 tes IgM ELISA menemukan
bahwa sensitivitas berkisar antara 93-100%, dan spesifisitas 99,1% 77,5.
3. IgA terdeteksi pada infeksi akut pada orang dewasa dan infeksi bawaan.
IgA bisa ada selama kurang lebih 1 tahun. Dalam pemeriksaan infeksi
5
toksoplasmosis bawaan IgA lebih sensitif.
4. IgE terdeteksi oleh ELISA secara akut infeksi pada orang dewasa dan
infeksi bawaan dan berfungsi sebagai tes tambahan untuk
mengidentifikasi infeksi akut.
5. Uji Aglutinasi (Tes AC / HS)
Menggunakan dua persiapan antigen, yaitu tachyzoit yang diperbaiki
dengan metanol (antigen AC) yang mengindikasikan akut infeksi dan
tachyzoit yang difiksasi formalin (antigen HS) itu menunjukkan infeksi kronis.
Rasio AC dan rasio HS dapat menunjukkan hasil akut, ekivalensi atau non-
reaktif. Tes serologis untuk toksoplasmosis pada immunocompromised pasien
sering tidak memberikan diagnosis untuk kadar IgG di pasien-pasien ini
seringkali rendah atau bahkan tidak terdeteksi, sedangkan untuk tes IgM
sering negatif. Pemeriksaan antigen dalam sirkulasi pasien dengan AIDS telah
diselidiki tetapi memiliki sensitivitas rendah. Diagnosis pasti bisa ditetapkan
jika formasi tachyzoite diperoleh pada biopsi jaringan.

Tabel 1. Interpretasi hasil pemeriksaan serologis toksoplasmosis (laboratorium


biasa)

Hasil IgG Hasil IgM Relevansi klinik


Negatif Negatif Belum pernah terinfeksi T.gondii.
Laboratorium serial tiap bulan (setidaknya
trimester 2)
Bila serokonversi, potensial untuk
transmisi infeksi pada janin.

Positif Negatif Pada trimester satu atau ke dua, umumnya


menunjukkan infeksi sudah terjadi
sebelum kehamilan.a

Negatif Positif atau ekuifokal Awal infeksi akut


Atau positif palsu
Ulangi pada lab yang direferensikan
(Sabin Feldman dye test)

Positif Positif atau ekuifokal Infeksi akut atau infeksi kronis, periksa
IgG Avidity

Pada trimester III, sulit diinterpretasikan terutama bila status serologis awal
kehamilan tidak diketahui, dapat berarti infeksi terjadi pada awal kehamilan dengan
IgM yang tidak terdeteksi. Perlu diulangi.
6
b. PCR
PCR bisa mendeteksi DNA T.gondii di jaringan otak, cairan serebrospinal, cairan
ketuban, aqueous humor dan cairan vitreous dan Bronchoalveolar Lavage (BAL).
pasien dengan sensitivitas ensefalitis toksoplasma PCR mencapai 100%.

c. Pemeriksaan histologi
Teknik pewarnaan Immunoperoxsidase dapat menunjukkan pembentukan
tachyzoite di bagian jaringan atau tubuh yang terinfeksi cairan. Kista jaringan
multipel dengan peradangan nekrotik daerah sekitarnya dapat menunjukkan
keberadaan suatu infeksi akut atau reaktivasi infeksi laten. Ini pemeriksaan tidak
dilakukan secara rutin.

d. Isolasi T. gondii
Diagnosis pasti toksoplasmosis bisa didirikan oleh isolasi parasit dari cairan tubuh
(darah, CSF, BAL) atau biopsi jaringan. Pemeriksaan ini tidak praktis karena
kultur yang diambil sampel sekitar 6 bulan.

2.3 Jurnal Pemeriksaan Biologi Molekuler Toxoplasmosis


a. Judul
Diagnosis Molekuler Toxoplasma gondii Berdasar Gen Stage Spesifik Takizoit
dan Bradizoit pada Ayam Kampung
b. Latar Belakang
Diagnosis T. gondii berdasarkan gejala klinis agak sulit dilakukan, karena sebagian
besar penderita tidak menunjukkan gejala (Montoya dan Liesenfeld, 2004). Uji
serologi tidak dapat menunjukkan fase aktif dari infeksi T. gondii, selain itu
dengan tes serologi tidak selalu didapatkan diagnosis yang cepat dan tepat,
karena tidak ditemukan immunoglobulin-M (IgM) pada neonatus, atau karena
IgM dapat ditemukan selama beberapa bulan sampai lebih dari setahun, sedangkan
pada penderita imunodefisiensi tidak menunjukkan adanya IgM dan tidak dapat
ditemukan titer IgG yang meningkat (Gandahusada, 1995).
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dinyatakan memiliki kepekaan
dan akurasi yang tinggi untuk diagnosis toksoplasmosis dari berbagai sampel
klinis dibanding dengan metode konvensional seperti inokulasi pada mencit, uji
serologi maupun kultur jaringan (Gross et al., 1992; Hohlfeld et al., 1994; Owen et al.,
7
1998).
Teknik PCR dengan target gen surface antigen-1 (SAG-1) T. gondii pernah
dilaporkan oleh Savva et al., (1990), mampu mendeteksi T. gondii pada sampel
cairan peritoneum dan jaringan otak dari mencit yang diinfeksi dengan takizoit T.
gondii, sehingga target gen SAG-1 T. gondii isolat lokal diharapkan mampu
mendeteksi T. gondii dari berbagai sampel biologi pada penelitian ini.
Diagnosis secara molekuler dengan menggunakan metode PCR
sebagai metode diagnosis toksoplasmosis ternyata memberikan akurasi
yang tinggi (spesifisitas 100% dan sensitivitas 97,4) (Hohlfeld et
al., 1994; Chiabchalard et al., 2005). Diagnosis molekuler bertujuan
untuk menentukan keberadaan parasit, sedangkan diagnosis
serologis bertujuan untuk evaluasi respons imun dan penetapan
status infeksi (Subekti et al., 2005).

c. Tujuan
Penelitian ini bertujuan menentukan adanya Toxoplasma gondii pada
ayam kampung secara molekuler dengan metode Polymerase chain reaction
(PCR) berdasarkan gen stage spesifik takizoit dan bradizoit.
d. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Maret 2012 di Lab Parasitologi, Lab Patologi
Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Lab
Biokimia, Lab Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada.

e. Landasan Teori
Adanya antibodi dalam serum untuk keperluan diagnosis toksoplasmosis,
merupakan manifestasi dari respon hospes terhadap keberadaan T. gondii di dalam
tubuhnya. Antibodi IgM terbentuk pada awal infeksi dan dapat dideteksi 5 hari
setelah infeksi. Antibodi ini meningkat cepat selama 2 minggu dan menghilang
setelah 2–3 bulan. Antibodi IgG dibentuk kemudian yang bisa bertahan cukup
lama sampai 1 tahun. Adanya IgG merupakan tanda infeksi kronis (Cornain et
al., 1990; Lubis et al., 1997).
Takizoit yang menginfeksi hospes cepat berreplikasi dan dengan cepat menyebar
ke seluruh tubuh hospes. T. gondii secara mudah melewati barier darah retina,
8
otak dan plasenta. Hospes yang mempunyai imunitas, menyebabkan takizoit
berubah menjadi bradizoit. Bradizoit berada di dalam sel, membentuk sista
jaringan yang resisten (Filiceti and Candolfi, 2004).

Gena sag-1 dan bag-1 Toxoplasma gondii

Gen SAG1 merupakan gen stage spesifik takizoit sedangkan gen BAG1
merupakan gen stage spesifik bradizoit. Keberadaan T.gondii stadium
takizoit pada inang menimbulkan infeksi akut, sedangkan stadium
bradizoit yang berada di dalam sista jaringan inang, menetap
seumur hidup (dormant) di dalam sel inang dan menimbulkan infeksi
laten (Jones et al., 2003; Dubey, 2007). Primer untuk SAG1 dan BAG1
dirancang menggunakan program Web-base Primer 3. Isolasi DNA dari
jantung dan otak ayam kampung menggunakan pure-link genomic
isolation kit. Amplifikasi DNA dengan metode PCR menggunakan
sepasang primer SAG1 dan BAG1 sebagai dasar diagnosis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa primer SAG1 dan BAG1 berhasil mengamplifikasi
DNA T. gondii pada ayam kampung.

Diagnosis Toxoplasmosis secara molekuler dengan menggunakan metode


PCR sudah banyak dilakukan (Owen et al.,1998; Susanto etal.,2002, dan
Priyowidodo, 2003) dan memberikan hasil yang sangat spesifik dan
sensitif.

e. Metode Penelitian dan Cara Analisis


Sampel penelitian berupa organ jantung dan otak ayam kampung
berumur sekitar enam bulan berasal dari sembilan kabupaten di Bali
(Badung, Bangli, Buleleng, Kota Denpasar, Gianyar, Jembrana,
Karangasem, Klungkung, Tabanan). Pemilihan sampel jantung dan
otak karena organ ayam kampung ini paling banyak terdeteksi T.gondii
(Suwanti, 2005)

1. Pada penelitian ini tiap 10 jantung dan otak ayam kampung dari
masing-masing kabupaten digabung menjadi satu untuk dilakukan
isolasi DNA sesuai prosedur “pure-link genomic isolation kit”.
2. Membbuat design primer SAG-1 dan BAG-1 sesuai program “Web-
9
base Primer 3”.
3. Amplifikasi sekuen spesifik dilakukan dengan menggunakan
primer yang telah didesain untuk gen SAG1 dan BAG1 seperti di
atas dengan metode PCR reaction mix (Yuwono, 2006; Sudjadi,
2008).

DNA genom hasil isolasi


- dicampurkan dengan reagen PCR hingga mencapai volume akhir 10 μl
dengan komposisi sebagai berikut:

 1,6 mM MgSO4 dan buffer


 0,2 mM dNTP
 primer forward (1 pmol) 0,6µl dan reverse (1 pmol)
0,6µl yang telah ditentukan (SAG1 atau BAG1)
 0,25 μl Taq DNA Polimerase 5U/µl
 1 μl DNA genom
 ditambahkan aquabides sehingga volume akhir
menjadi 10 µl

PCR mix
- diamplifikasi dengan kondisi sebagai berikut:
• pre denaturasi DNA yang dilakukan selama 5 menit pada
suhu 94°C
• denaturasi pada suhu 94°C selama 20 detik
• annealing pada suhu 56°C selama 30 detik
• elongasi pada suhu 72°C selama 45 detik
• diulang 35 siklus
• elongasi akhir dilakukan selama 10 menit pada suhu 72°C
Hasil amplifikasi
- dilakukan elektroforesis pada gel agarose 1% yang telah diisi
ethidium bromide dengan konsentrasi 25 µg/ml dengan
tegangan 100 V selama 30 menit.

Hasil Pengamatan

10
f. Hasil Penelitian

1. Pita DNA hasil amplifikasi DNA takizoit dengan primer SAG1


mempunyai panjang 600-700 bp, DNA takizoit merupakan DNA
murni T.gondii. Hasil sekuensing amplifikasi gen SAG1 takizoit
isolat lokal adalah 612 bp.

Gambar 1 : Hasil Amplifikasi DNA T gondii pada ayam kampung dengan primer
SAG1.

Keterangan :

M. Marker; 1.Ayam Karangasem; 2.Ayam Badung; 3.Ayam Kota


Denpasar; 4.Ayam Tabanan; 5.Ayam Bangli; 6.Ayam Klungkung;
7.Ayam Buleleng; 8.Ayam Gianyar; 9.Ayam Jembrana; 10.Kontrol
negatif; K.Takizoit.

Pita DNA hasil amplifikasi T.gondii pada ayam kampung


dengan primer SAG1 (Gambar 1), tampak posisinya lebih rendah
dari DNA kontrol positif (DNA takizoit). Hal ini kemungkinan
sekuen T.gondii pada ayam kampung teramplifikasi sedikit lebih
pendek dari DNA takizoit isolat lokal.
Walaupun demikian ternyata dari hasil penelitian ini
berhasil mengamplifikasi DNA T.gondii sebagai dasar untuk
mendiagnosis T.gondii pada ayam kampung.

2. Pita DNA hasil amplifikasi T. gondii pada ayam kampung dengan


primer BAG1 (Gambar 2), tampak posisinya lebih tinggi dari DNA
kontrol (DNA takizoit Isolat lokal). Hal ini kemungkinan sekuen T
gondii pada ayam kampung teramplifikasi sedikit lebih panjang
11
dari sekuen takizoit isolat lokal. Hasil sekuensing dari
amplifikasi gen BAG1 takizoit isolat lokal adalah 470 bp.

Hasil penelitian Susanto et al.,2002 dengan amplifikasi gen


B1 dan P30 T.gondii menggunakan metode PCR memberi hasil pita
yang spesifik dan tidak spesifik tergantung siklus yang digunakan
dan penentuan suhu annealing.

Gambar 2 :Hasil amplifikasi DNA T gondii pada ayam buras dengan


primer BAG1.

Keterangan :
M. Marker; 1.Ayam Karangasem; 2.Ayam Badung; 3.Ayam Kota
Denpasar; 4.Ayam Tabanan; 5.Ayam Bangli; 6.Ayam Klungkung;
7.Ayam Buleleng; 8.Ayam Gianyar; 9.Ayam Jembrana; 10.
Kontrol negatif; K.Takizoit.

3. Kesimpulan Penelitian
Disimpulkan bahwa primer SAG1 dan BAG1 dengan metode
PCR berhasil mengamplifikasi DNA T. gondii sebagai dasar
diagnosis toksoplasmosis pada ayam kampung.

12

Anda mungkin juga menyukai