PEMBAHASAN
b. Penyebaran
Prevalensi toksoplasmosis di berbagai daerah Indonesia berkisar antara 2-51% .
Pemeriksaan antibodi pada donor darah di Jakarta memperlihatkan 60% di
antaranya mengandung IgG terhadap parasit tersebut. Penelitian di Brazil
menunjukkan bahwa prevalensi toksoplasmosis akut pada perempuan hamil
1
adalah 4.8 per 1000 perempuan, sedangkan prevalensi bayi yang dilahirkan
dengan toksoplasmosis kongenital adalah sebesar 0.6 per 1000 bayi
• Bentuk Ookista
3
d. Siklus Hidup Toxoplasma gondii
Stadium infektif T. gondii yaitu, ookista yang hanya terdapat pada feses
hospes definitif, sedangkan stadium takizoit dan bradizoit terdapat dalam bentuk
kista jaringan di hospes perantara (Tenter et al., 2000; Dubey, 2007).
1. Dalam epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual yang
menghasilkan takizoit dan daur seksual yang menghasilkan ookista yang
dikeluarkan bersama tinja.
2. Bila ookista tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara) maka
berbagai jaringan hospes perantara membentuk kelompok trofozoit yang
membelah secara aktif disebut takizoit.
3. Kecepatan membelah takizoit berkurang berangsur dan terbentuklah kista
yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan). Masa ini
adalah masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi laten.
Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, tetapi dibentuk stadium
istirahat, yaitu kista jaringan.
Positif Positif atau ekuifokal Infeksi akut atau infeksi kronis, periksa
IgG Avidity
Pada trimester III, sulit diinterpretasikan terutama bila status serologis awal
kehamilan tidak diketahui, dapat berarti infeksi terjadi pada awal kehamilan dengan
IgM yang tidak terdeteksi. Perlu diulangi.
6
b. PCR
PCR bisa mendeteksi DNA T.gondii di jaringan otak, cairan serebrospinal, cairan
ketuban, aqueous humor dan cairan vitreous dan Bronchoalveolar Lavage (BAL).
pasien dengan sensitivitas ensefalitis toksoplasma PCR mencapai 100%.
c. Pemeriksaan histologi
Teknik pewarnaan Immunoperoxsidase dapat menunjukkan pembentukan
tachyzoite di bagian jaringan atau tubuh yang terinfeksi cairan. Kista jaringan
multipel dengan peradangan nekrotik daerah sekitarnya dapat menunjukkan
keberadaan suatu infeksi akut atau reaktivasi infeksi laten. Ini pemeriksaan tidak
dilakukan secara rutin.
d. Isolasi T. gondii
Diagnosis pasti toksoplasmosis bisa didirikan oleh isolasi parasit dari cairan tubuh
(darah, CSF, BAL) atau biopsi jaringan. Pemeriksaan ini tidak praktis karena
kultur yang diambil sampel sekitar 6 bulan.
c. Tujuan
Penelitian ini bertujuan menentukan adanya Toxoplasma gondii pada
ayam kampung secara molekuler dengan metode Polymerase chain reaction
(PCR) berdasarkan gen stage spesifik takizoit dan bradizoit.
d. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Maret 2012 di Lab Parasitologi, Lab Patologi
Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Lab
Biokimia, Lab Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada.
e. Landasan Teori
Adanya antibodi dalam serum untuk keperluan diagnosis toksoplasmosis,
merupakan manifestasi dari respon hospes terhadap keberadaan T. gondii di dalam
tubuhnya. Antibodi IgM terbentuk pada awal infeksi dan dapat dideteksi 5 hari
setelah infeksi. Antibodi ini meningkat cepat selama 2 minggu dan menghilang
setelah 2–3 bulan. Antibodi IgG dibentuk kemudian yang bisa bertahan cukup
lama sampai 1 tahun. Adanya IgG merupakan tanda infeksi kronis (Cornain et
al., 1990; Lubis et al., 1997).
Takizoit yang menginfeksi hospes cepat berreplikasi dan dengan cepat menyebar
ke seluruh tubuh hospes. T. gondii secara mudah melewati barier darah retina,
8
otak dan plasenta. Hospes yang mempunyai imunitas, menyebabkan takizoit
berubah menjadi bradizoit. Bradizoit berada di dalam sel, membentuk sista
jaringan yang resisten (Filiceti and Candolfi, 2004).
Gen SAG1 merupakan gen stage spesifik takizoit sedangkan gen BAG1
merupakan gen stage spesifik bradizoit. Keberadaan T.gondii stadium
takizoit pada inang menimbulkan infeksi akut, sedangkan stadium
bradizoit yang berada di dalam sista jaringan inang, menetap
seumur hidup (dormant) di dalam sel inang dan menimbulkan infeksi
laten (Jones et al., 2003; Dubey, 2007). Primer untuk SAG1 dan BAG1
dirancang menggunakan program Web-base Primer 3. Isolasi DNA dari
jantung dan otak ayam kampung menggunakan pure-link genomic
isolation kit. Amplifikasi DNA dengan metode PCR menggunakan
sepasang primer SAG1 dan BAG1 sebagai dasar diagnosis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa primer SAG1 dan BAG1 berhasil mengamplifikasi
DNA T. gondii pada ayam kampung.
1. Pada penelitian ini tiap 10 jantung dan otak ayam kampung dari
masing-masing kabupaten digabung menjadi satu untuk dilakukan
isolasi DNA sesuai prosedur “pure-link genomic isolation kit”.
2. Membbuat design primer SAG-1 dan BAG-1 sesuai program “Web-
9
base Primer 3”.
3. Amplifikasi sekuen spesifik dilakukan dengan menggunakan
primer yang telah didesain untuk gen SAG1 dan BAG1 seperti di
atas dengan metode PCR reaction mix (Yuwono, 2006; Sudjadi,
2008).
PCR mix
- diamplifikasi dengan kondisi sebagai berikut:
• pre denaturasi DNA yang dilakukan selama 5 menit pada
suhu 94°C
• denaturasi pada suhu 94°C selama 20 detik
• annealing pada suhu 56°C selama 30 detik
• elongasi pada suhu 72°C selama 45 detik
• diulang 35 siklus
• elongasi akhir dilakukan selama 10 menit pada suhu 72°C
Hasil amplifikasi
- dilakukan elektroforesis pada gel agarose 1% yang telah diisi
ethidium bromide dengan konsentrasi 25 µg/ml dengan
tegangan 100 V selama 30 menit.
Hasil Pengamatan
10
f. Hasil Penelitian
Gambar 1 : Hasil Amplifikasi DNA T gondii pada ayam kampung dengan primer
SAG1.
Keterangan :
Keterangan :
M. Marker; 1.Ayam Karangasem; 2.Ayam Badung; 3.Ayam Kota
Denpasar; 4.Ayam Tabanan; 5.Ayam Bangli; 6.Ayam Klungkung;
7.Ayam Buleleng; 8.Ayam Gianyar; 9.Ayam Jembrana; 10.
Kontrol negatif; K.Takizoit.
3. Kesimpulan Penelitian
Disimpulkan bahwa primer SAG1 dan BAG1 dengan metode
PCR berhasil mengamplifikasi DNA T. gondii sebagai dasar
diagnosis toksoplasmosis pada ayam kampung.
12