Anda di halaman 1dari 28

Clinical Science Session

INFEKSI TORCH PADA KEHAMILAN

Oleh
Aulia Khatib 1840312687

Preseptor :
dr. Eko Apriandi, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS UNIVERSITAS ANDALAS
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat kehamilan
berlangsung, bisa didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat
kehamilan. Faktor yang memengaruhi berat ringannya penyakit tergantung dari
virulensi agennya, umur kehamilan serta imunitas ibu bersangkutan saat infeksi
berlangsung. Dampak terhadap janin dapat berbeda bila kuman penyakit masuk di
trimester yang berbeda pula. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat
peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun
tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin
dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam
kandungan, serta cacat bawaan. Penyakit-penyakit intrauterin yang sering
menyebabkan dampak yang berbahaya pada janin yaitu infeksi TORCH yang
merupakan singkatan dari T = Toksoplasmosis ; O= penyakit lain (sifilis); R =
Rubela (campak Jerman); C = Cytomegalovirus; H = Herpes simpleks.1
Prevalensi toksoplasmosis pada manusia sudah banyak dilaporkan.
Diperkirakan 23 % dari remaja dan orang dewasa memiliki bukti laboratorium
infeksi T. gondii. Selain itu, infeksi pada wanita hamil dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius pada janin yakni dari hasil ekstrapolasi studi
menunjukkan bahwa sekitar 400-4,000 kasus terjadi di Amerika Serikat setiap
tahun.2 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidiq tentang prevalensi zat anti
T. gondii pada wanita hamil di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah
14,313 dan sebanyak 67,8% diantaranya terjadi abortus.3 Penelitian Hartono
terhadap kasus keguguran spontan yang dilakukan di RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta dan RS Hasan Sadikin Bandung tahun 1993-1994
menemukan 81 dari 101 (80,2%) sampel plasenta yang diinokulasi pada mencit
menunjukkan hasil positif mengandung kista toksoplasma. Sedangkan hasil tes
ELISA dari seluruh sampel sebanyak 178 memperlihatkan 52,25% positif. Dari

1
hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penyebab keguguran spontan terbesar
adalah infeksi Toxoplasma gondii.4
Di Amerika Serikat, sekitar 33% dari (33 dari setiap 100) perempuan
yang terinfeksi CMV untuk pertama kalinya.5
Prinsip tatataksana dalam infeksi TORCH dalam kehamilan adalah
menurunkan risiko infeksi pada ibu dan janin, bukan menghilangkan risiko infeksi
kongenitalnya.6

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko, tanda


dan gejala, serta penatalaksanaan pada infeksi TORCH.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk memahami dan menambah


pengetahuan tentang infeksi TORCH.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk


kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan berbagai makalah ilmiah.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi TORCH


Infeksi TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma gondii
(toxo), Rubella, CytomegaloVirus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV)
and other infection.7
2.1.1 Toksoplasmosis
Toxoplasmosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
infeksi Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit obligat
intraseluler yaitu Toxoplasma gondii. Parasit ini merupakan golongan
protozoa yang hidup bebas di alam.8
2.1.2 Infeksi Rubella
Infeksi yang disebabkan oleh virus rubella. Virus rubella merupakan
virus RNA tergolong genus Rubivirus dalam famili Togaviridae. Virus
rubela berbentk bulat (sferis) dengan diameter 60-70 nm dan memiliki inti
(core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang
mengandung glicoprotein envelope E1 dan E2.
Virus rubella bersifat termolabil, cepat menjadi tidak aktif pada
temperatur 37◦C dan pada temperatur -20◦C dan relatif stabil selama
berbulan bulan pada temperatur -60◦C.
Virus rubela dapat dihancurkan oleh enzim proteinase dan pelarut lemak
tetapi relatif rentan (resistent) terhadap pembekuan, pencairan dan sonikasi
tampaknya rubela stabil secara antigen dan berbeda dari semua virus lain
yang telah dikenal. Berbeda dengan togavirus yang lain, virus rubela hanya
terdapat pada manusia.9
2.1.3 Citomegalovirus (CMV)
Citomegalovirus merupakan famili dari herpesviridae. Kelompok ini
mencakup virus herpes simplex virus, virus varicella-zoster (yang
menyebabkan cacar air dan herpes zoster), dan virus Epstein-Barr (yang
menyebabkan mononucleosis.5,10

3
2.1.4 Herpes
Herpes adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus herpes
simpleks (HSV, merupakan sejenis penyakit yang menjangkiti mulut, kulit,
dan alat kelamin. Terdiri dari 2 macam infeksi virus, yaitu virus herpes
simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam
(cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes
kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan
HSV-2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks.11

2.2 Daur Hidup


2.2.1 Toksoplasma
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat
dalam tiga bentuk yaitu :
a. Takizoit (bentuk proliferatif)
- terdapat di dalam tubuh hospes perantara dan hospes definitif
- ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh
- dapat memasuki tiap sel yang berinti
b. Kista (berisi bradizoit)
- dibentuk di dalam sel hospes jika takizoit yang membelah telah
membentuk dinding
- ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot
bergaris
c. Ookista (berisi sporozoit)
- ookista akan membelah dan berkembang menjadi sporoblas dan
membentuk kista menjadi sporokista. Sporokista tersebut berisi 4
sporozoit
Hospes definitif : Kucing dan hewan sejenisnya
Hospes perantara : manusia, mamalia lainnya, burung12,13

Daur Hidup

4
Gambar 2.1 Siklus Hidup Toksoplasma Gondii2

 Siklus hidup terdiri dari 2 fase:


1. Fase aseksual atau extraintestinal
Fase dimana parasit ini tidak melakukan pembiakan.
terjadi di dalam tubuh, manusia, mamalia (termasuk kucing) dan unggas
 yang berperan sebagai host perantara
2. Fase seksual atau intestinal
Fase dimana parasit ini melakukan pembiakan. terjadi di dalam usus
kucing. Fase intestinal hanya berlangsung pada kucing (Familia felidae)
 yang berperan sebagai host definitif.

 Di dalam tubuh kucing  Di dalam sel epitel usus kecil kucing,


berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni,
sporogoni)
 Diluar tubuh kucing  hanya terjadi daur aseksual

5
Gambar 2.2 Siklus Hidup Toksoplasma Gondii

Didalam tubuh kucing


DAUR ASEKSUAL  sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh
menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga
terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit
(skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur seksual. Dalam
DAUR SEKSUAL  Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan membentuk
makrogametosit dan mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan
mikrogamet (gametogoni)  terjadi PEMBUAHAN  Setelah terjadi
pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama tinja kucing.

Di luar tubuh kucing


Ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista yang
masing-masing berisi empat sporozoit (sporogoni). Bila ookista tertelan oleh
mamalia seperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka

6
di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi DAUR ASEKSUAL. Di
dalam ileum host perantara ookista ini pecah dan mengeluarkan sporozoit.
Sporozoit ini kemudian menembus mukosa ileum mengikuti aliran darah
dan limfe mula-mula menuju limfonodul mesenterica, setelah itu ke
lomfonodul lainnya dan organ-organ lainnya seperti otak, mata, limpa, hati,
jantung, otot serat lintang dan placenta uterus gravid. Didalam sel dari
organ-organ tersebut sporozoit membentuk pseudokista dan parasit di
dalamnya kini dikenal sebagai endozoit atau takizoit. Takizoit akan
membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur
kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam
kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).

Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang


terinfeksi  maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda
akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara yang dimakan kucing
mengandung kista T. gondii, maka masa prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila
ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa prepatennya 20 -24 hari.
Dengan demikian kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista dari pada oleh
ookista.14

2.2.2 Rubella
Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus
replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari
tahapan:
1) Perlekatan
2) Penetrasi
3) Uncoating
4) Biosintesis
5) Pematangan dan pelepasan.
Meskipun ini merupakan siklus yang umum, tetapi akan terjadi beberapa
ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat virus.

7
Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel virus
terikat di penerima (reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion dalam
beberapa hal, agar harus terjadi infeksi, dan pengasukan virus ke dalam sel
inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu:
1) penggabungan envelope virus dengan membrane sel inang (host)
2) pemasukan langsung ke dalam membrane
3) interaksi dengan tempat penerima membrane sel
4) viropexis atau fagositosis
Setelah memasuki sel inang, asam nukleat virus harus sudah terlepas dari
pembungkusnya, (uncoating) atau terlepas dari kapsulnya. Proses uncoating
ini terjadi di permukaan sel dalam virus. Secara umum, ini merupakan
proses enzimatis yang menggunakan keberadaan enzim lisosomal atau
melibatkan pembentukan enzim yang baru. Setelah proses uncoating, maka
biosintesis asam nukleat dan beberapa protein virus merupakan hal yang
sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di dalam inti maupun di dalam
sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam nukleat virus dan
kelompok virus. Pada virus RNA, seperti Virus Rubella, sintesis ini terjadi
di dalam sitoplasma, sedangkan pada kebanyakan virus DNA, asam nukleat
virus bereplikasi di inti sel inang sedangkan protein virus mengalami
replikasi pada sitoplasma. Tahap terakhir replikasi virus yaitu proses
pematangan partikel virus. Partikel yang telah matang ini kemudian
dilepaskan dengan bertunas melalui membrane sel atau melalui lisis sel.15

2.2.3 Citomegalovirus
Glikoprotein B dan H berikatam dengan reseptor sel. Kemudian virus
memasuki sel  melepaskan DNA virus, virion protein dan virion mRNA
transcripts pada sitoplasma sel  virion mRNA ditranslasikan  DNA virus dan
viral protein masuk ke inti sel. Di dalam inti sel, virus dan gen selular
diekspresikan  terjadi replikasi DNA virus. DNA virus, viral, dan protein
selular, serta virion transcripts akan membentuk virion  virion envelope dan
partikel virus yang infeksius keluar dari sel.16

8
2.2.4 Herpes
Virus masuk ke dalam sel melalui fusi antara glikoprotein selubung virus
dengan reseptornya yang terdapat di membran plasma. Selanjutnya nukleokapsid
pindah dari sitoplasma ke inti sel. Setelah kapsid rusak, genom virus dilepas di
dalam inti sel, berubah dari liniar menjadi sirkular. Sebagian gen langsung
ditranskripsikan dan produk RNA-nya dipindahkan ke sitoplasma. Pada tahap
akhir, dengan bantuan protein beta, terjadi transkripsi dan translasi late genes
menjadi protein gamma. Transkripsi DNA virus terjadi sepanjang siklus replikasi
di dalam sel dengan bantuan enzim RNA polimerase sel pejamu dan protein virus
lain. Transkrip dalam bentuk DNA virus selanjutnya dirakit menjadi virion pada
membran inti sel. Virion selanjutnya dilepaskan ke luar inti sel melalui proses
eksositosis. Satu kali siklus replikasi berlangsung sekitar 18 jam untuk herpes
simpleks. Replikasi HSV di dalam sel akan menghambat sintesis DNA dan
protein selular sejak fase dini replikasi. Virus baru yang terbentuk akan dilepaskan
dari sel dan menginfeksi sel lain. 17

2.3 Transmisi (Penularan) Infeksi


2.3.1 Toksoplasma
Cara penularannya pada manusia melalui :
a) Makanan dan sayuran/buah-buahan yang tercemar kotoran hewan
berbulu (kucing).
b) Makan daging setengah matang dari binatang yang terinfeksi.
c) Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang
terinfeksi toksoplasma
d) Secara kongenital (bawaan) dari ibu ke bayinya apabila ibu hamil
terinfeksi pada bulan-bulan pertama kehamilannya.
Berdasarkan cara penularannya tersebut, secara umum dapat dikelompokan
1) Aquired toxoplasmosis
2) Congenital toxoplasmosis
- Ditularkan in utero (transplasental)

9
2.3.2 Rubella
Penularan infeksi virus ini terjadi terutama melalui kontak langsung
atau droplet dengan sekret nasofaring dari penderita. virus biasanya
diisoloasikan pada biakan jaringan.
Sumber infeksi rubella pada janin adalah dari plasenta wanita hamil
yang menderita viremia. Viremia maternal bisa dimulai 1 minggu sebelum
serangan ruam dan dapat menimbulkan infeksi plasenta. Di awal kehamilan
infeksi ini tidak menetap di jaringan plasenta ibu (desisua), tapi menetap di
vili korion. Viremia janin kemudian bisa menimbulkan infeksi janin
diseminata. Waktu sangatlah penting. Pembentukan organ terjadi dalam
minggu kedua sampai keenam setelah konsepsi, sehingga infeksi sangat
berbahaya untuk jantung dan mata pada saat itu. Dalam trimester kedua,
janin mengalami peningkatan kemampuan imunologi dan tidak lagi peka
terhadap infeksi kronis yang merupakan khas rubella intrauterin dalam
minggu-minggu awal.

2.3.3 Citomegalovirus
Virus menular dari seorang ke orang lain melalui kontak :
a. Bersentuhan langsung dengan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi
seperti urine, air ludah, ASI.
b. Bersentuhan langsung dengan darah orang yang terinfeksi
c. Ibu yang terinfeksi menularkan virus kepada anaknya yang belum lahir
(transplasental)
d. Melakukan hubungan seks dengan orang yang terinfeksi, dari semen
dan sekresi cairan vagina
e. Reaktivasi dari sitomegalovirus
Bila seorang dewasa tertular, penderita menderita penyakit mirip
mononukleosis.5,19

10
2.3.4 Herpes Simpleks
Penularan herpes simpleks terjadi melalui kontak langsung dengan
kulit yang melempuh atau melalui cairan yang keluar dari kulit yang
melepuh atau melalui kontak seksual pada orang dewasa.

2.4 Manifestasi Klinis Infeksi


2.4.1 Toksoplasmosis
 Toksoplasmosis akuisita (Acquired toxoplasmosis)
- Pada toxoplasmosis aquisita , infeksi pada orang dewasa biasanya
tidak diketahui sebab dan jarang menimbulkan gejala (asimtomatik) ,
tetapi bila infeksi primer terjadi pada masa kehamilan maka akan
terjadi toksoplasmosis kongenital pada bayinya.
- Manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada toksoplasmosis
aquisita adalah limfadenopati, rasa lelah, demam dan sakit kepala
dan gejala ini mirip dengan mononucleosis infeksiosa, kadang –
kadang dapat terjadi eksantema
 Toksoplasmosis Bawaan (congenital toxoplasmosis)
- Biasanya terjadi apabila ibu hamil menderita infeksi primer
- Gejala tergantung pada umur kehamilan:
Infeksi pada kehamilan dini: abortus
Infeksi pada trimester 2 >: bayi lahir mati, atau cacat
Infeksi pada trimester akhir: neonatal toxoplasmosis
- Dapat menyebabkan masalah serius pada mata, telinga, dan
kerusakan otak pada saat lahir. Namun, infeksi bawaan mungkin
asimtomatik sampai beberapa tahun pertama kehidupan atau bahkan
sampai dekade kedua atau ketiga ketika mata (penurunan
penglihatan atau kebutaan), telinga (pendengaran), atau gejala
kerusakan otak (kejang, perubahan status mental) terkena.
- Saat lahir dapat muncul tetrad sabin (hidrosefalus, korioretinitis,
kalsifikasi serebral, mental retardasi) y a n g biasanya meninggal
pada minggu-minggu pertama.

11
2.4.2 Rubella
2.4.2.1 Pada Ibu hamil
Manifestasi Klinis :
a. Adenopati (khas) terutama nodus limfatikus belakang telinga, oksipital
dan leher belakang
b. Sakit kepala
c. Sakit tenggorokan
d. Ruam rubela
Ruam menetap selama 2 sampai 3 hari dalam pola yang disebut
kaledidoskopik karena perubahan bentuknya. Mula- mula makula merah
muda yang ireguler (biasanya dalam 24 jam) timbul di leher, badan,
lengan dan akhirnya di kaki. Pada hari berikutnya lesi ini menyatu,
membentuk komponen makulopapular dan menjadi skar; atiniformis.
Muka sering bebas ruam pada saat ruam penuh sampai tungkai bawah.
Jarang terjadi deskuamas. – Demam (39°C-40°C)
e. Poliartralgia dan poliartritis. Keluhan yang paling khas muncul dengan
ruam atau dalam beberapa hari setelah serangan ruam. Sendi yang
dikenai sering simetris bisa berkisar mulai dari kaku waktu pagi sampai
keluhan artritis yang diti dengan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan. Manifestasi sendi pada rubela bersifat sementara dan tidak
menimbulkan kerusakan sendi.
2.4.2.2 Manifestasi Klinis Janin dan neonatus
a. Transien – Intrauterine growth retardation (IUGR)
Bayi biasanya menderita retardasi pertumbuhan intrauterine sehingga
termasuk golongan bayi kecil untuk masa kehamilan.
b. Purpura trombositopenia (25%)
Purpura trombositopenia neonatus, ditandai lesi makula merah
keunguan, “muffin-blueberry” dengan diameter 1-4 mm. Banyak pasien
mengalami sedikit penurunan jumlah trombosit, tetapi manifestasi
perdarahan jarang
c. Anemia hemolitik

12
d. Hepatosplenomegali
e. Ikterik
f. Radiolucent bone disease (20%). Lesi pada tulang berupa daerah
bergaris-garis kecil yang radiolusen di daerah metafisis tulang panjang
ekstrimitas atas dan bawah. Kelainan ini menghilang pada waktu bayi
berumur 2-3 bulan. Lesi ini dapat dibedakan dengan sifilis kongenital,
yaitu tidak ditemukannya reaksi periosteum. – Meningoensepalitis
g. Developmental (kelainan berkembang sejak anak menjadi dewasa) –
Tuli Sensorineural (80%) Tuli saraf permanen bisa berat atau ringan,
bilateral atau unilateral. Hal ini disebabkan oleh kerusakan organ corti.
Tuli dan gangguan komunikasi terjadi bila infeksi ibu terjadi setelah 8
minggu kehamilan. Kelainan ini dapat timbul akibat infeksi pada usia
kehamilan minggu ke 9. – Retardasi mental (55%) Retardasi mental
pada anak biasanya berat. Pernah dilaporkan bahwa anak menderita
disfungsi serebral dan kelainan psikiatrik seperti tingkah laku dan autism
infantil. Kelainan ini terjadi karena infeksi pada kehamilan trimester
kedua. – Insulin-dependent diabetes (20%) Anak yang menderita rubela
kongenital mempunyai resiko tinggi untuk mendapat diabetes melitus
tergantung insulin (IDDM). Sampai usia 10 tahun, risiko ini ± empat
kali lipat lebih besar dari anak normal dan sampai usia dewasa, risiko
10-20 kali lipat lebih besar. Dalam satu kelompok orang dewasa yang
selamat, 40% menderita IDDM. Pasien dengan IDDM dan rubela
kongenital mengalami peningkatan frekuensi HLA DR3 yang sama dan
penurunan frekuensi HLA DR2 seperti pasien lain yang menderita
rubela kongenital. Prevalensi tinggi sitotoksik sel pulau pankreas atau
antibodi permukaan pada pasien rubela kongenital dengan atau tanpa
IDDM dapat menunjukan infeksi sel pankreas in utero dan berperan
penting dalam patogenesis IDDM pada individu yang rentan secara
genetik.

13
h. Pneumonia interstisial yang muncul pada usia 3-12 bulan dengan gejala
batuk, takipnea, sindrom gawat nafas dan biasanya menjadi penyebab
bayi meninggal dunia pada usia kurang dari 1 tahun.
i. Kerusakan jantung Penyakit jantung kongenital tidak dapat dideteksi
berhari-hari setelah lahir. Paten duktus arteriosus dengan atau tanpa
stenosis arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya dan kerusakan septum
atrium dan ventrikel merupakan lesi yang paling sering. Kelainan ini
dapat timbul pada usia kehamilan minggu ke 5-10.
j. Kerusakan Mata (50%) Katarak Anomali mata yang paling khas adalah
katarak inti keputihan yang bisa unilateral atau bilateral, sering disertai
mikroftalmia. Lesi bisa tidak ditemukan saat lahir atau lesi begitu kecil
sehingga hanya terdeteksi dengan pemeriksaan oftalmoskop. Kelainan
ini dapat timbul akibat infeksi pada usia kehamilan minggu ke 6.
Glaukoma Glaukoma kongenital bisa ditemukan dalam masa bayi,
secara klinis tidak berbeda dengan glaukoma infantil herediter. Kornea
membesar dan kabur, camera anterior oculi dalam dan tekanan okular
meningkat. Retinopati (salt and pepper rethinopaty) ditandaii dengan
pigmentasi berbintik hitam, ukuran sangat bervariasi dan tersebar,
mungkin merupakan manifestasi mata yang paling umum pada rubela
kongenital. Tidak ada bukti bahwa anomali pigmen epitel retina
mengganggu penglihatan. Pengenalan lesi ini dapat untuk mendiagnosis
rubela kongenital.
k. Mikrosefali merupakan kelainan dimana ukuran tengkorak lebih kecil
daripada ukuran yang normal. Karena ukuran tengkorak tergantung pada
pertumbuhan otak, cacat dasarnya adalah pada perkembangan otak.
Dikenal dengan Sindrom Rubella Kongenital.
2.4.3 Citomegalovirus (CMV)
Ada tiga tipe infeksi CMV:
1) CMV Primer (ketika seseorang terinfeksi oleh CMV untuk pertama
kalinya)
2) CMV Rekuren (reaktifasi dari infeksi CMV sebelumnya yang dorman)

14
3) CMV Kongenital (infeksi CMV yang berasal dari ibu yang terinfeksi
CMV)
Bila seorang dewasa tertular, penderita menderita penyakit mirip
mononukleosis. Dengan tanda-tanda sakit menelan, demam, dan sakit
seluruh badan. Bisa juga menimbulkan sakit badan serius seperti
pneumonia, dan konjunctifitis terutama pada seorang yang menderita infeksi
HIV/AIDS.
2.4.3.1 Manifestasi Klinis pada wanita Hamil
Pyrexia, malaise, lethargy, seperti gejala influenza, Kerusakan pada
limpa, keabnormalan pada limfosit, Anorexia atau sulit makan dan lekore
keputihan seperti susu.
2.4.3.2 Manifestasi Klinis pada Janin dan Bayi
a. Cytomegalic inclusion disease (CID) Sekitar 10% bayi dengan infeksi
kongenital memiliki bukti klinis penyakit saat lahir. CID ditandai
dengan retardasi pertumbuhan intrauterin, hepatosplenomegali,
abnormalitas hematologi (trombositopenia), dan manifestasi kulit
berbagai, termasuk petechiae dan purpura (blueberry muffin bayi).
Namun, manifestasi paling signifikan dari CID melibatkan SSP.
Mikrosefali, ventrikulomegali, atrofi otak, korioretinitis, dan gangguan
pendengaran sensorineural konsekuensi neurologis yang paling umum
dari CID.
b. Kalsifikasi intraserebral biasanya menunjukkan distribusi periventricular
dan yang biasa ditemui menggunakan CT scan . Temuan kalsifikasi
intrakranial adalah prediksi defisit kognitif dan audiologic di kemudian
hari dan memprediksi prognosis perkembangan buruk persarafan.
c. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko
tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati,
kuning, pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Bayi
akan kehilangan pendengaran (tuli).
d. Sekitar 20% dijumpai pada bayi yang terinfeksi virus adalah Limpa atau
hati membesar disertai gejala kuning pada kulit atau mata.

15
e. 90% bayi yang masih bertahan akan mengalami gangguan saraf berat
seperti keterlambatan perkembangan mental.
f. Pada bayi baru lahir, 10% diantaranya akan menunjukkan gejala klinik
berupa: IUGR, Ikterus (kuning), Hepatosplenomegali (pembesaran liver
dan limpa), Ptekie sampai purpura (perdarahan bawah kulit),
Pneumonia. Biasanya juga dijumpai kelainan kongenital lain seperti:
penyakit jantung bawaan (defek septal), atresia bilier, hernia inguinalis
dan abnormalitas muskuloskeletal.20,21
2.4.4 HSV
Herpes genitalis primer episode pertama
 Episode pertama akan tampak secara klinis dalam waktu 2-21 hari setelah
inokulasi. Bila seseorang belum pernah terpajan HSV sebelumnya
(seronegatif) maka akan disebut sebagai infeksi primer. Episode pertama
seringkali disertai gejala-gejala sistemik, lesi dan pelepasan virus yang
berlangsung lama, mengenai banyak tempat di genital maupun di luar genital.
Pasien dengan infeksi primer (infeksi pertama kali dengan HSV-2 maupun
HSV-1) umumnya mengalami penyakit yang lebih parah dibandingkan pasien
yang telah mengalami infeksi HSV-1 sebelumnya.
 Infeksi primer HSV-2 dan HSV-1 genital ditandai dengan gejala sitemik dan
lokal yang lama. Gejala sistemik muncul dini berupa demam, nyeri kepala,
malaise, dan mialgia. Gejala lokal utama berupa nyeri, gatal, rasa terbakar,
disuria, duh tubuh, vagina atau uretra serta pembesaran dan rasa nyeri pada
kelenjar getah bening inguinal. Lesi kulit berbentuk vesikel berkelompok
dengan dasar eritem di labia minora, introitus, meatus uretra, serviks pada
wanita, paha, dan bokong pada pria dan wanita. Vesikel ini mudah pecah dan
menimbulkan erosi multipel. Masa pelepasan virus berlangsung kurang lebih
12 hari. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi secara bertahap dalam
waktu kurang lebih 18 sampai 20 hari, tetapi bila ada infeksi sekunder
penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan
parut.

16
Herpes genitalis non-primer episode pertama
Sebagian besar populasi pernah terpajan oleh HSV-1 maupun HSV-2
sebelumnya. Individu demikian telah seropositif pada saat episode pertama,
sehingga disebut non-primer.7 Diagnosis klinis episode pertama non-primer
sukar dibedakan dengan episode rekuren. Secara umum, episode pertama non-
primer menyerupai rekurensi yaitu lebih ringan daripada infeksi primer,
dengan masa tunas yang lebih panjang.
3 Herpes genitalis rekuren
4 Tingkat rekurensi bervariasi diantara individu. Rekurensi cenderung lebih
sering terjadi pada bulan pertama atau tahun pertama setelah infeksi awal.
5 Lesi rekuren biasanya terbatas pada satu sisi dan gejala klinis yang ringan.
Lamanya pelepasan virus berlangsung kurang dari 5 hari, penyembuhan juga
lebih cepat.
Herpes genitalis atipikal
Manifestasi herpes genital atipikal sering dijumpai, berupa fisura, furunkel,
ekskoriasi, dan eritema vulva nonspesifik disetai rasa nyeri dan gatal pada wanita.
22

2.5 Efek Infeksi Terhadap Ibu Hamil


2.5.1 Infeksi Toksoplasma
Wanita hamil yang terinfeksi Toxoplasma dapat berisiko terjadi
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan (congenital Toxoplasmosis). pada Toxoplasmosis
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan
atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.23
2.5.2 Infeksi Rubella
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda,
karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Risiko tertularnya janin
yang dikandung oleh ibu yang terinfeksi rubella bervariasi, tergantung
kapan ibu terinfeksi. .
 Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka
risiko janin tertular 80-90%.

17
 Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko
janin terinfeksi turun yaitu 10-20%.
 Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100% jika ibu terinfeksi
saat usia kehamilan > 36 minggu.
Janin yang tertular berisiko mengalami Sindrom Rubella Kongenital,
terutama bila infeksi terjadi pada usia janin < 4 bulan. Bila sudah lewat 5
bulan, jarang sekali terjadi infeksi.
2.5.3 Infeksi Cytomegalovirus
Infeksi CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang
berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi
terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi maka janin yang
dikandung mempunyai risiko tertular.
Resiko penularan lebih tinggi, bila ibu tertular virus pada trimester 3
kehamilan. Resiko menjadi 44% bila ibu terinfeksi virus pada trimester
kedua dan 36% resiko janin dalam kandungan tertular, bila ibu mendapat
infeksi virus pada trimester pertama. Laporan peneliti lain, resiko janin
tertular paling tinggi, apabila ibu hamil tertular virus pada umur kehamilan
di bawah 20 minggu.5
2.5.4 Infeksi HSV
2.6 Tatalaksana
Infeksi-infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu
Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya
negatif.
2.6.1 Tatalaksana pada wanita tidak hamil
Jika IgG positif dan IgMnya negatif, artinya infeksi terjadi dimasa
lampau dan tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu
diobati. Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru
terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil
karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda

18
sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan
memerlukan waktu 1 bulan).
2.6.2 Tatalaksana Pada Wanita Hamil23
2.6.2.1 Toksoplasma
 Tatalaksana Infeksi Toksoplasma Pada Trimester Ke-1
- Kemungkinan infeksi fetal ± 10-15%
- Setelah terdeteksi positif infeksi toksoplasma, mulai terapi
dengan spiramisin.
- Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan USG

Gambar 2.3 Tatalaksana toksoplasmosis trimester ke-123

 Tatalaksana infeksi toksoplasma pada trimester ke-2


- Kemungkinan infeksi fetal 20-25%
- Setelah terdeteksi positif infeksi toksoplasma, mulai terapi
dengan spiramisin
- Lakukan USG + amniocentesis – untuk mengetahui ingeksi
dan malformasi pada fetal

19
Gambar 2.4 Tatalaksana toksoplasmosis trimester ke-223

 Tatalaksana infeksi toksoplasma pada trimester ke-3

Gambar 2.5 Tatalaksana toksoplasmosis trimester ke-323

20
2.6.2.2 Rubella
Infeksi akut rubella selama kehamilan bergantung pada usia
kehamilan saat terinfeksi.
 Tatalaksana infeksi rubella pada trimester ke-1
- Risiko infeksi 80-90%
- Risiko malformasi kongenital : 90% pada usia kehamilan <
11 minggu; 33 % pada usia kehamilan 11-12 minggu; 11%
pada usia kehamilan 13-14 minggu
- Pemberian MTP
 Tatalaksana infeksi rubella pada trimester ke-2
a. Pada usia kehamilan 13-16 minggu
- Risiko infeksi 60%
- Risiko malformasi kongenital : 25-50%  sarankan pemberian
MTP atau lakukan prenatal diagnosis
b. Pada usia kehamilan 17-20 minggu
- Risiko infeksi 25 %
- Risiko malformasi kongenital : rendah  tidak ada intervensi
 Tatalaksana infeksi rubella pada trimester ke-3
Tidak ada intervensi apapun.
2.6.2.3 Citomegalovirus

Gambar 2.6 Tatalaksana Infeksi Citomegalovirus Pada Wanita Hamil23

21
2.6.2.4 Herpes Simpleks Virus (HSV)
a. Acyclovir
 Episode pertama saat hamil
200 mg 5x sehari selama 7-14 hari
 > 1 kali rekurensi selama hamil
200 mg 4x sehari selama 4 minggu
b. USG usia 12 minggu
Pada usia 18-20 minggu untuk mengetahuin abnormalitas
kongenital
Lakukan amniocentesis jika dibutuhkan
c. Gunakan kondom saat berhubungan seksual
Metode persalinan yang digunakan adalah seksio cesarea, dengan
indikasi
- usia kehamilan aterm
- terdapat lesi di sekitar jalan lahir
- episode pertama
- saat terjadi PROM (premature rupture of membrane)
Keuntungan dari seksio cesarea antara lain : mencegah infeksi
janin23

2.7 Efek Samping Terapi


2.7.1 Spiramisin
Golongan obat : makrolid
Spiramisin adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces
ambofaciens. Obat ini efektif terhadap kuman satfilokokus, streptokokkus,
pneumokkokus,enterokokkus, Neiserria,Bordetella pertusis,Ricketssia dan
toxoplasma. Secara invitro aktivitas antibakteri spiramisin lebih rendah dari
eritromisin.

22
Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein bakteri dengan cara
berikatan secara reversibel terhadap ribosom 50s dan bersifat bakteriostatik
atau baktersid tergantung jenis kuman dan kadarnya.
Indikasi :
a. terapi infeksi rongga mulut dan saluran napas
b. obat alternatf untuk penderita toksopalsmosis yang karena suatu sebab
tidak dapat diobati dengan primetamin+sulfonamid (misalnya pada
wanita hamil atau ada kontraindikasi lainnya). Efektivitasnya tidak
sebaik primetamin + sulfonamid. Dosis yang digunakan untuk indikasi
ini adalah 2-3g/Hari yang dibagi dalam beberapa dosis selama tiga
minggu, terapi diulang 2 minggu kemudian.
Efek samping : Pemberian spiramisin oral kadang menimbulkan iritasi
saluran cerna.
2.7.2 Pirimetamin
Golongan Obat : Benzylpyrimidine
Mekanisme Aksi : Pirimetamin mengganggu sintesis asam tetrahidrofolik
dari asam folat dengan menghambat enzim reduktase dihidrofolat (DHFR).
Asam Tetrahidrofolik diperlukan untuk sintesis DNA dan RNA pada banyak
spesies, termasuk protozoa.
Penggunaan Klinis : Pirimetamin biasanya diberikan dengan asam
sulfonamide dan folinic : Sulfonamid menghambat sintase dihydropteroate,
enzim yang berpartisipasi dalam sintesis asam folat dari asam para-
aminobenzoic. Oleh karena itu, sulfonamid bekerja secara sinergis dengan
pirimetamin dengan menghalangi enzim yang berbeda yang diperlukan
untuk sintesis asam folat.
Asam folinic (leucovorin) merupakan turunan asam folat yang dikonversi ke
tetrahydrofolate (bentuk aktif utama asam folat) in vivo tanpa bergantung
pada reduktase dihydrofolate. Dengan demikian, asam folinic mengurangi
efek samping yang berhubungan dengan defisiensi folat.

23
Efek Samping
a. Pirimetamin dapat menghilangkan asam folat pada manusia, sehingga
efek sampingnya berhubungan dengan hematologi yang terkait dengan
kekurangan folat.
Kontraindikasi
a. hipersensitivitas terhadap pirimetamin
b. anemia megaloblastik - penipisan asam folat dapat memperburuk
kondisi ini

2.7.3 Acyclovir
Acyclovir digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
beberapa jenis virus. Salah satunya digunakan untuk mengobati herpes
genital. Acyclovir merupakan obat antivirus. Namun, itu bukan obat untuk
menghilangkan infeksi ini. Acyclovir hanya mengurangi keparahan dan
lamanya infeksi ini. Seperti membantu luka sembuh lebih cepat, membuat
luka baru dari pembentukan, dan mengurangi rasa sakit / gatal. Selain itu,
pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah, asiklovir dapat
mengurangi risiko virus menyebar ke bagian lain dari tubuh dan
menyebabkan infeksi serius.
Mekanisme aksi : dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat melalui 3 tahap
fosforilase yaitu oleh oleh kinase timidin herpes dan kemudian oleh kinase sel,
yang akan menghambat DNA polimerase virus. Asiklovir juga merupakan
suatu substrat untuk enzim terakhir dan setelah masuk kedalam molekul DNA
akan menghambat perpanjangan rantai.
Indikasi : Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik ( termasuk
keratitis herpetik , herpetik ensefalitis, herpes genitalia,herpes neonataldan
herpes labialis ) dan infeksi VZV ( varisela dan herpes zoster )
Efek Samping : Mual, muntah dan pusing , namun asiklovir pada umumnya
dapat ditoleransi dengan baik.eaksi alergi yang sangat serius terhadap obat ini
jarang terjadi.24

24
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa


perinatal yang berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan
mengakibatkan kematian sehingga diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan
pengobatan serta pencegahan dengan vaksinasi maupun hubungan seksual yang
sehat dan baik yang dapat dilakukan oleh wanita hamil dan suami sehingga
diharapkan menurunkan angka kematian ibu maupun bayi. Sehingga perlu
kesadaran tinggi terhadap bahaya TORCH pada Neonatal ibu yang terkena
TORCH pada waktu hamil. Akibat yang akan diderita oleh bayi : bisa berupa
cacat fisik ataupun mental

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2008), Naskah Lengkap Penyakit


Dalam, Jakarta : Pusat Penerbit Penyakit Dalan FK UI.
2. CDC . Preventing Congenital Toxoplasmosis. Center for Disesase Control and
Prevention. 2000. Diakses dari :
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr4902a5.htm
3. Sidiq M. Sigi serologis Toxoplasmosis pada babi di rumah potong hewan
kotamadya malang. Medika 1997;2(23):109-13.
4. Hartono T. Penemuan Toxoplasma gondii dari wanita keguguran di rumah
sakit cipto mangunkusumo dan rumah sakit hasan sadikin. Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia 1994;12(22):793-9
5. CDC. Cytomegalovirus (CMV) and Congenital CMV Infection. Center for
Disesase Control and Prevention . 2013. Diakses dari :
http://www.cdc.gov/cmv/trends-stats.html#affected
6. Cunningham FG., Gant N, et al. “William Obstetrics” 22st ed. McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, 2005;.
7. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2008), Naskah Lengkap Penyakit
Dalam, Jakarta : Pusat Penerbit Penyakit Dalan FK UI.
8. Markell EK et al. 1992. Medical Parasitologi. 7th edition. W.B. Saunders Company.
pp.
9. Mason WH. Rubella. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders
Elsevier; 2007:chap 244.)
10. Diunduh : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/cytomegalovirusinfections.
11. Wilson M., 2004. Parasites and Health.Toxoplasmosis (Toxoplasma gondii).
Diakses dari
http://www.cdc.gov/ncidod/dpd/parasites/toxoplasmosis/factshttoxoplasmosis
12. Ir.indra chahaya s,msi. Epidemiologi “TOXOPLASMA GONDII” Bagian
Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara. 2003

26
13. Djoko Sekti Wibisono, Enud J. Surjana, Ali Baziad. Ragam medikamentosa terapi
toxoplasmosispada kehamilan. Berkala Ilmiah Kesehatan FATMAWATI. Edisi Vol. 6 No.
15, Agustus2005.
14. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13,
No. 2, Maret 2007: 63-71
15. Prawirohardjo, Sarwono. (2010), Ilmu Kebidanan, Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
16. Brooks, G., et al, 1995, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta
17. Infeksi Cytomegalovirus. Persify.
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/infeksi-
cytomegalovirus-_-9510001031178
18. Colugnati FA, Staras SA, Dollard SC, Cannon MJ. Incidence of
cytomegalovirus infection among the general population and pregnant women
in the United States. BMC Infect Dis. 7:71.
19. Torpy JM, Burke AE, Glass RM. JAMA patient page. Cytomegalovirus.
JAMA. Apr 14 2010;303(14):1440.)
20. Kris Cahyo Mulyatno. Infeksi Torch Pada Kehamilan. TDDC ITD Airlangga
University.2010. http://tddc.itd.unair.ac.id/index.php/home/1-latest-news/61-
infeksi-torch-pada-kehamilan.html)
21. Adolf H. Mitaart . INFEKSI HERPES PADA PASIEN IMUNOKOMPETEN
. 2010
22. Infection and Pregnancy - study group statement. Royal College of
Obstetricians and Gynaecolog.2011.
23. Dr. Sharda Jain. Management of Abnormal TORCH Results :an update
Through case studies. 2013. Diakses dari :
http://www.slideshare.net/LifecareCentre/management-of-abnormal-torch-
results-an-update-through-case-studies
24.Ber tram G. Katzung, Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition

27

Anda mungkin juga menyukai