Oleh
Aulia Khatib 1840312687
Preseptor :
dr. Eko Apriandi, Sp.OG
1
hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penyebab keguguran spontan terbesar
adalah infeksi Toxoplasma gondii.4
Di Amerika Serikat, sekitar 33% dari (33 dari setiap 100) perempuan
yang terinfeksi CMV untuk pertama kalinya.5
Prinsip tatataksana dalam infeksi TORCH dalam kehamilan adalah
menurunkan risiko infeksi pada ibu dan janin, bukan menghilangkan risiko infeksi
kongenitalnya.6
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.4 Herpes
Herpes adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus herpes
simpleks (HSV, merupakan sejenis penyakit yang menjangkiti mulut, kulit,
dan alat kelamin. Terdiri dari 2 macam infeksi virus, yaitu virus herpes
simpleks tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum untuk luka-luka demam
(cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan herpes
kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan
HSV-2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks.11
Daur Hidup
4
Gambar 2.1 Siklus Hidup Toksoplasma Gondii2
5
Gambar 2.2 Siklus Hidup Toksoplasma Gondii
6
di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi DAUR ASEKSUAL. Di
dalam ileum host perantara ookista ini pecah dan mengeluarkan sporozoit.
Sporozoit ini kemudian menembus mukosa ileum mengikuti aliran darah
dan limfe mula-mula menuju limfonodul mesenterica, setelah itu ke
lomfonodul lainnya dan organ-organ lainnya seperti otak, mata, limpa, hati,
jantung, otot serat lintang dan placenta uterus gravid. Didalam sel dari
organ-organ tersebut sporozoit membentuk pseudokista dan parasit di
dalamnya kini dikenal sebagai endozoit atau takizoit. Takizoit akan
membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur
kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam
kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
2.2.2 Rubella
Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang. Siklus
replikasi yang umum terjadi dalam proses yang bertingkat terdiri dari
tahapan:
1) Perlekatan
2) Penetrasi
3) Uncoating
4) Biosintesis
5) Pematangan dan pelepasan.
Meskipun ini merupakan siklus yang umum, tetapi akan terjadi beberapa
ragam siklus dan bergantung pada jenis asam nukleat virus.
7
Tahap perlekatan terjadi ketika permukaan virion, atau partikel virus
terikat di penerima (reseptor) sel inang. Perlekatan reversible virion dalam
beberapa hal, agar harus terjadi infeksi, dan pengasukan virus ke dalam sel
inang. Proses ini melibatkan beberapa mekanisme, yaitu:
1) penggabungan envelope virus dengan membrane sel inang (host)
2) pemasukan langsung ke dalam membrane
3) interaksi dengan tempat penerima membrane sel
4) viropexis atau fagositosis
Setelah memasuki sel inang, asam nukleat virus harus sudah terlepas dari
pembungkusnya, (uncoating) atau terlepas dari kapsulnya. Proses uncoating
ini terjadi di permukaan sel dalam virus. Secara umum, ini merupakan
proses enzimatis yang menggunakan keberadaan enzim lisosomal atau
melibatkan pembentukan enzim yang baru. Setelah proses uncoating, maka
biosintesis asam nukleat dan beberapa protein virus merupakan hal yang
sangat penting. Sintesis virus terjadi baik di dalam inti maupun di dalam
sitoplasma sel inang, bergantung dari jenis asam nukleat virus dan
kelompok virus. Pada virus RNA, seperti Virus Rubella, sintesis ini terjadi
di dalam sitoplasma, sedangkan pada kebanyakan virus DNA, asam nukleat
virus bereplikasi di inti sel inang sedangkan protein virus mengalami
replikasi pada sitoplasma. Tahap terakhir replikasi virus yaitu proses
pematangan partikel virus. Partikel yang telah matang ini kemudian
dilepaskan dengan bertunas melalui membrane sel atau melalui lisis sel.15
2.2.3 Citomegalovirus
Glikoprotein B dan H berikatam dengan reseptor sel. Kemudian virus
memasuki sel melepaskan DNA virus, virion protein dan virion mRNA
transcripts pada sitoplasma sel virion mRNA ditranslasikan DNA virus dan
viral protein masuk ke inti sel. Di dalam inti sel, virus dan gen selular
diekspresikan terjadi replikasi DNA virus. DNA virus, viral, dan protein
selular, serta virion transcripts akan membentuk virion virion envelope dan
partikel virus yang infeksius keluar dari sel.16
8
2.2.4 Herpes
Virus masuk ke dalam sel melalui fusi antara glikoprotein selubung virus
dengan reseptornya yang terdapat di membran plasma. Selanjutnya nukleokapsid
pindah dari sitoplasma ke inti sel. Setelah kapsid rusak, genom virus dilepas di
dalam inti sel, berubah dari liniar menjadi sirkular. Sebagian gen langsung
ditranskripsikan dan produk RNA-nya dipindahkan ke sitoplasma. Pada tahap
akhir, dengan bantuan protein beta, terjadi transkripsi dan translasi late genes
menjadi protein gamma. Transkripsi DNA virus terjadi sepanjang siklus replikasi
di dalam sel dengan bantuan enzim RNA polimerase sel pejamu dan protein virus
lain. Transkrip dalam bentuk DNA virus selanjutnya dirakit menjadi virion pada
membran inti sel. Virion selanjutnya dilepaskan ke luar inti sel melalui proses
eksositosis. Satu kali siklus replikasi berlangsung sekitar 18 jam untuk herpes
simpleks. Replikasi HSV di dalam sel akan menghambat sintesis DNA dan
protein selular sejak fase dini replikasi. Virus baru yang terbentuk akan dilepaskan
dari sel dan menginfeksi sel lain. 17
9
2.3.2 Rubella
Penularan infeksi virus ini terjadi terutama melalui kontak langsung
atau droplet dengan sekret nasofaring dari penderita. virus biasanya
diisoloasikan pada biakan jaringan.
Sumber infeksi rubella pada janin adalah dari plasenta wanita hamil
yang menderita viremia. Viremia maternal bisa dimulai 1 minggu sebelum
serangan ruam dan dapat menimbulkan infeksi plasenta. Di awal kehamilan
infeksi ini tidak menetap di jaringan plasenta ibu (desisua), tapi menetap di
vili korion. Viremia janin kemudian bisa menimbulkan infeksi janin
diseminata. Waktu sangatlah penting. Pembentukan organ terjadi dalam
minggu kedua sampai keenam setelah konsepsi, sehingga infeksi sangat
berbahaya untuk jantung dan mata pada saat itu. Dalam trimester kedua,
janin mengalami peningkatan kemampuan imunologi dan tidak lagi peka
terhadap infeksi kronis yang merupakan khas rubella intrauterin dalam
minggu-minggu awal.
2.3.3 Citomegalovirus
Virus menular dari seorang ke orang lain melalui kontak :
a. Bersentuhan langsung dengan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi
seperti urine, air ludah, ASI.
b. Bersentuhan langsung dengan darah orang yang terinfeksi
c. Ibu yang terinfeksi menularkan virus kepada anaknya yang belum lahir
(transplasental)
d. Melakukan hubungan seks dengan orang yang terinfeksi, dari semen
dan sekresi cairan vagina
e. Reaktivasi dari sitomegalovirus
Bila seorang dewasa tertular, penderita menderita penyakit mirip
mononukleosis.5,19
10
2.3.4 Herpes Simpleks
Penularan herpes simpleks terjadi melalui kontak langsung dengan
kulit yang melempuh atau melalui cairan yang keluar dari kulit yang
melepuh atau melalui kontak seksual pada orang dewasa.
11
2.4.2 Rubella
2.4.2.1 Pada Ibu hamil
Manifestasi Klinis :
a. Adenopati (khas) terutama nodus limfatikus belakang telinga, oksipital
dan leher belakang
b. Sakit kepala
c. Sakit tenggorokan
d. Ruam rubela
Ruam menetap selama 2 sampai 3 hari dalam pola yang disebut
kaledidoskopik karena perubahan bentuknya. Mula- mula makula merah
muda yang ireguler (biasanya dalam 24 jam) timbul di leher, badan,
lengan dan akhirnya di kaki. Pada hari berikutnya lesi ini menyatu,
membentuk komponen makulopapular dan menjadi skar; atiniformis.
Muka sering bebas ruam pada saat ruam penuh sampai tungkai bawah.
Jarang terjadi deskuamas. – Demam (39°C-40°C)
e. Poliartralgia dan poliartritis. Keluhan yang paling khas muncul dengan
ruam atau dalam beberapa hari setelah serangan ruam. Sendi yang
dikenai sering simetris bisa berkisar mulai dari kaku waktu pagi sampai
keluhan artritis yang diti dengan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan. Manifestasi sendi pada rubela bersifat sementara dan tidak
menimbulkan kerusakan sendi.
2.4.2.2 Manifestasi Klinis Janin dan neonatus
a. Transien – Intrauterine growth retardation (IUGR)
Bayi biasanya menderita retardasi pertumbuhan intrauterine sehingga
termasuk golongan bayi kecil untuk masa kehamilan.
b. Purpura trombositopenia (25%)
Purpura trombositopenia neonatus, ditandai lesi makula merah
keunguan, “muffin-blueberry” dengan diameter 1-4 mm. Banyak pasien
mengalami sedikit penurunan jumlah trombosit, tetapi manifestasi
perdarahan jarang
c. Anemia hemolitik
12
d. Hepatosplenomegali
e. Ikterik
f. Radiolucent bone disease (20%). Lesi pada tulang berupa daerah
bergaris-garis kecil yang radiolusen di daerah metafisis tulang panjang
ekstrimitas atas dan bawah. Kelainan ini menghilang pada waktu bayi
berumur 2-3 bulan. Lesi ini dapat dibedakan dengan sifilis kongenital,
yaitu tidak ditemukannya reaksi periosteum. – Meningoensepalitis
g. Developmental (kelainan berkembang sejak anak menjadi dewasa) –
Tuli Sensorineural (80%) Tuli saraf permanen bisa berat atau ringan,
bilateral atau unilateral. Hal ini disebabkan oleh kerusakan organ corti.
Tuli dan gangguan komunikasi terjadi bila infeksi ibu terjadi setelah 8
minggu kehamilan. Kelainan ini dapat timbul akibat infeksi pada usia
kehamilan minggu ke 9. – Retardasi mental (55%) Retardasi mental
pada anak biasanya berat. Pernah dilaporkan bahwa anak menderita
disfungsi serebral dan kelainan psikiatrik seperti tingkah laku dan autism
infantil. Kelainan ini terjadi karena infeksi pada kehamilan trimester
kedua. – Insulin-dependent diabetes (20%) Anak yang menderita rubela
kongenital mempunyai resiko tinggi untuk mendapat diabetes melitus
tergantung insulin (IDDM). Sampai usia 10 tahun, risiko ini ± empat
kali lipat lebih besar dari anak normal dan sampai usia dewasa, risiko
10-20 kali lipat lebih besar. Dalam satu kelompok orang dewasa yang
selamat, 40% menderita IDDM. Pasien dengan IDDM dan rubela
kongenital mengalami peningkatan frekuensi HLA DR3 yang sama dan
penurunan frekuensi HLA DR2 seperti pasien lain yang menderita
rubela kongenital. Prevalensi tinggi sitotoksik sel pulau pankreas atau
antibodi permukaan pada pasien rubela kongenital dengan atau tanpa
IDDM dapat menunjukan infeksi sel pankreas in utero dan berperan
penting dalam patogenesis IDDM pada individu yang rentan secara
genetik.
13
h. Pneumonia interstisial yang muncul pada usia 3-12 bulan dengan gejala
batuk, takipnea, sindrom gawat nafas dan biasanya menjadi penyebab
bayi meninggal dunia pada usia kurang dari 1 tahun.
i. Kerusakan jantung Penyakit jantung kongenital tidak dapat dideteksi
berhari-hari setelah lahir. Paten duktus arteriosus dengan atau tanpa
stenosis arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya dan kerusakan septum
atrium dan ventrikel merupakan lesi yang paling sering. Kelainan ini
dapat timbul pada usia kehamilan minggu ke 5-10.
j. Kerusakan Mata (50%) Katarak Anomali mata yang paling khas adalah
katarak inti keputihan yang bisa unilateral atau bilateral, sering disertai
mikroftalmia. Lesi bisa tidak ditemukan saat lahir atau lesi begitu kecil
sehingga hanya terdeteksi dengan pemeriksaan oftalmoskop. Kelainan
ini dapat timbul akibat infeksi pada usia kehamilan minggu ke 6.
Glaukoma Glaukoma kongenital bisa ditemukan dalam masa bayi,
secara klinis tidak berbeda dengan glaukoma infantil herediter. Kornea
membesar dan kabur, camera anterior oculi dalam dan tekanan okular
meningkat. Retinopati (salt and pepper rethinopaty) ditandaii dengan
pigmentasi berbintik hitam, ukuran sangat bervariasi dan tersebar,
mungkin merupakan manifestasi mata yang paling umum pada rubela
kongenital. Tidak ada bukti bahwa anomali pigmen epitel retina
mengganggu penglihatan. Pengenalan lesi ini dapat untuk mendiagnosis
rubela kongenital.
k. Mikrosefali merupakan kelainan dimana ukuran tengkorak lebih kecil
daripada ukuran yang normal. Karena ukuran tengkorak tergantung pada
pertumbuhan otak, cacat dasarnya adalah pada perkembangan otak.
Dikenal dengan Sindrom Rubella Kongenital.
2.4.3 Citomegalovirus (CMV)
Ada tiga tipe infeksi CMV:
1) CMV Primer (ketika seseorang terinfeksi oleh CMV untuk pertama
kalinya)
2) CMV Rekuren (reaktifasi dari infeksi CMV sebelumnya yang dorman)
14
3) CMV Kongenital (infeksi CMV yang berasal dari ibu yang terinfeksi
CMV)
Bila seorang dewasa tertular, penderita menderita penyakit mirip
mononukleosis. Dengan tanda-tanda sakit menelan, demam, dan sakit
seluruh badan. Bisa juga menimbulkan sakit badan serius seperti
pneumonia, dan konjunctifitis terutama pada seorang yang menderita infeksi
HIV/AIDS.
2.4.3.1 Manifestasi Klinis pada wanita Hamil
Pyrexia, malaise, lethargy, seperti gejala influenza, Kerusakan pada
limpa, keabnormalan pada limfosit, Anorexia atau sulit makan dan lekore
keputihan seperti susu.
2.4.3.2 Manifestasi Klinis pada Janin dan Bayi
a. Cytomegalic inclusion disease (CID) Sekitar 10% bayi dengan infeksi
kongenital memiliki bukti klinis penyakit saat lahir. CID ditandai
dengan retardasi pertumbuhan intrauterin, hepatosplenomegali,
abnormalitas hematologi (trombositopenia), dan manifestasi kulit
berbagai, termasuk petechiae dan purpura (blueberry muffin bayi).
Namun, manifestasi paling signifikan dari CID melibatkan SSP.
Mikrosefali, ventrikulomegali, atrofi otak, korioretinitis, dan gangguan
pendengaran sensorineural konsekuensi neurologis yang paling umum
dari CID.
b. Kalsifikasi intraserebral biasanya menunjukkan distribusi periventricular
dan yang biasa ditemui menggunakan CT scan . Temuan kalsifikasi
intrakranial adalah prediksi defisit kognitif dan audiologic di kemudian
hari dan memprediksi prognosis perkembangan buruk persarafan.
c. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko
tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati,
kuning, pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Bayi
akan kehilangan pendengaran (tuli).
d. Sekitar 20% dijumpai pada bayi yang terinfeksi virus adalah Limpa atau
hati membesar disertai gejala kuning pada kulit atau mata.
15
e. 90% bayi yang masih bertahan akan mengalami gangguan saraf berat
seperti keterlambatan perkembangan mental.
f. Pada bayi baru lahir, 10% diantaranya akan menunjukkan gejala klinik
berupa: IUGR, Ikterus (kuning), Hepatosplenomegali (pembesaran liver
dan limpa), Ptekie sampai purpura (perdarahan bawah kulit),
Pneumonia. Biasanya juga dijumpai kelainan kongenital lain seperti:
penyakit jantung bawaan (defek septal), atresia bilier, hernia inguinalis
dan abnormalitas muskuloskeletal.20,21
2.4.4 HSV
Herpes genitalis primer episode pertama
Episode pertama akan tampak secara klinis dalam waktu 2-21 hari setelah
inokulasi. Bila seseorang belum pernah terpajan HSV sebelumnya
(seronegatif) maka akan disebut sebagai infeksi primer. Episode pertama
seringkali disertai gejala-gejala sistemik, lesi dan pelepasan virus yang
berlangsung lama, mengenai banyak tempat di genital maupun di luar genital.
Pasien dengan infeksi primer (infeksi pertama kali dengan HSV-2 maupun
HSV-1) umumnya mengalami penyakit yang lebih parah dibandingkan pasien
yang telah mengalami infeksi HSV-1 sebelumnya.
Infeksi primer HSV-2 dan HSV-1 genital ditandai dengan gejala sitemik dan
lokal yang lama. Gejala sistemik muncul dini berupa demam, nyeri kepala,
malaise, dan mialgia. Gejala lokal utama berupa nyeri, gatal, rasa terbakar,
disuria, duh tubuh, vagina atau uretra serta pembesaran dan rasa nyeri pada
kelenjar getah bening inguinal. Lesi kulit berbentuk vesikel berkelompok
dengan dasar eritem di labia minora, introitus, meatus uretra, serviks pada
wanita, paha, dan bokong pada pria dan wanita. Vesikel ini mudah pecah dan
menimbulkan erosi multipel. Masa pelepasan virus berlangsung kurang lebih
12 hari. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi secara bertahap dalam
waktu kurang lebih 18 sampai 20 hari, tetapi bila ada infeksi sekunder
penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan
parut.
16
Herpes genitalis non-primer episode pertama
Sebagian besar populasi pernah terpajan oleh HSV-1 maupun HSV-2
sebelumnya. Individu demikian telah seropositif pada saat episode pertama,
sehingga disebut non-primer.7 Diagnosis klinis episode pertama non-primer
sukar dibedakan dengan episode rekuren. Secara umum, episode pertama non-
primer menyerupai rekurensi yaitu lebih ringan daripada infeksi primer,
dengan masa tunas yang lebih panjang.
3 Herpes genitalis rekuren
4 Tingkat rekurensi bervariasi diantara individu. Rekurensi cenderung lebih
sering terjadi pada bulan pertama atau tahun pertama setelah infeksi awal.
5 Lesi rekuren biasanya terbatas pada satu sisi dan gejala klinis yang ringan.
Lamanya pelepasan virus berlangsung kurang dari 5 hari, penyembuhan juga
lebih cepat.
Herpes genitalis atipikal
Manifestasi herpes genital atipikal sering dijumpai, berupa fisura, furunkel,
ekskoriasi, dan eritema vulva nonspesifik disetai rasa nyeri dan gatal pada wanita.
22
17
Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko
janin terinfeksi turun yaitu 10-20%.
Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100% jika ibu terinfeksi
saat usia kehamilan > 36 minggu.
Janin yang tertular berisiko mengalami Sindrom Rubella Kongenital,
terutama bila infeksi terjadi pada usia janin < 4 bulan. Bila sudah lewat 5
bulan, jarang sekali terjadi infeksi.
2.5.3 Infeksi Cytomegalovirus
Infeksi CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang
berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi
terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi maka janin yang
dikandung mempunyai risiko tertular.
Resiko penularan lebih tinggi, bila ibu tertular virus pada trimester 3
kehamilan. Resiko menjadi 44% bila ibu terinfeksi virus pada trimester
kedua dan 36% resiko janin dalam kandungan tertular, bila ibu mendapat
infeksi virus pada trimester pertama. Laporan peneliti lain, resiko janin
tertular paling tinggi, apabila ibu hamil tertular virus pada umur kehamilan
di bawah 20 minggu.5
2.5.4 Infeksi HSV
2.6 Tatalaksana
Infeksi-infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu
Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya
negatif.
2.6.1 Tatalaksana pada wanita tidak hamil
Jika IgG positif dan IgMnya negatif, artinya infeksi terjadi dimasa
lampau dan tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu
diobati. Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru
terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil
karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda
18
sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan
memerlukan waktu 1 bulan).
2.6.2 Tatalaksana Pada Wanita Hamil23
2.6.2.1 Toksoplasma
Tatalaksana Infeksi Toksoplasma Pada Trimester Ke-1
- Kemungkinan infeksi fetal ± 10-15%
- Setelah terdeteksi positif infeksi toksoplasma, mulai terapi
dengan spiramisin.
- Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan USG
19
Gambar 2.4 Tatalaksana toksoplasmosis trimester ke-223
20
2.6.2.2 Rubella
Infeksi akut rubella selama kehamilan bergantung pada usia
kehamilan saat terinfeksi.
Tatalaksana infeksi rubella pada trimester ke-1
- Risiko infeksi 80-90%
- Risiko malformasi kongenital : 90% pada usia kehamilan <
11 minggu; 33 % pada usia kehamilan 11-12 minggu; 11%
pada usia kehamilan 13-14 minggu
- Pemberian MTP
Tatalaksana infeksi rubella pada trimester ke-2
a. Pada usia kehamilan 13-16 minggu
- Risiko infeksi 60%
- Risiko malformasi kongenital : 25-50% sarankan pemberian
MTP atau lakukan prenatal diagnosis
b. Pada usia kehamilan 17-20 minggu
- Risiko infeksi 25 %
- Risiko malformasi kongenital : rendah tidak ada intervensi
Tatalaksana infeksi rubella pada trimester ke-3
Tidak ada intervensi apapun.
2.6.2.3 Citomegalovirus
21
2.6.2.4 Herpes Simpleks Virus (HSV)
a. Acyclovir
Episode pertama saat hamil
200 mg 5x sehari selama 7-14 hari
> 1 kali rekurensi selama hamil
200 mg 4x sehari selama 4 minggu
b. USG usia 12 minggu
Pada usia 18-20 minggu untuk mengetahuin abnormalitas
kongenital
Lakukan amniocentesis jika dibutuhkan
c. Gunakan kondom saat berhubungan seksual
Metode persalinan yang digunakan adalah seksio cesarea, dengan
indikasi
- usia kehamilan aterm
- terdapat lesi di sekitar jalan lahir
- episode pertama
- saat terjadi PROM (premature rupture of membrane)
Keuntungan dari seksio cesarea antara lain : mencegah infeksi
janin23
22
Mekanisme kerja : menghambat sintesis protein bakteri dengan cara
berikatan secara reversibel terhadap ribosom 50s dan bersifat bakteriostatik
atau baktersid tergantung jenis kuman dan kadarnya.
Indikasi :
a. terapi infeksi rongga mulut dan saluran napas
b. obat alternatf untuk penderita toksopalsmosis yang karena suatu sebab
tidak dapat diobati dengan primetamin+sulfonamid (misalnya pada
wanita hamil atau ada kontraindikasi lainnya). Efektivitasnya tidak
sebaik primetamin + sulfonamid. Dosis yang digunakan untuk indikasi
ini adalah 2-3g/Hari yang dibagi dalam beberapa dosis selama tiga
minggu, terapi diulang 2 minggu kemudian.
Efek samping : Pemberian spiramisin oral kadang menimbulkan iritasi
saluran cerna.
2.7.2 Pirimetamin
Golongan Obat : Benzylpyrimidine
Mekanisme Aksi : Pirimetamin mengganggu sintesis asam tetrahidrofolik
dari asam folat dengan menghambat enzim reduktase dihidrofolat (DHFR).
Asam Tetrahidrofolik diperlukan untuk sintesis DNA dan RNA pada banyak
spesies, termasuk protozoa.
Penggunaan Klinis : Pirimetamin biasanya diberikan dengan asam
sulfonamide dan folinic : Sulfonamid menghambat sintase dihydropteroate,
enzim yang berpartisipasi dalam sintesis asam folat dari asam para-
aminobenzoic. Oleh karena itu, sulfonamid bekerja secara sinergis dengan
pirimetamin dengan menghalangi enzim yang berbeda yang diperlukan
untuk sintesis asam folat.
Asam folinic (leucovorin) merupakan turunan asam folat yang dikonversi ke
tetrahydrofolate (bentuk aktif utama asam folat) in vivo tanpa bergantung
pada reduktase dihydrofolate. Dengan demikian, asam folinic mengurangi
efek samping yang berhubungan dengan defisiensi folat.
23
Efek Samping
a. Pirimetamin dapat menghilangkan asam folat pada manusia, sehingga
efek sampingnya berhubungan dengan hematologi yang terkait dengan
kekurangan folat.
Kontraindikasi
a. hipersensitivitas terhadap pirimetamin
b. anemia megaloblastik - penipisan asam folat dapat memperburuk
kondisi ini
2.7.3 Acyclovir
Acyclovir digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
beberapa jenis virus. Salah satunya digunakan untuk mengobati herpes
genital. Acyclovir merupakan obat antivirus. Namun, itu bukan obat untuk
menghilangkan infeksi ini. Acyclovir hanya mengurangi keparahan dan
lamanya infeksi ini. Seperti membantu luka sembuh lebih cepat, membuat
luka baru dari pembentukan, dan mengurangi rasa sakit / gatal. Selain itu,
pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah, asiklovir dapat
mengurangi risiko virus menyebar ke bagian lain dari tubuh dan
menyebabkan infeksi serius.
Mekanisme aksi : dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat melalui 3 tahap
fosforilase yaitu oleh oleh kinase timidin herpes dan kemudian oleh kinase sel,
yang akan menghambat DNA polimerase virus. Asiklovir juga merupakan
suatu substrat untuk enzim terakhir dan setelah masuk kedalam molekul DNA
akan menghambat perpanjangan rantai.
Indikasi : Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik ( termasuk
keratitis herpetik , herpetik ensefalitis, herpes genitalia,herpes neonataldan
herpes labialis ) dan infeksi VZV ( varisela dan herpes zoster )
Efek Samping : Mual, muntah dan pusing , namun asiklovir pada umumnya
dapat ditoleransi dengan baik.eaksi alergi yang sangat serius terhadap obat ini
jarang terjadi.24
24
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
25
DAFTAR PUSTAKA
26
13. Djoko Sekti Wibisono, Enud J. Surjana, Ali Baziad. Ragam medikamentosa terapi
toxoplasmosispada kehamilan. Berkala Ilmiah Kesehatan FATMAWATI. Edisi Vol. 6 No.
15, Agustus2005.
14. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13,
No. 2, Maret 2007: 63-71
15. Prawirohardjo, Sarwono. (2010), Ilmu Kebidanan, Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
16. Brooks, G., et al, 1995, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta
17. Infeksi Cytomegalovirus. Persify.
http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/infeksi-
cytomegalovirus-_-9510001031178
18. Colugnati FA, Staras SA, Dollard SC, Cannon MJ. Incidence of
cytomegalovirus infection among the general population and pregnant women
in the United States. BMC Infect Dis. 7:71.
19. Torpy JM, Burke AE, Glass RM. JAMA patient page. Cytomegalovirus.
JAMA. Apr 14 2010;303(14):1440.)
20. Kris Cahyo Mulyatno. Infeksi Torch Pada Kehamilan. TDDC ITD Airlangga
University.2010. http://tddc.itd.unair.ac.id/index.php/home/1-latest-news/61-
infeksi-torch-pada-kehamilan.html)
21. Adolf H. Mitaart . INFEKSI HERPES PADA PASIEN IMUNOKOMPETEN
. 2010
22. Infection and Pregnancy - study group statement. Royal College of
Obstetricians and Gynaecolog.2011.
23. Dr. Sharda Jain. Management of Abnormal TORCH Results :an update
Through case studies. 2013. Diakses dari :
http://www.slideshare.net/LifecareCentre/management-of-abnormal-torch-
results-an-update-through-case-studies
24.Ber tram G. Katzung, Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition
27