Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang cukup serius. Salah satu di antaranya adalah infeksi

protozoa yang ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi penyakit yang ditularkan oleh

kucing ini mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat yang

mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang. Di Indonesia

faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi lingkungan dan banyaknya

sumber penularan(1).

Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

gondii,merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang

menghasilkan daging bagi konsumsi manusia(2). Infeksi yang disebabkan oleh T.

gondii tersebar di seluruh dunia, pada hewan berdarah panas dan mamalia lainnya

termasuk manusia sebagai hospes perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae

lainnya sebagai hospes definitif (3).

Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung

asimtomatis, meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit parasite

yang diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah, tetapi beberapa penelitian telah

dilakukan di beberapa tempat untuk mengetahui derajat distribusi dan prevalensinya.

Indonesia sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan
2

parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa factor seperti sanitasi

lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya

(Felidae)(4,5).

Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat (Aquired

toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak dalam kandungan (Congenital

toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi penyakit

ini. Protozoa ini hidup dalam sel epitel usus muda hospes definitif, sedangkan

ookistanya dikeluarkan bersama tinjanya. Penularan parasit ini terjadi dengan

tertelannya ookista dan kista jaringan dalam daging mentah atau kurang matang serta

transplasental pada waktu janin dalam kandungan. Diagnosis infeksi protozoa ini

dilakukan dengan mendapatkan antibodi IgM dan IgG anti T. gondii dalam tes

serologi(3,6).

Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam segala macam sel jaringan tubuh

kecuali sel darah merah. Tetapi pada umumnya parasit ini ditemukan dalam sel

retikulo endotelial dan sistem syaraf pusat(7).

1.2 Tujuan

Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, dalam tugas ini penulis mencoba

menguraikan dan menginformasikan mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

patomekanisme, komplikasi, dan prognosis dari Toxoplasma gondii.


3

1.3 Manfaat

Manfaat dari tugas mengenai Toxoplasma gondii adalah untuk mengetahui

definisi, epidemiologi, etiologi, patomekanisme, komplikasi, dan prognosis dari

Toxoplasma gondii.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gambar 2.1 Toxoplasma Gondii


Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang

dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal

dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak

terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak

memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis

penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari. Apabila

penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat

mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsy(8).


5

2.2 Epidemiologi

Infeksi Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung

asimtomatis, meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit parasite

yang diutamakan pemberantasannya oleh pemerintah, tetapi beberapa penelitian telah

dilakukan di beberapa tempat untuk mengetahui derajat distribusi dan prevalensinya.

Indonesia sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan

parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa factor seperti sanitasi

lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya

(Felidae)(4,5). Sero prevalensinya tergantung pada kondisi setempat dan usia

populasinya. Umumnya kondisi lingkungan yang panas dan kering disertai dengan

prevalensi infeksi yang rendah(9).

Toksoplasmosis menyerang berbagai jenis hewan mamalia dan unggas, dapat

pula menular kepada manusia. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di

Indonesia, penyakit ini bersifat endemic pada hewan maupun manusia, meskipun

jumlah kasus relative kecil(10). Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari

kucing atau anjing tetapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi,

sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-

hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai

pada kucing dan anjing(8).


6

Kejadian toxoplasmosis telah dilaporkan dari beberapa daerah di dunia ini

yang geografiknya sangat luas. Survei terhadap kejadian ini memberi gambaran

bahwa toxoplasmosis pada suatu daerah bisa sedemikian hebatnya hingga setiap

hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis. Sebagai contoh adalah survei yang

telah diadakan di Amerika Serikat. Data positif didasarkan kepada penemuan

serodiagnostik dari beberapa hewan peliharaan dapat dilihat pada tabel dibawah

ini(9):

Tabel 2.1: Data Positif didasarkan penemuan serodiagnostik

No. Hewan yang terinfeksi Persentase

1. Anjing 59%

2. Kucing 34%

3. Babi 30%

4. Sapi 47%

5. Kambing 48%

Di AS dan sebagian besar Negara Eropa, prevalensi serokonversi meningkat

bersamaan dengan usia dan pajanan. Sebagai contoh, di AS 5-30% individu yang

berusia 10 -19 thn dan 10-67% pada individu yang berusia > 50 thn, memperlihatkan

bukti serologis riwayat pajanan sebelumnya. Peningkatan pada seroprevalensi 1%

per tahun(9).
7

2.3 Etiologi

Penyebab toksoplasmosis adalah protozoa Toksoplasma gondii, termasuk

dalam sub klas Coccidia. Parasit ini pertama kali ditemukan pada rodensia liar

Ctenodactylus gondii tahun 1908. Sejak sat itu parasit dapat ditemukan pada berbagai

jenis mamalia dan unggas(2).

Toksoplasma gondii. Habitat T.gondii yang dapat berada pada anjing, kucing,

tikus, burung, ayam, kerbau, babi, domba atau kambing. Penyakit ini dapat ditularkan

kepada manusia. Manusia dapat terkena infeksi jika menelan ookista yang mencemari

makanan atau dengan cara lain(2).

2.4 Patomekanisme

Gambar 2.2 Daur Hidup Toxoplasma Gondii


8

Toxoplasma gondii ada dalam 3 bentuk di alam(11) :

1. Ookista adalah bentuk yang resisten di alam

2. Trofozoid adalah bentuk vegetatif dan proliferatif

3. Kista bentuk yang resisten di dalam tubuh

Ada 2 aspek yang berbeda pada siklus kehidupan T.gondii, yakni(11):

1. Bentuk proliferatif ( aseksual ) terjadi pada penjamu perantara seperti : burung,

mamalia, manusia, disebut juga siklus nonfeline.

2. Bentuk reproduktif ( seksual ), terjadi pada usus kucing sebagai penjamu definitif,

dosebut juga siklus feline ( feline = kucing ). T.gondii dapat tumbuh dalam semua sel

mamalia kecuali sel darah merah yang bisa dimasuki tapi tanpa terjadi pembelahan.

Selama infeksi akut, parasit dapat ditemukan dalam banyak organ tubuh.

Begitu melekat pada sel penjamu dan sel secara aktif mengadakan penetrasi

ke dalamnya, parasit akan membentuk vakuola parasitoforus dan mengadakan

pembelahan. Waktu pembelahan sekitar 6 8 jam untuk strain yang virulen. Bila

jumlah parasit dalam sel mendekati masa kritis ( 64 128 dalam kultur ), sel

tersebut akan ruptur dengan melepaskan takizoit dan menginfeksi sel didekatnya.

Dengan cara ini organ yang terinfeksi segera memperlihatkan bukti adanya proses

sitopatik(11).

Sebagian besar takizoit akan dieliminasi dengan bantuan respon imun dari

penjamu, baik humoral maupun seluler. Sekitar 7 -10 hari sesudah infeksi sistemik

oleh takizoit terbentuklah kista di dalam jaringan yang berisi bradizoit. Kista jaringan
9

ini terdapat dalam sejumlah organ tubuh, tetapi pada prinsipnya di dalam SSP dan

otot parasit tersebut berada sepanjang siklus penjamu(11). Kalau kista tersebut

termakan ( misalnya manusia memakan produk daging yang tidak dimasak sampai

matang ) membrane kista akan segera dicerna dengan adanya sekresi asam lambung

yang pHnya rendah.

Pada penjamu nonfeline, bradizoit yang termakan akan memasuki epithelium

usus halus dan mengadakan transformasi menjadi takizoit yang membelah dengan

cepat, terjadilah infeksi takizoit sistemik akut, ini diikuti oleh pembentukan kista

jaringan yang mengandung bradizoit yang mengadakan replikasi lambat, terjadilah

stadium kronik, ini melengkapi siklus nonfeline. Infeksi akut yang terjadi pada

penjamu dengan daya imun lemah paling besar kemungkinannya disebabkan oleh

pelepasan spontan parasit yang tebungkus dalam kista dan mengalami transformasi

cepat menjadi takizoit dalam SSP(11).

Siklus kehidupan yang penting dari parasit tersebut terdapat dalam tubuh

kucing ( penjamu definitif ). Siklus kehidupan seksual parasit ditentukan oleh

pembentukan ookista di dalam penjamu feline. Siklus entero epithelial ini dimulai

dengan termaknnya kista jaringan yang menjadi bradizoit dan akan memuncak

setelah melalui beberapa stadium antara dalam proses produksi mikrogamet.

Mikrogamet mempunyai flagella yang memungkinkan parasit ini mencari

mikrogamet(11).
10

Penyatuan gamet akan menghasilkan zigot yang membungkus diri dengan

dinding yang kaku. Zigot ini disekresikan dalam feses sebagai ookista tanpa

sporulasi. Setelah 2 -3 hari terkena udara pada suhu sekitarnya, ookista yang non

infeksius mengalami sporulasi untuk menghasilkan sporozoit. Ookista yang

mengadakan sporulasi tersebut dapat termakan oleh penjamu antara, seperti wanita

hamil yang membersihkan kotoran kucing, babi yang mencari makan di sekitar

peternakan, ataupun termakan mencit. Setelah dibebaskan dari ookista melalui proses

pencernakan, sporozoit yang terlepas akan menginfeksi epithelium intestinal penjamu

nonfeline dan memproduksi takizoit aseksual yang tumbuh dengan cepat dan

membentuk bradizoit(11).

Penularan transplasental :

T.gondii dapat ditularkan kepada janin jika ibu mendapatkan infeksi primer

sebelum kehamilan. dari semua wanita yang terinfeksi dalam masa kehamilannya

akan menularkan parasit tersebut ke janinnya. Dari berbagai faktor yang menentukan

hasil akhir janin, usia kehamilan pada saat infeksi merupakan faktor yang paling

menentukan. Ada beberapa data yang menyatakan peranan infeksi maternal yang baru

saja terinfeksi sebagai sumber penyakit congenital. Jadi wanita dengan seropositif

sebelum kehamilan biasanya justru terlindung terhadap infeksi yang akut dan tidak

akan melahirkan janin yang terinfeksi secara congenital(11).


11

Pedoman secara umum ini dapat diikuti untuk infeksi congenital. Pada

dasarnya resiko tidak akan terjadi apabila ibu sudah terinfeksi 6 bulan / lebih sebelum

terjadi pembuahan. Jika infeksi terjadi dalam waktu < 6 bulan sebelum pembuahan,

kemungkinan terjadi infeksi transplasental akan meningkat bersamaan dengan

berkurangnya masa selang antara infeksi dan pembuahan(11).

Sebagian besar perempuan yang terinfeksi semasa hamil akan melahirkan bayi

yang normal dan tidak terinfeksi. Sekitar akan menularkan infeksi tersebut pada

bayinya. Jika infeksi terjadi pada trimester I kehamilan,insidensi infeksi transplasenta

menduduki tempat paling rendah ( 15% ) tetapi penyakit yang terjadi pada neonatus

paling berat. Jika infeksi terjadi pada trimester III, insidensi infeksi treansplasental

paling tinggi (65%), tetapi bayi biasanya asimptomatik pada saat dilahirkan(11).

Namun bukti paling akhir yang diperoleh menunjukkan bahwa bayi yang

terinfeksi dan tampak normal mungkin mempunyai insidensi ketidakmampuan belajar

serta defek neurologist kronis yang lebih tinggi pada anak yang tidak terinfeksi.

Hanya sejumlah kecil wanita ( 20% ) yang terinfeksi T.gondii menunjukkan tanda

klinis infeksi. Diagnosa infeksi sering diketahui secara tidak sengaja ketika tes

serologis pasca konsepsi yang rutin memperlihatkan bukti adanya antibodi

spesifik(11).
12

Embriologi congenital toxoplasmosis

Infeksi postnatal oleh T.gondii 90% asiptomatik. Pada penjamu dengan

imunokompeten, patogenisitas dari parasit dapat dibatasi sehingga terjadi kasus

subklinis. Bila infeksi postnatal terjadi secara oral melalui ookista, infeksi prenatal

terjadi hanya jika terjadi infeksi primer sebelum kehamilan. Infeksi maternal diikuti

parasitemia menyebabkan infeksi plasenta sehingga terjadi infeksi sekunder pada

fetus secara hematogen. Berat ringannya gejala klinis pada fetus tergantung lamanya

paparan fetus pada parasit. Infeksi pada awal kehamilan biasanya terjadi lahir mati /

abortus dikarenakan terjadinya kerusakan sel-sel trofoblast. Infeksi toxoplasma pada

fetus dapat menyebabkan infeksi toxo congenital atau toxoplasmosis congenital(11).

Batasan infeksi toxoplasma digunakan pada infeksi yang terjadi sebelum

kehamilan, tetapi tanpa adanya gejala dan tanda klinis pada bayi. Hanya sebagian

kecil neonatus dengan congenital toxoplasmosis mempunyai ketiga tanda trias klasik

: hidrosefalus, kalsifikasi intra serebral dan retinokoroiditis, sebagian besar hanya 1 /

2 dari gejala tersebut yang nampak(11).

Sekitar 10% infeksi congenital neonatus menunjukkan kerusakan struktur

pada saat lahir ( congenital toxoplasmosis ), dan yang lain hanya sub klinis, namun

dapat terjadi kegagalan visual / retinokoroiditis di kemudian hari jika tidak diterapi.

Anak dengan infeksi subklinis juga ada kemungkinan mengalami sequele neurologis

seperti hidrosefalus, mikrosefalus, retardasi psikomotor, kejang dan tuli(11).


13

Klasifikasi Kongenital toxoplasmosis

Klasifikasi klinis pada infeksi congenital toxoplasma oleh Desmonts dan

Couvreur(11):

1. Anak dengan kelainan neurologis

Hidrosefalus, mikrosefalus, mocrophthalmus dengan atau tanpa

retinochoroiditis. Gejala mungkin timbul saat dilahirkan atau didiagnosa kemudian.

2. Anak dengan kelainan berat, penyakit generalisata

Maculopapular exanthema, purpura, pneumonia, jaundice berat,

hepatospenomegali, mungkin juga terdapat uveitis dan pembesaran ventricular.

3. Anak dengan kelainan sedang dan tanda infeksi prenatal Hepatospenomegali dan

jaundice dengan atau tanpa trombositopenia atau gejala yang non spesifik.

4. Anak dengan infeksi subklinis

Perkembangan abnormal secara embriologis akibat toxoplasmosis

- Trimester I :

Kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel yang terinfeksi toxoplasma

akan dihasilkan interferon yang berfungsi untuk mengontrol multiplikasi parasit. Di

lain pihak, terlalu banyak interferon dapat menyebabkan kematian fetus yang

diakibatkan reaksi imunopatologis. Hal ini terjadi pada saat pembentukan fetus.

Biasanya terjadi pada masa awal gestasi(11).


14

- Trimester II :

Dapat terjadi kelainan neurologis seperti : hidrosefalus, mikrosefali, kejang

dan retardasi mental, di mana pada minggu ke 5 10 kehamilan adalah proses

terbentuknya bagian-bagian otak dan wajah. Di mana pada bulan 2 5 masa

kehamilan terjadi proses migrasi neuron dari germinal ke korteks. Gangguan pada

migrasi termasuk heterotopia, agyria pakegiria, polimikrogiria dan gangguan

histogenesis. Di mana berhubungan dengan pembentukan gray matter di otak(11).

Retardasi mental dapat disebabkan gangguan perkembangan akibat mutasi

DNA. Trisomi 21, Trisomi 18, Trisomi 9, 13, 15, namun perlu diingat bahwa

kelainan kromosom ini meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu(11).

- Trimester III :

Dapat terjadi retinokoroiditis ( okuler toxoplasmosis ), namun biasanya

bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian tergantung dari terapi. Secara

patologis terjadi lesi inflamasi fundus yang terdiri dari sel-sel mononuclear, limfosit

makrofag, epiteloid dan sel-sel plasma. Hal ini mengakibatkan retinal vaskulitis yang

menyebabkan rupturnya barrier pembuluh darah retina sehingga fungsi retina

menurun dimana terjadi destruksi dan penipisan selaput retina(11).

Mikroftalmia juga dapat terjadi pada ibu dengan toxoplasmosis dimana

ukuran mata terlalu kecil dan volume bola mata berkurang sampai dengan dari

normal dan biasanya disertai cacat mata lainnya(11).


15

2.5 Gejala Klinis

Gejala berhubungan dengan toxoplasmosis akuler unilateral yang terkena,

nyeri okuler ringan, pandangan kabur, tampak gambaran bercak melayang pada

oftalmoskop. Keluhan penderita biasanya pandangan kurang jernih. Secara klinis

ditemukan : granulomatous iritis, vitritis, pembengkakan selaput optic, neuroretinitis,

vaskulitis, oklusi vena retinal, tergantung peradangan dan berapa aktif virus

menyerang mata. Funduskopi, toxoplasmosis aktif menunjukkan gambaran putih

kekuningan, lesi korioretinal dan sel sel vitreus, dapat juga terjadi lesi inaktif(12).

2.6 Diagnosa

Diagnosa serologis toxoplasmosis akut pada neonatus dibuat berdasarkan titer

IgM yang positif (sesudah minggu pertama untuk menyingkirkan kemungkinan

kebocoran lewat plasenta ). Penurunan titer IgG harus diulang setiap 612 minggu /

kali. Peningkatan titer IgM yang berlangsung melebihi minggu pertama merupakan

indikasi adanya infeksi akut ( waktu paruh IgM maternal 35 hari)(11).

2.7 Terapi

Pasien yang hanya memperlihatkan gejala limfadenopati tidak perlu terapi

spesifik kecuali jika terdapat gejala yang persisten dan berat. Pasien dengan okuler

toxoplasmosis harus diobati selama 1bulan dengan sulfadiazin dan pirimetamin.

Preparat alternatif adalah kombinasi klindamisin dan pirimetamin. Susunan

pengobatan paling mutakhir mencakup pemberian pirimetamin dengan dosis awal

5075 mg / hari, ditambah sulfadiazin 46 g / hari dalam dosis terbagi 4. Selain itu

diberikan pulakalsium folinat 10-15 mg / hari selama 6 minggu. Semua preparat ini
16

hanya bekerja aktif terhadap stadium takizoit pada toxoplasmosis. Jadi setelah

menyelesaikan pengobatan awal penderita harus mendapat tertapi supresif seumur

hidup dengan pirimetamin (25-50 mg) dan sulfadiazin ( 24 g). Jika pemberian

sulfadiazin tidak dapat ditolerir dapat diberikan kombinasi pirimetamin (75 mg / hari)

ditambah klindamisin (400 mg) 3x / hari. Pemberian pirimetamin saja ( 50-75 mg

/hari) mungkin sudah cukup untuk terapi supresif yang lama. Neonatus yang

terinfeksi secara congenital dapat diobati dengan pemberian pirimetamin oral (0,51

mg /kg BB) dan sulfadiazine (100 mg / kgBB ).Di samping itu terapi dengan

golongan spiramisin (100 mg / kg BB) ditambah prednisone (1 mg / kg BB) juga

memberikan respon yang baik untuk infeksi congenital(13).

2.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada penderita toksoplasmosis adalah(13):

Toksoplasmosis okular. Peradangan dan luka pada mata yang diakibatkan

oleh parasit. Penyakit ini bisa menyebabkan gangguan penglihatan, muncul

floater (seperti ada benda kecil yang melayang-layang menghalangi

pandangan) pada mata, hingga kebutaan.

Toksoplasmosis kongenital terjadi ketika janin yang dikandung ikut terinfeksi

toksoplasmosis. Hal ini bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada

janin. Misalnya hidrosefalus, epilepsi, kehilangan pendengaran, kerusakan

otak, gangguan kemampuan belajar, penyakit kuning, toksoplasmosis okular,

dan cerebral palsy.


17

Toksoplasmosis serebral. Jika penderita gangguan sistem kekebalan tubuh

terinfeksi oleh toksoplasmosis, maka infeksi tersebut bisa menyebar ke otak

dan bisa mengancam nyawa penderita. Beberapa gejalanya adalah sakit

kepala, kebingungan, gangguan koordinasi, kejang-kejang, demam tinggi,

bicara tidak jelas, toksoplasmosis okuler.

2.9 Prognosis

Prognosis dari infeksi Toxoplasma gondii adalah(14):

Untuk hewan dan manusia yang sehat, prognosisnya adalah baik. Penyakitnya

akan berhibernasi dan tidak menyebabkan kerusakan.

Bagi manusia yang emiliki siste imun yang lemah, prognosisnya tidak baik.

Penyakit ini akan menurunkan kerja dari obat yang dikonsumsi dan

komplikasinya tergantung dari jaringan yang terinfeksi.

Contohnya, jika toxoplasmosis menginfeksi mata, maka tubuh akan mencoba

untuk menghilangkan benda asing tersebut yang nantinya dapat menyebabkan

suatu kebutaan.

Jenis infeksi ini biasanya fatal jika tidak dilakukan perawatan yang baik

2.10 Pencegahan

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terkena infeksi

toksoplasmosis, yaitu(14):

1. Gunakan sarung tangan saat berkebun atau memegang tanah.

2. Hindari mengonsumsi daging mentah atau setengah matang.


18

3. Cucilah tangan sebelum dan sesudah memegang makanan.

4. Cucilah semua peralatan dapur dengan bersih setelah memasak daging mentah.

5. Selalu cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.

6. Hindari meminum susu kambing non-pasteurisasi atau produk-produk yang

terbuat darinya.

7. Hindari kotoran kucing pada wadah kotoran kucing atau tanah, terutama bagi

Anda yang memelihara kucing.

8. Berikan kucing makanan kering atau kalengan daripada daging mentah.

9. Tutuplah bak pasir tempat bermain anak-anak.

Bagi orang yang memelihara kucing, beberapa hal di bawah ini bisa mengurangi risiko

terkena toksoplasmosis yaitu:

1. Jagalah kesehatan kucing peliharaan.

2. Hindari untuk memungut serta memelihara kucing liar.

3. Gunakan sarung tangan dan masker muka saat membersihkan wadah kotoran.
19

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

gondii,merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang

menghasilkan daging bagi konsumsi manusia. Infeksi penyakit yang ditularkan oleh

hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes

perantara, kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif. Infeksi

toxoplasma mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada masyarakat

yang mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau kurang matang. Di Indonesia

faktor-faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi lingkungan dan banyaknya

sumber penularan.

Diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi penyakit ini.

Protozoa ini hidup dalam sel epitel usus muda hospes definitif, sedangkan ookistanya

dikeluarkan bersama tinjanya. Penularan parasit ini terjadi dengan tertelannya ookista

dan kista jaringan dalam daging mentah atau kurang matang serta transplasental pada

waktu janin dalam kandungan. Diagnosis infeksi protozoa ini dilakukan dengan

mendapatkan antibodi IgM dan IgG anti T. gondii dalam tes serologi.
20

Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam segala macam sel jaringan tubuh

kecuali sel darah merah. Tetapi pada umumnya parasit ini ditemukan dalam sel

retikulo endotelial dan sistem syaraf pusat.

3.2 Saran

Disarankan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan sanitasi lingkungan

dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya penularan dari toxoplasma

gondii karena gejala klinisnya ringan dan sering kali luput dari pengamatan tenaga-

tenaga kesehatan.
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Sasmita. R ; R. Ernawati ; S. Witjaksono. 1988. Perbandingan titer antibodi

terhadap Toxoplasma gondii pada Kucing di beberapa Rumah Sakit dan Pasar

di Surabaya. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Regional Parasitologi

Kedokteran II. FK Univ. Udayana, Denpasar.

2. Konishi. E ; R. Sato ; T. Takao ; S. Ananda., 1987. Prevalense of antibodies to

Toxoplasma gondii among meat animals. laughtered at an abattoir in Hyogo

Prefecture. Japan.Japanese J. Parasitol. 16: 277.

3. W.H.O. 1979. Parasitic Zoonosis.Report of A WHO Expert Committee With

The Participation of FAO. WHO Technical Report Series 637: 35.

4. Adyatma, 1980. Kebijaksanaan Pemberantasan Penyakit Parasit di Indonesia.

Cermin Dunia Kedokteran, 1-4.

5. Levine. N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitoloqi veteriner.Universitas Gajah

Mada Press, Yogyakarta.

6. Zaman. V and Keong. 1988. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran.Bina

cipta, Bandung.

7. Remington, J.S and Desmonts, G., 1983.:Toxoplasmosis.Remington, J.S; Klein,

J.O. (eds): Infectious Diseases of the Fetus and Newborn Infant.W.B Saunders

Co. Philadelphia. London. Toranto.

8. Hiswani, Toxoplasmosis penyakit zoonosis yang perlu diwaspadai oleh ibu

hamil, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2003

(Jurnal).
22

9. Priyana A. Oesman F, Kresno SB. Prevalensi anti Toxoplasma Gondii pada

pemelihara kucing atau anjing di Jakarta, 1987.

10. Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia Volume

I. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

11. Ernawati. 2007. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya. Fakultas

Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

12. Ambroise Pierre, Thomas ( 2000 ).Congenital Toxoplasmosis scientific

Background, Clinical Management and Control.Springer, p 153-177.

13. Kasper Lloyd ( 1999 ). Infeksi Toxoplasma dan Toxoplasmosis. Dalam:

Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Editor: Ahmad H. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, hlm 1021-1027.

14. Dharmana, Edi , 2007 , Toxoplasma gondii, Musuh Dalam Selimut : Semarang

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai