Anda di halaman 1dari 171

1

BAB 1

SINOPSIS

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma


gondii
Di berbagai bagian dunia jumlah populasi yang
terinfeksi dapat mencapai 95% terutama yang
penduduknya biasa makan daging mentah.
Bentuk kista Toxoplasma yang mengandung
bradizoit dapat ditularkan melalui makanan.
Kucing berperan penting dalam penularan
toksoplasmosis
Tiga cara penularan yang terpenting adalah
melalui makanan, zoonotik (dari hewan ke
manusia) dan kongenital (dari ibu hamil ke
janin).
Penderita dengan gangguan sistem imun,
misalnya penderita dengan HIV akan
mengalami toksoplasmosis dengan gejala klinis
berat
Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii
dapat mengalami keguguran, bayi lahir mati,
atau bayi yang lahir mengalami kecacatan fisik
maupun mental.

2
Toksoplasmosis adalah penyakit menular zoonosis yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia. Penyebabnya adalah Toxoplasma gondii yang merupakan
parasit golongan protozoa yang dapat menginfeksi semua jenis hewan
berdarah panas, termasuk manusia. Kucing liar maupun kucing jinak adalah
hospes definitif Toxoplasma yang dapat mengalami infeksi sistemik maupun
infeksi usus. Hewan-hewan lainnya dan manusia bertindak selaku hospes
perantara dimana parasit dapat menyebabkan infeksi sistemik berupa
pembentukan kista jaringan.

TOXOPLASMA GONDII

Toxoplasma gondii adalah organisme mikroskopis yang panjangnya


sekitar 3-5 mikron. Organisme ini termasuk parasit protozoa satu sel, dengan
spesifitas hospes yang sangat rendah, sehingga Toxoplasma gondii dapat
menginfeksi hampir semua jenis hewan berdarah panas termasuk unggas dan
sangat sering menginfeksi manusia. Toksoplasmosis dilaporkan sebagai
penyakit kosmopolit yang tersebar luas di seluruh dunia. Seperti hal
Apicomplexa lainnya, Toxoplasma adalah parasit obligat intraseluler. Pada
semua spesies parasit, infeksi Toxoplasma umumnya bersifat subklinis
meskipun kadang-kadang dapat menimbulkan gejala-gejala klinis yang ringan
yang tidak khas. Infeksi dapat menimbulkan penyakit yang berat pada hewan
atau manusia yang sedang hamil atau berada dalam keadaan imunitas yang
rendah (immunocompromised).
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang sangat penting baik di
Indonesia maupun di dunia karena infeksi pada ibu hamil dapat menimbulkan
abortus (keguguran), lahir mati atau kecacatan jasmani, kemunduran mental,
dan kebutaan pada bayi yang dilahirkannya. Penelitian darah pada wanita
usia subur di Jakarta Selatan pada tahun 2002 menunjukkan bahwa lebih dari
90% perempuan yang diperiksa menunjukkan serum dengan antibodi yang
positif terhadap Toxoplasma gondii (Salma,2002).

3
Gambar 1. Transmission Electron Micrograph (TEM) Toxoplasma gondii di
dalam sel
(http://www.sciencephoto.com/images/90360)

SEBARAN TOXOPLASMA

Toxoplasma merupakan salah satu penyebab penyakit zoonosis yang


terluas penyebarannya di dunia. Infeksi primer pada sebagian besar manusia
maupun hewan menyebabkan terbentuknya antibodi yang akan tetap positif
seumur hidup hospes sehingga seroprevalensinya akan terus meningkat
sesuai dengan bertambahnya umur hospes. Prevalensi toksoplasmosis pada
ibu hamil di Jakarta tahun 1991 menunjukkan bahwa 14,3% serum yang
diperiksa positif terhadap Toxoplasma gondii, dan dari perempuan yang
menderita abortus, 67,8% menunjukkan seropositif terhadap parasit ini.

4
Penelitian pada tahun 2002 di Jakarta menunjukkan keadaan yang lebih
buruk, lebih dari 90% perempuan usia subur yang diperiksa menunjukkan
serum positif terhadap Toxoplasma gondii. Penelitian tersebut juga
melaporkan bahwa ibu yang mengalami abortus menunjukkan prevalensi
toksoplasmosis sebesar 21,5% sedangkan yang mengalami kelahiran mati
bayi menunjukkan prevalensi sebesar 22,8%.
Penelitian tahun 1994 di Mataram, Lombok, Indonesia pada
perempuan hamil menunjukkan antibodi anti-toksoplasma IgG sebesar 38,3%
dan pada ibu yang mengalami abortus sebesar 50%. Pada ibu yang
melahirkan bayi meninggal (still birth) IgG positif 65,5% dan pada anak
dengan kelainan kongenital positif 40,2%.

Sebaran Toxoplasma gondii pada Manusia

Karena toksoplasmosis di berbagai negara bukan merupakan penyakit


yang harus dilaporkan, sulit memprakirakan prevalensi infeksi parasit ini pada
manusia maupun pada hewan. Sekitar 15.000 kasus toksoplasmosis klinis
dilaporkan setiap tahunnya di USA, namun jumlah kasus toksoplasmosis yang
sebenarnya di negeri ini adalah sekitar 225.000 penderita. Sebanyak 50%
penularan toksoplasmosis di USA diduga terjadi melalui makanan ( food borne
infection).

Penelitian tahun 1988-1994 di Amerika Utara pada orang yang


berumur di atas 12 tahun, sekitar 22.5% diantaranya menunjukkan
seroprevalensi (positif) terhadap Toksoplasma gondii. Di dunia,
seroprevalensi berkisar antara 0-100% tergantung pada kondisi
negara, keadaan geografis dan sifat hidup etnis penduduknya.

Sekitar 40 sampai 400 bayi yang lahir setiap tahunnya di Canada


ternyata terinfeksi Toxoplasma sebelum dilahirkan.

Sebaran Toxoplasma pada Hewan

5
Meskipun pada pemeriksaan serologi sekitar 15-40% kucing terinfeksi
Toxoplasma gondii, namun hanya sekitar 1% kucing yang mengeluarkan
ookista parasit ini di dalam tinjanya.Hal ini tergantung bagaimana cara kucing
mendapatkan makanannya dan apakah kucing dipelihara di dalam rumah
ataukah di luar rumah. Infeksi Toxoplasma pada kucing atau hewan lainnya
lebih sering terjadi jika hewan dipelihara di luar rumah, memperoleh makanan
di luar rumah atau sering mendapatkan daging mentah sebagai makanannya.
Toksoplasmosis dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas
termasuk manusia dan primata, mamalia ( misalnya kucing, anjing, rodensia,
sapi, babi, karnivora ) dan unggas.

FAKTOR RISIKO INFEKSI

Risiko manusia dan hewan terinfeksi dengan Toxoplasma gondii


ditentukan berdasar antara lain adanya kucing sebagai sumber penularan,
adanya pencemaran tanah dan air oleh kista parasit, iklim yang sesuai dengan
kelangsungan hidup parasit, kebiasaan hidup penduduk terutama kebiasaan
makan daging dan makanan mentah atau kurang masak.
Faktor-faktor risiko penularan Toxoplasma karena adanya kucing yang
dipelihara di dalam rumah mudah dikendalikan melalui upaya
pencegahan penyakit menular yang lazim dikerjakan. Suatu penelitian
di Norwegia menunjukkan bahwa dengan selalu membersihkan kotak
kotoran (litter box) kucing, infeksi parasit ini pada manusia banyak
menurun jumlahnya. Akan tetapi penelitian di berbagai negara Eropa
ternyata menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penularan
Toxoplasma dengan memelihara kucing atau kebiasaan hidup yang
selalu berdekatan dengan kucing.

Pencemaran air dan tanah dengan tinja kucing sulit dicegah, sehingga
menyebabkan terjadinya infeksi ookista parasit melalui makanan
misalnya sayuran dan buah yang tidak dicuci bersih dan tidak dimasak
sebelum dimakan, atau melalui air minum yang tercemar tinja kucing.

6
Lipas (kecoa) dan lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanik dalam
penularan Toxoplasma, karena serangga-serangga ini membawa
ookista infektif yang berasal dari tinja kucing yang menimbulkan
pencemaran pada makanan atau bahan makanan, air atau alat-alat
masak di dapur.

Paparan tangan dengan tanah dan air yang tercemar tinja kucing pada
waktu berkebun atau pada waktu membersihkan litterbox kucing atau
kotak pasir dapat juga menyebabkan terjadinya infeksi Toxoplasma.

Mengkonsumsi daging mentah atau yang kurang matang merupakan


salah satu faktor risiko yang penting pada infeksi Toxoplasma. Begitu
juga halnya orang yang selalu mengolah atau menangani daging
mentah (misalnya penjual daging atau pekerja abattoir/pemotongan
hewan) lebih sering terpapar parasit ini.

Risiko-risiko terinfeksi Toxoplasma lainnya terutama terkait dengan


kelompok-kelompok etnis yang mempunyai kebiasaan hidup yang
menyebabkan adanya hubungan dengan makan daging mentah atau
kurang matang (steak atau sate), paparan dengan tanah dan
kebiasaan dalam memelihara kucing.

DAUR HIDUP TOXOPLASMA

Siklus hidup parasit ini terdiri dari dua fase yaitu fase intestinal atau
enteroepitelial dan fase extraintestinal. Fase intestinal hanya terjadi pada
golongan kucing (baik kucing liar maupun yang domestik) dan menghasilkan
ookista (oocyst) yang ditemukan di dalam tinja kucing. Fase extraintestinal
dapat terjadi pada semua hewan yang terinfeksi (termasuk kucing) dan
menghasilkan takizoit (tachyzoite) dan bradizoit (bradyzoite) atau zoitokista
(zoitocyst). Toksoplasmosis dapat ditularkan karena termakan ookista (yang

7
berasal dari tinja kucing) atau terinfeksi bradizoit (yang berasal dari daging
mentah atau yang dimasak kurang matang).
Pada infeksi akut toksoplasmosis parasit terdapat dalam bentuk takizoit
(tachyzoite) yang dapat memperbanyak diri dengan cepat. Pada penderita
dengan daya tahan tubuh atau imunitas normal, parasit akan membentuk
kista yang mengandung bentuk bradizoit (bradyzoite) yang lambat dalam
memperbanyak diri. Bradizoit akan tetap bertahan hidup pasif dalam keadaan
istirahat (dorman) sepanjang hidup penderita. Jika kucing memakan daging
yang yang mengandung kista yang berisi bradizoit, atau tertelan ookista yang
dikeluarkan oleh kucing sakit lainnya, di dalam usus kucing akan terbentuk
gamet jantan dan gamet betina. Gamet-gamet ini kemudian akan
menghasilkan ookista, dan terus menerus dikeluarkan dalam tinja kucing
selama beberapa minggu. Ookista ini dapat mencemari lingkungan dan
benda-benda yang ada di lingkungan, misalnya tanah, kotak pasir, buah-
buahan, dan sayuran. Hanya keluarga kucing yang dapat menghasilkan
ookista. Semua jenis binatang berdarah panas dapat terinfeksi oleh bradizoit
dan ookista. Seekor kucing yang menderita toksoplasmosis akut dalam waktu
dua minggu dapat mengeluarkan 20 juta ookista tidak berspora (unsporulated
oocysts). Dalam waktu 1-5 hari ookista akan membentuk spora dan menjadi
dua sporokista (sporocysts) yang masing-masing mengandung empat
sporozoit (sporozoite) yang merupakan stadium infektif Toxoplasma gondii,
yang bersama tinjanya mencemari lingkungan hidup manusia. Pada keadaan
lingkungan yang panas dan lembab ookista dapat bertahan tetap infektif
sampai satu tahun lamanya, sedangkan di dalam air kista tersebut dapat
tetap infektif sampai enam bulan.
Jika ookista termakan hewan hospes berdarah panas, termasuk manusia,
sporozoit akan keluar dari kista lalu memasuki sel-sel usus dan kemudian
membelah diri secara aseksual dan membentuk takizoit (tachyzoite).Takizoit
akan menyebar ke semua bagian tubuh, memasuki sel-sel jaringan dan
memperbanyak diri di dalamnya sehingga sel-sel tersebut akan pecah.
Takizoit akan berkembang menjadi bradizoit ( bradyzoite) yang kemudian
membentuk kista jaringan di dalam sel-sel sistem saraf pusat, sel-sel otot,

8
dan juga di beberapa organ. Kista dapat tetap hidup sampai terjadi kematian
hospes tanpa menimbulkan gejala-gejala klinis. Jika hospes termakan oleh
hewan lain, di dalam usus bradizoit akan keluar dari kista dan proses
pembentukan kista jaringan yang baru akan berulang kembali.
Jika hospes perantara (intermediate host) dimakan oleh kucing,
bradizoit akan memasuki sel-sel epitel usus kucing, dan melewati lima tahap
reproduksi aseksual merogeni (merogeny) diikuti pembentukan mikrogamon
(microgamonts) dan makrogamon (macrogamonts). Mikrogamon akan
membelah diri membentuk mikrogamet berflagela yang kemudian membuahi
makrogamon. Makrogamon yang telah dibuahi akan membentuk dinding dan
menjadi ookista yang tidak berspora, yang berukuran sekitar 10 mikron x 12
mikron yang kemudian dikeluarkan bersama tinja kucing.
Jika kucing termakan kista jaringan, 97% kucing yang terinfeksi untuk
pertama kali akan membentuk ookista, biasanya dalam waktu 3-10 hari.
Hanya 20% kucing yang termakan ookista akan menderita toksoplasmosis,
dengan periode prepaten selama 18 hari atau lebih.

INFEKSI TOXOPLASMA

Hewan karnivora sering terinfeksi Toxoplasma gondii karena termakan


bradizoit yang terdapat di dalam kista jaringan mangsanya, seperti yang yang
terjadi pada manusia karena makan daging mentah atau kurang matang,
terutama daging babi, domba atau daging kambing. Kista Toxoplasma jarang
ditemukan pada daging unggas atau daging sapi. Dengan pengelolaan hewan
ternak yang baik prevalensi infeksi Toxoplasma pada hasil peternakan
komersial menjadi sangat menurun. Sumber penularan kista umumnya
berasal dari hewan-hewan liar misalnya babi, kanguru, dan hewan buruan
lainnya serta dari peternakan unggas yang tidak dikelola dengan baik.
Ookista hanya dikeluarkan oleh kucing. Ookista tak berspora yang baru
dikeluarkan bersama tinja kucing masih tidak infektif. Baru sesudah berada di
lingkungan dengan kadar oksigen, kelembaban dan temperatur tertentu,
ookista akan membentuk spora. Ookista berspora merupakan stadium

9
Toxoplasma yang sangat resisten dan tahan terhadap pengaruh lingkungan.
Dengan termakan sejumlah kecil, misalnya sepuluh ookista, hospes perantara
sudah dapat terinfeksi, sedangkan infeksi pada kucing baru terjadi jika kucing
memakan lebih dari 100 ookista. Kucing yang terinfeksi kemudian mampu
menghasilkan puluhan sampai ratusan juta ookista dalam tinjanya.
Takizoit adalah stadium yang infektif, yang dapat ditemukan di dalam
jaringan hewan yang aktif menderita toksoplasmosis, misalnya di dalam susu
kambing, domba, sapi, dan kadang-kadang juga ditemukan pada telur ayam.
Takizoit yang infektif ini mudah dimatikan dengan mudah misalnya dengan
pasteurisasi dan memasaknya, termasuk takizoit yang ada di dalam
telur.Toxoplasma juga dapat ditularkan melalui transplantasi organ dan
tranfusi darah meskipun hal ini jarang terjadi.
Penularan Toxoplasma di dalam uterus hanya terjadi pada infeksi
primer pada ibu hamil, yang menyebabkan terjadinya parasitemia di dalam
plasenta yang kemudian akan menyebabkan terjadinya infeksi pada janin.
Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada manusia, domba dan kambing, dan
kadang-kadang juga terjadi pada tikus, kucing dan anjing. Seorang
perempuan yang terpapar Toxoplasma 4-6 bulan sebelum hamil akan
mendapatkan kekebalan yang cukup terhadap infeksi parasit ini di kemudian
hari. Pada manusia, risiko terjadinya infeksi Toxoplasma pada janin akan
meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan; pada trimester pertama
10-25% dan pada trimester ketiga 60-90%. Akan tetapi kecacatan kongenital
yang terjadi lebih berat jika infeksi Toxoplasma terjadi pada kehamilan yang
lebih muda.

GEJALA DAN TANDA INFEKSI


Gejala klinis toksoplasmosis yang timbul disebabkan oleh adanya
kerusakan seluler akibat pembelahan diri takizoit yang umumnya terjadi di
otak, hati, paru, otot rangka dan mata. Infeksi yang disebabkan oleh ookista
umumnya lebih berat akibatnya daripada infeksi yang disebabkan oleh kista
jaringan yang termakan. Infeksi toksoplasmosis dipengaruhi oleh adanya

10
infeksi lain, misalnya HIV/AIDS atau karena adanya penggunaan pengobatan
yang bersifat imunosupresif.

Toksoplasmosis pada manusia


Sekitar 15% penderita dengan infeksi Toxoplasma menunjukkan
gejala klinis, misalnya demam ringan dan limfadenopati sehingga mirip
dengan gejala klinis mononukleosis atau penyakit Hodgkin. Tanda-tanda
toksoplasmosis dapat berlangsung selama 1-12 minggu yang pada penderita
imunokompeten jarang berlangsung berat. Gejala klinis yang terjadi berupa
toksoplasmosis mata (ocular toxoplasmosis) dalam bentuk retinitis (sebesar
0.2-0.7%), yang umumnya berhubungan dengan adanya toksoplasmosis
kongenital. Pada infeksi yang lebih berat, gejala klinis toksoplasmosis
umumnya disebabkan adanya kaitan dengan ensefalitis, hepatitis, miositis,
atau pneumonia. Terjadinya ensefalitis Toxoplasma, 40% ada kaitannya
dengan adanya infeksi AIDS/HIV, dan 10% diantaranya berakibat kematian
bagi penderita.
Sekitar 10% infeksi toksoplasmosis kongenital pada janin
menyebabkan terjadinya keguguran (abortus) atau kematian janin. Pada saat
terjadinya persalinan, 10-23% tanda-tanda infeksi kongenital dapat terlihat,
misalnya berupa hidrosefalus, hepatosplenomegali, mikrosefali, atau ukuran
bayi yang lahir lebih kecil dari ukuran normal. Sebagian tanda-tanda ini bisa
ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonografi prenatal. Sekitar 67-80%
tanda-tanda klinik infeksi toksoplasmosis kongenital tidak terlihat pada waktu
bayi dilahirkan. Pada anak dengan infeksi toksoplasmosis kongenital sepertiga
diantaranya menunjukkan adanya toksoplasmosis mata.

Toksoplasmosis pada hewan


Pada anjing dan kucing, infeksi primer sistemik dengan Toxoplasma
dapat menunjukkan adanya demam ringan dan limfadenopati, tetapi bisa juga
tanpa gejala (asimtomatik). Pada infeksi yang berat, hewan penderita dapat
mengalami demam tinggi, letargi, tidak mau makan atau anoreksia, dan
tanda-tanda yang menunjukkan adanya pneumonia, hepatitis, miositis, atau

11
ensefalitis. Perjalanan penyakit dapat berlangsung lambat, tetapi
toksoplasmosis dapat juga berlangsung cepat dan menimbulkan kematian.
Kerusakan mata akibat toksoplasmosis pada kucing lebih sering terjadi
daripada toksoplasmosis pada anjing. Anak anjing dan anak kucing sering
menderita infeksi berat sehingga menyebabkan terjadinya lahir mati atau mati
sebelum mampu menyusu ke induknya.
Infeksi klinis pada domba dan kambing jauh lebih banyak terjadi
dibanding dengan infeksi pada kucing dan anjing terutama terkait dengan
masalah reproduksinya. Infeksi Toxoplasma pada unggas sering juga terjadi,
tetapi jarang menunjukkan gejala klinis.

DIAGNOSIS PENYAKIT

Sekali terinfeksi Toksoplasma, manusia maupun hewan akan


membentuk antibodi protektif yang berperan seumur hidup pada hospes,
kecuali jika hospes mengalami gangguan sistem imun yang berat
(immunocompromised) dan tidak mampu membentuk respon imun humoral.
Adanya Toxoplasma di dalam jaringan atau cairan tubuh dapat diketahui
dengan menggunakan PCR atau pemeriksaan biologi pada mencit.

Diagnosis toksoplasmosis pada manusia


Terdapat beberapa uji serologi untuk menentukan diagnosis
toksoplasmosis pada manusia dan untuk menbedakan antara infeksi akut
yang baru terjadi dan infeksi laten yang sudah lama terjadi. Titer IgM dalam
serum menunjukkan terjadinya infeksi baru, sedangkan adanya IgG yang
bertahan lebih lama di dalam serum menunjukkan bahwa pernah terjadi
infeksi Toxoplasma di masa lalu. Meskipun demikian kedua tipe antibodi
tersebut biasanya baru dapat ditemukan dalam waktu 1-2 minggu sesudah
terjadi infeksi.
Beberapa produk kit IgM terhadap Toxoplasma ternyata menunjukkan
adanya hasil positif palsu (false-positive) sehingga penilaian hasil pemeriksaan
tersebut harus ditetapkan dengan hati-hati.

12
Penggunaan MAT (Modified latex Agglutination Test) yang sangat peka
dalam dalam mendeteksi IgG dapat juga dimanfaatkan untuk membantu
membedakan infeksi akut dan kronis berdasar reaktivitasnya dengan aseton
terhadap (versus) formalin-fixed antigen.
Pemantauan serologi pada perempuan hamil tidak selalu dianjurkan di
USA dan Canada. Hal ini berbeda dengan yang dianjurkan di berbagai negara
Eropa. Di USA dan Canada risiko terinfeksi Toxoplasma sangat rendah jika
dibandingkan dengan di Eropa. Diagnosis terjadinya infeksi in utero dilakukan
dengan memeriksa DNA Toxoplasma pada cairan amnion, yang jika positif
diteruskan dengan pemeriksaan ultrasonografi janin untuk melihat adanya
kecacatan kongenital.

Diagnosis toksoplasmosis pada hewan


Berbeda dengan pada manusia, perkembangan dan keberadaan IgM
pada kucing yang terinfeksi toksoplasmosis sering berubah-ubah, sehingga
tidak dapat digunakan sebagai patokan terjadinya infeksi Toxoplasma. Selain
itu kucing yang terinfeksi kadang-kadang baru membentuk IgG 4-6 minggu
sesudah infeksi, jadi sesudah kucing tidak lagi mengeluarkan ookista dalam
tinjanya. Kucing dengan seropositif IgG mungkin tidak mengeluarkan ookista.
Pada infeksi ulang kucing dengan parasit, ookista tidak banyak dikeluarkan
karena kucing sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi baru. Kucing
dengan seronegatif mungkin mengeluarkan ookista dalam tinjanya dan jika
terinfeksi Toxoplasma akan menimbulkan gejala klinis yang nyata.
Kucing hanya mengeluarkan ookista dalam tinjanya selama 1-3 minggu
sesudah infeksi pertama oleh Toxoplasma, sehingga pemeriksaan tinja kucing
sebenarnya kurang bermanfaat.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS

Pengobatan toksoplasmosis pada manusia


Obat yang biasa digunakan untuk mengobati toksoplasmosis pada
manusia adalah kombinasi pirimetamin dan sulfonamid. Pengobatan ini

13
sebaiknya tidak diberikan pada perempuan hamil karena dapat menimbulkan
gangguan pada sintesis asam folat janin.
Untuk mengobati ibu hamil dengan toksoplasmosis, digunakan
spiramisin yang dapat menurunkan beratnya penyakit pada toksoplasmosis
kongenital dan akibat kecacatan yang timbul dimasa akan datang, tetapi tidak
mengurangi risiko terjadinya infeksi. Pengobatan yang dilakukan secara dini
pada infeksi toksoplasmosis prenatal pada anak juga menunjukkan
berkurangnya kejadian kecacatan dan mencegah terjadinya kecacatan
dikemudian hari.
Penderita dengan transplantasi terutama transplantasi jantung
sebaiknya dikelola dengan memberikan terapi pencegahan dengan
pirimetamin-sulfonamid selama enam minggu untuk mencegah terjadinya
infeksi Toxoplasma gondii pada penderita.
Pada penderita AIDS dengan seropositif Toxoplasma, untuk mencegah
terjadinya reaktivasi penyakit toksoplasmosis penderita dapat diberi
pengobatan pencegahan menggunakan Pirimetamin-Dapson, Trimetoprim-
Sulfametoksasol atau Fansidar.

Pengobatan toksoplasmosis hewan


Klindamisin dan kombinasi Pirimetamin-Sulfonamid dapat diberikan
pada anjing dan kucing yang menderita toksoplasmosis. Obat ini seperti
halnya antikoksidial lainnya misalnya monensin dan toltrazuril diberikan untuk
mengurangi jumlah ookista yang dikeluarkan oleh kucing jika hewan tersebut
terinfeksi dengan Toxoplasma atau jika hewan tersebut mengalami
imunosupresi.

PENGENDALIAN INFEKSI

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara


kepemilikan kucing dengan risiko terjadinya infeksi toksoplasmosis. Jika
pemeliharaan kucing dilakukan dengan baik dengan memperhatikan

14
kebersihan dan sanitasi, ibu-ibu hamil dan orang-orang dengan gangguan
sistem imun tetap boleh memelihara kucingnya. Meskipun demikian orang-
orang yang berisiko tinggi terhadap infeksi toksoplasmosis (yaitu ibu hamil
dan mereka yang rendah daya tahan tubuhnya) sebaiknya sedapat mungkin
tetap menghindari paparan dengan tinja kucing dan kotak kotoran kucing (cat
litter).
Jika seekor kucing diketahui mengeluarkan ookista bersama tinjanya,
sebaiknya kucing diasingkan sementara dari lingkungan tempat tinggal kita
dan diobati dengan baik sampai tidak lagi mengeluarkan ookista. Kucing juga
harus tetap dirawat dan dibersihkan dengan teratur karena ookista mungkin
masih ada yang melekat pada bulu-bulunya.

Memasak dengan menggunakan microwave, menggarami atau


mengasapi daging belum tentu dapat membunuh semua stadium infektif
Toxoplasma yang terkandung di dalamnya. Membekukan daging pada suhu
minus 12o Celsius selama lebih dari 24 jam dapat membunuh hampir semua
kista jaringan Toxoplasma, tetapi kista berspora masih mampu bertahan
hidup pada suhu minus 20o Celsius sampai 28 hari lamanya.

Mencuci bersih perlengkapan dapur dan permukaan benda-benda yang


terpapar daging mentah dengan sabun dan mencucinya dengan air mendidih
dapat membunuh semua takizoit maupun bradizoit Toxoplasma. Setiap orang
sebaiknya selalu mencuci tangan segera sesudah terpapar dengan tinja
kucing, tempat kotoran kucing (litter-box).

Pada suhu kamar proses sporulasi terjadi antara 1-5 hari, sedangkan
pada udara yang bersuhu dingin ookista membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk membentuk spora. Pada suhu 11o Celsius proses pembentukan
spora membutuhkan waktu sekitar 3 minggu lamanya. Sesudah membentuk
spora, ookista dapat bertahan lebih lama di lingkungan luar dan tahan
terhadap paparan berbagai macam desinfektan. Karena itu cara terbaik untuk
melakukan dekontaminasi benda-benda misalnya litter-box adalah dengan

15
memasaknya atau merendamnya dengan air mendidih. Ookista berspora akan
mati dengan pemanasan pada suhu 55-60o Celsius selama 1-2 menit.

Tinja dan kotoran kucing harus dibuang setiap hari ke dalam jamban
(WC) atau membungkusnya rapat-rapat di dalam kantong plastik dan
membuangnya ke tempat sampah, atau membakarnya pada insenirator.
Kucing harus dijauhkan dari kotakpasir tempat anak bermain agar hewan
tersebut tidak buang air di tempat bermain anak-anak yang dapat menjadi
sumber penularan toksoplasmosis.

PENCEGAHAN PENULARAN TOKSOPLASMOSIS

Penyuluhan pada kelompok berisiko tinggi tertular toksoplasmosis yaitu


ibu hamil dan orang-orang dengan sistem imun yang rendah
(immunocompromised) bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan dan
penyebaranToxoplasma. Untuk mencegah terjadinya penularan dan
penyebaran Toxoplasma gondii tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada
garis besarnya adalah sebagai berikut:

Semua jenis daging harus dimasak sampai suhu internal (di bagian
dalam daging) mencapai di atas 67o Celsius.
Buah dan sayuran harus dikupas dan dicuci bersih sebelum dimakan.
Semua benda yang pernah terpapar daging mentah atau buah dan
sayur yang belum dicuci harus dibersihkan.
Hindari paparan dengan litter kucing dan tanah kebun, atau gunakan
sarung tangan dan selalu mencuci tangan sebersih mungkin
sesudahnya.
Jangan memberi daging mentah pada kucing.
Kucing harus selalu dipelihara dan berada di dalam rumah agar tidak
terinfeksi Toxoplasma karena makan tikus atau mangsa kecil lainnya
yang berada di luar rumah.

16
SARIPATI

Manusia tertular stadium infektif Toxoplasma gondii yang terdapat


dalam bentuk kista jaringan yang terdapat di dalam daging yang kita
makan dalam keadaan mentah atau kurang matang dalam
memasaknya. Misalnya dalam bentuk steak atau sate yang dipanggang
setengah matang. Kista Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam
tinja kucing dapat mencemari lingkungan, misalnya tanah kebun. Jika
manusia atau hewan makan makanan, buah atau sayuran yang
tercemar tanah yang mengandung kista Toxoplasma, maka akan
terjadi penularan parasit tersebut.

Infeksi Toxoplasma pada manusia umumnya hanya menimbulkan


gejala klinis sangat ringan atau tanpa gejala (asimtomatis). Pada orang
yang berada dalam keadaan sistem imun yang tidak sempurna
(compromised) misalnya pada penderita AIDS, atau orang yang sedang
mendapatkan pengobatan kortikosteroid dalam jangka panjang,
Toxoplasma gondii dapat menyebabkan perubahan patologis dan
gejala klinis yang berat, misalnya hepatitis, pneumonia, kebutaan dan
kelainan neurologis yang berat.

Toksoplasmosis dapat ditularkan secara transplasental dari ibu ke janin


yang dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan, bayi lahir mati,
atau anak lahir dengan kecacatan mental dan atau fisiknya. Seorang
perempuan hamil yang terinfeksi Toxoplasma gondii untuk pertama
kalinya, dan menularkan parasitnya pada bayi yang dikandungnya
harus segera diobati. Tanpa pengobatan terhadap toksoplasmosis yang
dideritanya, parasit dapat menyebabkan kerusakan pada mata dan
jaringan otak bayi.

Infeksi toksoplasmosis kongenital terjadi pada 1-5 dari setiap 1000


kehamilan, dengan 5-10% diantaranya berakhir dengan abortus, 8-

17
10% menimbulkan kerusakan jaringan otak pada janin, dan 10-13%
bayi akan mengalami gangguan penglihatan. Meskipun 58-70% ibu
yang terinfeksi toksoplasmosis melahirkan bayi dalam keadaan normal,
sebagian kecil bayi tersebut di kemudian hari akan mengalami
retinochorioiditis yang aktif, atau terjadi kemunduran mental ( mental
retardation). Tingginya infeksi kongenital di suatu tempat tergantung
pada keadaan sosial ekonomi penduduk, letak geografi daerah dan
kebiasaan hidup penduduknya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat
angka kejadian toksoplasmosis kongenital adalah sekitar 1:5000 dari
angka kelahiran, di Perancis 1:3000 dan di Panama 1:300 dari angka
kelahiran.

Gambar 2. Ibu hamil dan kucing


( URL:http://pregnancy.about.com/b/2010)

Pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, toksoplasmosis


mungkin tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Jika timbul
gejala, umumnya gejalanya ringan, mirip flu atau hanya terjadi
pembesaran kelenja limfe. Meskipun demikian kadang-kadang terjadi

18
gangguan pada mata, timbulnya gejala klinis akibat kerusakan jaringan
oleh parasit dan infeksi serta keradangan jantung atau otak.
Infeksi Toxoplasma gondii pada umumnya berlangsung secara
tersembunyi (latent), dan parasit dalam keadaan pasif. Sepertiga
sampai separuh penduduk dunia (sekitar 2 miliar orang) menderita
infeksi laten toksoplasmosis. Pada orang dewasa yang dalam keadaan
imunokompeten, toksoplasmosis hanya menimbulkan gejala mirip flu
dan kadang-kadang terjadi limfadenopati.
Jika daya tahan tubuh atau imunitas/kekebalan tubuh penderita
menurun (imunocompromised), misalnya karena menderita kanker dan
keganasan, menderita penyakit autoimun, mendapatkan tranplantasi
organ dengan pengobatannya, atau menderita AIDS, maka
toksoplasmosis yang laten akan berkembang menjadi aktif. Penderita
akan mengalami parasitemia umum yang dapat menimbulkan
kerusakan pada otak, hati, paru dan organ-organ lainnya, dan tidak
jarang juga bisa menimbulkan kematian penderita.

Anak-anak yang menderita toksoplasmosis kongenital atau anak dan


orang dewasa yang terinfeksi toksoplasmosis sesudah dilahirkan dapat
mengalami kekambuhan gejala-gejala penyakitnya, misalnya penyakit
matanya. Jika terjadi infeksi Toxoplasma gondii pada orang dengan
imunitas normal, maka baik respon imun humoral maupun CMI (cell
mediated immune response) akan terjadi. CMI bersifat protektif,
sedangkan respon humoral mempunyai nilai diagnostik.

Diagnosis toksoplasmosis ditentukan dengan melakukan pemeriksaan


mikroskopis jaringan, mengisolasi parasit dengan biopsi dari tonsil atau
kelenjar limfe, melakukan pemeriksaan dan uji darah, dan
pemeriksaan amniosentesis.

Pengobatan yang dilakukan segera sesudah diagnosis toksoplasmosis


ditetapkan secara dini dapat mencegah penularan Toxoplasma gondii

19
dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya, sehingga akibat-akibat
infeksi kongenital dapat dihindari. Infeksi akut diatasi dengan
memberikan pirimetamin atau sulfadiazin. Spiramisin dapat digunakan
senagai obat pengganti yang memuaskan hasilnya.

Untuk mencegah infeksi toksoplasmosis, berbagai tindakan dapat


dilakukan oleh ibu hamil, yaitu:
o Menghindari paparan dengan tinja kucing yang terdapat di kotak
tinja (litterbox), kotak pasir atau tanah kebun.
o Mencuci tangan sesudah mengolah daging segar yang masih
berdarah, jangan sampai mata terpapar air daging yang
menempel di tangan.
o Mencuci tangan sebelum makan.
o Menggunakan sarung tangan ketika berkebun.
o Buah dan sayur harus dicuci bersih, terutama jika dimakan
segar/mentah.
o Daging yang dimakan sebaiknya dalam keadaan benar-benar
matang.
o Melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap Toxoplasma. Jika terjadi infeksi akut pada
perempuan hamil sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan
lanjutan dan pengobatan untuk melindungi janin yang
dikandung.

20
BAB. 2

SEJARAH
TOKSOPLASMOSIS

ORGANISME PENYEBAB TOKSOPLASMOSIS

MORFOLOGI PARASIT DAN SIKLUS HIDUP

PENULARAN TOXOPLASMA

TOXOPLASMOSIS PADA MANUSIA

TOKSOPLASMOSIS PADA HEWAN

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

21
Sejarah penelitian Toxoplasma gondii dan toksoplasmosis sudah dimulai
sejak awal abad 19 dan terus berkembang, baik dari sudut kedokteran
manusia maupun veteriner, karena parasit ini termasuk parasit zoonosis.
Meskipun hanya dikenal satu spesies Toxoplasma gondii, tetapi galur (strain)
yang ditemukan pada berbagai jenis hewan, baik hewan liar maupun hewan
domestik yang banyak dipelihara manusia, menyebabkan sejarah
epidemiologi toksoplasmosis menjadi sangat panjang.

ORGANISME PENYEBAB TOKSOPLASMOSIS


Penyebab toksoplasmosis adalah Toxoplasma gondii, suatu spesies
protozoa yang paling banyak ditemukan pada manusia. Parasit ini termasuk
parasit zoonosis yang dapat hidup di dalam tubuh berbagai jenis hewan
berdarah panas dan dapat menular ke manusia. Toksoplasma gondii pertama
kali dipelajari oleh Nicolle dan Manceux pada tahun 1908 berdasar
penelitiannya atas parasit-parasit yang mereka temukan di dalam darah, hati,
dan limpa binatang gundi (Ctenodactylus gundi), sebangsa rodensia mirip
hamster yang terdapat di Afrika Utara. Binatang ini juga digunakan dalam
penelitian leismaniasis pada laboratorium Charles Nicolle di Institure Pasteur
di Tunis.

Gambar 3. Ctenodactylus gundi


(URL: http://resources.waza.org/files/images )

22
Mula-mula Nicolle mengira bahwa yang ditemukannya adalah parasit
Piroplasma atau Leishmania. Akhirnya diyakininya bahwa ia menemukan
organisme baru yang dinamainya Toxoplasma gondii. Karena bentuknya mirip
busur panah dan ditemukan pertama kali pada binatang rodensia gundi, maka
parasit yang baru ditemukan tersebut diberi nama Toxoplasma gondii. Pada
tahun 1908 Splendore menemukan parasit yang sama pada kelinci ( rabbit) di
Brazil yang mula-mula juga dikiranya Leishmania, tetapi tidak diberinya nama.
Selama 30 tahun berikutnya, organisme mirip Toxoplasma gondii dapat
diisolasi dari berbagai hospes, terutama spesies unggas yang untuk pertama
kali dapat diisolasi dalam keadaan hidup oleh Sabin dan Olitsky (1937) dan
dapat dibuktikan identik dengan isolat Toxoplasma gondii pada manusia.

Gambar 4. Charles Nicolle


(URL: http://www.toxo100.org/html)

Upaya pencegahan terhadap infeksi Toxoplasma gondii melibatkan


sistem imun yang kompleks, termasuk innate immunity dan specifik
immunity. Pada sekitar tahun 1940 antibodi humoral yang ditemukan
ternyata dapat membunuh takizoit Toxoplasma gondii yang berada
ekstraseluler, tetapi tidak mampu memberantas takizoit yang intraseluler.

23
Dalam waktu 50 tahun berikutnya, imunitas protektif terhadap
Toxoplasma yang diteliti ternyata sebagian besar dirangsang oleh sel-sel
imun limfoid.
MeskipunToxoplasma gondii tersebar luas di seluruh dunia dan
menginfeksi berbagai jenis hospes, hanya ada satu spesies saja yang ada.
Infeksi Toxoplasma gondii pada berbagai jenis hewan ternyata
menunjukkan gejala-gejala klinis pada masing-masing hospes yang
berbeda-beda, bahkan sebagian besar tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik). Hal tersebut belum dapat dijelaskan mekanismenya.
Karena itu antara tahun 1980 dan 1990 berbagai penelitian genetik
dilakukan dan dikembangkan untuk menentukan perbedaan genetik
berbagai isolat Toxoplasma gondii dari manusia maupun hewan yang
berasal dari berbagai daerah geografis yang berbeda. Salah satu
penelitian oleh Dubey dan kawan-kawan pada tahun 2002 menunjukkan
bahwa suatu isolat Toxoplasma gondii yang asimtomatik pada ayam di
Brazil ternyata bersifat virulen terhadap tikus.

Tabel 1. Sejarah penemuan Toxoplasma gondii agen


penyebab toksoplasmosis (J.P.Dubey, 2008)

Penemuan agen penyebab Kepustakaan/laporan


Protozoa ditemukan pada rodensia Nicolle dan Manceaux (1908)
(Ctenodactylus gundi ) di Tunisia

Protozoa ditemukan pada kelinci di Splendore (1908)


Brazil
Pemberian nama: Toxoplasma gondii Nicolle dan Manceaux (1908)

Isolasi pertama T.gondii dari hewan, Sabin dan Olitsky (1937)


dalam keadaan hidup
Isolasi T.gondii dari manusia Wolf dkk. (1939).
Pembuktian bahwa T.gondii manusia Sabin (1941)
dan T.gondii identik
Pathogenesis of toxoplasmosis,
including hydrocephalus Frenkel dan Friedlander
Penelitian patogenesis (1951)
toksoplasmosis, termasuk Frenkel (1953, 1956)
hidrosefalus

24
MORFOLOGI PARASIT DAN SIKLUS HIDUP

Terdapat tiga bentuk atau stadium Toxoplasma gondii, yaitu stadium


takizoit ( tachyzoite), stadium bradizoit (bradyzoite) yang di dalam jaringan
akan membentuk kista, dan stadium sporozoit ( sporozoite) yang terbentuk di
dalam ookista (oocyst) yang terdapat di dalam usus kucing dan hanya
dikeluarkan oleh kucing melalui tinjanya.

Takizoit
Takizoit yang berbentuk bulan sabit adalah stadium yang ditemukan
pertama kali pada binatang gundi oleh Nicolle dan Manceaux pada tahun
1909. Stadium ini juga disebut sebagai trofozoit (trophozoite), bentuk
proliferatif, atau bentuk endozoit (endozoite). Melalui proses yang disebut
endodyogeny stadium parasit ini membelah diri dari satu menjadi dua takizoit.

Bradizoit dan kista jaringan


Istilah bradizoit (brady berarti lambat) diberikan oleh Frenkel (1973)
terhadap stadium Toxoplasma yang berbentuk kista di jaringan. Bradizoit juga
disebut sebagai sistozoit (cystozoite). Menurut Dubey dan Beattie (1988)
bradizoit harus disebutkan sebagai kista jaringan ( tissue cysts) untuk
menghindari salah pengertian dengan ookista dan pseudokista. Jacobs,
Remington, dan Melton (1960) untuk pertama kali menemukan sifat biologis
kista, bahwa dinding kista dapat dirusak oleh pepsin atau tripsin, tetapi
organisme dalam bentuk kista ini ternyata kebal atau resisten terhadap getah
lambung (pepsin-HCl), sedangkan takizoit segera akan mati jika terpapar
getah lambung. Hal ini menunjukkan bahwa kista jaringan berperan penting
pada siklus hidup Toxoplasma gondii karena hospes karnivora dapat tertular
parasit ini jika termakan daging yang terinfeksi. Mereka juga berhasil
menemukan cara untuk mengisolasi Toxoplasma gondii dalam keadaan hidup
dari jaringan hewan penderita toksoplasmosis kronis.

25
Gambar 5 . J.P.Dubey meneliti Toxoplasma gondii
(http://www.ars.usda.gov/is/)

Dubey dan Frenkel (1976) melakukan penelitian mendalam tentang


perkembangan kista jaringan dan bradizoit dan menjelaskan ontogeni dan
morfologinya. Mereka menemukan bahwa pada mencit kista jaringan
terbentuk 3 hari sesudah inokulasi hewan tersebut dengan takizoit. Kucing
menghasilkan ookista dalam masa prepaten yang pendek, sekitar 3 sampai 10
hari, sesudah termakan kista jaringan atau bradizoit, sedangkan jika
termakan takizoit atau ookista masa prepaten terjadi lebih lama, sekitar 18
hari. Penelitian Dubey dan Frenkel ini membuktikan bahwa bradizoit dan
kista jaringan merupakan bagian integral dari siklus hidup Toxoplasma gondii,
tidak tergantung pada imunitas hospes. Tidak ada satu galur/strain dari
parasit ini yang secara alami tidak membentuk kista jaringan.

Stadium seksual dan aseksual


Menurut laporan Dubey dan Frenkel (1972) stadium-stadium ini terjadi
di dalam enterosit usus kucing. Stadium enteroepitelial aseksual yang
disebutnya sebagai tipe A-E, agak berbeda dengan bentuk skizon yang terjadi

26
pada parasit Coccidia lainnya. Morfologi bentuk ini berbeda morfologinya dari
bentuk takizoit dan bradizoit yang juga terbentuk di dalam usus kucing. Tiga
hari sesudah infeksi terjadi perbanyakan diri Toxoplasma gondii secara cepat,
sedangkan seluruh siklus parasit telah lengkap dalam waktu 66 jam sesudah
kucing termakan kista jaringan.

PENULARAN TOXOPLASMA

Penularan kongenital
Ketika sedang meneliti seorang bayi yang menderita hidrosefalus,
epilepsi, dan anomali mata, Janku pada tahun 1923 menemukan kista parasit
di dalam retina penderita yang ternyata kemudian adalah kista Toxoplasma
gondii. Siklus hidup Toxoplasma gondii diketahui mekanismenya sejak tahun
1970. Infeksi kongenital Toxoplasma gondii pada bayi manusia mula-mula
dijelaskan oleh Wolf, Cowen, dan Page pada tahun 1939. Sesudah itu
toksoplasmosis kongenital juga dilaporkan terjadi pada berbagai spesies
hewan, terutama domba, kambing, dan rodensia. Pada beberapa galur mencit
yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii, toksoplasmosis kongenital dapat
berlangsung berulang-ulang, sampai 10 generasi.
Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa Toxoplasma gondii
merupakan penyebab penting ensefalitis pada bayi dan dapat ditularkan
secara kongenital (Kook dkk., 1999).

Karnivorisme
Hewan-hewan pemakan daging ( karnivora) lebih sering mengalami
infeksi dengan Toxoplasma dibanding hewan pemakan tanaman (herbivora).
Juga prevalensi toksoplasmosis jauh lebih sering terjadi pada domba
dibandingkan dengan prevalensinya pada kuda dan sapi. Penelitian-penelitian
epidemiologi menunjukkan bahwa toksoplasmosis lebih banyak dilaporkan
dari daerah-daerah yang penduduknya biasa makan daging mentah
(Desmond dkk.,1965). Kean, Kimball, dan Christenson (1969) yang
melakukan penelitian pada kelompok mahasiswa kedokteran yang diberi

27
hamburger yang dimasak kurang matang menunjukkan kejadian
toksoplasmosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa
yang mengkonsumsi hamburger yang dimasak matang. Hal ini menunjukkan
bahwa karnivorisme mempunyai peran penting dalam penularan
toksoplasmosis.

Penularan fecal-oral
Penularan toksoplasmosis secara kongenital dan karnivorisme dapat
dijelaskan sebagai cara penularan penyakit ini, tetapi tidak bisa menjelaskan
bagaimana penularan toksoplasmosis pada vegetarian dan herbivora yang
tidak makan daging. Hutchison, seorang biologis dari Universitas Strathclyde
di Glasgow, adalah penemu pertama bahwa infektivitas Toxoplasma gondii
ada hubungannya dengan tinja kucing. Pada percobaan awalnya, Hutchinson
memberi makan kucing yang terinfeksi cacing Toxocara cati dengan kista
Toxoplasma gondii, lalu mengumpulkan tinja kucing yang mengandung telur
cacing tersebut. Tinja kucing yang diapungkan pada larutan seng sulfat 33%
dan disimpan dalam air kran selama 12 bulan ternyata dapat menyebabkan
terjadinya toksoplasmosis pada kucing lain. Hal ini merupakan penemuan
baru, karena bentuk takizoit dan bradizoit Toxoplasmosis gondii (dua bentuk
yang dikenal pada waktu itu) akan mati jika disimpan di dalam air.
Pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan terhadap tinja kucing hanya
menemukan telur cacing Toxocara cati dan ookista dari Isospora. Ia
mengulangi percobaannya dengan dua kucing yang terinfeksi T.cati dan dua
kucing yang tidak diinfeksi dengan T.cati. Toxoplasma gondii ternyata hanya
ditularkan oleh kucing yang terinfeksi T.cati. Karena itu Hutchinson menduga
bahwa T.gondii hanya dapat ditularkan melalui perantaraan telur cacing
nematoda.
Teori ini kemudian terbantah, ketika penelitian-penelitian oleh Sheffield
dan Melton (1969) dan Frenkel, Dubey dan Miller (1969) menunjukkan bahwa
infeksi T.gondii tidak ada kaitannya dengan adanya telur T.cati. Toxoplasma
gondii yang infektif juga ditemukan pada tinja kucing yang tidak terinfeksi
T.cati yang diberi makan Toxoplasma gondii.

28
Gambar 6. Toxocara cati
URL: http://generalhealth.blog.com)

Akhirnya, pengetahuan tentang siklus hidup Toxoplasma gondii


menjadi lengkap dengan ditemukannya fase seksual parasit ini di dalam usus
halus kucing. Ookista Toxoplasma gondii, yang terbentuk pada proses
skizogoni dan gametogoni, dapat ditemukan di dalam tinja kucing dan dapat
ditentukan sifat biologinya dan dijelaskan morfologinya (Dubey, Miller,dan
Frenkel 1970).
Dari berbagai spesies hewan coba yang diinfeksi dengan Toxoplasma
gondii, hanya golongan kucing yang dapat menghasilkan ookista (Dubey,
Miller dan Frenkel 1972). Ookista yang mencemari lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya beberapa epidemi penyakit pada manusia. Studi
seroepidemiologi di pulau-pulau yang terisolasi di Pasifik, Australia, dan
Amerika Serikat yang tidak ada populasi kucingnya, menunjukan bahwa
kucing hanya berperan penting pada penularan alami Toxoplasma gondii
(Bowie dkk.1997; de Moura dkk. 2006; Teutsch dkk.1979). Percobaan
vaksinasi kucing dengan mutan hidup galur T.gondii pada delapan peternakan
babi di USA berhasil menurunkan penularan infeksi T.gondii pada tikus dan
babi (Mateus-Pinilla dkk.1999), memperkuat peran kucing dalam penularan
alami Toxoplasma gondii.

29
Tabel 2. Sejarah Penelitian Penularan Toxoplasma gondii

Penemuan/Penelitian Laporan/Publikasi Ilmiah

Toksoplasmosis Kongenital

Penularan toksoplasmosis Wolf et al. (1939)


kongenital pada manusia dapat
ditunjukkan

Penularan toksoplasmosis Beverley (1959)


berulang terjadi pada tikus rumah
Penularan toksoplasmosis Dubey et al. (2008)
kongenital juga terjadi pada
hewan liar (rusa ekor putih).

Karnivorisme: penularan melalui daging hospes perantara

Penularan pada hewan karnivora Weinman and Chandler (1954)

Penularan melalui daging juga terjadi Desmonts et al. (1965)


pada manusia.

Penularan Fecaloral

Penularan oleh bentuk T.gondii yang Hutchison (1965)


terdapat pada tinja dapat dibuktikan.

Penemuan adanya fase koksidia Hutchison et al. (1970, 1971),


Toxoplasma. Frenkel et al. (1970), Dubey et al.
(1970a,b), Shefeld and Melton
(1970).

Dikenal adanya hospes definitif dan Frenkel et al. (1970), Miller et al.
hospes perantara Toxoplasma. (1972), Jewell et al. (1972)
Ookista hanya dikeluarkan oleh
golongan kucing.

Epidemi toksoplasmosis terjadi Teutsch et al. (1979)


melalui ookista secara oral / inhalasi
dilaporkan pertama kali.

Meskipun Toxoplasma gondii dapat ditularkan melalui berbagai jalan,


penularan yang paling penting karena efisien adalah penularan dengan

30
karnivorisme pada kucing dan termakannya ookista secara fecal-oral yang
terjadi pada hospes lainnya. Babi dan mencit dan mungkin juga manusia
dapat terinfeksi hanya termakan hanya satu ookista, sedangkan kucing baru
terinfeksi jika termakan lebih dari 100 ookista. Kucing yang terinfeksi hanya
satu bradizoit, dapat menghasilkan berjuta-juta ookista, tetapi dengan
termakan per oral 100 bradizoit, belum tentu kucing terinfeksi parasit ini
(Dubey dkk.1996, Dubey 2001, 2006).
Penelitian-penelitian tentang parasit ini lebih berkembang luas di
seluruh dunia, sesudah dapat dibuktikan melalui pemeriksaan serologi yang
lebih maju, bahwa Toxoplasmosis gondii merupakan parasit zoonosis yang
dapat ditularkan dari berbagai jenis hewan ke manusia.

TOXOPLASMOSIS PADA MANUSIA


Toksoplasmosis kongenital
Tiga orang akhli patologi, Wolf, Cowen dan Paige , USA, menemukan
dan mempelajari Toxoplasma gondii pada seorang anak perempuan yang
dilahirkan dalam keadaan cukup umur (full term) secara caesar, pada 23 Mei
1938 di Babies Hospital, New York (Wolf dkk. 1939). Pada umur 3 hari bayi
mengalam kejang-kejang, dan pada pemerksaan dengan oftalmoskop
ditemukan makula pada kedua matanya. Pada umur satu bulan bayi
meninggal dunia dan kemudian dilakukan otopsi. Juga dilakukan pemeriksaan
posmortem atas jaringan otak, sumsum tulang belakang, dan mata sebelah
kanan. Pada lesi ensefalomielitis dan retinitis ditemukan parasit Toxoplasma
gondii bebas dan intraseluler. Pada hewan coba yang diinokulasi dengan
jaringan jenasah, didapatkan Toxoplasma gondii hidup. Sabin membuat suatu
ringkasan tentang gejala klinis toksoplasmosis kongenital berupa hidrosefalus,
atau mikrosefalus, kalsifikasi intraserebral, dan korioretinitis yang sekarang
digunakan sebagai patokan gejala-gejala klinis dari toksoplasmosis kongenital.

Toksoplasmosis dapatan
Pada tahun 1941 Sabin melaporkan kejadian toksoplasmosis yang
diderita oleh seorang anak laki-laki berumur 6 tahun dari Cincinnati,USA. Anak

31
yang tidak menunjukkan keluhan dan gejala klinis apapun terkena pukulan
tongkat basebal. Dua hari kemudian ia menderita sakit kepala dan kejang-
kejang sehari kemudian. Pada hari ke tujuh ia dibawa ke rumah sakit tanpa
gejala klinik yang jelas, tanpa kelainan apaun kecuali adanya pembesaran
kelenjar limfe (limfadenopati) dan pembesaran limpa. Sesudah itu ia
menunjukkan gejala-gejala neurologis dan akhirnya meninggal dunia pada
hari ke-30 sejak sakitnya. Pemeriksaan histopatologis dan bioassay juga
dilakukan pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang. Karena adanya
dugaan infeksi virus polio, dilakukan inokulasi jaringan homogen korteks
serebral pada mencit. Dari inokulasi mencit dapat diisolasi Toxoplasma gondii
yang kemudian diberi nama sebagai isolat galur/strain RH, yang diambil dari
singkatan nama anak yang yang meninggal dunia tersebut. Kemungkinan
besar bahwa anak tersebut menderita toksoplasmosis dapatan yang baru
dialami, yang tidak ada hubungannya dengan trauma kepala yang
dideritanya.
Kasus ini merupakan sejarah toksoplasmosis yang sangat menarik,
karena Toxoplasma gondii strain RH yang diisolasi dari anak tersebut
kemudian dibiakkan berulang-ulang pada mencit di berbagai laboratorium di
seluruh dunia. Sesudah melalui biak ulang yang panjang, keganasan strain
parasit pada mencit telah menjadi tetap (stabil) dan kemampuan untuk
menghasilkan ookista pada kucing akhirnya hilang (Dubey, 1977; Frenkel,
Dubey, dan Hoff, 1976).
Pada tahun 1940, Pinkerton dan Weinman menemukan Toxoplasma
gondii di dalam jantung, limpa, dan jaringan lainnya berasal dari seorang
penderita berumur 22 tahun yang meninggal dunia pada tahun 1937 di Lima,
Peru. Pinkerton dan Henderson pada tahun 1941 dapat mengisolasi
Toxoplasma gondii dari darah dan jaringan berasal dari dua orang berumur
50 dan 43 tahun yang meninggal dunia di St.Louis,USA. Siim pada tahun 1958
menekankan kenyataan bahwa limfadenopati adalah satu gejala yang paling
sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan pada orang dewasa. Pernyataan
ini diperkuat oleh penelitian Beverley dan Beattie pada tahun 1958 atas 30
orang penderita toksoplasmosis yang ditelitinya dan dari laporan pada waktu

32
terjadi kejadian luar biasa (KLB) toksoplasmosis akut di USA (Teutsch
dkk.1979), di Canada (Bowie dkk.1997) dan di Brazil (de Moura dkk.2006).

Toksoplasmosis mata
Sebelum tahun 1950, hampir semua kasus toksoplasmosis mata
dikaitkan dan diakibatkan oleh penularan kongenital (Holland,2003). Dari
penderita dengan toksoplasmosis dapatan posnatal yang sebelumnya tidak
menunjukkan adanya jaringan parut retinokoidal, 7 tahun sesudahnya 8,3%
menunjukkan trjadinya lesi retina (Holland, 2003). Pada KLB toksoplasmosis
di Canada tahun 1995 yang diduga terjadi akibat pencemaran air, 20 dari 95
penderita toksoplasmosis akut menderita toksoplasmosis mata (Burnett
dkk.1998).

Tabel 3. Sejarah Penelitian Toksoplasmosis pada manusia

Penelitian/Penemuan Publikasi Ilmiah/Laporan


Toksoplasmosis Kongenital
Kasus toksoplasmosis kongenital Wolf dkk. (1939)
dibuktikan dan dilaporkan untuk
pertama kali
Gejala klinis khas toksoplasmosis Sabin (1942)
kongenital ditetapkan(hidrosefalus
ataumikrosefalus, korioretinitis,
dan kalsifikasi intraserebral)
Toksoplasmosis dapatan
Laporan toksoplasmosis pertama Sabin (1941)
pada anak
Laporan toksoplasmosis fatal Pinkerton dan Weinman (1940)
Gejala utama toksoplasmosis Siim(1956), Beverly dan
dapatan: limfadenopati Beattie (1958)
Penderita AIDS peka terhadap Luft dkk.(1983)
penuularan toksoplasmosis
Toksoplasmosis kronis
Kista ditemukan pada sediaan Plaut (1946), Kean dan Grocott
autopsi, menunjukkan adanya (1947)
infeksi kronis yang asimtomatik.

Toksoplasmosis dan AIDS

33
Sebelum terjadi epidemi AIDS pada orang dewasa tahun 1980an,
toksoplasmosis saraf pada orang dewasa jarang dilaporkan, dan umumnya
hanya terbatas pada penderita-penderita kanker yang mendapatkan
pengobatan kemoterapi atau penderita-penderita yang sedang mendapatkan
transplantasi jaringan. Pada tahun 1983 Luft dkk. melaporkan bahwa
ensefalitis yang dipicu toksoplasmosis akut, akan bersifat fatal jika tidak
diobati. Hampir semua kasus toksoplasmosis akut yang terjadi akibat
reaktivasi toksoplasmosis kronis dipicu oleh adanya hambatan imunitas
intravaskuler akibat infeksi AIDS. Banyak penderita-penderita ini pada
awalnya diduga menderita limfoma.

TOKSOPLASMOSIS PADA HEWAN

Mello (1910) di Turin, Italia, melaporkan untuk pertama kalinya


terjadinya toksoplasmosis viseral akut yang mematikan pada seekor anjing
berumur 4 bulan. Sesudah itu toksoplasmosis pada anjing banyak dilaporkan
dari Cuba, Perancis, Jerman, India, Irak, Tunisia, Rusia, dan USA (Dubey dan
Beattie 1988). Toksoplasmosis pada kucing untuk pertama kalinya baru
dilaporkan tahun 1942 dari Middletown, USA.
Sebagian besar kucing yang terinfeksi Toxoplasma gondii tidak
menunjukkan gejala. Toksoplasmosis pada kucing biasanya terjadi jika sistem
imun kucing mengalami gangguan sehingga tidak mampu mencegah
penyebaran takizoit. Hal ini terjadi pada waktu kucing masih bayi, kucing
terinfeksi feline leukemia virus (FELV) atau terinfeksi feline immunodeficiency
virus (FIV).
Gejala klinik yang sering terjadi pada kucing yang menderita
toksoplasmosis antara lain adalah demam, tidak ada nafsu makan, dan
mengalami letargi. Jika infeksi menyerang paru, kucing mengalami
pneumonia yang mengganggu pernapasan dan dapat menimbulkan gejala
klinis yang berat. Toksoplasmosis yang menyerang mata menimbulkan
keradangan retina, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya tidak normal,
dan kebutaan. Jika sistem saraf pusat terinfeksi, kucing dapat mengalami

34
gangguan koordinasi, sangat peka terhadap sentuhan, berubah perilakunya,
gangguan mengunyah dan menelan makanan, kejang-kejang, kencing dan
beraknya tidak terkendali.
Sebagian besar toksoplasmosis pada kucing dapat disembuhkan
menggunakan antibiotika klindamisin. Obat lain yang dapat digunakan adalah
pirimetamin dan sulfadiazin yang dapat menghambat reproduksi Toxoplasma
gondii. Pengobatan harus diberikan sedini mungkin, dan tetap diberikan
selama beberapa hari sesudah gejala klinis menghilang. Pada infeksi akut
pengobatan dimulai sejak titer antibodi yang tinggi diketahui pada uji serologi
yang pertama kali dilakukan.

Toksoplasmosis pada biri-biri mendapatkan perhatian luas di seluruh


dunia karena dampak ekonominya. William Hartley, J.L.Jebson dan D.Mc
Farlane dari New Zealand menemukan organisme yang mirip Toxoplasma
gondii di dalam plasenta dan janin domba yang mengalami abortus yang tidak
jelas penyebabnya, yang disebut sebagai abortus New Zealand tipe II.
Hartley dan Marshall (1957) akhirnya berhasil menemukan Toxoplasma
gondii dari janin abortus tersebut. Dubey dan Beattie (1988) kemudian
membuat ringkasan tentang toksoplasmosis pada domba dan dampaknya
pada bidang pertanian dan agrikultur. Berjuta-juta domba di seluruh dunia
mati akibat toksoplasmosis. Penemuan dua organisme, Neospora caninum
dan Sarcocystis neurona memperbaharui informasi tentang sebaran distribusi
Toxoplasma gondii. Ternyata sapi dan kuda yang resisten terhadap
toksoplasmosis dapat mengalami abortus akibat infeksi N. caninum (sapi)
atau infeksi S. neurona yang menimbulkan ensefalomielitis yang fatal pada
kuda di Amerika (Dubey 2003; Dubey dkk.2001). Banyak kasus-kasus
neosporosis pada anjing yang salah didiagnosis sebagai toksoplasmosis.
Sebelum ditemukannya ookista T.gondii, tidak satu orangpun yang menduga
bahwa lingkungan perairan juga bisa mengalami pencemaran dengan
T.gondii, dan bahwa mamalia perairan pemangsa ikan dapat juga terinfeksi
parasit ini. Cole dkk.(2000) berhasil mengisolasi T.gondii dalam keadaan
hidup dari anjng laut di USA. Sesudah itu beberapa laporan tentang kematian

35
mamalia perairan yang disebabkan akibat toksoplasmosis dapat ditemukan di
kepustakaan.

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS

Pemeriksaan laboratorium dan inokulasi hewan coba

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menemukan bentuk takizoit


Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam sel leukosit, sumsum tulang,
limpa, paru atau jaringan otak. Selain itu pemeriksaan histopatologi dapat
dilakukan atas jaringan yang terinfeksi parasit ini.

Kultur jaringan dan inokulasi intraperitoneal pada hewan coba, dapat


dilakukan misalnya pada mencit, dengan bahan pemeriksaan berupa darah
atau cairan tubuh (body fluid). Mencit harus diujicoba lebih dahulu untuk
memastikan adanya Toxoplasma di dalam cairan peritoneum 6-10 hari pasca
inokulasi.

Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis toksoplasmosis.

Sabin-Feldman dye test. Pengembangan penelitian serologi, dye test, oleh


Albert Sabin dan Harry Feldman pada tahun 1948 merupakan penemuan
besar terkait dengan toxoplasmosis. Uji serologi ini sangat sensitif dan spesifik
tanpa menunjukkan adanya hasil yang semu atau palsu ( false results) pada
manusia. Penelitian-penelitian serologi telah membuka lebar-lebar studi
epidemiologi insiden infeksi dengan Toxoplasma gondii di seluruh dunia yang
menunjukkan tingginya prevalensi dan luasnya sebaran parasit ini pada
manusia di banyak negara.

36
Antibodi IgM. Remington dkk. (1968) untuk pertama kali memanfaatkan
penemuan antibodi IgM di dalam darah talipusat atau serum janin untuk
menentukan diagnosis toksoplasmosis kongenital, karena antibodi IgM tidak
dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgG dapat menembusnya.
Sesudah itu Remington (1969) menemukan modifikasi Uji Antibodi Fluoresen
Tidak Langsung (Indirect Fluorescent Antibody Test) dan ELISA untuk
mendeteksi IgM di dalam darah talipusat (Naot dan Remington, 1980).
Desmont, Naot dan Remington (1981) mengembangkan modifikasi kombinasi
IgM-ELISA dengan uji aglutinasi (IgM-ISAGA) untuk mengeliminasi keharusan
pemakaian konjugat enzim. IgM ternyata terbukti mempunyai kegunaan pada
program penentuan diagnosis toksoplasmosis (Remington dkk.2006).

Direct Agglutination Test (DAT). Uji aglutinasi langsung yang sederhana


ini memiliki kegunaan dalam membantu mengarahkan diagnosis serologi
toksoplasmosis pada manusia dan hewan lainnya. Penggunaan uji ini tidak
memerlukan peralatan yang canggih, dan tidak menggunakan konjugat. Uji
ini kemudian dikembangkan oleh Fulton (1965) dan diperbaiki oleh Dubey dan
Desmond (1987) dan dikenal sebagai Modified Agglutination Test (MAT), yang
banyak digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis pada hewan.

Pemeriksaan DNA
Penggunaan DNA untuk mendeteksi Toxoplasma gondii dari takizoit
tunggal menggunakan gen B1 pada polymerase chain reaction (PCR) pertama
kali dilaporkan oleh Burg dkk. (1989). Uji PCR kemudian dikembangkan
menggunakan berbagai gen target yang berbeda dan terbukti sangat berguna
untuk mendiagnosis toksoplasmosis klinis.

37
Tabel 4 . Sejarah Diagnosis Toksoplasmosis

Penemuan/Penelitian Laporan Ilmiah

Sabin-Feldman dye test Sabin dan Feldman (1948)

Toxoplasma skin test digunakan untuk survai Frankel (1948)

Pemeriksaan untuk mendeteksi IgM dalam darah Remington dkk.(1968);


talipusat Desmonts dkk.(1981)

Penemuan Uji Aglutinasi Langsung yang sederhana Desmonts&Remington (1980);


Dubey dan Desmonts (1987)
Pertama kali validasi uji serologi menggunakan Dubey dkk.(1995);
parasit hasil isolasi sebagai standard Dubey (1997)

PCR digunakan untuk mendeteksi DNA T.gondii Burg dkk. 1989.


menggunakan gen B1

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS

Sejarah pengobatan toksoplasmosis dimulai pada tahun 1942 ketika


Sabin dan Warren yang melaporkan efektivitas sulfonamid pada
toksoplasmosis tikus, sedangkan pada tahun 1953 Eyles dan Coleman
menunjukkan adanya sinergisme kombinasi sulfonamid dengan pirimetamin.
Kombinasi terapi ini pada waktu ini merupakan terapi standard
toksoplasmosis untuk manusia (Remington dkk.2006).
Sifat spiramisin (spiramycin) yang mempunyai efek antiplasmosis pada
mencit ditemukan oleh Garin dan Eyles (1958). Karena spiramisin bersifat
tidak toksis dan tidak menembus plasenta, obat ini digunakan untuk
pengobatan pencegahan pada perempuan hamil penderita toksoplasmosis,
untuk mencegah penularan parasit ke janin yang dikandungnya (Desmond
dan Couvreur 1974). Penemuan klindamisin (clindamycin) yang juga bersifat
antitoksoplasmosis digunakan untuk penderita yang alergi terhadap
sulfonamid (Araujo dan Remington 1974).

38
Tabel 5 . Sejarah Penemuan Obat Anti-Toxoplasma

Penelitian/Penemuan Laporan/Tulisan Ilmiah

Sulfonamid efektif terhadap T.gondii Sabin dan Warren (1942)

Pirimetamin bersifat sinergis dengan Eyles dan Coleman (1953)


sulfonamid memberantas takizoid yang
sedang membelah diri.

Folic acid dan Ragi meningkatkan Frenkel dan Hitchings (1957)


aktivitas sulfadiazin dan pirimetamin

Spiramisin bersifat anti-toxoplasma Garin dan Eyles (1958)

Klindamisin bersifat anti-toxoplasma Mc Master dkk.(1973); Araujo dan


Remington (1974)

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN TOKSOPLASMOSIS

Pemeriksaaan selama kehamilan


Desmond dan Couvreur (1974) di Paris melakukan penelitian serologi
pada perempuan hamil dan mengamati terjadinya serokonversi selama proses
kehamilan pada ibu dan selama terjadinya penularan T.gondii pada janin.
Darah diambil pada saat kunjungan pertama, bulan ketujuh, dan pada saat
kelahiran bayi. Desmond memberikan pengobatan pencegahan pada ibu yang
mengalami serokonversi selama terjadi proses kehamilan.
Penelitian-penelitian ini dan penelitian-penelitian sesudahnya membantu
meningkatkan penyebaran program pencegahan toksoplasmosis pada ibu
hamil.

39
Pada pemantauan selama 15 tahun penelitian menunjukkan bahwa:

1.Infeksi toxoplasmosis yang pada dua trimester


pertama paling sering menimbulkan kelainan
berat pada janin;
2.Tidak semua ibu yang terinfeksi T.gondii
menularkannya pada janinnya;
3.Perempuan yang mengalami seropositif
sebelum hamil tidak menularkan infeksinya
pada janin;
4.Pengobatan dengan spiramisin mengurangi
terjadinya penularan kongenital, tetapi tidak
menghambat proses penyakit pada bayi.

Perbaikan higiene dan sanitasi


Sesudah siklus hidup T.gondii dipahami pada tahun 1970, hal ini
memungkinkan untuk menganjurkan perempuan hamil dan orang-orang yang
peka terhadap infeksi toksoplasmosis untuk menghindari paparan dengan
ookista (Frenkel dan Dubey 1972). Penelitian-penelitian juga dilakukan untuk
mencari cara memberantas T.gondii yang terdapat di dalam daging yang
terinfeksi melalui pembekuan dan pemanasan serta radiasi (Kotula dkk.1991,
Dubey dkk. 1986,1990).

Vaksinasi
Tujuan vaksinasi selain untuk menghambat pembiakan parasit di
dalam sel (pembentukan takizoit) dan penyebarannya, juga untuk mencegah

40
pembentuan kista parasit (bradizoit). Hal ini sangat penting untuk
memberikan perlindungan imunitas pada ibu hamil dan mencegah
penyebaran parasit untuk mencegah penularan pada janin agar tidak terjadi
toksoplasmosis kongenital. Pada waktu ini belum ada obat yang dapat
membunuh Toxoplasma gondii yang terdapat dalam bentuk kista jaringan
sehingga dapat menyembuhkan infeksi parasit ini. Vaksinasi yang dilakukan
terhadap domba menggunakan kista hidup strain Toxoplasma gondii yang
tidak ganas dapat mengurangi kematian janin dan secara komersial vaksin ini
sudah diperdagangkan (Wilkins dan OConnel, 1983).
Penggunaan vaksin hidup belum memungkinkan diproduksi karena
belum aman untuk digunakan dan banyak menimbulkan efek samping,
pendek waktu efektivitasnya dan belum dapat diproduksi dalam jumlah besar
karena membutuhkan dana besar. Karena itu sampai sekarang vaksin untuk
mencegah toksoplasmosis pada manusia belum tersedia di pasaran.

41
BAB 3

BIOLOGI
TOXOPLASMA

TAKSONOMI TOXOPLASMA GONDII

SEBARAN PADA DUNIA HEWAN

STADIUM TOXOPLASMA

SIKLUS HIDUP

PATOFISIOLOGI

VIRULENSI PARASIT

PENYIMPANAN DAN PEMELIHARAAN

42
Kelas Toxoplasmida yang termasuk subfilum Sporozoa terdiri dari tiga
keluarga (famili) yang memiliki kekerabatan yang berdekatan, yaitu
Toxoplasmidae, Besnoitiidae, dan Sarcocystidae. Masing-masing keluarga
memiliki satu genus, begitu juga halnya dengan famili Toxoplasmidae yang
hanya mempunyai satu genus, yaitu genus Toxoplasma.

TAKSONOMI TOXOPLASMA GONDII


Menurut Mc Gill (2008), Toxoplasma gondii yang berada pada kerajaan
hewani atau kingdom Animalia (pada taksonomi yang lain dimasukkan dalam
kingdom Protista) merupakan anggota subkingdom Protozoa. Bersama
dengan Plasmodia penyebab malaria, parasit ini termasuk dalam filum
Apicomplexa .

Kingdom : Protista
Phylum : Apicomplexa

Class : Toxoplasmida

Subclass : Coccidiasina

Order : Eucoccidiorida

Family : Toxoplasmidae

Genus : Toxoplasma

Species : Toxoplasma gondii

SEBARAN PADA DUNIA HEWAN

43
Genus Toxoplasma tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) dan
banyak menginfeksi berbagai mamalia berdarah panas, termasuk manusia,
sapi, domba, babi, anjing, serigala, kucing, dan rodensia. Parasit ini juga
ditemukan pada unggas dan reptil. Sarcocystis yang termasuk keluarga
Sarcocystidae dan juga banyak tersebar luas di dunia jarang ditemukan pada
manusia, tetapi dapat ditemukan pada primata terutama kera, sapi, domba,
kambing, babi, kuda, rodensia, unggas terutama bebek liar, reptil, dan ikan.
Infeksi lebih jarang ditemukan pada sapi dibandingkan pada babi dan domba.
Sarcocystis sangat jarang ditemukan pada karnivora.
Toxoplasma boleh dikatakan tidak mempunyai hospes khusus,
meskipun dengan melalui berkali-kali subkultur (passage) suatu strain
Toxoplasma dapat beradaptasi dari satu hewan ke hewan lainnya. Strain-
strain Toxoplasma cepat berubah sifatnya jika dilakukan subkultur di
laboratorium.
Semua parasit anggota kelas Toxoplasmida hidup intraseluler obligat di
dalam inti sel, meskipun parasit ini dapat juga ditemukan dalam waktu yang
tidak lama di dalam sirkulasi darah dan limfe dalam bentuk zoit. Toxoplasma
hidup di dalam semua jenis sel berinti, tetapi terutama ditemukan di dalam
sel-sel retikuloendotel, otot dan sistem saraf pusat dan cabang-cabangnya,
terutama di retina.

STADIUM TOXOPLASMA

Terdapat tiga bentuk Toxoplasma gondii, yaitu sporozoit, takizoit, dan


bradizoit.

1. Sporozoit (sporozoite) . Stadium ini terdapat di dalam ookista. Ookista


yang terdapat di dalam tinja kucing berukuran garis tengah antara 10-13
mikron. Ookista mengandung dua sporokista yang masing-masing

44
mengandung 4 sporozoit. Hanya kucing yang mengeluarkan ookista
Toxoplasma bersama tinjanya.

Gambar 7. Ookista berspora Toxolasma gondii


(Sumber : CDC/ DPDx).

2. Takizoit (tachyzoite). Stadium ini berbentuk bulan sabit, berukuran 3x6


mikron, terbungkus di dalam selaput dan membentuk kista yang
berukuran garis tengah antara 10-100 mikron (ookista yang terdapat di
dalam tinja kucing berukuran garis tengah 10-13 mikron). Pada stadium
akut toksoplasmosis, takizoit melakukan invasi jaringan dan
memperbanyak diri di dalam sel.

45
Gambar 8. Takizoit Toxoplasma gondii di dalam makrofag peritoneum
dari limbah peritoneum (URL: http://cal.vet.upenn.edu)

Gambar
9.
Takizoit

intraseluler Toxoplasma gondii


(URL:http://www.microbeworld.org/images/stories)

3. Bradizoit (bradyzoite). Bentuk yang terdapat pada fase laten


toksoplasmosis yang dialami oleh penderita dengan imunokompeten,
berada di dalam bentuk kista berukuran antara 10-100 mikron di dalam
jaringan otot dan saraf. Janin yang terinfeksi dari ibu yang menderita
toksoplasmosis yang tidak menunjukkan gejala pada waktu dilahirkan,
dapat menunjukkan gejala toksoplasmosis beberapa bulan atau beberapa
tahun sesudahnya.

46
Gambar 10. Bradizoit di dalam kista jaringan
(Sumber: Lindsay, Auburn University ; Mc Gill , 2008 )
.

Gambar 11. Bradizoit di dalam pseudokista Toxoplasma dalam


sel miokard penderita miokarditis
(URL: http://jpkc.gdmc.edu.cn/blx/bledu/english/images/9/86.jpg)

Gambar 12. SEM (Scanning Electron Micrograph) menunjukkan


bradizoit di dalam kista jaringan di otak
(Sumber: David Ferguson, Oxford University. http://cmgm.stanford.edu)

SIKLUS HIDUP
Kucing dapat mengalami infeksi karena termakan ookista yang

47
terdapat di dalam tinja kucing yang menderita toksoplasmosis, atau karena
termakan kista jaringan Toxoplasma yang terdapat di dalam daging mangsa
yang dimakannya, misalnya tikus atau burung. Enzim pencernaan akan
melepaskan organisme yang kemudian menjadi bentuk zigot (zygote) yang
kemudian membentuk dinding atau kapsul sehingga merupakan ookista
(yang belum infektif), yang akan keluar bersama tinja kucing. Selama infeksi
primer berlangsung selama beberapa minggu, kucing dalam waktu sehari
dapat menghasilkan berjuta-juta ookista. Dalam waktu 21 hari sesudah
dikeluarkan bersama tinja kucing, ookista akan berkembang menjadi bentuk
ookista yang infektif. Bentuk kista infektif mampu bertahan hidup di
lingkungan yang panas dan lembab, selama lebih dari satu tahun.
Toxoplasma gondii juga mempunyai dua siklus hidup yang berbeda,
yaitu siklus seksual ( sexual cycle) yang berlangsung di dalam tubuh kucing,
dan siklus aseksual (asexual cycle) yang berlangsung di dalam tubuh mamalia
lainnya, termasuk manusia, dan beberapa jenis spesies burung.
Kucing merupakan satu-satunya spesies hewan yang mengeluarkan
bentuk parasit yang dapat berkembang menjadi bentuk infektif Toxoplasma
gondii bersama tinjanya. Hampir semua jenis mamalia dan burung dapat
menjadi hospes Toxoplasma , dan dapat berkembang biak jika daging yang
infektif hewan-hewan tersebut dikonsumsi. Kucing akan terinfeksi parasit
karena binatang ini makan berjenis-jenis sumber infeksi, yaitu tikus dan
rodensia lainnya, daging mentah, lipas (kecoa) dan lalat yang terpapar
parasit, atau jika kucing terpapar atau mengalami kontak dengan kucing yang
sakit, terpapar tinja kucing yang infektif, atau terpapar tanah yang tercemar
ookista. Takizoit yang merupakan bentuk kedua dari Toxoplasma gondii yang
aktif memperbanyak diri dan dapat ditemukan di setiap organ pada tahap
infeksi akut toksoplasmosis. Takizoit biasanya menginvasi otak, otot-otot
rangka, dan otot jantung. Infeksi tetap akan berlangsung sampai sel atau
jaringan mengalami kematian atau akan berkembang menjadi bentuk kista.
Bradizoit yang merupakan bentuk ketiga Toxoplasma gondii, dalam
waktu tujuh hari sesudah infeksi akan membentuk kista jaringan dan dapat
tetap bertahan hidup sampai batas umur hospes. Bentuk kista jaringan akan

48
dapat ditemukan pada stadium kronis atau pada stadium laten infeksi.
Penyebaran toksoplasmosis akan terjadi jika jaringan dimakan oleh karnivora.
Sesudah dicerna oleh enzim usus, parasit akan memasuki usus, lalu menyebar
ke seluruh bagian tubuh melalui sirkulasi darah dan limfe.
Hospes definitif Toxoplasma gondii hanyalah famili Felidae (keluarga
kucing). Kista tak berspora dalam jumlah besar dikeluarkan bersama tinja
kucing selama 1-2 minggu. Dalam waktu 1-5 hari di lingkungan di luar tubuh
kucing, ookista akan membentuk spora dan menjadi infektif.
Di alam, berbagai hospes misalnya unggas dan tikus yang bertindak
sebagai hospes perantara (intermediate host) akan terinfeksi jika termakan
ookista yang terdapat di dalam tanah, air atau tanaman yang tercemar.
Segera sesudah tertelan hospes perantara, ookista akan berkembang menjadi
takizoit (tachyzoite). Takizoit yang terdapat di jaringan otot dan saraf lalu
berkembang menjadi bradizoit dalam kista jaringan (tissue cyst bradyzoite).

49
Gambar 13. Bagan Siklus Hidup Toxoplasma gondii

Kucing terinfeksi jika memakan daging hospes perantara, misalnya tikus


atau unggas, yang mengandung ookista berspora. Hospes perantara ini juga
dapat menjadi sumber infeksi bagi manusia yang memakannya.
Hewan mamalia, misalnya babi dan domba terinfeksi ookista yang masuk
bersama makanan yang tercemar tinja kucing yang mengandung ookista.

Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu:

Makan daging hewan yang mengandung kista jaringan;


Makan makanan atau minum air tercemar tinja kucing
yang infektif atau bahan-bahan lain yang tercemar tinja
kucing yang infektif;
Melalui darah tranfusi;
Melalui jaringan pada waktu transplantasi organ;
Penularan transplasental dari ibu ke janin.

Di dalam tubuh manusia, parasit membentuk kista jaringan (tissue cyst)


terutama di otot rangka, miokardium, otak, dan mata. Kista-kista jaringan
dalam keadaan hidup dapat tetap dijumpai seumur hidup manusia. Dengan
biopsi jaringan atau melalui pemeriksaan serologi diagnosis toksoplasmosis
dapat dilakukan. Adanya infeksi kongenital dapat didiagnosis melalui deteksi
DNA (Deoxyribonucleic acid) Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam
cairan amnion menggunakan metoda molekuler misalnya PCR ( Polymerase
Chain Reaction).

PATOFISIOLOGI

Ookista Toxoplasma gondii termakan bersama makanan atau bahan-


bahan yang tercemar tinja kucing yang terinfeksi. Ookista juga bisa
mencemari makanan karena terbawa oleh lalat, lipas (kecoa) dan cacing

50
tanah. Sesudah tertelan, bradizoit akan terlepas dari kista atau sporozoit
keluar dari dalam ookista, lalu organisme ini akan memasuki sel-sel
gastrointestinal. Reseptor sel hospes yang terdiri dari laminin, lektin, dan
SAG1 berperan pada pelekatan dan masuknya takizoit Toxoplasma gondii.
Kemudian takizoit berkembang dengan membelah diri, menimbulkan
pecahnya sel-sel, lalu menginfeksi sel-sel didekatnya. Dengan perantaraan
aliran limfe takizoit disebarkan bersama aliran darah ke berbagai jaringan.
Dengan membentuk vakuol parasitoforus Toxoplasma gondii secara aktif
dapat menembus sel hospes dengan cepat, lebih cepat dari pada fagositosis.
Selama proses invasi oleh Toxoplasma, sel hospes bersifat pasif dan tidak
terjadi perubahan baik berupa pengerutan membran, actin cytoskeleton, atau
fosforilasi sel protein hospes.

Sesudah itu takizoit mengadakan proliferasi, membentuk daerah-


daerah nekrosis yang dikelilingi oleh reaksi seluler. Jika respon imun hospes
berlangsung normal, takizoit akan menghilang dari jaringan. Jika hospes
mengalami imunodefisiensi, infeksi akut akan berlangsung progresif, yang
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan berat misalnya berupa pneumonitis,
miokarditis, dan ensefalitis nekrotik.

Kista jaringan akan terbentuk sedikitnya 7 hari sesudah infeksi dan


tetap berada di dalam tubuh hospes seumur hidupnya. Kista jaringan yang
terbentuk berukuran garis tengah sekitar 60 mikron dan mengandung sampai
60.000 organisme. Kista jaringan ini tidak atau hanya sedikit menimbulkan
reaksi keradangan, tetapi dapat mengalami kekambuhan dan menjadi aktif
jika penderita mengalami gangguan sistem kekebalan/imunitas tubuhnya
(immunocompromised). Pada anak yang mengalami infeksi kongenital dapat
terjadi korioretinitis .
Jika seorang ibu hamil terinfeksi Toxoplasma gondii, parasit dapat
menyebar ke plasenta melalui aliran darah dan ditularkan ke janin. Penularan
parasit juga dapat terjadi pada waktu berlangsung proses persalinan
melewati vagina. Jika ibu mendapatkan infeksi pada trimester pertama dan
tidak diobati, 14-17% janin akan tertular infeksi, yang dapat menyebabkan

51
terjadinya toksoplasmosis yang berat pada janin. Jika ibu terinfeksi
toksoplasmosis pada trimester ketiga tanpa diobati, risiko janin yang tertular
infeksi meningkat menjadi sebesar 59-65%, tetapi hanya menimbulkan sedikit
kelainan yang tidak jelas pada waktu bayi dilahirkan.
Manifestasi klinis toksoplasmosis yang paling sering terjadi pada janin
adalah ensefalomielitis, yang berat akibatnya. Sekitar 10% infeksi prenatal
Toxoplasma gondii menyebabkan terjadinya abortus atau kematian janin.
Sekitar 67-80% infeksi prenatal tidak menunjukkan gejala (subklinis), dan
hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan serologi atau pemeriksaan
laboratorium lainnya. Meskipun bayi yang baru dilahirkan tampak sehat,
gejala-gejala klinis atau kelainan lainnya dapat terjadi dan baru terlihat
beberapa tahun kemudian.
Bayi-bayi yang menderita infeksi kongenital yang lebih berat dapat
mengalami anergi limfosit spesifik-antigen yang dapat mempengaruhi
patogenesis penyakitnya. Imunoglobulin M (IgM) dapat meningkat pada bayi
yang menderita toksoplasmosis kongenital. Bayi juga dapat menunjukkan
glomerulonefritis dengan endapan IgM, fibrinogen dan antigen Toxoplasma.
Imun kompleks pada sirkulasi dapat ditemukan pada bayi yang
menderita toksoplasmosis kongenital dan pada anak yang lebih besar yang
menunjukkan gejala toksoplasmosis sistemik berupa demam dan
limfadenopati. Penderita dengan penyebaran toksoplasmosis ( disseminated
toxoplasmosis) akan menunjukkan penurunan yang nyata jumlah sel-T.
Hilangnya perangsang pada pembentukan limfosit-T pada penderita dengan
AIDS dapat menjadi penyebab terjadinya manifestasi dan gejala klinis berat
toksoplasmosis pada penderita ini.

VIRULENSI PARASIT

Keganasan atau virulensi suatu strain Toxoplasma biasanya ditentukan


dengan melakukan uji laboratorium dengan hewan coba mencit. Untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang dapat dipercaya, dilakukan uji coba

52
secara kuantitatif dengan sejumlah kelompok hewan coba yang dinokulasi
dengan parasit. Sesudah melewati waktu yang tertentu, jumlah parasit yang
mati dapat dihitung dengan tepat. Virulensi strain dapat ditentukan dengan
menghitung jumlah mencit yang mati pada penggunaan titer tertentu parasit
yang diinokulasikan dan lamanya waktu mencit yang dapat bertahan hidup.
Strain yang virulen terhadap mencit laboratorium biasanya juga virulen
terhadap hewan coba lainnya, misalnya marmot, kelinci dan burung merpati.
Strain Toxoplasma yang virulen, misalnya strain RH yang dapat membunuh
mencit dalam waktu beberapa hari dapat segera membunuh hewan coba
lainnya, tergantung pada dosis inokulum yang digunakan. Sedangkan
terhadap strain Beverley yang rendah virulensinya, hewan-hewan coba
tersebut masih dapat bertahan hidup meskipun digunakan dosis inokulum
yang lebih tinggi.

Perbedaan virulensi galur-galur Toxoplasma tergantung pada jenis


hospesnya. Strain yang diisolasi dari toksoplasmosis kongenital manusia atau
hewan umumnya lebih virulen karena strain ini sudah melewati dua tahapan
pada satu spesies yang sama. Virulensi parasit dapat meningkat jika parasit
mengalami subkultur atau passage melewati beberapa jenis hospes. Kenaikan
virulensi dapat terjadi secara cepat, tetapi dapat juga secara bertahap.
Kenaikan virulensi yang cepat dapat terjadi meskipun hanya dilakukan satu
kali subkultur, misalnya dilakukan pada hewan coba multimammate rat
(Mastomys coucha) dan pada marmoset (Callithrix jacchus). Virulensi yang
stabil dapat terjadi jika Toxoplasma disubkultur berulang pada embrio ayam
atau pada kultur jaringan. Hewan-hewan dewasa misalnya anjing, domba,
unggas dan hewan lainnya meskipun terinfeksi Toxoplasma biasanya tidak
menunjukkan gejala sakit (asimtomatik) karena telah kebal atau resisten
terhadap parasit ini.

Diantara primata, kera rhesus dan manusia sangat resisten terhadap


parasit ini sehingga meskipun terinfeksi Toxoplasma tidak menunjukan gejala
klinis toksoplasmosis. Misalnya pada manusia, titer antibodi terhadap
Toxoplasma gondii yang tinggi tidak selalu menunjukkan gejala klinis maupun

53
keluhan toksoplasmosis yang jelas. Manifestasi klinis toksoplasmosis yang
berat pada manusia tampak pada janin yang terinfeksi secara kongenital,
karena janin mengalami imunodefisiensi dibanding imunitas pada orang
dewasa, atau karena parasit telah melewati dua tahap pasase, yaitu sesudah
melewati jaringan ibu dan kemudian melewati jaringan janin.

PENYIMPANAN DAN PEMELIHARAAN

Toxoplasma gondii dapat disimpan dan dipelihara di laboratorium


melalui beberapa cara. Pasase atau subkultur berulang pada mencit
laboratorium yang tak terinfeksi atau pada telur berembrio sering digunakan
untuk memelihara parasit ini. Selain itu metoda yang efektif untuk
memelihara Toxoplasma adalah melakukan pasase dengan transfer bertahap
(serial transfers) pada kultur jaringan. Strain yang virulen dapat dipelihara
pada mencit tanpa melakukan pasase/ subkultur selama tikus masih hidup,
karena kista parasit mudah diambil dari otak tikus. Pemeliharaan parasit pada
mencit sebagai hewan coba sebaiknya menggunakan mencit muda yang
bebas dari Toxoplasma dan dalam keadaan sero-negatif.
Pada pasase/subkultur berulang menggunakan mencit laboratorium,
virulensi Toxoplasma akan meningkat. Peningkatan virulensi terjadi cepat jika
digunakan tikus Mastomys coucha, marmoset dan gundi. Pemeliharaan pada
telur berembrio atau pada kultur jaringan mempertahankan virulensi
Toxoplasma pada tingkat virulensi sebelumnya.
Kultur jaringan yang dipelihara pada suhu kamar dapat mengurangi
frekwensi pembaruan medium dan memperpanjang waktu antara dua
subkultur. Sesudah parasit mengadakan proliferasi, kultur jaringan dapat
disimpan pada suhu 4o Celsius selama beberapa bulan, atau dapat disimpan
dalam keadaan beku. Kista Toxoplasma yang berada di dalam daging hewan
yang terinfeksi juga dapat disimpan di dalam refrigerator pada suhu 4-5 o
Celsius selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.

54
BAB 4

EPIDEMIOLOGI

PREVALENSI TOKSOPLASMOSIS
PENULARAN TOKSOPLASMOSIS
TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN
TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL
TOKSOPLASMOSIS DAN HIV/AIDS
DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS
KEADAAN KHUSUS

55
Toxoplasma gondii adalah parasit zoonosis yang luas sebarannya di
seluruh dunia, dan merupakan protozoa yang fakultatif heteroxenous dan
polyxenous, yang memiliki berbagai jenis spesies hospes yang berbeda-beda,
yang dapat menular melalui berbagai cara infeksi. Berbagai jenis hewan
mamalia dan burung bertindak sebagai sumber penularan, karena di dalam
organ-organ dan jaringan tubuhnya dapat mengandung bentuk bradizoit atau
bentuk kista yang dapat ditularkan ke manusia atau predator yang
memakannya.

PREVALENSI TOKSOPLASMOSIS

Hasil penelitian antibodi IgG Toxoplasma oleh Terazawa, dkk. di


Jakarta tahun 2003 atas 863 orang laki-laki dan 857 orang perempuan
menunjukkan prevalensi seropositif pada 71% laki-laki dan 69% perempuan,
yang perbedaannya tidak bermakna. Berdasar kelompok umur, prevalensi
seropositif pada kelompok umur sampai 20 tahun adalah 60%, dan pada
kelompok umur 40 tahun sebesar 80% dan bertahan pada prevelensi tersebut
sampai kelompok umur 60 tahun. Dengan menggunakan uji serologi ELISA
tingginya titer IgG pada kedua jenis kelamin juga menunjukkan perbedaan
yang tidak bermakna.
Pada penelitian prevalensi toksoplasmosis pada ibu hamil di Jakarta
tahun 1991, hasilnya menunjukkan bahwa 14,3% serum yang diperiksa
positif terhadap Toxoplasma gondii, sedangkan pada penelitian atas
perempuan yang pernah menderita abortus, sebesar 67,8% menunjukkan
seropositif terhadap parasit ini. Penelitian pada tahun 2002 di Jakarta
menunjukkan lebih dari 90% perempuan dalam usia subur yang diperiksa
menunjukkan serum yang seropositif terhadap Toxoplasma gondii. Penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa pada ibu yang mengalami abortus

56
menunjukkan prevalensi toksoplasmosis sebesar 21,5% sedangkan yang
mengalami kelahiran mati bayi menunjukkan prevalensi sebesar 22,8%.
Penelitian tahun 1994 di Mataram, Lombok, Indonesia pada
perempuan hamil menunjukkan persentase antibodi anti-toksoplasma IgG
yang positif sebesar 38,3% pada ibu yang mengalami abortus 50%, pada ibu
yang melahirkan bayi meninggal ( still birth) 65,5% dan pada anak dengan
kelainan kongenital sebesar 40,2%.
Data-data global menunjukkan bahwa sepertiga penduduk dunia
terinfeksi toksoplasmosis, dengan sebaran yang berkisar antara 0% (di Alaska
Utara) sampai 94% di Costa Rica dan Guatemala (Garcia dkk.2004). Di USA
dan Inggris prevalensi toksoplasmosis berkisar antara 16-40% dengan jumlah
orang yang terinfeksi Toxoplasma gondii di USA baik yang dengan atau tanpa
gejala diprakirakan berjumlah 60 juta orang (CDC Fact Sheet, 2004).
Di banyak negara, misalnya di El Salvador dan Perancis, angka
seropositif terhadap Toxoplasma gondii pada orang yang berusia di atas 40
tahun adalah sebesar 75%. Sekitar 90% orang dewasa di Paris adalah
seropositif terhadap Toxoplasma gondii, sedangkan di Jerman 50% penduduk
dewasa menderita infeksi toksoplasmosis. Di USA, survai serologi oleh CDC
(Centers for Disease Control and Prevention) menunjukkan bahwa antara
tahun 1999 dan 2004 seroprevalensi toksoplasmosis di Amerika Serikat adalah
sebesar 10,8%, dengan seroprevalensi pada perempuan usia subur (berumur
antara 15 sampai 44 tahun) adalah sebesar 11%.
Di banyak negara-negara di Eropa Barat, Afrika, dan Amerika Selatan
dan Amerika Tengah, lebih dari 50% perempuan berusia subur ( childbearing
age) menunjukkan seropositif terhadap Toksoplasma gondii. Berdasar
penelitian serologi yang terbaru, diprakirakan insidens infeksi primer
Toxoplasma gondii pada perempuan hamil di Eropa, Asia, Australia, dan
Amerika berkisar antara 1 sampai 310 per 10.000 kehamilan. Di wilayah-
wilayah tersebut, insidens infeksi Toxoplasma gondii prenatal berkisar antara
1 sampai 120 per 10.000 kelahiran.
Pada individu dengan HIV, angka seropositif Toxoplasma gondii
berkisar antara 50- 78 % di daerah-daerah tertentu di Eropa Barat dan Afrika,

57
sedangkan di USA berkisar antara 10-45%. Toksoplasmosis ensefalitis diderita
oleh sekitar 16% penderita AIDS. Autopsi atas penderita AIDS di Perancis
menunjukkan bahwa 37% diantaranya ternyata menderita toksoplasmosis
ensefalitis, sedangkan di propinsi-propinsi Cina angka tersebut berkisar antara
0.3- 11.8%. Di USA toksoplasmosis ensefalitis diderita oleh 1-5% penderita
dengan AIDS.
Penularan toksoplasmosis dapat terjadi secara vertikal atau horisontal.
Penularan vertikal terjadi pada toksoplasmosis kongenital, dimana parasit
ditularkan dari ibu yang sedang hamil ke janin yang dikandungnya melalui
plasenta (transplasental).
Penelitian Kean dan Fuchs melaporkan dua studi prospektif pada tahun
1970an tentang toksoplasmosis kongenital menunjukkan bahwa 7 per 10.000
bayi yang dilahirkan hidup di New York dan 13 per 10.000 di Alabama
menunjukkan telah terinfeksi toksoplasmosis. Penelitian antara tahun 1986-
1992 oleh the New England Regional Newborn Screening Program
menunjukkan penurunan angka infeksi toksoplasmosis menjadi 1 per 10.000
(CDC,2000). Menurut CDC dari 750 kematian oleh toksoplasmosis, 50%
diantaranya disebabkan oleh infeksi yang terjadi akibat makan daging yang
tercemar parasit ini, sehingga toksoplasmosis termasuk penyebab kematian
ketiga dari kematian yang ditularkan melalui makanan ( food borne deaths).

Gambar 14.
Angka
kematian
akibat
foodborne
disease di USA
Sumber:
(CDC,National
Center for
Infectious

Diseases,1999)

58
Bliss (2002) melalui Agricultural Research Service melaporkan bahwa
kerugian ekonomi akibat toksoplasmosis di USA berkisar antara $ 3.3- $ 7.8
miliard per tahunnya, akibat penyakit akut maupun komplikasinya. Sekitar
225.000 penderita toksoplasmosis dilaporkan setiap tahunnya di USA, 5000
orang diantaranya harus rawat inap dan 750 penderita meninggal dunia. Di
negeri ini Toxoplasma gondii merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
yang terjadi oleh penyakit yang ditularkan melalui makanan ( foodborne
disease).

PENULARAN TOKSOPLASMOSIS

Infeksi Toxoplasma gondii pada manusia tersebar luas di seluruh dunia.


Sekitar setengah milyard penduduk dunia menunjukkan adanya antibodi
terhadap Toxoplasma gondii di dalam darahnya. Di dalam suatu negara,
infeksi parasit ini pada manusia dan hewan dapat berbeda dari satu wilayah
dengan wilayah lainnya. Perbedaan derajat penyebaran toksoplasmosis secara
alami yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, antara lain
perbedaan kondisi lingkungan, faktor kultural, dan jenis hewan yang ada di
wilayah-wilayah tersebut.

Penularan horisontal toksoplasmosis dapat terjadi dengan cara:


1. Termakan ookista infektif yang berasal dari lingkungan atau makan
daging yang mengandung kista jaringan Toxoplasma,
2. Terinfeksi takizoit yang terdapat di dalam daging atau jaringan visera
berbagai jenis hewan yang sakit,
3. Terinfeksi takizoit yang mencemari produk-produk darah transfusi,
jaringan transplan, atau susu yang tidak dipasteurisasi.

59
Gambar 15. Infeksi toksoplasmosis pada manusia (Sumber: CDC)

TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN

Penelitian serologi dengan menentukan Imunoglobulin G (IgG)


Toxoplasma gondii dan faktor risiko di Amerika Serikat pada tahun 2001 atas
17.658 orang berumur 12 tahun dan umur di atasnya menunjukkan bahwa
22.5 % diantaranya menunjukkan seroprevalensi (positif). Pada perempuan
berumur antara 15-44 tahun, seroprevalensi adalah sebesar 15,0%. Pada
analisis multivariat, risiko infeksi Toxoplasmosis gondii meningkat dengan
bertambahnya umur dan mereka yang dilahirkan di luar negeri, orang dengan
pendidikan yang rendah, mereka yang tinggal di daerah padat penduduk, dan
orang-orang yang tempat bekerjanya berkaitan dengan tanah (misalnya
petani).

60
Penelitian obstetrik dan pediatrik yang dilakukan antara tahun 1987
sampai tahun 1995 terhadap 603 perempuan yang menderita toxoplasmosis
maternal di Lyon, Perancis, dengan sejumlah 564 perempuan telah
mendapatkan pengobatan antiparasit sesuai tatalaksana standard yang
berlaku. Status infeksi kongenital ditetapkan pada 554 kasus, dan anak-anak
yang terinfeksi diikuti perkembangannya selama 54 bulan. Secara
keseluruhan, maternal-fetal transmission rate adalah sebesar 29%. Pada
umumnya janin yang terinfeksi pada awal masa kehamilan lebih sering
menunjukkan gejala klinik infeksi yang berisiko kemudian diikuti dengan
terjadinya komplikasi jangka panjang.
Penelitian seroprevalensi di Thailand Selatan atas 640 perempuan
hamil pada tahun 2011 menunjukkan seroprevalensi toxoplasmosis sebesar
28.3%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan seroprevalensi Toxoplasma adalah meningkatnya umur,
tinggginya paritas atau angka melahirkan, seringnya kontak dengan kucing,
dan minum air yang tidak bersih.
Pada penelitian serologi menggunakan ELISA atas 204 perempuan
hamil di Hebron, Palestina, untuk menentukan antibodi IgG dan IgM terhadap
Toxoplasma gondii menunjukkan seroprevalensi IgG sebesar 27.9% (sebesar
36.8% di daerah pedesaan dan 21.4% di daerah perkotaan). Kemungkinan
infeksi terjadi melalui tanah yang tercemar, air minum yang berasal dari air
hujan, dan makan sayuran mentah. Makan daging kurang masak atau
terjadinya kontak dengan kucing bukan penyebab yang penting dalam
penularan toxoplasmosis di daerah ini. Kejadian abortus sebesar 37.3% tidak
ada kaitannya dengan infeksi toxoplasmosis yang dialami oleh penderita.

TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

Hanya sebagian kecil infeksi Toxoplasma gondii yang terjadi secara


kongenital. Ibu yang imunokompeten dari anak-anak yang tertular secara
kongenital tidak selalu melahirkan bayi terinfeksi kongenital pada kehamilan
berikutnya. Meskipun demikian, infeksi kongenital yang berulang dapat terjadi

61
pada tikus, mencit, kelinci (guines pig), dan hamster meskipun tidak terjadi
reinfeksi dari luar.
Pada penelitian toksoplasmosis kongenital di Jakarta tahun 1991
hasilnya menunjukkan bahwa pada orang dewasa dan anak yang menderita
korioretinitis dengan seropositif terhadap Toxoplasma gondii adalah sebesar
60% dan kelainan mata lainnya sebesar 17%. Prevalensi toksoplasmosis pada
anak dengan hidrosefalus sebesar 10,6% , pada kemunduran mental (mental
retardation) sebesar 44,6% dan pada kelainan mata pada anak sebesar
44,6%. Pada anak dengan kelainan sistemik lainnya prevalensi
toksoplasmosis adalah sebesar 9,5%.
Frekwensi terjadinya toxoplasmosis postnatal yang didapat karena
makan daging mentah atau makan makanan yang tercemar ookista yang
ada di dalam tinja kucing tidak diketahui karena sulit untuk menelitinya.
Dengan kedua cara infeksi tersebut toxoplasmosis secara klinis dapat terjadi.
Infeksi Toxoplasmosis gondii umumnya terjadi sesudah mengkonsumsi daging
hewan-hewan yang biasa dimakan, misalnya domba, kambing, babi, dan
kelinci (rabbits). Infeksi toksoplasmosis sesudah makan daging sapi lebih
jarang terjadi dibanding dengan makan daging kambing, domba atau daging
babi. Ookista tidak hanya berasal dari kucing domestik, tetapi juga dari
berbagai jenis kucing hutan dan kucing liar lainnya. Meskipun demikian,
kucing rumah merupakan sumber utama ookista Toxoplasma gondii. Infeksi
alami dapat tersebar luas karena sesudah termakan sekerat daging atau
jaringan yang mengandung sedikit kista parasit, seekor kucing dapat
mengeluarkan bersama tinjanya berjuta-juta ookista Toxoplasma gondii yang
dapat berkembang menjadi infektif sesudah berada di luar tubuh kucing.
Ookista tahan dan resisten terhadap kondisi lingkungan yang umum,
dan dalam lingkungan yang lembab ookista dapat tetap bertahan hidup
selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hewan-hewan invertebrata,
misalnya lalat, lipas (kecoa), dan cacing tanah dapat menyebarkan secara
mekanik ookista Toxoplasma gondii.
Sumber data yang realistik tentang insidens toxoplasmosis di
masyarakat adalah dengan melakukan serosurvey (pemantauan serologik)

62
untuk menentukan persentase penduduk yang memiliki antibodi IgG spesifik
yang meningkat titernya. Epidemi toxoplasmosis yang menyebabkan
terjadinya infeksi akut toxoplasmosis yang disebarkan melalui air dilaporkan
oleh Moura, dkk. (2002) dari sebuah kota kecil di Brazil. Toxoplasma gondii
dapat diisolir dari sumber air kota dan dari tangki-tangki air di rumah-rumah
penduduk. Delapan persen penderita mengalami toxoplasmosis mata. Dari
tujuh ibu hamil yang menderita toxoplasmosis seorang mengalami keguguran
dan lima orang anak yang dilahirkan ternyata seropositif terhadap
Toxoplasma gondii. Sumber penularan infeksi diduga seekor kucing yang
melahirkan anak-anak kucing yang seropositif yang merupakan sumber utama
penularan pada epidemi tersebut. Pada tahun 1992, 20 orang penduduk Brazil
jatuh sakit sesudah makan daging domba, sedangkan di British Columbia
tahun 1995 terjadi epidemi yang menyebabkan 35 orang jatuh sakit sesudah
makan makanan yang tercemar.
Pada tahun yang sama 12 orang di Australia dilaporkan jatuh sakit
sesudah makan daging kanguru yang kurang masak. Epidemi pada hewan
dilaporkan dari Australia pada tahun 2004 yang menyerang 50% dari populasi
domba. Epidemi pada populasi domba pada tahun 2005 yang juga terjadi di
Australia dikaitkan dengan terjadinya peningkatan populasi kucing liar di
benua tersebut.
Pada penelitian di Kuala Lumpur Malaysia atas 247 penderita kelainan
ginjal menggunakan uji ELISA untuk mengukur titer antibodi anti-Toxoplasma
IgG dan IgM darah menunjukkan bahwa 51% penderita ternyata
menunjukkan seropositif. Seorang penerima cangkok ginjal yang karena
dalam keadaan imunosupresif kemudian menderita toxoplasmosis. Faktor ras
(Melayu), faktor perkawinan dan pendidikan yang rendah merupakan faktor-
faktor yang mungkin berpengaruh atas terjadinya infeksi Toxoplasma.
Toxoplasma gondii adalah parasit zoonosis yang luas sebarannya di
seluruh dunia, merupakan protozoa yang fakultatif heteroxenous dan
polyxenous , yang memiliki berbagai jenis spesies hospes dan dapat menular
melalui berbagai cara infeksi. Toxoplasmosis yang terjadi pada waktu masa
kehamilan dapat terjadi secara vertikal dengan masuknya stadium takizoit ke

63
dalam tubuh janin melalui plasenta, atau secara hosisontal yang dapat terjadi
dengan masuknya tiga macam stadium parasit sesuai dengan siklus hidup
yang terjadi. Secara epidemiologis mengkonsumsi daging mentah atau daging
yang diolah kurang masak, terutama daging babi dan domba, merupakan
cara penularan utama toxoplasmosis pada manusia. Namun dengan semakin
baiknya penatalaksanaan pengolahan daging yang lebih higienis, penularan
melalui konsumsi daging semakin berkurang. Faktor perbedaan kultur budaya
penduduk, terutama dalam kebiasaan makan daging mentah atau kurang
matang pada waktu ini merupakan faktor penting dalam penularan
toxoplasmosis. Sebagai contoh, epidemi akut toxoplasmosis di Amerika
terutama terjadi melalui pencemaran ookista parasit terhadap lingkungan.
Penelitian di Cina pada pekerja tempat pemotongan hewan (abattoir)
menunjukkan bahwa tenaga pemotong hewan yang diteliti secara serologis
menunjukkan bahwa derajat infeksi adalah 5,63% dengan IgG-toxo, dan
2,32% dengan toxo-IgM. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara
toksoplasmosis dengan paparan dengan babi hidup, cairan tubuh, dan organ
hewan yang disembelih.
Di Greater Victoria, Canada, pada tahun 1995 dilaporkan terjadinya
tujuh kasus toxoplasma retinitis akut, yang selama lima tahun terakhir tidak
pernah lagi dilaporkan. Sesudah dilakukan penelitian yang intensif ternyata
ditemukan 100 orang berumur antara 6 sampai 83 tahun menderita
toxoplasmosis akut, 51 orang diantaranya menunjukkan gejala limfadenitis
dan 19 orang menderita toxoplasmosis retinitis. Sebelas orang menunjukkan
berbagai gejala lain dari toxoplasmosis dan sisanya tidak menunjukkan gejala
klinis. Penelitian terhadap lingkungan dan penduduk menunjukkan bahwa
sumber penularan adalah sistem irigasi yang tidak disaring dan suplai air ke
perumahan penduduk yang tercemar Toxoplasma gondii .
Penelitian serologi pada perempuan hamil oleh European Multicentre
Case-control Study menunjukkan bahwa yang menjadi faktor risiko tinggi
tertular infeksi akut toxoplasmosis pada perempuan hamil adalah makan
daging yang dimasak kurang matang, kontak dengan tanah yang tercemar,
dan setelah melakukan perjalanan di luar Eropa, AmerikaSerikat dan Canada.

64
Kontak dengan kucing ternyata bukan merupakan risiko tertular
toxoplasmosis.

TOKSOPLASMOSIS DAN HIV/AIDS

Toxoplasmosis merupakan infeksi oportunis yang paling penting pada


penderita HIV/AIDS. Prevalensi infeksi Toxoplasma pada penderita HIV/AIDS
berkisar antara 3% sampai 97% yang prevalensinya ada hubungannya
dengan berbagai faktor antara lain faktor etnik, adanya faktor-faktor risiko,
dan reaktivasi toxoplasmosis. Sebelum ditemukannya terapi antiretroviral,
ensefalitis toxoplasmosis merupakan lesi otak yang banyak ditemukan pada
penderita AIDS yang terinfeksi toxoplasmosis. Selain itu penyebaran parasit
ini dapat ditemukan di jaringan dan organ tubuh lainnya, misalnya mata,
paru, jantung dan sumsum tulang.

Gambar 16. Toxoplasmosis aktif otot jantung pada penderita AIDS.


Sejumlah takizoit Toxoplasma gondii tampak di dalam pseudokista
yang ada di dalam miosit. (Sumber: CDC)

Pada penelitian tahun 1983 atas sepuluh orang laki-laki imigran Haiti
heteroseksual yang menderita AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
menunjukkan bahwa Toxoplasma gondii merupakan patogen oportunistik
yang banyak diderita (40%) disamping Pneumocystis carinii, Mycobacterium
tuberculosis, Candida albicans dan Cryptococcus neoformans.

65
Penelitian di Iran pada tahun 2011 bahwa dari 210 orang dengan positif HIV
yang diperiksa antibodi anti-toxoplasma darahnya menggunakan ELISA
menunjukkan seroprevalensi toxoplasmosis sebesar 49.75%. Pada penderita
schizophrenia di Iran, penelitian pada tahun 2009 angka prevalensi serologi
antibodi anti-Toxoplasma gondii adalah sebesar 72.5%, lebih tinggi dari
kelompok pembanding sebesar 61.6%.
Penelitian serologi di Lagos, Afrika, menunjukkan bahwa pada
kelompok HIV seroprevalensi Toxoplasma IgG adalah sebesar 54%, lebih
tinggi dari seroprevalensi toxoplasmosis pada kelompok pembanding yang
imunokompeten (30%).

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS
Untuk mendiagnosis infeksi Toxoplasma gondii tidak dapat ditentukan
hanya dengan memperhatikan gejala klinis dan keluhan penderita karena
tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas .Diagnosis pasti ditentukan jika dapat
ditemukan Toxoplasma gondii pada pemeriksaan mikroskopis atau sesudah
dilakukan inokulasi pada hewan coba. Pemeriksaan imunologi-serologi dapat
membantu menegakkan diagnosis toksoplasmosis.
Sabin-Feldman Dye test merupakan uji yang sangat sensitif dan spesifik
tanpa menunjukkan adanya hasil yang semu atau palsu ( false results) pada
manusia. Untuk melakukan diagnosis klinis toxoplasmosis, penggunaan
Untuk mendeteksi adanya IgM untuk mendiagnosa toksoplasosis dapat
digunakan Uji Antibodi Fluoresen Tidak Langsung ( Indirect Fluoerscent
Antibody Test) dan ELISA. Selain itu modifikasi kombinasi IgM-ELISA dengan
uji aglutinasi (IgM-ISAGA) digunakan untuk mengeliminasi keharusan
pemakaian konjugat enzim.
Direct agglutination test (DAT) merupakan uji aglutinasi langsung yang
sederhana karena tidak memerlukan peralatan yang canggih, dan tidak
menggunakan konjugat. DAT memiliki kegunaan dalam membantu
mengarahkan diagnosis serologi toksoplasmosis pada manusia dan hewan.
Modified Agglutination Test (MAT) yang merupakan modifkasi dari DAT

66
banyak digunakan untuk mendiagnosis toksoplasmosis pada hewan.
Pemeriksaan DNA untuk mendeteksi Toxoplasma gondii dari takizoit
tunggal menggunakan gen B1 pada Polymerase chain reaction (PCR).Uji PCR
kemudian dikembangkan menggunakan berbagai gen target yang berbeda
dan terbukti sangat berguna untuk mendiagnosis toksoplasmosis klinis. Selain
itu Loop-mediated isothermal amplification (LAMP), adalah suatu metoda
cepat amplifikasi nucleic acid, menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi (masing-masing 87.5% dan 100%). Penentuan Toxoplasma gondii di
dalam darah menggunakan metoda PCR ( Polymerase chain reaction) sesudah
serum dipanaskan dengan microwave juga menunjukkan angka sensitivitas
yang tinggi (73%) dan spesifisitas yang sangat tinggi (100%). Angka-angka
ini lebih tinggi dari pada angka-angka sensitivitas dan spesifisitas jika
dilakukan pemeriksaan PCR dengan menggunakan metoda ekstraksi.

KEADAAN KHUSUS

Prenatal
Diagnosis pasti toksoplasmosis kongenital dapat ditetapkan pada masa
prenatal dengan mendeteksi adanya DNA parasit di cairan amnion, atau di
dalam darah janin, atau dengan cara mengisolasi parasit melalui inokulasi
mencit atau melalui kultur jaringan. Pemeriksaan ultrasonografi pada janin
secara berurutan dapat dilakukan jika dijumpai dugaan adanya kasus-kasus
kongenital untuk menemukan adanya pembesaran ukuran ventrikel lateral
sistem saraf pusat atau adanya tanda lain dari infeksi janin.

Posnatal

Janin yang dilahirkan oleh ibu sedang hamil yang mengalami infeksi primer
Toxoplasma gondii atau dari ibu yang sekarang terinfeksi HIV dan di masa
lalu pernah terinfeksi Toxoplasma gondii (terbukti dari hasil pemeriksaan
serologi) sangat mungkin mengalami toksoplasmosis kongenital. Jika pada
saat bayi dilahirkan diagnosis tidak jelas, terhadap sampel serum ibu dan bayi

67
sebaiknya dilakukan pemeriksaan IgG, IgM, IgA dan IgE. Pada sel darah putih
(leukosit) darah tepi, cairan serebro spinal (Cerebro Spinal Fluid), dan cairan
amnion sebaiknya dilakukan esai PCR (polymerase chain reaction). Keadaan
bayi hendaknya selalu dipantau termasuk pemeriksaan mata, telinga,
pemeriksaan neurologi, pungsi lumbal (lumbar puncture), dan CT (computed
tomography) kepala.Upaya mengisolasi Toxoplasma gondii dari plasenta, tali
plasenta (umbilical cord), atau darah bayi dapat dilakukan melalui inokulasi
mencit.

Secara serologi adanya infeksi kongenital dapat dibuktikan dengan


adanya titer IgG yang selalu positif sepanjang tahun pertama umur bayi.
Terjadinya kenaikan konsentrasi antibodi IgG sebelum berakhirnya tahun
pertama umur bayi dibandingkan dengan ibunya, dan atau menjadi positifnya
antibodi IgM yang spesifik Toxoplasma atau IgA memperkuat adanya infeksi
kongenital. Meskipun kerusakan plasenta kadang-kadang dapat menyebabkan
terjadinya reaksi positif-semu IgM atau IgA pada bayi yang baru lahir, uji
ulang pemeriksaan 10 hari kemudian dapat memastikan diagnosis,karena
waktu paruh (half-life) imunoglobulin adalah pendek dan titernya di dalam
tubuh janin yang tidak terinfeksi parasit akan menurun dengan cepat.
Kepekaan terhadap IgM yang spesifik Toxoplasma gondii dengan
menggunakan souble-sandwich enzyme immunoassay atau immunosorbent
assay misalnya ELISA adalah antara 75% dan 80%.

Antibodi imunoglobulin Alebih sering ditemukan dibandingkan dengan


antibodi IgM. Sebagian bayi ada yang hanya memiliki salah satu antibodi, IgA
saja atau IgM saja. Untuk menentukan diagnosis adanya infeksi kongenital
sebaiknya tidak hanya menggunakan Indirect fluorescent assay IgM. Pada
janin yang tak terinfeksi parasit, penurunan titer IgG akan terus berlanjut
sedangkan antibodi IgM atau IgA tidak dapat ditemukan. IgG yang memasuki
darah janin secara transplasental biasanya sudah tidak lagi ditemukan pada
bayi berumur 6-12 bulan.

68
Infeksi HIV. Penderita dengan infeksi HIV yang terinfeksi laten (tidak
menunjukkan gejala yang jelas) dengan Toxoplasma gondii menunjukkan titer
antibodi IgG terhadap Toxoplasma yang tidak tetap, dan jarang memiliki
antibodi IgM. Pada penderita AIDS, akibat gangguan sistem imun dan
penurunan imunitas, diagnosis toksoplasmosis yang aktif tidak dapat dideteksi
meskipun terjadi serokonversi dan peningkatan titer antibodi IgG sampai 4
kali lipat. Pada penderita dengan HIV yang menunjukkan seropositif IgG
terhadap Toxoplasma gondii, kejadian ensefalitis akibat parasit ini ditentukan
berdasar gejala klinis yang khas dan pada hasil pemeriksaan radiografik. Jika
pengobatan percobaan dengan anti-toksoplasma tidak menunjukkan hasil,
untuk memastikan adanya infeksi Toxoplasma gondii dapat dilakukan
pemeriksaaan terhadap cairan tubuh, misalnya darah, cairan serebrospinal,
atau cairan bronkoalveolar dengan mengisolasi parasit, atau melakukan
pemeriksaan antigen atau pemeriksaan DNA .

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV dan Toxoplasma
gondii harus diamati dan dipantau terhadap kemungkinan adanya
toksoplasmosis kongenital. Toksoplasmosis mata biasanya didiagnosis
berdasar pemeriksaan lesi retina yang khas disertai pemeriksaan serum untuk
mendeteksi adanya antibodi IgG atau IgM yang spesifik terhadap
Toxoplasma gondii.

69
Bab 5

PENGOBATAN

TOKSOPLASMOSIS

Pirimetamin
Sulfadiazin

Klindamisin

Spiramisin

Atovakuon

70
Untuk mengobati infeksi Toxoplasma gondii yang berat atau
toksoplasmosis pada penderita dengan gangguan pertahanan tubuh atau
sistem imun, umumnya digunakan kemoterapi berupa kombinasi obat-obatan
yang terdiri dari pirimetamin, sulfonamid dan folinic acid ( leucovorin). Pada
ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis, pemberian obat-obatan tersebut
setiap tiga minggu diganti dengan spiramisin sampai saat terjadi persalinan.
Jika penderita alergi terhadap obat sulfa, pirimetamin dapat dikombinasi
dengan klindamisin.
Sampai sekarang terhadap bentuk kista Toxoplasma gondii belum
ditemukan obat yang efektif untuk memberantasnya. Penggunaan obat-obat
anti Toxoplasma dapat menimbulkan efek samping berupa penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia), hilangnya granulosit (agranulositosis), atau
terjadi anemia megaloblastik. Untuk mengatasi efek samping obat
pirimetamin terhadap darah diberikan tambahan ragi Baker sebanyak 5-7 g
per hari atau folinic acid 10-20 mg per hari. Ibu hamil yang mendapat
pengobatan pirimetamin harus selalu dipantau gambaran leukosit, jumlah
trombosit dan keadaanhematokrit setiap dua minggu sekali.
Sulfadiazin dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal akibat
terjadinya kristalisasi di dalam tubul ginjal, dan terjadinya kerusakan
epidermis yang berat (necrolysis). Untuk menghindari kemungkinan terjadinya
efek teratogenik, obat tidak boleh diberikan pada trimester pertama
kehamilan.
Jika obat-obatan primer tidak tersedia, dapat digunakan kombinasi
trimetoprim- sulfamethoxazole untuk mengobati toksoplasmosis.

PIRIMETAMIN ( Pyrimethamine)

Pirimetamin (Daraprim) merupakan antagonis folic acid yang mulai


bekerja 1 jam sesudah diminum, karena diserap dengan baik dan cepat.
Metabolisme pirimetamin berlangsung secara hepatik. Obat ini terutama

71
tersebar luas di dalam sel-sel darah, ginjal, paru, limpa dan hati. Pirimetamin
dapat memasuki cairan serebro spinal, menembus plasenta dan masuk ke
dalam air susu ibu (ASI). Ikatan protein ( Protein Bound) pirimetamin adalah
80-87%., dengan puncak konsentrasi di dalam plasma ( Peak Plasma Time)
antara 1,5- 8 jam dan eliminasi waktu paruh ( half-life elimination) sekitar 80-
95 jam. Obat ini dikeluarkan melalui urine dengan 20-30% tidak mengalami
perubahan.
Pirimetamin termasuk obat golongan C pada penggunaanya pada kehamilan
dan dapat masuk ke dalam ASI.

Kontraindikasi. Pirimetamin tidak boleh diberikan pada penderita yang :


Hipersensitif terhadap pirimetamin;
anemia megaloblastik;
anemia defisiensi folat;
penyakit ginjal berat;
ibu yang sedang menyusui.

Pada penderita dengan penyakit ginjal dan kelainan hati, penderita epilepsi
dan penderita myelosuppression pirimetamin harus diberikan dengan hati-
hati.

Jika digunakan dengan dosis tinggi, pirimetamin sebaiknya diberikan bersama


leucovorin.

Dosis pengobatan toksoplasmosis. Pirimetamin yang terdapat dalam


kemasan bentuk tablet 25 mg untuk mengobati toksoplasmosis diberikan
dengan dosis dewasa 50-75 mg oral empat kali sehari selama 1-3 minggu ,
kemudian diikuti dengan dosis 25-37,5 mg oral empat kali sehari selama 4-5
minggu.

72
Pemberian pirimetamin pada anak

Pirimetamin hanya boleh diberikan pada bayi berumur lebih dari 2 bulan,
dengan formula sebagai berikut:

1. Toksoplasmosis :
Loading dose: 2 mg/kg/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, selama 3
hari.
2. Toksoplasmosis kongenital:
Loading dose : 2 mg/kg/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, oral,
selama 2 hari.
Dosis pemeliharaan (maintenance dose): 1 mg/kg oral 4 kali sehari
diberikan selama 4 minggu.
Dosis pemeliharaan (maintenance dose):
Umur 2-6 bulan : 1 mg/kg diberikan 4 kali sehari.
Umur sampai 12 bulan: 1 mg/kg oral diberikan 3 kali/minggu.

* Belum ada laporan keamanan dan efektivitas pemberian pirimetamin pada


bayi berumur kurang dari 2 bulan.

SULFADIAZIN (Mikrosulfon)

Obat golongan sulfonamid ini bekerja sebagai antagonis kompetitif


dengan PABA. Mikroorganisme yang membutuhkan folic acid eksogen dan
tidak melakukan sintesis folic acid (pteroylglutamic acid) tidak peka terhadap
efek sulfonamid. Obat ini bekerja secara sinergis (saling menguatkan) dengan
pirimetamin dalam memberantas Toxoplasma gondii.

Farmakokinetik. Sulfadiazin diserap dengan cepat dari usus dan 20-55%


diantaranya terikat pada protein plasma, dan waktu paruhnya adalah 7-12
jam. Sulfadiazin dapat menembus plasenta dan konsentrasinya di dalam janin
adalah 50-90% dari kadarnya yang ada di dalam darah ibu. Kadar sulfadiazin

73
di dalam air susu ibu cukup tinggi, sekitar 20% dari kadar obat yang ada di
dalam plasma.

Dosis pemberian. Untuk mengobati infeksi berat toksoplasmosis atau pada


penderita dengan imunitas yang rendah, sulfadiazin dikombinasi dengan
pirimetamin. Dosis awal kombinasi (loading dose) adalah sulfadiazin 75 mg/kg
(maksimum 4 g/hari) dan 2 mg/kg pirimetamin diikuti dengan dosis
sulfadiazin 100 mg/kg/hari terbagi dalam beberapa kali pemberian, dan
pirimetamin 1 mg/kg diberikan satu kali sehari.

Efek samping. Efek samping tipe B yang terkait dengan sistem imun berupa
demam, artralgia, gangguan sumsum tulang (neutropenia, agranulositosis,
anemia aplastik), dan ruam kulit. Pada penderita dengan defisiensi glukose-6-
fosfat dehidrogenase dapat terjadi methemoglobulinemia dan hemolisis yang
dapat membahayakan jiwa penderita. Reaksi tipe A yang berat berupa
terjadinya kristaluria.

KLINDAMISIN
(Clyndamycin)

Klindamisin (Cleocin) merupakan pengganti sulfonamid dan


penggunaannya bersama pirimetamin untuk mengobati toksoplasmosis
susunan saraf pusat atau toksoplasmosis pada penderita dengan AIDS.

Farmakologi. Obat yang bekerja dengan menghambat sintesis protein


dengan mengikat ribosom 50S ini sesudah diberikan secara oral
diserap dengan cepat sampai 90%, dan melalui metabolisme hepatik
obat ini disebarkan dengan konsentrasi tinggi di tulang dan urine.
Kadarnya rendah di CSF (cerebro-spinal fluid), tetapi dapat menembus
plasenta dan dapat ditemukan di dalam ASI.

Pada orang dewasa, klindamisin mempunyai waktu paruh (half-life)


antara 1,6-5,3 jam. Puncak konsentrasinya di dalam plasma terjadi sesudah

74
pemberian oral 60 menit, sedangkan melalui pemberian intramuskuler pucak
konsentrasi tercapai sesudah 1-3 jam. Ekskresi melalui urine terjadi sebesar
10% dan melalui tinja sebesar 4% dalam bentuk obat aktif.

Efek samping. Klindamisin mempunyai efek samping berupa nyeri perut


dan diare dan kadang-kadang juga terjadi hipersensitif (ruam,
urtikaria, Stevens-Johnson syndrome), kolitis, hipotensi, mual dan
muntah, serta pertumbuhan jamur yang berlebihan ( fungal
overgrowth).

Obat ini termasuk golongan B obat untuk kehamilan dan juga diekskresi di
dalam ASI.

Kemasan
Klindamisin terdapat dalam kemasan kapsul 150 mg dan 300 mg, larutan oral
75 mg/mL dan obat suntik 150 mg/mL

Dosis pengobatan toksoplasmosis

Toksoplasmosis berat

Dosis dewasa :
Pemberian secara oral adalah 150-450 mg yang diberikan setiap 6-8 jam
dengan dosis maksimum 1,8 g /hari.
Dalam bentuk suntikan (intravenus atau intramuskuler) obat ini diberikan 1,2-
2,7 g/hari yang terbagi dalam 2 atau 4 kali pemberian, tidak melebihi 4,8
g/hari.

Dosis Anak:
Pada infeksi berat: 8-20 mg/kg/hari sebagai hidroklorida atau 8-25
mg/kg/hari sebagai palmitat terbagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis
minimum klindamisin palmitat adalah 37,5 mg 3 kali sehari.

Umur anak kurang dari 1 bulan: 15-20 mg/kg/hari terbagi 3-4 kali pemberian.
Umur di atas 1 bulan: 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3-4 pemberian.

75
SPIRAMISIN (Spiramycin)

Spiramisin atau Rovamisin adalah antibiotika makrolid yang


mempunyai spektrum sama dengan eritrosin dan klindamisin. Obat ini
diserap dari usus secara tidak tetap (20-50% pemberian oral terserap),
puncak konsentrasi di plasma tercapai dalam waktu 2-4 jam. Spiramisin
mempunyai waktu paruh yang panjang dan berada dalam waktu lama di
dalam jaringan.
Spiramisin merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk toksoplasmosis
maternal maupun janin, dan merupakan pengobatan pengganti jika
pirimetamin dan sulfadiazin tidak dapat digunakan.

Dosis dan kemasan. Kemasan yang tersedia adalah kapsul 750.000 unit.
Dosis pada toksoplasmosis ringan-sedang: 6-9 Juta Unit (MU)/hari terbagi
dalam 2 pemberian oral, sampai 15 MU (MU=million units).
Pada toksoplasmosis berat: 12-15 MU/hari terbagi dalam 2 pemberian oral.

Kontraindikasi. Spiramisin tidak boleh diberikan pada penderita yang


hipersensitif dan yang menderita meningitis.

Efek samping. Gangguan pencernaan, reaksi alergi.

ATOVAKUON
(Autovaquone, Mepron)

Atovakuon atau Mepron termasuk golongan hidroksinaftokuinon, yang


bekerja dengan cara menghambat rantai transportasi elektron mitokondria
parasit, menghambat sintesis ATP dan asam nukleat parasit. Atovakuon
menunjukkan aktivitas terhadap bradizoit Toxoplasma. Atovakuon digunakan
dengan atau tanpa pirimetamin dan lekovorin untuk pencegahan primer

76
terjadinya ensefalitis Toxoplasma gondii pada orang dewasa pengidap HIV
jika obat pilihan (kotrimoksasol) tidak dapat digunakan. Selain itu atovakuon
dengan atau tanpa pirimetamin dan leukovorin dapat menjadi terapi
pengganti untuk pengobatan supresif jangka panjang atau terapi
pemeliharaan (maintenance therapy) toksoplasmosis kronis (profilaksis
sekunder) untuk mencegah kekambuhan (relaps) toksoplasmosis pada orang
dewasa dengan HIV yang sudah mendapatkan pengobatan lengkap untuk
penyakitnya dan tidak bisa mendapatkan pengobatan pencegahan dengan
obat pilihan ( sulfadiazin + pirimetamin + leukovorin).

Dosis pengobatan toksoplasmosis. Pada orang dewasa atovakuon


diberikan 4x 750 mg oral selama 2-6 bulan. Untuk terapi pemeliharaan dapat
juga digunakan dosis 3-4x 750 mg .

Atovakuon merupakan terapi lini kedua untuk toksoplasmosis yang diberikan


bersama pirimetamin dan leukovorin, dengan sulfadiazine atau sebagai terapi
tunggal jika penderita tidak tahan pemberian pirimetamin-sulfadiazin.

Tidak ada data tentang penggunaan atovakuon untuk mengobati


toksoplasmosis pada anak.

Efek samping. Atovakuon dapat menimbulkan efek samping berupa diare,


gangguan tidur, sakit kepala, pusing, batuk-batuk, banyak berkeringat, nafsu
makan berkurang, nyeri otot, mual, muntah, pilek, nyeri perut, dan badan
lemah.

Pengobatan dengan atovakuon harus dihentikan dan diberikan terapi jika


terjadi efek samping berat, misalnya alergi berat (gatal, bercak-bercak, sukar
bernapas, mulut, wajah, bibir atau lidah membengkak), gelisah, depresi, air
kencing berwarna gelap, demam, tinja pucat, kulit mengelupas atau memerah
dan bengkak, napas memendek, mata dan kulit berwarna kuning.

77
Bab 6

TOKSOPLASMOSIS
DAN
KEHAMILAN

PENULARAN TOKSOPLASMOSIS

IMUNITAS TERHADAP TOXOPLASMA GONDII

GEJALA TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS PADA

KEHAMILAN

PENCEGAHAN TOKSOPLASMOSIS PADA IBU

HAMIL

PEMERIKSAAN SEBELUM HAMIL

78
Toksoplasmosis terjadi karena penderita tertelan kista Toxoplasma
gondii yang terdapat di dalam daging hewan yang tidak dimasak dengan
matang, makanan yang tercemar ookista, atau terpapar langsung dengan
tinja kucing yang mengandung ookista. Infeksi dengan Toxoplasma
umumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), meskipun kadang-kadang
sesudah melewati masa inkubasi selama 5-18 hari sebagian orang yang
terinfeksi menunjukkan gejala atau keluhan.

Sekitar 40-50% orang dewasa di USA menunjukkan adanya antibodi di dalam


darahnya terhadap Toxoplasma, terutama pada penduduk dengan sosio-
ekonomi rendah. Frekuensi serokonversi selama masa kehamilan ibu adalah
5% dan 3 dari 11.000 janin menunjukkan terjadinya infeksi kongenital.
Toksoplasmosis lebih sering ditemukan di Eropa Barat terutama di Perancis.
Lebih dari 80% perempuan dalam usia subur di Paris mengandung antibodi
terhadap Toxoplasma gondii, dan insidens toksoplasmosis gondii di Perncis
sekitar dua kali insidensnya di USA. Di Jakarta Selatan, Indonesia, penelitian
oleh Salma,dkk. tahun 2002 menunjukkan bahwa lebih dari 90% wanita usia
subur yang diperiksa darahnya ternyata positif toksoplasmosis.

Sekitar sepertiga ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis akan


menularkan infeksinya (infeksi vertikal) pada janin yang dikandungnya. Jika
infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan, sekitar 10 -15 % janin akan
terinfeksi, 25% pada trimester kedua, dan infeksi toksoplasmosis pada
trimester ketiga akan menyebabkan penularan janin sekitar 60%.

Makin dini terjadi infeksi toksoplasmosis pada kehamilan, makin berat


infeksi yang diderita oleh janin akibat terjadinya gangguan pada proses
organogenesis. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami infeksi
toksoplasmosis pada trimester ketiga pada umumnya menunjukkan gambaran

79
kelahiran bayi normal, dan baru sesudah beberapa bulan atau beberapa
tahun kemudian terlihat manifestasi klinis akibat infeksi toksoplasmosis.

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, parasit protozoa


bersel tunggal yang bersifat zoonosis, yang dapat ditularkan dari hewan ke
manusia. Kucing memegang peran penting pada penularan toksoplasmosis.
Hewan ini terinfeksi Toxoplasma karena memakan tikus dan rodensia yang
terinfeksi, burung, atau binatang-binatang kecil lainnya. Parasit kemudian
akan berkembang biak di dalam tubuh kucing, memasuki saluran pencernaan
kucing, lalu parasit dikeluarkan bersama tinja kucing. Kucing dan anak-anak
kucing menyukai kotak kotoran (litter box), tanah kebun, dan kotak pasir,
sehingga tinjanya yang mengandung stadium infektif Toxoplasma gondii akan
mencemari benda-benda tersebut.

Gambar
17.
Kotak
kotoran
(litter
box)
untuk
kucing
(URL:

http://3bp.blogspot.com)

.
PENULARAN TOKSOPLASMOSIS
Toksoplasmosis dapat menular melalui beberapa jalan, antara lain :

80
Tidak menggunakan pelindung misalnya sarung tangan pada waktu
berkebun sehingga tangan dan mulut serta alat-alat berkebun terpapar
stadium infektif Toxoplasma gondii.
Makan buah-buahan atau sayuran yang tidak dicuci dengan baik
Makan daging mentah atau daging yang dimasak kurang matang atau
mengolah daging mentah dan tidak mencuci tangan sesudahnya.
Pencemaran makanan dengan pisau atau peralatan masak lain yang
sebelumnya sudah terpapar /kontak dengan daging mentah
Pencemaran air minum dengan tinja kucing
Menerima organ transplan yang tercemar, atau menerima transfusi
darah yang tercemar Toxoplasma.

IMUNITAS TERHADAP TOXOPLASMA GONDII

Jika terjadi infeksi Toxoplasma gondii pada orang normal, baik respon
imun humoral maupun CMI (cell mediated immune response) akan terjadi.
CMI bersifat protektif, sedangkan respon humoral mempunyai nilai diagnostik.

Infeksi pertama Toxoplasma


Pada umumnya imunitas/kekebalan yang timbul sesudah mengalami
infeksi aktif secara normal hanya terjadi satu kali seumur hidup. Karena
parasit Toxoplasma sesudah infeksi pertama tersebut tetap berada di dalam
organ atau jaringan tubuh, maka secara pasif infeksi terjadi secara terus
menerus. Akibatnya maka sistem imun tubuh terhadap Toxoplasma akan
berusaha untuk melawan parasit yang ada. Karena itu parasit akan berusaha
untuk mempertahankan hidupnya di dalam tubuh penderita dengan
menyembunyikan diri dalam bentuk kista yang inaktif, di jaringan atau
organ-organ tubuh (biasanya di otot rangka dan otak).

Sistem imun terhadap infeksi Toxoplasma


Jika sistem imun penderita berfungsi dengan baik dan normal, parasit
tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan tubuh penderita, karena

81
Toxoplasma dalam keadaan tidak aktif (dorman). Akan tetapi jika sistem imun
penderita mengalami gangguan sehingga sistem imun tidak berfungsi
dengan baik (immunocompromised), parasit yang semula dalam keadaan
tidak aktif (dalam bentuk kista di dalam jaringan) akan terangsang menjadi
stadium yang aktif sehingga menimbulkan penyakit toksoplasmosis yang
menyebabkan gangguan kesehatan, misalnya dengan terjadinya keradangan
di organ-organ dan jaringan otak.
Apabila seorang perempuan terinfeksi Toxoplasma gondi, sistem imun
penderita yang normal akan membentuk antibodi terhadap parasit. Antibodi
ini melindungi dirinya dari infeksi Toxoplasma gondii berikutnya. Seorang
perempuan hamil yang terinfeksi Toxoplasma sedikitnya enam bulan sebelum
hamil, akan memperoleh kekebalan terhadap toksoplasmosis. Karena itu
infeksi toksoplasmosis yang dialaminya pada waktu hamil jarang menular ke
janin yang dikandungnya, sehingga bayi yang dilahirkan tidak mengalami
toksoplasmosis kongenital, karena janin tidak tertular atau terinfeksi parasit.

GEJALA TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN


Sebagian besar orang yang tertular Toxoplasma gondi tidak
memperlihatkan adanya gejala klinis (asimtomatis). Sebagian kecil penderita
toksoplasmosis menunjukkan gejala-gejala penyakit mirip flu, disertai
adanya pembesaran kelenjar limfe atau mengeluh sakit otot dan nyeri yang
berlangsung selama satu bulan atau lebih. Toksoplasmosis yang berat yang
menimbulkan kerusakan pada jaringan otak, mata, atau organ-organ lainnya,
dapat terjadi akibat infeksi akut toksoplasmosis atau terjadi infeksi pada
waktu awal kehidupan ketika masih berupa janin yang sekarang menjadi aktif
kembali. Toksoplasmosis yang berat umumnya terjadi pada penderita yang
sistem imun tubuhnya lemah, meskipun pada orang dengan sistem imun yang
normal dapat terjadi toksoplasmosis mata.
Banyak bayi yang terinfeksi toksoplasmosis pada waktu masih berada
di dalam kandungan ibunya tidak menunjukkan gejala atau kelainan pada
waktu dilahirkan, tetapi baru tampak gejala klinisnya beberapa waktu sesudah
dilahirkan. Misalnya anak mengalami kebutaan atau kemunduran

82
intelektualnya. Sejumlah kecil bayi sudah menunjukkan kerusakan mata atau
kelainan otak pada waktu dilahirkan.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN

Pada orang sehat, infeksi Toxoplasma gondii akan memicu


terbentuknya kista (sarcocyst) di berbagai jaringan dan terjadinya kekebalan
atau imunitas terhadap infeksi berikutnya. Pengobatan terhadap penderita
toksoplasmosis pada umumnya dengan memberikan Pirimetamin dikombinasi
dengan Sulfadiazin dan sebaiknya disertai pemberian folinic acid untuk
mencegah terjadinya depresi sumsum tulang.
Pirimetamin diberikan dengan takaran sebagai berikut:
Dosis dewasa: pada hari pertama diberikan pirimetamin 50 mg oral diikuti 6
jam kemudian 25 mg pirimetamin dan 2 gram sulfadiazin. Pada hari ke-2
sampai dengan hari ke-14 diberikan 25 mg/hari pirimetamin ditambah
sulfadiazin 4x1 gram/hari.

Tindakan pada ibu hamil terinfeksi toksoplasmosis


Segera sesudah diagnosis toksoplasmosis pada ibu hamil ditegakkan,
langkah selanjutnya yang harus ditentukan adalah:

(a). Pada penderita yang tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatik), tidak
perlu diberikan pengobatan karena toksoplasmosis dapat sembuh dengan
sendirinya (self limiting disease).

(b). Pengobatan pada perempuan hamil yang menderita toksoplasmosis


masih menjadi perdebatan karena efek toksik dari obat-obatan yang
digunakan.

Pengobatan ibu hamil penderita toksoplasmosis

83
Penggunaan obat-obat untuk perempuan hamil yang menderita
toksoplasmosis harus dengan dengan pengawasan dan diberikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
Pirimetamin plus Klindamisin atau Dapson. Klindamisin digunakan jika
penderita alergi terhadap sulfa.
Obat pilihan untuk ibu hamil atau penderita dengan gangguan sistem
imun (immunocompromised) adalah Spiramisin atau Pirimetamin plus
Sulfadiazin.
Spiramisin sebagai obat tunggal diberikan selama 26 minggu.

Pirimetamin dapat menimbulkan anemia karena menghambat fungsi sumsum


tulang. Karena itu bersama dengan pemberian pirimetamin penderita harus
diberikan tambahan leucovorin (folinic acid) .

Pengobatan dosis tinggi diberikan selama 4-6 minggu, kemudian diikuti


dengan dosis pemeliharaan (maintenance dose) yang lebih rendah. Dosis
pemeliharaan dapat dihentikan jika pengobatan awal(initial therapy) sudah
diberikan, dan penderita tidak menunjukkan gejala dan keluhan.

Rekomendasi WHO untuk pengobatan ibu hamil dengan infeksi akut


toksoplasmosis adalah :

Sampai akhir minggu ke-20 kehamilan, berikan


sembilan juta unit spiramisin oral, per hari selama 4
minggu. Sesudah 4 minggu, regimen ini diulangi.

Sesudah minggu ke-20 kehamilan, sulfadiazin dengan


dosis 1000 mg/hari diberikan selama 4 minggu
dikombinasi dengan pirimetamin 25 mg/hari dan folinic
acid 10 mg/minggu. Sesudah istirahat selama 4 minggu
regimen ini diulangi. Antara masa kehamilan minggu ke-
20 sampai saat persalinan, sebanyak maksimum tiga
siklus pengobatan dapat diberikan.

84
Gambar 18 . Bagan pengobatan ibu hamil dengan toksoplasmosis

PENCEGAHAN TOKSOPLASMOSIS PADA IBU HAMIL


Untuk mencegah terjadinya toksoplasmosis kongenital pada bayi, tindakan
terbaik adalah menjaga agar ibu yang sedang hamil tidak tertular

85
Toxoplasma gondii. Untuk mencegah terjadinya penularan parasit ini
terhadap perempuan hamil, dapat dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:

Litter box kucing harus dibersihkan dan diganti pasirnya setiap hari,
karena parasit yang terdapat pada tinja kucing baru infektif sesudah
beberapa hari sejak dileluarkan bersama tinja kucing. Untuk
membersihkan litterbox sebaiknya dikerjakan oleh orang yang tidak
sedang hamil. Jika tidak memungkinkan, maka perempuan hamil yang
membersihkan litter box harus menggunakan sarung tangan. Sesudah
itu tangan harus dicuci dengan baik, menggunakan air sabun sebersih
mungkin.
Setiap kali terpapar dengan tanah, pasir, daging mentah, atau sayuran
mentah yang belum dicuci, tangan harus segera dicuci dengan bersih
menggunakan sabun dan air.
Daging harus segera dimasak dengan suhu 160 o Fahrenheit atau 71.1o
Celsius sampai warna bagian tengah daging tidak lagi merah muda
atau sampai air daging yang keluar tidak lagi berwarna. Jangan
mencicipi daging yang belum benar-benar matang.
Daging yang tidak segera dimasak, sebaiknya dimasukkan ke dalam
ruang pembeku (freezer) selama beberapa hari sebelum dimasak untuk
mengurangi risiko terjadinya infeksi.
Bersihkan semua peralatan memotong daging, misalnya pisau
pemotong daging dan papan pemotong dengan air sabun panas, setiap
kali sesudah digunakan.
Cucilah sampai bersih, atau kupaslah buah-buahan atau sayuran
sebelum dimakan.
Gunakan sarung tangan jika berkebun atau membersihkan kotak pasir.
Sesudah itu tangan harus dicuci dengan baik menggunakan air sabun.
Hindari minum air yang tidak dimasak atau tidak diproses menjadi air
minum, terutama jika bepergian ke negara-negara kurang berkembang
yang sanitasinya buruk.

86
PEMERIKSAAN SEBELUM HAMIL

Pemeriksaan awal serologi pada ibu hamil dilakukan untuk mengetahui


titer antibodi IgG dan IgM. Adanya antibodi IgG menunjukkan bahwa ibu
pernah terinfeksi Toxoplasma, tetapi tingginya titer IgG tidak dapat
menentukan kapan infeksi tersebut terjadi. Pemeriksaan antibodi IgM
maternal paling sering digunakan untuk menentukan apakah ibu hamil sedang
mengalami infeksi akut toksoplasmosis. Meskipun IgM terbentuk pada saat
terjadi infeksi Toxoplasma, tetapi IgM mungkin juga masih dapat terdeteksi
beberapa tahun sesudah terjadinya infeksi. IgM yang negatif menyingkirkan
adanya infeksi akut toksoplasmosis, sedangkan IgM yang positif masih
memerlukan kajian lebih lanjut.

Perempuan yang merencanakan untuk hamil sebaiknya berkonsultasi


dengan dokter ahli kandungan untuk menentukan perlunya pemeriksaan
darah sebelum terjadi kehamilan.

87
BAB 7

TOKSOPLASMA
KONGENITAL

BATASAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL


PENULARAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL ASIMTOTIK

TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL SIMTOMATIK

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

PENATALAKSANAAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

REKOMENDASI

88
Toksoplasmosis pada seorang perempuan yang sedang hamil dapat
ditularkan ke janin yang dikandungnya, karena Toxoplasma gondii dapat
menembus plasenta. Parasit dapat secara langsung menginfeksi janin dan
menyebabkan kematian janin yang dapat mencapai angka 5% pada
kehamilan akibat infeksi yang terjadi pada trimester pertama. Prevalensi
infeksi kongenital sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis. Prevalensi
penyakit kongenital di Norwegia, Belgia, dan Perancis adalah 2 sampai 3
kasus per 1000 angka kelahiran hidup. Sedangkan di USA angka tersebut
adalah sekitar 1 per 10.000 lahir hidup. Hal ini dipengaruhi oleh angka
kejadian penyakit, cara terjadinya infeksi, perbedaan iklim, perbedaan
budaya, dan standard higiene yang tidak sama. Tingginya infeksi kongenital
di suatu daerah juga tergantung pada keadaan sosial ekonomi, budaya dan
kebiasaan hidup penduduknya.

Infeksi toksoplasmosis kongenital yang dialami oleh 1-5 per 1000


kehamilan, 5-10% berakhir dengan abortus, 8-10% menimbulkan kerusakan
otak dan mata, dan 10-13% bayi akan mengalami gangguan penglihatan.
Meskipun 58-70% ibu yang terinfeksi toksoplasmosis melahirkan bayi normal,
sebagian kecil bayi di kemudian hari akan mengalami retinokorioiditis yang
aktif, atau kemunduranmental (mental retardation)

BATASAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

89
Penderita toksoplasmosis kongenital adalah janin, bayi atau anak
berumur kurang dari satu tahun yang mempunyai salah satu keadaan di
bawah ini:

Ditemukan Toxoplasma gondii di jaringan tubuh atau cairan


tubuh yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan PCR
(polymerase chain reaction), inokulasi mencit, kultur jaringan
atau imunohistokimia;
Ditemukan Antibodi IgM atau IgA yang spesifik dalam darahnya;

Antibodi IgG yang spesifik ditemukan dalam kurun waktu 12


bulan pertama hidupnya;

Sampai umur satu tahun antibodi IgG tetap positif di dalam


darah bayi.

PENULARAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

Penularan secara kongenital hanya terjadi pada ibu hamil yang mengalami
parasitemia dengan Toxoplasma gondii. Infeksi parasit yang terjadi selama
masa kehamilan frekwensinya akan meningkat sesuai dengan umur
kehamilan (penelitian di Perancis tahun 2007).

90
Gambar 19. Frekwensi Toksoplasmosis kongenital pada
masa kehamilan (n=23)
(Sumber: Ancelle et al, 2007)

Parasitemia dapat terjadi pada ibu yang belum pernah terinfeksi Toxoplasma,
mengalami infeksi primer yang aktif dengan parasit ini pada waktu ia sedang
hamil, atau infeksi terjadi pada ibu sebelum hamil telah mengalami
penurunan sistem imun (immune compromised) misalnya menderita AIDS.
Pada infeksi kongenital yang menembus hambatan plasenta (placental
barrier) adalah stadium takizoid Toxoplasma.

Gambar
20.
Bradizoit

Toxoplasma dorman di dalam uterus


(URL: http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/Lecture 3 handout.

Terdapat dua tipe toksoplasmosis kongenital, yaitu toksoplasmosis kongenital


asimtomatik (inapparent) dan toksoplasmosis kongenital simtomatik.

91
TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL ASIMTOMATIK

Sekitar 60% infeksi toksoplasmosis kongenital tidak menunjukkan


gejala klinis dan 90% bayi yang terinfeksi parasit ini mengalami kondisi yang
normal pada waktu dilahirkan. Akan tetapi dalam perkembangannya, 80-90%
dari bayi tersebut dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah
dilahirkan akan mengalami gangguan penglihatan akibat terjadinya infeksi
pada matanya. Sekitar 10% yang lain akan mengalami kehilangan
kemampuan untuk mendengar (tuli) dan atau gangguan dalam proses
belajarnya.

TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL SIMTOMATIK

Hanya sekitar 40% janin yang berisiko terinfeksi Toxoplasma gondii


mengalami infeksi kongenital, yang antara lain tergantung pada waktu
terjadinya infeksi pada ibu. Jika ibu hamil terinfeksi pada trimester pertama
kehamilan, 15% janin akan terinfeksi. Sedangkan jika infeksi terjadi pada
trimester kedua, janin yang terinfeksi meningkat menjadi 30% dan pada
trimester ketiga menjadi 60%. Beratnya infeksi pada bayi tergantung pada
waktu terjadinya infeksi pada masa kehamilan. Infeksi toksoplasmosis yang
terjadi pada awal masa kehamilan akan menimbulkan akibat yang berat pada
janin yang terinfeksi. Infeksi yang sangat berat dapat menyebabkan
terjadinya abortus atau kematian janin yang dilahirkan. Sekitar 10% bayi
yang terinfeksi toksoplasmosis mengalami infeksi berat yang terlihat pada
waktu kelahirannya. Bayi yang baru lahir menunjukkan infeksi mata yang
berat, pembesaran hati dan limpa dan jaundis (kulit dan mata berwarna
kekuningan), dan pneumonia. Beberapa orang bayi diantaranya meninggal
dunia beberapa hari sesudah dilahirkan.

Tabel 6. Akibat penularan toksoplasmosis selama


masa kehamilan dari ibu ke janin
(transmisi vertikal)

92
Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
Sebelum Trimester I Trimester II Trimester III
hamil

% janin 0% 15% 30% 60%


terinfeksi

Beratnya 0 +++ ++ +
kecacatan
akibat
infeksi

(Sumber: Mc Gill, 2008)

Infeksi kongenital yang sebagian besar terjadi pada trimester ketiga


kehamilan, hanya menimbulkan sedikit gejala klinis yang tampak pada bayi
pada waktu dilahirkan, yaitu :
Ruam kulit (rash)
Hepatosplenomegali
Asites
Demam
Korioretinitis
Kalsifikasi periventrikular
Ventrikulomegali
Epilepsi
Kemunduran mental
Uveitis

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL


Untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis kongenital pemeriksaan-
pemeriksaan yang sangat bermanfaat adalah pemeriksaan ultrasonografi,
pemeriksaan talipusat (cordocentesis) dan pemeriksaan cairan amnion
(amniocentesis). Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat ditentukan adanya
ventrikulomegali, kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, asites, pembesaran hati
dan limpa (hepatosplenomegali) dan hambatan pertumbuhan. Contoh darah

93
janin menunjukkan adanya antibodi IgM yang spesifik terhadap Toxoplasma
gondii sesudah umur kehamilan mencapai 20-22 minggu.
Selain itu darah janin dan cairan amnion dapat inokulasi pada hewan
coba (mencit) dan dari darah hewan coba ini kemudian akan dapat ditemukan
Toxoplasma gondii. Selain itu dengan menggunakan metoda PCR ( Polymerse
Chain reaction ) dapat ditentukan adanya gen spesifik Toxoplasma gondii.
PCR merupakan uji diagnostik yang paling peka untuk menentukan diagnosis
toksoplasmosis kongenital.
Bayi juga harus diteliti terhadap kemungkinan mengalami toksoplasmosis
kongenital jika dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV dan Toxoplasma atau
jika ibu mengalami infeksi toksoplasmosis primer pada masa kehamilannya.
Diagnosis prenatal
Diagnosis toksoplasmosis kongenital dapat ditentukan pada masa
prenatal dengan:
1. Menemukan parasit di dalam darah janin atau cairan amnion
2. Antibodi Toxoplasma ( IgM dan IgA) didapatkan di dalam darah janin.
3. Parasit juga bisa diisolasi melalui mencit yang diinokulasi atau
4. Bahan genom ditemukan dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain
reaction ). Adanya infeksi dapat diperkuat jika terdapat serokonversi
maternal selama masa kehamilan. Namun serokonversi pada ibu hamil
tidak selalu mencerminkan telah terjadinya infeksi pada janin.

Pemeriksaan atas janin dan bayi


Pemeriksaan ultrasonografi yang teratur sebaiknya dilakukan jika terdapat
dugaan infeksi kongenital untuk menentukan kelainan pada sistem saraf
pusat dan tanda-tanda lain dari infeksi janin.

Jika pada waktu kelahiran diagnosis toksoplasmosis pada anak tidak


dapat ditemukan, pemeriksaan mata, auditori (pendengaran), dan
pemeriksaan neurologi serta pemeriksaan tomografi kepala sebaiknya juga
dilakukan.
Upaya lain untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis kongenital
adalah dengan mengisolasi Toxoplasma gondii dari plasenta, talipusat, darah
tepi janin dan atau melalui inokulasi hewan coba (mencit). Selain itu dapat

94
juga dilakukan pemeriksaan PCR atas darah dan cairan serebrospinal.
Secara serologi toksoplasmosis kongenital dapat didiagnosis dengan
mendeteksi IgM atau IgA yang spesifik terhadap Toxoplasma atau adanya
IgG yang selalu ada pada bayi berumur kurang dari 12 bulan. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah Double-Sandwich IgM
EIA (DS-IgM EIA) atau IgM Immunosorbent Agglutination Assay (ISAGA) yang
dapat mendeteksi sekitar 75-80% bayi yang mengalami infeksi kongenital.
Kepekaan (sensitivitas) Imunofluoresesen Assay dan Capture-EIA Assay untuk
IgM Toxoplasma lebih rendah dari dari pada kepekaan DS-IgM, IgAEIA atau
ISAGA. Antibodi IgG Toxoplasma dari ibu dengan janin yang tak terinfeksi
parasit biasanya sudah tidak dapat dideteksi lagi pada bayi berumur 6-12
bulan. Data dari New England Regional Newborn Screening Program
menunjukkan bahwa hanya 4% bayi yang ibunya menunjukkan titer serologi
yang positif memperlihatkan adanya tanda-tanda klinis toksoplasmosis
kongenital. Penelitian Wilson dan Remington di Universitas Alabama terhadap
13 orang anak yang dilahirkan dengan serokonversi tanpa gejala infeksi, 85%
akan mengalami kecacatan dalam waktu berumur 3.5-11.2 tahun berupa
adanya kelemahan fungsi organ-organ, korioretinitis, atau memiliki angka IQ
yang rendah.

RISIKO TERJADINYA TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

Risiko terjadinya toksoplasmosis kongenital pada ibu hamil yang


terinfeksi Toxoplasma gondii berdasar pada saat terjadinya infeksi dan
penularan infeksi dari ibu ke janin menunjukkan bahwa semakin awal terjadi
serokonversi pada ibu hamil, semakin tinggi risiko terjadinya toksoplasmosis
kongenital dengan gejala klinis yang terlihat sesudah bayi dilahirkan.

Tabel 7. Penularan transplasenta toksoplasmosis pada kehamilan

Umur kehamilan Kejadian penularan Risiko terjadinya gejala


(minggu) terjadinya transplasenta klinis sebelum umur 3
serokonversi (%) tahun (%)

95
12 6 75
16 15 55
20 18 40
24 30 33
28 45 21
32 60 18
36 70 15
40 80 12

(Dunn,dkk.1999)

* Diagnosis infeksi janin berdasar pemeriksaan kordosentesis atau


amniosentesis 4 minggu sesudah serokonversi ibu hamil.

Ibu hamil yang terinfeksi pada minggu ke-10 sampai minggu ke-24
kehamilan, 5-6% bayi akan mengalami infeksi berat, sedangkan jika infeksi
pada ibu terjadi pada masa akhir kehamilan, bayi yang mengalami infeksi
berat toksoplasmosis sangat kecil jumlahnya.

Gambar 21. Hidrosefalus toksoplasmosis kongenital


(URL: http://www.austincc.edu)

Tabel 8. Gejala klinis toksoplasmosis kongenital

Splenomegali 90%

96
Jaundis 80 %

Demam 77 %

Hepatomegali 77 %

Limfadenopati 68 %

Choroidoretinitis 66 %

Pneumonia 40%

Konvulsi 25 %

Kalsifikasi intrakranial 18%

(Sumber: Mc Gill, 2008)

Gambar 22. Hepatosplenomegali pada bayi dengan


toksoplasmosis kongenital.
(URL: http://aapredbook.aappublications.org/cgi/figsearch)

97
Gambar 23. Mata anak menderita toksoplasmosis kongenital
(URL: http://www.gulfordeye.com/toxoplasmosis).

PENATALAKSANAAN TOKSOPLASMOSIS KONGENITAL

Sebaiknya pengamatan terhadap toksoplasmosis dilakukan sejak


sebelum seorang perempuan mengalami kehamilan. Pemeriksaan juga
dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi akut toksoplasmosis pada ibu
hamil. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan atas darah janin untuk
memeriksa adanya Toxoplasma gondii, baik dengan uji serologi maupun
pemeriksaan mikroskopis sesudah parasit diinokulasi pada hewan coba atau
dibiakkan pada medium biakan. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap sistem
saraf pusat janin dapat juga dilakukan. Ibu hamil yang terinfeksi
toksoplasmosis akut sebaiknya diobati dengan spiramisin. Jika janin juga
diduga telah terinfeksi harus segera diberikan pengobatan dengan
pirimetamin atau sulfadiazin untuk mencegah dan mengurangi terjadinya
kecacatan akibat toksoplasmosis. Pengamatan intensif terhadap bayi yang
dilahirkan dengan kemungkinan terjadinya toksoplasmosis kongenital dan
toksoplasmosis subklinis harus dilakukan. Pengobatan yang segera diberikan
dapat mengurangi terjadinya kecacatan di kemudian hari, tetapi tidak dapat
menyembuhkan kecacatan misalnya korioretinitis yang sudah terjadi.

98
BAB 8

KLINIS DAN
DIAGNOSIS
TOKSOPLASMOSIS

TOKSOPLASMOSIS PADA IMUNITAS NORMAL


TOKSOPLASMOSIS ORGAN
TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN

99
DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS
o Pemeriksaan serologi
o Pemeriksaan Mikroskopis
o Penghitungan sel CD4
o PCR

Diagnosis toksoplasmosis selain ditentukan oleh adanya gejala dan


keluhan penderita, juga dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan
mikroskopis atas darah atau melalui pemeriksaan histopatologi atas
jaringan/organ penderita untuk menemukan parasit dalam berbagai bentuk
atau stadiumnya, misalnya stadium takizoit yang ada di dalam darah,
sumsum tulang, paru, limpa atau jaringan otak.
Gejala-gejala klinis dan keluhan toksoplasmosis umumnya tidak spesifik
sehingga tidak dapat digunakan untuk menetapkan diagnosis pasti. Banyak
penyakit-penyakit infeksi lain yang gejala klinisnya menyerupai gejala klinis
toksoplasmosis. Diagnosis pasti toksoplasmosis ditegakkan dengan bantuan
pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopis, biakan parasit melalui kultur jaringan,
inokulasi hewan coba, pemeriksaan serologi, PCR atau pengukuran sel CD4.

TOKSOPLASMOSIS PADA IMUNITAS NORMAL

100
Pada sebagian besar orang sehat dengan sistem imun yang tidak
mengalami gangguan (immunocompeten), infeksi Toxoplasma gondii tidak
menimbulkan gejala atau keluhan (asimtomatis). Pada beberapa orang
dewasa, sesudah melewati masa inkubasi (waktu berselang antara saat
terjadinya infeksi dan dapat dideteksinya titer antibodi yang positif) berkisar
antara 10-23 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, dan antara 5-20 hari
jika infeksi terjadi karena masuknya ookista yang infektif, gejala klinis dapat
dijumpai. Sebagian penderita menunjukkan gejala-gejala klinis mirip flu,
misalnya demam, yang berlangsung selama beberapa minggu, limfadenopati,
malaise, keringat malam, atau nyeri otot .
Keluhan penderita dan gejala klinis lainnya dapat berupa kaku leher,
sakit kepala, lelah, anoreksia, sakit sendi arthralgia, ruam kulit ( rash), dan
sakit tenggorokan. Gejala klinis yang jarang terjadi antara lain adalah mual-
mual, sakit telinga, bingung (confusion), nyeri mata dan nyeri perut. Gejala-
gejala dan keluhan penderita tersebut dapat berlangsung selama satu bulan
atau lebih.
TOKSOPLASMOSIS ORGAN

Pada toksoplasmosis yang berat yang menimbulkan kerusakan otak,


mata, atau kerusakan organ-organ tubuh lainnya, penderita dapat mengalami
gejala klinis yang akut akibat kerusakan organ-organ tersebut, atau terjadi
peningkatan beratnya gejala yang timbul pada awal infeksi. Gejala klinis yang
berat ini terutama terjadi pada penderita yang mengalami gangguan sistem
kekebalan tubuh (immunocompromised), misalnya penderita AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome), penderita yang sedang mendapatkan
kemoterapi, penerima cangkok organ, atau orang-orang yang sedang
mendapatkan pengobatan imunosupresif dengan immunosuppresive drugs.
Manifestasi klinik penting yang terjadi pada toksoplasmosis berat
adalah ensefalitis dengan gejala-gejala klinis berupa sakit kepala, disorientasi,
drowsiness (mengantuk), hemiparesis, dan terjadinya perubahan-perubahan
refleks saraf.

101
Gambar 24. Toksoplasmosis paru pada penderita dengan
transplantasi sumsum tulang menunjukkan adanya
infiltrat bilateral yang difus
(Sumber: Martinez-Giron R.dkk.2008).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa Toksoplasma gondii dapat


menimbulkan akibat pada kepribadian penderita dan
gangguan kejiwaan misalnya depresi, ansitas ( anxiety) dan
skizofrenia. Parasit ini menghasilkan enzim yang bersifat
seperti tyrosine hydroxylase dan phenylalanine hydroxylase
yang merangsang pembentukan dopamin suatu
neurotransmiter yang berperan pada suasana hati (mood),
kepekaan sosial, perhatian dan atensi serta motivasi dan pola
tidur. Skizofrenia telah lama dikaitkan dengan gangguan
pengaturan dopamin. Selain itu seperti halnya pada
skizofrenia, pada penderita toksolasmosis ditemukan
kerusakan pada astrosit di dalam otak.

Penderita HIV dengan toksoplasmosis SSP (susunan saraf pusat)


umumnya seropositif antibodi IgG anti-toxoplasma, tetapi IgG yang positif
tidak selalu mendukung diagnosis HIV-toksoplasmosis. Antibodi anti-

102
toxoplasma IgM biasanya negatif; jika IgM positif hal ini menunjukkan adanya
infeksi akut dengan Toxoplasma gondii yang baru terjadi.

Gambar 25. Toksoplasmosis otak. Perhatikan adanya lesi-lesi


berbentuk cincin pada kedua hemisfer otak disertai adanya edema yang jelas
(Sumber: University of Cincinati)

Untuk menetapkan diagnosis pasti toksoplasmosis SSP harus


ditunjukkan adanya kumpulan gejala berupa gejala klinis toksoplasmosis,
adanya lesi otak dengan CT, MRI, atau pemeriksaan radiografik lainnya, dan
ditemukannya Toxoplasma gondii pada sampel klinis dari penderita.
Jika tidak tersedia bantuan pemeriksaan radiografik (misanya CT Scan
atau MRI), namun penderita menunjukkan adanya gambaran klinis neurologi
fokal dan pemeriksaan CD4 kurang dari 200 sel per mikroliter, dapat
dilakukan pengobatan percobaan dengan obat-obat anti toksoplasmosis
konvensional yang umum dipakai. Jika 1-2 minggu sesudah pemberian
pengobatan percobaan tidak menunjukkan perbaikan klinis dan atau
radiologik, diagnosis toksoplasmosis dapat diabaikan.

TOKSOPLASMOSIS MATA

Toksoplasmosis mata (ocular toxoplasmosis) umumnya terjadi pada


satu mata (unilateral) dan kelainan yang paling sering dialami penderita

103
adalah retinochoroiditis yang meninggalkan retinochoroidal scarring. Kelainan
mata kongenital ini umumnya tidak diketahui pada waktu bayi baru dilahirkan.
Sekitar 20-80% toksoplasmosis mata baru tampak gejalanya sesudah anak
tumbuh menjadi orang dewasa. Gejala akut yang terjadi antara lain adalah:
nyeri mata, fotofobi (peka terhadap sinar), mata selalu berair, penglihatan
kabur. Anak dapat juga menunjukkan adanya mikrooftalmia
(microophthalmia).

Gambar 26. Mikroofalmia mata kiri penderita


toksoplamosis kongenital
(Sumber: USDA http://www.infonet-
biovision.org/default/ct/670/animalDiseases)

Pada pemeriksaan klinis pada mata yang sakit didapatkan iritis


granulomata, vitritis, pembengkakan optic disc, neuroretinitis, vaskulitis dan
oklusi vena retina. Pada pemeriksaan funduskopi, toksoplasmosis aktif
menunjukkan adanya lesi koreoretina dan sel vitreus yang berwarna putih
kekuningan. Pada mata satunya mungkin terdapat gambaran toksoplasmosis
yang inaktif dengan edema makular sistoid dan neovaskularisasi koroidal.
Gangguan dan kerusakan mata dapat terjadi berulang-ulang yang semakin
lama semakin berat gejalanya, berlangsung progresif sehingga akhirnya
penderita mengalami kebutaan.

104
Gambar 27. Kerusakan mata pada toksoplasmosis kongenital.
(a) infeksi aktif (b) Jaringan parut pada infeksi yang tak aktif
(URL: http://cms.revoptom.com/handbook)

TOKSOPLASMOSIS KULIT

Meskipun jarang dilaporkan, kelainan kulit dapat terjadi pada infeksi dapatan
toksoplasmosis. Kelainan kulit bentuknya mirip roseola dan eritema-
multiforme, nodul mirip prurigo, urtikaria, dan lesi makulopapula. Bayi yang
baru lahir dapat menunjukkan gambaran makula punktata, ekimosis, atau lesi
blueberry muffin. Pada blueberry muffin bayi menunjukkan gambaran kulit
dengan papul dan nodul berwarna merah-biru yang menyebar. Diagnosis
toksoplasmosis kulit ditegakkan berdasar ditemukannya takizoit Toxoplasma
gondii yang terdapat di dalam epidermis berukuran 6x2 mikron, berbentuk
busur panah, dengan inti yang berukuran sepertiga ukuran parasit. Dengan
pewarnaan Giemsa jaringan, sitoplasma parasit berwarna biru, sedangkan inti
berwarna merah. Parasit juga bisa diperiksa dengan mikroskop elektron.

105
Gambar 28. Blueberry muffin pada toksoplasmosis kulit
(URL: http://www.neonet/ch)

TOKSOPLASMOSIS PADA PEREMPUAN

Pada perempuan hamil yang terinfeksi toksoplasmosis sebelum hamil,


janin yang belum dilahirkan akan terlindungi dari penyakit ini karena ibu telah
memiliki kekebalan terhadap toksoplasmosis. Dalam keadaan ini tidak terjadi
penularan kongenital.
Jika perempuan hamil terinfeksi toksoplasmosis, sebagian besar tidak
menunjukkan gejala (subklinis atau asimtomatis). Sepuluh sampai 20%
diantaranya menunjukkan gejala yang tidak khas yang mirip influenza,
demam, lelah dan lemah badan, atau malaise. Dapat terjadi limfadenitis, nyeri
perut, sakit punggung dan sakit kepala dan terjadi pembesaran hati dan
limpa. Kelainan dan keluhan ini dapat berlangsung beberapa bulan dan akan
menghilang dengan sendirinya. Seringkali gejala dan keluhan ini didiagnosis
sebagai mononukleosis infeksiosa. Selama masa kehamilan atau beberapa
saat sebelum hamil, ibu dapat menularkan parasit kepada janin yang
dikandungnya melalui plasenta (transplacental) sehingga menyebabkan
terjadinya penularan kongenital. Kerusakan yang terjadi pada janin umumnya
lebih berat jika penularan terjadi pada trimester pertama kehamilan.

106
Akibatnya terjadi keguguran (abortus), bayi lahir mati, atau bayi yang
dilahirkan menunjukkan gejala-gejala toksoplasmosis kongenital (misalnya
hidrosefalus atau hepatomegali).
Infeksi Toxoplasma yang diderita perempuan sebelum ia hamil, dapat
menjadi reaktif jika selama masa kehamilannya kemudian mengalami
keadaan immunocompromised yang memicu terjadinya infeksi kongenital.

Ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma


gondii dapat mengalami :

Abortus
Anak lahir mati
Anak lahir menunjukkan gejala
1. hidrosefalus atau mikrosefalus
2. kebutaan
3. gangguan mental
4. epilepsi
5. kelainan kulit

Penelitian mutakhir menunjukkan adanya hubungan kuat antara


toksoplasmosis dengan meningkatnya kelahiran anak laki-laki dibandingkan
dengan kelahiran anak perempuan. Pada ibu yang menunjukkan reaksi
serologi positif terhadap Toxoplasma gondii kemungkinan melahirkan anak
laki-laki dibanding kelahiran anak perempuan adalah 260 kelahiran anak laki-
laki dengan 100 kelahiran anak perempuan. Penelitian juga menunjukkan
bahwa pada ibu dengan titer negatif atau dengan titer yang rendah terhadap
Toxoplasma , rasio jenis kelamin anak yang dilahirkannya tidak berbeda.
Bayi yang terinfeksi toksoplasmosis, seringkali belum menunjukkan
gejala-gejala klinis toksoplasmosis pada waktu dilahirkan, dan baru
menunjukkan gejala klinis beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah bayi
tumbuh dan berkembang menjadi anak yang lebih besar, yang mengalami
kebutaan, gangguan mental, atau menderita ayan (epilepsi).

DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS

107
Diagnosis toksoplasmosis umumnya ditentukan dengan menemukan
antibodi-antibosi yang spesifik terhadap Toxoplasma, IgG, IgM atau IgA.
Antibodi imunoglobulin dapat dideteksi beberapa minggu sesudah
berlangsungnya infeksi melalui pemeriksaan-pemeriksaan Dye Test (DT),
Indirect Fluorescent Antibody Test (IFA), Enzyme Immunoassays (ELISA,
Immunoblots).

Selain itu diagnosis juga ditetapkan dengan adanya gejala dan keluhan
penderita, hasil pemeriksaan mikroskopis atas darah atau melalui
pemeriksaan histopatologi atas jaringan/organ penderita untuk menemukan
parasit dalam berbagai bentuk atau stadiumnya, misalnya stadium takizoit
yang ada di dalam darah, sumsum tulang, paru, limpa atau jaringan otak.

Pemeriksaan serologi. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan pada hewan


coba, 4-6 minggu pasca inokulasi. Pemeriksaan serologi merupakan cara
pemeriksaan yang umum dilakukan untuk menentukan diagnosis
toksoplasmosis.
Pemeriksaan mikroskopis. Untuk menentukan diagnosis pasti
toksoplasmosis pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk menemukan
parasit dalam berbagai bentuk stadium.
Biakan parasit. Bahan infektif dibiakkan dengan pada medium buatan atau
melalui kultur jaringan (tissue culture).
Inokulasi hewan coba. Darah atau cairan tubuh hewan diinokulasi
intraperitoneal ke hewan coba misalnya mencit. Enam sampai 10 hari
kemudian cairan peritoneum diperiksa untuk menunjukkan adanya
Toxoplasma gondii di dalamnya. Jika parasit tidak ditemukan,
pemeriksaan serologi dilakukan untuk menunjukkan adanya antibodi
terhadap Toxoplasma gondii.
Pemeriksaan PCR (Polymerae chain reaction) . Cara ini terutama dilakukan
untuk mendeteksi parasit yang terdapat di dalam uterus (in utero) pada
toksoplasmosis kongenital.

108
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi umumnya dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis toksoplasmosis. Suatu sampel serum yang positif
hanya menunjukkan bahwa hospes pernah terinfeksi Toxoplasma gondii di
masa lalu. Bukti serologi tentang adanya infeksi akut toksoplasmosis dapatan
hanyalah jika terjadi kenaikan titer antibodi sebesar 4-6 kali pada
pemeriksaan serum yang diambil 2-4 minggu sesudah pengambilan serum
pertama. Atau jika dapat dideteksi adanya antibodi IgM yang spesifik. Banyak
jenis pemeriksaan serologi telah digunakan untuk mendeteksi antibodi-
antibodi terhadap Toxoplasma gondii. Akan tetapi metoda ini tidak dapat
dilakukan jika penderita berada dalam keadaan imunodefisiensi, misalnya jika
ia juga menderita AIDS.
Dalam keadaan normal antibodi IgM dan IgG pada toksoplasmosis
dapat dideteksi dalam waktu yang bersamaan. Meskipun demikian pada
umumnya IgG akan tetap positif selama bertahun-tahun, sedangkan IgM akan
tidak ditemukan sesudah penderita diberi pengobatan anti toksoplasma.
Adanya antibodi, meskipun dengan titer rendah, harus diperhatikan
mengingat pada penderita toksoplasmosis mata misalnya, titer-tirer antibodi
terhadap Toxoplasmosis gondii biasanya rendah.
Titer IgM akan meningkat pada waktu seseorang dengan sistem imun
yang normal baru mengalami infeksi Toxoplasma. Pada penderita AIDS yang
terinfeksi Toxoplasma dapat mengalami penyebaran luas infeksinya
(disseminated infection), tanpa menunjukkan adanya peningkatan titer
antibodi. Dalam keadaan normal, jika IgG dan IgM negatif, infeksi
toksoplasmosis dapat dinyatakan tidak terjadi. Jika IgG dan IgM keduanya
positif, penderita dinyatakan menderita toksoplasmosis akut. Karena itu jika
pada pada waktu dilakukan pemeriksaan awal IgG positif, sebaiknya
dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan IgM. Jika IgM menunjukkan titer
positif berarti penderita menderita toksoplasmosis akut atau baru mengalami
infeksi dengan Toxoplasma gondii. Namun hendaknya diperhatikan bahwa :

109
Pemeriksaan IgM sebaiknya dilakukan untuk membantu
menentukan apakah seorang baru terinfeksi atau telah lama
terinfeksi toksoplasmosis.
Banyak test kit IgM komersial rendah mutunya, kurang
spesifik, sehingga untuk menghindari kesalahan hasil
pemeriksaan harus dikonfirmasi ke laboratorium rujukan
(reference lab).

Antibodi IgM masih dapat tetap positif selama berbulan-bulan


sampai lebih dari satu tahun sesudah terjadi infeksi.

Karena itu jika IgG positif sebaiknya sampel darah dikirim ke CDC atau
laboratorium rujukan untuk dilakukan uji IgM untuk memastikan adanya
Toxoplasma gondii. Uji IgM ini dapat dilakukan dengan memeriksa parasit
melalui pemeriksaan:

Sabin-Feldman Dye Test (Dye Test disingkat DT)


Direct Agglutination Test (DAT)
Immuno Fluorescent Antibody Test (IFAT)

Pemeriksaan-pemeriksaan serologi lain yang dapat menggunakan parasit


sebagai sebagai bahan antigen untuk melakukan pemeriksaan :
ELISA (Enzyme-linked Immunoabsorbent Assay),
Latex Agglutination Test
Modified Agglutination Test,
Indirect Haemagglutination Test dan
Complement Fixation Test (CFT).
Sabin-Feldman Dye Test
Pemeriksaan serologi yang memberikan hasil paling dapat dipercaya
adalah pemeriksaan Sabin-Feldman dye test. Sebagai antigen dalam
pemeriksaan in digunakan takizoit hidup Toxoplasma gondii yang ganas
(virulen). Antigen direaksikan dengan larutan serum uji dan faktor komplemen

110
yang mirip komplemen yang terdapat di dalam serum manusia yang tidak
mengandung antibodi terhadap Toxoplasma. Pemeriksaan Sabin-Feldman
merupakan uji serologi yang paling sensitif untuk menentukan diagnosis
toksoplasmosis. Kendala utama pemeriksaan ini adalah beayanya yang mahal
dan risikonya yang tinggi karena menggunakan organisme hidup.

Indirect Fluorescent Antibody Test


Indirect fluorescent antibody test (IFAT) dalam beberapa keadaan
dapat meniadakan kekurangan Sabin-Feldman Dye Test. Pada IFAT
digunakan antigen berasal dari takizoit Toxoplasma gondii yang telah
dimatikan, dan antigen ini sudah dapat diperoleh di pasaran komersial. Titer
yang diperoleh dengan IFAT sesuai dengan titer yang diperoleh melalui Sabin-
Feldman Dye Test. Kendala penggunaan IFAT adalah harus digunakannya
mikroskop fluoresen yang memerlukan sinar ultraviolet. Selain itu untuk setiap
spesies yang diuji diperlukan globulin anti-spesies yang berfluoresen. Pada
hospes yang mempunyai antibodi anti-nuklir dapat terjadi titer positif semu
(false-positive). Penggunaaan IFAT sangat bermanfaat untuk menentukan
diagnosis toksoplasmosis dapatan pada manusia, tetapi sangat terbatas
penggunaannya dalam menetapkan diagnosis toksoplasmosis pada hewan.

Agglutination Test
Uji aglutinasi mudah dikerjakan dan larutan antigen yang dipakai telah
dijual bebas secara komersial di berbagai negara. Meskipun uji serologi ini
mudah dikerjakan, tetapi biasanya tidak dapat mendeteksi adanya antibodi
selama fase toksoplasmosis akut. Pada Modified Agglutination Test digunakan
antigen berasal dari takizoit yang sudah dimatikan dan serum uji terlebih
dahulu dicampur dengan 2-merkaptoetanol untuk menghilangkan aglutinin
yang tidak spesifik. Untuk pemeriksaan serologi masa depan, uji ELISA yang
menggunakan larutan antigen, tampaknya merupakan pemeriksaan yang
spesifik dan menjadi pemeriksaan serologi baku ( standard) di masa depan.
Untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis dengan melakukan uji serologi
atas darah penderita, penentuan adanya antibodi terhadap Toxoplasma

111
gondii baik IgG maupun IgM merupakan uji serologi yang paling sering
dilakukan. Tata cara uji serum dilakukan sesuai prosedur yang umum
dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 29. Uji serum untuk konfirmasi toksoplasmosis

1. Titer IgG mulai meningkat 1-2 minggu sesudah infeksi. Puncak titer
dicapai pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8, kemudian titer
menurun bertahap dalam waktu beberapa bulan sampai beberapa
tahun titer IgG yang rendah dapat dideteksi seumur hidup.
2. IgM terpantau segera sesudah atau sebelum timbulnya gejala.
Biasanya IgM menurun dalam waktu 4-6 bulan, tetapi kadang-kadang
masih positif dalam titer rendah sampai satu tahun.
3. Individu immunocompromised tidak membentuk IgM. Titer antibodi
tidak ada hubungannya dengan beratnya penyakit.

112
Dengan pemeriksaan/uji serologi terhadap adanya Toxoplasma gondii dengan
ditemukannya IgG dan atau IgM pada pemeriksaan tersebut dapat
disimpulkan hasilnya sebagai berikut:

Tabel 9. Kesimpulan Hasil Uji Serologi Toxoplasma gondii

Laporan/Kesimpulan
IgG IgM (kecuali untuk janin)

Negatif Negatif Tak ada infeksi Toxoplasma gondii


Negatif Meragukan Mungkin infeksi dini akut atau reaksi IgM positif-
palsu. Ulang uji IgG dan IgM dengan sampel baru.
Jika hasilnya sama, penderita mungkin tidak
terinfeksi Tg. Toxoplasma gondii
Negatif Positif Mungkin infeksi akut atau IgM positif-palsu. Uji IgG
dan IgM dengan sampel baru. Jika hasilnya sama,
mungkin IgM positif-palsu.
Meragukan Negatif Tak jelas: Uji IgG dengan sampel baru. Atau uji IgG
dengan metoda lain.
Meragukan Meragukan Tidak jelas: Uji IgG dan IgM dengan sampel baru.
Meragukan Positif Mungkin infeksi akut Toxoplasma gondii Uji ulang
IgG dan IgM dengan sampel baru. Jika hasilnya sama
atau IgG menjadi positif, kirim kedua sampel ke
Reference Lab (laboratorium rujukan) menentukan
diagnosis toksoplasmosis lebih lanjut.
Positif Negatif Terinfeksi Toxoplasma gondii lebih dari 1 tahun.
Positif Meragukan Terinfeksi dengan Toxoplasma gondii lebih dari 1
tahun atau reaksi IgM positif-palsu. Jika hasil
pemeriksaan sampel kedua tetap sama, kedua
sampel kirimkan ke Reference Lab.
Positif Positif Mungkin infeksi baru sesudah infeksi 12 bulan yang
terakhir. Kirim sampel ke Reference Lab yang
berpengalaman dalam toksoplasmosis.

( Sumber: Food and Drug Administration. FDA Public Health Advisory)


URL:www.fda.gov/cdrh/toxopha.htm)

Antibodi IgA

IgA dapat ditemukan pada serum orang dewasa penderita infeksi akut
dan bayi yang terinfeksi secara kongenital. Antbodi IgA masih dapat
ditemukan sampai beberapa bulan sampai satu tahun sesudah infeksi, Pada
bayi dengan toksoplasmosis kongenital yang menunjukkan antibodi IgM yang

113
negatif, diagnosis serologi dapat ditentukan dengan adanya antibodi IgA dan
IgG.

Antibodi IgE

Antibodi IgE dapat ditemukan pada infeksi toksoplasmosis yang akut


pada orang dewasa, toksoplasmosis kongenital dan pada anak yang
menderita toksoplasmosis korioretinitis. Karena masa positifnya yang pendek
dibandingkan dengan keberadaan IgM dan IgA, maka adanya IgE hanya
merupakan penguat diagnosis toksoplasmosis.

Toxoplasma Serological Profile (TSP)

TSP meliputi Sabin-Feldman Dye Test (DT), double sandwich IgM


ELISA, IgA ELISA, IgE ELISA dan AC/HS test. TSP secara klinis dapat
membantu menetapkan toxoplasmosis limfadenitis, miokarditis, chorioretinitis,
dan toksoplasmosis di masa kehamilan. TSP lebih baik hasilnya dibandingkan
jika dilakukan uji serologi dengan satu jenis antibodi saja misalnya uji IgG
atau Uji IgM.

Pemeriksaan mikroskopis

Toxoplasma gondii dapat ditemukan di dalam jaringan melalui biopsi


atau nekropsi/bedah jenasah. Pemeriksaan ini terutama dimanfaatkan pada
penderita dengan imunosupresi atau penderita toksoplasmosis dengan AIDS,
dimana sintesis antibodi pada sistem imun terganggu sehingga antibodi
rendah produksinya. Infeksi Toxoplasmosis gondii dapat ditentukan
diagnosisnya dengan cepat dengan membuat hapusan lesi jaringan pada
gelas objek. Sesudah dikeringkan 10-30 menit lamanya, hapusan jaringan
difiksasi dalam metil alkohol dan dilkukan pewarnaan Romanowsky. Parasit
yang mengalami degenerasi tidak jarang dijumpai pada lesi jaringan,
berbentuk lonjong dengan sitoplasma yang kurang jelas pewarnaannya
dibandingkan dengan pewarnaan inti.

114
Diagnosis toksoplasmosis hanya dapat ditetapkan jika gambaran khas
Toxoplasma gondii ditemukan, karena sel-sel hospes yang mengalami
degenerasi mirip dengan sel parasit yang mengalami degenerasi. Pada
sayatan tipis (thin section), takizoit Toxoplasma gondii berbentuk lonjong atau
bulat, yang hasil pewarnaannya tidak berbeda dengan hasil pewarnaan sel
hospes.

Kista jaringan kadang-kadang dapat ditemukan pada daerah yang


mengalami lesi. Kista jaringan biasanya berbentuk sferis dan mempunyai
dinding positif-perak (silver-positive); bradizoit dapat jelas jika diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff Stain. Pewarnaan imunohistokimia dan PCR
(Polymerase Chain Reaction) dapat digunakan untuk melakukan identifikasi
kista jaringan Toxoplasma gondii, meskipun jaringan sudah difiksasi dengan
formalin. Pengamatan dengan mikroskop elektron dapat membantu
menetapkan diagnosis pasti toksoplasmosis. Untuk menetapkan diagnosis
toksoplasmosis serebral pada manusia, teknik computed tomography dapat
dimanfaatkan, disamping inokulasi bahan biopsi pada mencit sebagai hewan
coba atau melakukan kultur sel/jaringan.

115
Gambar 30. Biopsi Toxoplasma otak ; pewarnaan dengan Hematoxylin-
Eosin (URL: http://www.labmed.ucsf.edu/education)

Penghitungan sel CD4

Sel-T (atau Limfosit-T) adalah sel darah putih yang berperan penting
pada sistem imun. Terdapat dua tipe utama sel-T yaitu tipe pertama yang
mempunyai molekul CD4 pada permukaan sel, sel penolong (helper cell) yang
mengatur respon imun badan terhadap mikroorganisme, misalnya virus. Sel-T
yang kedua mempunyai molekul CD8 yang berperan menghancurkan sel-sel
yang terinfeksi.
Dengan menghitung jumlah sel CD4 di dalam darah, dapat ditentukan
kemampuan sistem imun seseorang dan diperhitungkan besarnya risiko
komplikasi dan kemungkinan=kemungkinan yang bisa terjadi akibat infeksi.
Dalam keadaan kesehatan yang normal titer CD4 berkisar antara 600-1200
sel/mm3.
Sesudah diagnosis toksoplasmosis ditegakkan, titer CD4 diukur dan 4
minggu sesudah pengobatan antitoksoplasmosis diberikan pengukuran
diulang kembali. Sebaiknya penghitungan CD4 dilakukan setiap 3-4 bulan
sekali.
PCR

Polymerase Change Reaction (PCR) digunakan untuk mendeteksi DNA


Toxoplasma gondii yang terdapat di dalam cairan tubuh dan jaringan. Dengan
menggunakan metoda PCR diagnosis toksoplasmosis kongenital,
toksoplasmosis mata, toksoplasmosis serebral, dan toksoplasmosis yang
menyebar (disseminated toxoplasmosis ) dapat lebih mudah dipastikan.

Penggunaan PCR untuk mendeteksi Toxoplasma gondii yang ada di dalam


cairan amnion menjadi metoda paling baik untuk menetapkan diagnosis dini

116
infeksi toksoplasmosis pada janin. Selain itu dengan PCR dapat dihindari
penggunaan prosedur invasif yang membahayakan hidup janin.

Melalui PCR dapat dideteksi Toxolasma gondii yang ada di dalam jaringan
otak, cairan serebrospinal, cairan vitreus, cairan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage-BAL), urin, cairan amnion, dan darah tepi.

BAB 9

PENGELOLAAN
TOKSOPLASMOSIS

117
TOKSOPLASMOSIS DAPATAN
TOXOPLASMOSIS PADA IBU DAN ANAK
- Pengobatan toksoplasmosis pada kehamilan
- Pertimbangan pengobatan selama kehamilan
TOKSOPLASMOSIS PADA PENDERITA HIV/AIDS
- Pengobatan toksoplasmosis-HIV/AIDS.
TOKSOPLASMOSIS MATA
IMUNOPATI

Orang sehat yang tidak mengalami gangguan sistem imun, jika


terinfeksi Toxoplasma gondii pada umumnya jarang menunjukkan gejala klinis
atau keluhan yang jelas.

TOKSOPLASMOSIS DAPATAN

Sebagian besar infeksi toksoplasmosis pada manusia tidak


menunjukkan gejala klinis (asimtomatik) sehingga tidak diperlukan
pengobatan. Kecuali jika terjadi kecelakaan di laboratorium dimana seseorang
terinfeksi parasit ini, diperlukan pengobatan pencegahan. Penderita
toksoplasmosis dapatan (acquired toxoplasmosis) yang menunjukkan adanya
keluhan atau gejala jarang yang memerlukan pengobatan selain pengobatan

118
suportif. Pada penderita yang menunjukkan gejala meningoensefalitis,
miokarditis atau ruam kulit (skin rash) yang luas, dapat diberikan pengobatan
yang sesuai sedikitnya selama 2 minggu tetapi tidak lebih dari 4 minggu.
Sulfonamid dan pirimetamin (daraprim) merupakan dua obat yang
paling banyak digunakan untuk mengobati toksoplasmosis pada manusia.
Kedua obat ini secara sinergis menghambat metabolisme p-aminobenzoic acid
dan folic-folinic acid. Kedua obat ini biasanya ditoleransi dengan baik oleh
penderita, meskipun kadang-kadang dapat menimbulkan trombositopenia,
leukopenia, atau keduanya. Sulfonamid yang sering digunakan adalah
sulfadiazin, sulfametazin dan sulfamerazin, semuanya sama efektifnya untuk
mengobati toksoplasmosis. Secara umum, setiap sulfonamid yang dapat
berdifusi menembus sel membran hospes dapat digunakan untuk mengobati
toksoplasmosis. Meskipun obat-obat ini efektif jika diberikan pada fase akut
toksoplasmosis, obat ini tidak dapat memberantas infeksi jika parasit sedang
dalam keadaan aktif membelah diri. Karena komponen sulfa sudah
dikeluarkan dari tubuh penderita dalam waktu beberapa jam sesudah
diberikan, dalam sehari obat sulfa sebaiknya diberikan dalam dosis yang
terbagi. Spiramisin, obat yang telah digunakan mengobati perempuan hamil
untuk mengurangi akibat toksoplasmosis kongenital, belum diijinkan
digunakan untuk mengobati penderita toksoplasmosis di USA. Sampai
sekarang belum ditemukan obat yang efektif untuk memberantas kista
jaringan.
Pada orang sehat yang menunjukkan gejala klinis toksoplasmosis,
sebagai obat pilihan dapat diberikan kombinasi Pirimetamin (Daraprim) dan
Sulfadiazin. Karena pirimetamin termasuk suatu antagonis folic acid,
pemberian pirimetamin sebaiknya diberikan bersama dengan asam folinik
(folinic acid). Hendaknya pada pengobatan pirimetamin harus selalu
memperhatikan efek sampingnya yaitu adanya supresi sumsum tulang dan
gangguan fungsi hati.
Pada umumnya pemberian obat kemoterapi hanya dapat mengobati stadium
trofozoit Toxoplasma dan tidak dapat memberantas bentuk kista parasit.

119
Untuk mengobati toksoplasmosisnya dapat diberikan pirimetamin dan
sulfadiazin dengan takaran dan formula sebagai berikut:

Toksoplasmosis pada penderita dengan imunitas normal


(imunokompeten) yang menunjukkan adanya limfadenitis biasanya
dapat sembuh dengan sendirinya (self limited), sehingga tidak perlu
diobati.
Jika pada penderita terjadi infeksi viseral dengan gejala berat atau
persisten dapat diberikan pengobatan selama 2-4 minggu dengan :
pirimetamin 200 mg/hari sebagai loading dose, lalu 50-75 mg/hari;
plus sulfadiazin 1-1.5 g empat kali sehari,
plus folinic acid (leucovorin) 10-25 mg untuk setiap dosis pirimetamin,
diikuti dengan evaluasi atas kondisi penderita.
Jika penderita alergi terhadap sulfa pengobatan dapat diganti dengan
pirimetamin + klindamisin.
Kombinasi tetap trimetoprim + sulfametoksasol merupakan obat
pengganti jika obat-obat primer tak tersedia. (CDC)

Untuk pengobatan toksoplasmosis, Mc Gill (2008) menggunakan formula


terapi sebagai berikut:

PIRIMETAMIN oral 200 mg/hari (hari I) diikuti


100 mg/hari ( diberikan selama 4 minggu)
berikutnya.

ditambah

SULFADIAZIN oral 4 g/hari selama 4 minggu


ditambah

FOLINIC ACID oral 5 mg/hari selama 4 minggu

120
Menurut Medical Letter(2004) Pengobatan toksoplasmosis dapat juga
diberikan dengan formula sebagai berikut (Medical Letter,2004):

Dosis dewasa:
Pirimetamin : 25-100 mg/hari selama 3-4 minggu ditambah
Sulfadiazin: 1-1.5 g diberikan 4 kali sehari, selama 3-4 minggu
Dosis anak:
Pirimetamin 2 mg/kg/hari diberikan selama 3 hari, lalu 1 mg/kg/hari
(maksimum 25 mg/hari), diberikan selama 4 minggu ditambah
Sulfadiazin 100-200 mg/kg/hari selama 3-4 minggu.

Untuk mencegah efek hematologik, folinic acid (kalsium leukovorin)


ditambahkan secara oral atau parenteral 5 10 mg setiap tiga hari yang
diberikan selama 4 minggu.

TOXOPLASMOSIS PADA IBU DAN ANAK

Pengelolaan pada masa kehamilan


Pada orang dewasa yang imunokompeten, karena daya tahan
tubuhnya baik, biasanya tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis) atau
sembuh dengan sendirinya sehingga tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan hanya diberikan jika terjadi infeksi toksoplasmosis akut pada
masa kehamilan. Pengobatan pada ibu hamil memperkecil kemungkinan
terjadinya infeksi kongenital dan berkurangnya kecacatan akibat infeksi
toksoplasmosis. Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi Toxoplasma
gondii sebaiknya terus dilakukan sampai dapat diketahui hasil pemeriksaan
apakah janin belum atau sudah terinfeksi toksoplasmosis.
Pemberian spiramisin, yang terkonsentrasi di plasenta, dapat
mengurangi risiko penularan terhadap janin sampai 60%, namun sebagai
terapi tunggal obat ini tidak dapat mengobati infeksi yang sudah terjadi pada
janin.

121
Jika infeksi toksoplasmosis pada janin sudah terjadi, harus diberikan juga
pirimetamin , sulfadiazin dan leukovorin untuk memberantas Toxoplasma
gondii yang terdapat di dalam plasenta maupun yang berada di dalam tubuh
janin. Dengan pengobatan ini, meskipun infeksi toksoplasmosis terjadi pada
masa awal kehidupan janin, kelahiran bayi akan dapat berlangsung dengan
baik.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS
PADA IBU HAMIL DAN ANAK

SPIRAMISIN : 1.0 g oral setiap 8 jam


PIRIMETAMIN: 50-100 mg oral dua kali
sehari (hari pertama), diikuti
25 mg sekali sehari
SULFADIAZIN: 1.0- 1,5 g oral setiap 6 jam
FOLINIC ACID (Leulovorin): minimum 10
mg/hari

Pengelolaan pada infeksi toksoplasmosis ibu hamil dan janin berbeda


antara satu negara dengan negara lain. Pada umumnya dianjurkan pemberian
spiramisin pada trimester pertama dan awal trimester kedua atau diberikan
pirimetamin + sulfadiazin dan leukovorin (untuk trimester kedua akhir dan
trimester ketiga) pada perempuan hamil dengan toksoplasmosis akut yang
didiagnosis oleh laboratorium rujukan (Montoya dan Liesenfeld,2004).
Pemeriksaan PCR yang dilakukan terhadap cairan amnion pada minggu
ke-18 kehamilan bertujuan untuk menentukan apakah janin terinfeksi
Toxoplasma gondii. Jika janin diduga telah terinfeksi, dapat diberikan
pengobatan dengan pirimetamin + sulfonamid + leukovorin. Pengobatan
kombinasi ini harus dalam pengawasan mengingat adanya kemungkinan

122
terjadinya efek samping pemberian pirimetamin dan kemungkinan adanya
alergi terhadap sulfadiazin. Pengobatan hanya dapat menurunkan beratnya
(severity) penyakit, tetapi tidak dapat memperbaiki kerusakan jaringan atau
organ yang sudah terjadi. Meskipun pemberian kemoterapi pada janin yang
menderita toksoplasmosis kongenital tidak dapat mengobati kelainan yang
terjadi, tetapi dapat menghambat kerusakan jaringan lebih lanjut (Montoya
dan Remington, 2008).

Pertimbangan pengobatan selama kehamilan

Semua perempuan hamil sebaiknya diperiksa kemungkinan adanya


infeksi Toxoplasma gondii. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan terjadinya
infeksi, gejala dan keluhan toksoplasmosis pada ibu dipantau dan juga
diamati apakah juga sudah terjadi infeksi kongenital pada janin. Penularan
perinatal biasanya terjadi hanya jika ibu mengalami infeksi akut, tetapi pada
HIV lanjut dapat terjadi reaktivasi infeksi kronis toksoplasmosis. Jika infeksi
T.gondii terjadi semasa ibu hamil, diperlukan pengawasan dan konsultasi
lebih lanjut. Pada dasarnya pengobatan toksoplasmosis untuk ibu hamil sama
dengan pengobatan untuk ibu tidak hamil. Perhatikan bahwa pemberian
sulfadiazin pada saat persalinan dapat meningkatkan risiko terjadinya
hiperbilirubinemia dan kernikterus pada janin.
TOKSOPLASMOSIS PADA PENDERITA HIV/AIDS

Orang dengan infeksi HIV yang terinfeksi laten dengan Toxoplasma ,


mempunyai antibodi IgG yang tidak tetap titernya, dan biasanya tidak
mempunyai antibodi IgM. Meskipun terjadi serokonversi dengan peningkatan
titer IgG sebesar empat kali lipat, tetapi penentuan adanya toksoplasmosis
yang aktif pada penderita AIDS sukar dipastikan karena terjadinya
imunosupresi pada penderita.
Dalam banyak kasus, dugaan diagnosis ensefalitis toksoplasmosis
dilandasi pada hasil pemeriksaan gejala klinis yang khas dan hasil

123
pemeriksaan radiografi pada penderita HIV yang menunjukkan seropositif IgG
terhadap Toxoplasma.
Gejala klinis toksoplasmosis yang paling sering dijumpai pada penderita
dengan infeksi HIV adalah :
sakit kepala,
bingung (confusion), dan atau
kelemahan motorik dan
demam.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditunjukkan adanya kelainan neurologik yang


fokal.
Jika penderita tidak diobati dengan baik, toksoplasmosis akan
berkembang progresif sehingga penderita mengalami serangan ayan
(epilepsi), stupor dan koma. Selain itu dapat terjadi retinitis, pneumonia, dan
gangguan fungsi organ akibat penyebaran sistemik penyakit. Pemeriksaan
CT-scan atau MRI otak menunjukkan adanya lesi multipel yang sering disertai
dengan adanya edema.
Toksoplasmosis saraf pusat (CNS toxoplasmosis) pada penderita AIDS
yang lanjut juga dapat berlangsung progresif dan mematikan (fatal). Tanpa
pengobatan pencegahan, 30% penderita HIV dengan toksoplasmosis dapat
berkembang menjadi toksoplasmosis ensefalitis. Pengobatan dengan anti
mikroba yang dikombinasi dengan ART (Anti retroviral therapy) umumnya
dapat mengatasi toksoplasmosis. Pencegahan yang spesifik dan efektif
menggunakan ART dapat juga digunakan untuk mencegah toksoplasmosis
pada penderita AIDS yang lanjut yang juga menderita toksoplasmosis laten
(dapat diketahui karena adanya anti-Toxoplasma IgG). Penderita
toksoplasmosis yang juga menderita HIV/AIDS biasanya juga diobati dengan
kombinasi pirimetamin- sulfadiazin ditambah folinic acid. Pengobatan lain
yang bisa diberikan adalah pirimetamin- klindamisin. Obat terakhir ini kadang-
kadang dapat menimbulkan diare berat. Pengobatan harus dihentikan jika
nilai CD4 yang menunjukkan jumlah lekosit tertentu sangat tinggi pada tiga
sampai enam bulan terakhir. Penderita berat dengan HIV/AIDS seringkali

124
mengalami efek samping berat sesudah menggunakan berbagai macam
obat-obatan.

Pengobatan toksoplasmosis-HIV/AIDS
Terdapat dua fase pengobatan, yaitu pengobatan akut dan pengobatan
pemeliharaan. Pengobatan presumtif sering dimulai berdasar adanya gejala
klinik, IgG Toxoplasma yang positif, dan sesudah dilakukan pemantauan
dengan perekaman otak. Jika respon pengobatan lambat hasilnya, mungkin
penyebabnya bukan toksoplasmosis.
Penderita dengan AIDS yang baru terinfeksi dengan Toxoplasma
gondii, atau yang mengalami kekambuhan, harus diobati sampai terjadi
perbaikan imunitasnya sesudah pengobatan dengan ART ( antiretroviral
therapy).

Rekomendasi NIH /CDC dalam pengobatan penderita HIV/AIDS yang


terinfeksi toksoplasmosis adalah sebagai berikut:

Pengobatan Akut

Pengobatan pada infeksi akut diberikan sedikitnya 6 bulan sampai penderita


menunjukkan adanya perbaikan klinis dan radiografis.

Primetamin 200 mg oral dosis tunggal , diikuti 50 mg


(berat badan di bawah 60 kg) sampai 75 mg (BB di
atas 60 kg) sekali sehari ditambah
Sulfadiazin 1000 mg (BB kurang dari 60 kg) sampai
1500 mg (BB diatas 60 kg) oral tiap 6 jam ditambah

folinic acid (leucovorin) 10-25 mg sekali sehari.

125
Dosis pirimetamin, sulfadiazin dan folinic acid harus disesuaikan jika terjadi
supresi sumsum tulang belakang. Penderita harus selalu dipantau
terhadap kemungkinan terjadinya sitopeni, terutama jika penderita
juga mendapatkan pengobatan yang menyebabkan supresi/penekanan
fungsi sumsum tulang belakang, misalnya karena sedang mendapatkan
pengobatan zidovudine, valgansiklovir, atau ganciclovir.

Pengobatan pemeliharaan kronis

Sesudah 6 bulan pengobatan inisial menghasilkan perbaikan klinis dan


radiologis, pengobatan pemeliharaan dapat diberikan sebagai berikut:

Pengobatan pilihan:

Pirimetamin 25-50 mg oral sekali sehari ditambah sulfadiazin 2000-


4000 mg oral per hari terbagi dalam 2-4 dosis ditambah folinic acid
10-25 mg oral, sekali sehari.

Pengobatan alternatif:

Pirimetamin 25-50 mg oral sekali sehari ditambah klindamisin 600 mg


oral diberikan setiap 8 jam ditambah folinic acid 10-25 mg oral sekali
sehari
Atovaquone 750 mg oral diberikan setiap 6-12 jam +/- pirimetamin
25 mg oral sekali sehari ( + folinic acid 10 mg oral sekali sehari) atau
sulfadiazine 2000- 4000 mg oral per hari terbagi dalam 2-4 dosis

Pengobatan pemeliharaan kronis sebaiknya diberikan seumur hidup.


Penderita yang mendapatkan pengobatan akut dengan hasil memuaskan,
akan menunjukkan perbaikan gejala klinis, perbaikan radiologis dan perbaikan
lesi CNS serta mengalami perbaikan sistem imun (titer CD4 >200 sel/mikro
L). Jika perbaikan dapat berlangsung selama lebih dari 6 bulan, terapi

126
pemeliharaan dapat dihentikan. Jika CD4 menurun lagi, kurang dari 200
sel/mikro L, terapi sebaiknya diulang kembali.

Catatan: Sebelum dilakukan pengobatan dengan pirimetamin, sebaiknya


penderita diperiksa lebih dahulu apakah ia menderita defisiensi G6PD.

Pengobatan alternatif lainnya:

1. Pirimetamin + folinic acid + salah satu obat di bawah ini :


Klindamisin 600 mg oral /intravenus diberikan setiap 6 jam (jika
penderita alergi sulfa)

Atovakuon 1500 mg oral diberikan setiap 12 jam.

Azitromisin 1200 mg oral sekali sehari

2. Trimetoprim-sulfametoksasol (TMX-SMX) 5 mg/kg TMP dan 25 mg/kg


SMX oral/intravenus diberikan setiap 12 jam. TMP-SMX diberikan jika
obat lain tak tersedia atau jika diperlukan pemberian intravenus.

3. Atovakuon: 1500 mg oral diberikan dalam waktu dua hari+ sulfadiazin


1000-1500 mg oral diberikan tiap 6 jam.

Kortikosteroid (misalnya deksametason 4 mg oral/intravenus dberikan tiap 6


jam) dapat ditambahkan jika penderita mengalami kelainan CNS umum atau
terjadi edema. Jika gejala klinis membaik, kortikosteroid segera dihentikan
jika memungkinkan.

Obat antikejang (anticonvulsant) diberikan jika penderita mengalami epilepsi/


kejang-kejang. Jika diperlukan, misalnya jika terjadi gangguan berat CNS,
diberikan bantuan pernapasan.

TOKSOPLASMOSIS MATA

127
Sebagian besar toksoplasmosis mata merupakan reaktivasi kista
Toxoplasma pasif yang sudah ada di retina dan bukan karena infeksi primer.
Akibat yang terjadi berupa uveitis posterior dengan gejala dan keluhan
berupa fotofobi dan adanya radang granulomata dan adanya inflamasi ruang
anterior. Pada fundoskopi tampak fokus kuning retinokoroiditis. Perjalanan
penyakit dipengaruhi oleh respon imun hospes, virulensi parasit dan faktor-
faktor lingkungan. Toksoplasmosis uveitis dapat menimbulkan komplikasi
berupa kebutaan.

Pengobatan yang umum diberikan pada toksoplasmosis uveitis adalah:

Sulfadiazin 2-4 g yang diberikan selama 24 jam, diikuti 1 g 4 kali sehari,


disertai pemberian 75-100 mg pirimetamin sebagai dosis awal, diikuti 25-50
mg per hari. Jika terjadi radang mata yang berat dapat diberikan steroid
sistemik 1 mg per kg.

PENGOBATAN TOKSOPLASMOSIS UVEITIS

PIRIMETAMIN : 75-100 mg, lalu 25-50 mg/hari


SULFADIAZIN : 2-4 g/hari 1 lalu 4x1g/hari
STEROID SISTEMIK: 1mg/kg

Sebagai obat alternatif terapi klasik pada toksoplasmosis mata dapat


diberikan azitromisin dengan dosis 250 mg/hari atau 500 mg dua hari sekali,
yang diberikan bersama 100 mg pirimetamin pada hari pertama lalu diikuti
dengan dosis 50 mg/hari.

Sebagai pengobatan garis kedua retinokoroiditis dapat diberikan


atovakuon dengan dosis 4x 750 mg.

128
Untuk mencegah kekambuhan toksoplasmosis retinokoroiditis dapat diberikan
pengobatan jangka panjang secara intermiten (berselang seling)
Trimetoprim/ Sulfametoksazol yang diberikan setiap tiga hari dengan dosis 60
mg trimetoprim dan 160 mg sulfametoksasol.

Jika antibodi terhadap T.gondii tidak dapat ditemukan, pengobatan


antitoksoplasmosis sebaiknya dihentikan, tetapi kemoterapi diteruskan
sedikitnya selama 2 minggu. Karena manifestasi penyakit ini dapat
disebabkan oleh alergi, steroid dapat diberikan terutama jika ditemukan
adanya lesi aktif di dekat makula.

IMUNOPATI

Penderita dengan immuno-compromised harus diobati dengan regimen


pilihan kombinasi Sulfadiazin dan Pirimetamin(Duff P, 2007):

Sulfadiazin oral: loading dose 4 g, diikuti 1 g empat kali sehari


Pirimetamin : 50-100 mg dosis awal, lalu 25 mg/hari.

Beberapa orang penderita dapat memerlukan perpanjangan waktu terapi.

Toksoplasmosis ensefalitis dan toksoplasmosis otak merupakan


toksoplasmosis yang paling banyak dilaporkan dari penderita imunopati
(immunocompromised) baik yang disertai atau tidak disertai AIDS. Penderita
yang mendapatkan pengobatan imunosupresif misalnya kortikosterod jangka
panjang dan penderita yang menderita penyakit yang menimbulkan
gangguan imunitas, misalnya AIDS sebaiknya selain diobati dengan
antitoksoplasma juga diberi tambahan pengobatan dengan kemoterapi.
Dengan digunakannya terapi antiretroviral yang sangat aktif ( highly
antiretroviral therapy- HAART), penyakit-penyakit oportunis yang sering
menyertai AIDS termasuk toksoplasmosis insidensinya juga menurun.
Diagnosis dini yang tepat dan cepat serta pengobatan yang segera diberikan

129
terhadap toksoplasmosis serebral akan meningkatkan perbaikan klinis
penderita.

Diagnosis serologik toksoplasmosis pada penderita imunopati tidak


dapat dimanfaatkan dengan optimal, mengingat penderita imunodefisiensi
tidak mampu menghasilkan antibodi yang spesifik terhadap Toxoplasma
gondii. Karena itu pengunaan PCR (Polymerase Chain Reaction) bernilai
diagnostik yang tinggi dalam menentukan adanya toksoplasmosis yang akut,
meskipun kendalanya dalam hal ini adalah tidak adanya nilai standard yang
baku bagi laboratorium-laboratorium pemeriksanya. Diagnosis molekuler
toksoplasmosis dapat lebih ditingkatkan jika digunakan metoda real-time PCR.

RESUME
Toksoplasmosis klinis biasanya diobati dengan kombinasi
PENGOBATAN
pirimetamin TOKSOPLASMOSIS
dan sulfonamid, kecuali jika penderita dalam
keadaan hamil.

Spiramisin merupakan salah satu obat pilihan untuk ibu


hamil dengan toksoplasmosis.

Pengobatan dini toksoplasmosis pada anak yang


terinfeksi prenatal dapat mengurangi kecacatan yang
terjadi di kemudian hari.

Penderita transplantasi terutama transplantasi jantung


sebaiknya diberikan pengobatan pencegahan dengan
pirimetamine sulfonamid selama enam minggu untuk
mencegah toksoplasmosis.

Penderita yang tejangkit AIDS diberi pengobatan


dengan trimetoprim-sulfametoksasol, fansidar atau
dapson-pirimetamin untuk mencegah terjadi reaktivasi
toksoplasmosis.
130
BAB 10
PENCEGAHAN
TOKSOPLASMOSIS

PENCEGAHAN UMUM TOKSOPLASMOSIS

IBU HAMIL DENGAN IMUNITAS RENDAH

131
MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI

MAKANAN

MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI

LINGKUNGAN

MENCEGAH PENULARAN DI LABORATORIUM

Sampai sekarang belum ditemukan vaksin untuk mencegah infeksi


toksoplasmosis kongenital pada manusia yang dibuat dari Toxoplasma gondii
yang dimatikan. Vaksin dari parasit yang dilemahkan berasal dari Toxoplasma
gondii strain yang tidak persisten sudah digunakan untuk mencegah abortus
pada domba di Eropa dan Selandia Baru.

PENCEGAHAN UMUM TOKSOPLASMOSIS

Tindakan-tindakan umum yang dapat dilakukan untuk mencegah


terjadinya penularan toksoplasmosis di masyarakat luas terutama ditujukan
pada perempuan usia subur dan ibu hamil yang memerlukan perhatian
khusus.

132
Pendidikan kesehatan bagi perempuan pada usia subur dengan
memberikan pengetahuan tentang pencegahan toksoplasmosis melalui
pengolahan daging yang benar dan menghindari pemaparan dengan tanah
yang tercemar tinja kucing. Penyuluhan kesehatan sebaiknya diberikan
pada waktu kunjungan pertama ibu hamil tentang higiene makanan dan
mencegah paparan dengan tinja kucing.
Penyuluh kesehatan yang menangani ibu hamil harus memberi penjelasan
tentang masalah penting terkait pemeriksaan serologi Toxoplasma.
Pertama, bahwa pemeriksaan serologi tidak dapat menentukan secara
pasti kapan terjadinya infeksi pertama dengan Toxoplasma, dan yang
kedua bahwa di daerah dengan insiden infeksi Toxoplasma yang rendah,
hasil uji IgM yang positif mungkin sebenarnya adalah positif palsu.
Pemerintah dan industri daging harus selalu mengupayakan daging yang
bebas Toxoplasma.

Untuk mencegah terjadinya infeksi dapatan Toxoplasma gondii, berbagai


tindakan harus dilakukan oleh masyarakat dan keluarga antara lain adalah:

1. Daging hendaknya dimasak sampai matang (minimum 66 o


Celsius) sebelum dimakan.
2. Tangan supaya dicuci dengan air sabun sebelum menangani
daging.

3. Jangan memberi makan daging mentah atau yang kurang


matang pada kucing. Boleh diberikan daging yang dikeringkan,
dikalengkan, atau yang sudah dimasak.

4. Kucing sebaiknya dipelihara di dalam rumah, dan kotak kotoran


(litter box) supaya diganti setiap hari. Rendaklah kotak litter di
dalam air mendidih.

5. Tinja kucing harus dibuang ke dalam kloset atau dibakar.

6. Jika berkebun sebaiknya menggunakan sarung tangan.

133
7. Kotak pasir untuk bermain anak hendaknya selalu ditutup jika
sedang tidak digunakan,

IBU HAMIL DENGAN IMUNITAS RENDAH

Untuk ibu hamil atau yang imunitasnya rendah ( immunocompromised)


tindakan pencegahan berikut ini harus lebih diperhatikan:
1. Jangan mengganti litter box kucing, atau gunakan sarung tangan jika
terpaksa mengganti litter box dan cuci tangan dengan air sabun panas
sesudahnya.
2. Peliharalah kucing agar selalu berada di dalam rumah.
3. Ibu sedang hamil jangan memelihara kucing liar terutama anak kucing
liar. Jangan memelihara kucing baru.

MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI MAKANAN

Memasak makanan. Untuk memasak daging sebaiknya digunakan


termometer makanan untuk mengukur tingginya temperatur internal. Jangan
mencicipi makanan sebelum makanan benar-benar telah matang. USDA
( United States Department of Agriculture) merekomendasi tatacara mengolah
daging sebagai berikut:

Daging potongan (tidak termasuk daging unggas). Masak sedikitnya


sampai 66o Celsius dan ukur dengan termometer makanan yang
diletakkan di bagian daging yang paling tebal. Biarkan lebih dahulu tiga
menit (rest time) sebelum dimakan. Rest time adalah waktu dimana
produk daging dibiarkan sesudah dikeluarkan dari alat pemasak (oven,
pemanggang, atau alat pemanas lainnya). Biasanya suhu daging
selama rest time masih berada pada suhu akhir.

134
Daging asal yang belum diiris ( ground meat) yang bukan daging
unggas harus dimasak sampai temperatur di atas 71 o Celsius, baru bisa
langsung dimakan.

Daging unggas. Semua jenis daging unggas baik daging irisan maupun
gound meat harus dimasak sedikitnya 74 o Celsius dan daging dibiarkan
dalam keadaan rest time selama tiga menit sebelum bisa dikonsumsi.

Pembekuan daging. Daging dibekukan di dalam ruang pembeku ( freezer)


yang bersuhu di bawah 0 o Fahrenheit atau minus 18 o Celsius selama
beberapa hari, sebelum diolah untuk mengurangi kemungkinan infeksi.

Buah dan sayuran. Buah dan sayuran dikupas atau dicuci sebersih mungkin
sebelum dimakan.

Perlengkapan memasak. Cucilah papan pemotong, piring, mangkuk,


perlengkapan masak lainnya dan tangan dengan air sabun panas jika
sebelumnya telah terpapar dengan daging mentah, daging unggas, hewan
laut (seafood), buah atau sayur yang belum dicuci.

MENCEGAH RISIKO PENULARAN DARI LINGKUNGAN

Untuk mencegah risiko penularan toksoplasmosis yang berasal dari


lingkungan dapat dilakukan dengan cara:

Hindari minum air yang belum diproses.


Gunakan sarung tangan pada waktu berkebun atau setiap kali terpapar
tanah atau pasir karena mungkin telah tercemar tinja kucing yang
mengandung Toxoplasma. Cucilah tangan yang terpapar tanah dan
pasir dengan sabun dan air hangat.
Anak-anak diberi penyuluhan pentingnya mencuci tangan untuk
mencegah infeksi.

135
Kotak pasir untuk bermain anak selalu ditutupi jika sedang tidak
digunakan.
Kucing hanya diberi makanan kaleng atau makanan kering atau yang
sudah dimasak, jangan diberi makan daging mentah atau kurang
matang.
Ganti litter box tiap hari, karena parasit Toxoplasma gondii mulai
infektif 1-5 hari sesudah dikeluarkan bersama tinja kucing.

MENCEGAH PENULARAN DI LABORATORIUM

Meskipun risiko infeksi di laboratorium biasanya rendah, dengan


melaksanakan standard umum higiene di laboratorium risiko infeksi dapat
lebih diturunkan.
Selain itu tindakan-tindakan di bawah ini juga harus dilakukan:
1. Serum pekerja laboratorium harus diperiksa untuk menentukan
antibodi terhadap Toxoplasma menggunakan Dye test. Pekerja dengan
antibodi yang positif dapat bekerja dengan aman.
2. Setiap menangani hewan yang terinfeksi harus menggunakan
kacamata pelindung dan sarung tangan. Untuk mencegah pencemaran
karena cipratan atau semburan, antara pekerja dan hewan coba diberi
pembatas dari plastik tebal atau kaca.
3. Pipet yang digunakan untuk memindahkan parasit harus diberi kapas
pelindung.
4. Larutan desinfektan dan sabun harus selalu tersedia di meja kerja.
5. Jika terjadi kecelakaan di laboratorium, daerah yang tercemar harus
segera dicuci dengan sabun dan air. Jika bahan infektif masuk ke
dalam mulut melalui pipet, mulut harus segera dibersihkan dengan air
sabun. Jika mata terpapar bahan infektif, cuci segera mata dengan
banyak air. Periksa segera antibodi serum pekerja yang terpapar. Jka
antibodi positif tidak perlu dilakukan tindakan lebih lanjut.

136
Jika pekerja tidak diketahui titer antibodinya atau sero-negatif,
harus diberikan kemoterapi sedikitnya selama 2 minggu sebagai
berikut:
Pirimetamin sebanyak 4 dosis @ 50 mg setiap 12 jam, diikuti
dosis @25 mg setiap 12 jam selama 4 hari, kemudian 25 mg
sekali sehari; dan
Sulfadiazin , 2-4 g sebagai dosis awal, kemudian 1 g setiap 6
jam.
Pekerja harus diberi banyak minum, dan leukosit dan hitung
jenis darah (differential blood counts) diperiksa 2 kali seminggu.
Setiap hari pekerja diberi juga 2 yeast cake dan 5-15 mg
leukovorin.
Dye test dipantau secara teratur.
Pekerja yang digigit hewan terinfeksi toksoplasmosis harus
ditindak lanjuti dengan cara yang sama.

Toksoplasmosis dapat dicegah


Seseorang dengan HIV harus diperiksa
apakah terinfeksi TOXOPLASMA
Toksoplasmosis terjadi jika angka CD4
kurang dari 100
Obat terbaik untuk mencegah
toksoplasmosis adalah TMP-SMX
(trimetoprim-sulfametoksasol)

137
BAB 10
TANYA JAWAB

Apakah toksoplasmosis?
Bagaimana saya tahu bahwa saya berisiko terkena toksoplasmosis?
Apa yang harus saya lakukan untuk menghindari infeksi?
Dua tahun yang lalu saya terinfeksi toksoplasmosis. Pada waktu ini
saya sedang hamil. Apakah bayi saya berisiko terinfeksi?
Saya sedang hamil dan pada waktu ini terinfeksi toksoplasmosis.
Apakah bayi saya berisiko tertular toksoplasmosis?
Saya baru hamil 10 minggu dan terinfeksi toksoplasmosis. Apakah
hal ini berisiko terhadap kehamilan saya?
Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa bayi saya terinfeksi

138
toksoplasmosis?
Apakah ada pengobatan terhadap toksoplasmosis selama masa
kehamilan?
Jika bayi saya dilahirkan tanpa menunjukkan adanya gejala-gejala
toksoplasmosis kongenital, apakah ini berarti infeksi toksoplasmosis
pada masa kehamilannya tidak berefek buruk?
Jika di masa lalu saya pernah menderita toksoplasmosis, apakah
saya tidak boleh memberi ASI pada bayi saya?
Apakah bayi dapat terinfeksi toksoplasmosis melalui ASI jika saya
sedang terinfeksi penyakit ini?
Jika ayah bayi menderita toksoplasmosis, dan saya sedang hamil
atau dalam waktu memberi ASI apakah hal ini dapat menyebabkan
gangguan pada bayi?
Apa yang terjadi jika seorang dengan HIV terinfeksi tokso?
Apa yang harus saya lakukan agar infeksi tokso yang tidak aktif
tidak berkembang menjadi aktif?

Apakah toksoplasmosis?
Toksoplasmosis adalah infeksi disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii. Anda bisa terinfeksi parasit ini karena makan makanan mentah atau
tidak matang, daging mentah atau kurang matang (misalnya sate, steak),
atau tersentuh tanah atau tinja kucing yang mengandung parasit. Sebagian
besar orang dewasa yang terinfeksi Toxoplasma gondii tidak menunjukkan
gejala sakit atau mengeluh sakit, tetapi sebagian yang lain mengalami
pembesaran kelenjar limfe, sakit kepala atau nyeri otot. Pada umumnya,
sekali kita terinfeksi toksoplasmosis kita tidak akan terinfeksi untuk kedua
kalinya.

Bagaimana saya tahu bahwa saya berisiko terkena toksoplasmosis?


Sekitar 85% ibu hamil di Amerika Serikat (USA) berisiko untuk
terinfeksi toksoplasmosis. Perempuan yang sekarang memiliki kucing yang
dipelihara di luar rumah, biasa makan daging yang tidak dimasak sampai

139
matang, suka berkebun atau
pernah menderita penyakit mirip mononukleosis mempunyai risiko lebih tinggi
untuk terinfeksi toksoplasmosis. Jumlah penderita toksoplasmosis di Eropa
lebih tinggi dari pada di USA karena orang Eropa lebih menyukai makan
daging yang kurang masak dibandingkan dengan orang Amerika.
Untuk mengetahui apakah anda pernah terinfeksi parasit Toxoplasma,
dapat dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Sebaiknya pemeriksaan
untuk mengetahui toksoplasmosis dilakukan sebelum terjadi kehamilan. Jika
pada waktu hamil ternyata ibu diketahui terinfeksi toksoplasmosis, beberapa
pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui apakan infeksi baru saja
terjadi, atau sudah lama terjadinya.

Apa yang harus saya lakukan untuk menghindari infeksi?


Toxoplasma gondii dapat ditemukan di dalam daging mentah atau
daging setengah matang, di dalam telur segar dan di dalam air susu sapi
segar yang tidak dipasteurisasi (dipanaskan sampai 71.7 o Celsius atau
161oFahrenheit selama 15-20 detik). Biasanya pasteurisasi dilakukan melalui
pemanasan susu sampai 60o Celsius seama 30 menit.
Kucing yang makan daging mentah atau tikus dapat terinfeksi Toxoplasma
gondii. Parasit dapat tetap hidup di dalam tinja kucing yang ada di tanah
selama 2 minggu. Jika tinja kucing tertimbun tanah, parasit dapat tetap hidup
sampai 18 bulan lamanya. Untuk menghindari infeksi, ibu hamil sebaiknya
melakukan hal-hal berikut ini, yaitu:
Masaklah daging sampai matang, yang terlihat jika daging tidak lagi
berwarna merah muda (pink) dan air daging yang keluar berwarna
jernih.
Jika berkebun sebaiknya selalu menggunakan sarung tangan
Semua buah dan sayuran harus selalu dicuci bersih
Tangan harus selalu dicuci bersih sesudah memegang daging mentah,
buah dan sayuran , dan terutama sesudah menyentuh tanah.
Jangan menyentuh tinja kucing
Jangan memberi daging mentah pada kucing

140
Dua tahun yang lalu saya terinfeksi toksoplasmosis. Pada waktu ini
saya sedang hamil. Apakah bayi saya berisiko terinfeksi?
Janin yang sedang tumbuh di dalam rahim ibu hanya bisa terinfeksi
toksoplasmosis jika ibu yang sedang mengandung menderita infeksi
toksoplasmosis aktif. Pada umumnya tidak ada peningkatan risiko terhadap
bayi jika infeksi Toksoplasma pada ibu hamil terjadi lebih dari 6 bulan
ssebelum terjadinya konsepsi (pertemuan sperma dengan sel telur).
Seseorang perempuan yang pernah terinfeksi Toxoplasma gondii di masa lalu,
biasanya akan menjadi kebal/imun terhadap toksoplasmosis, sehingga bayi
yang dikandungnya tidak mengalami risiko tertular penyakit ini. Kecuali jika
ibu mengalami gangguan sistem imun sehingga daya tahan tubuhnya
menurun,misalnya pada penderita AIDS, ibu dapat mengalami infeksi aktif
toksoplasmosis lainnya.

Saya sedang hamil dan pada waktu ini terinfeksi toksoplasmosis.


Apakah bayi saya berisiko tertular toksoplasmosis?
Parasit penyebab toksoplasmosis dapat menembus plasenta. Jika
seorang ibu hamil menderita toksoplasmosis, 20% diantaranya akan menular
ke bayi yang dikandungnya. Bayi yang terinfeksi toksoplasmosis pada masa
kehamilan disebut mengalami infeksi toksoplasmosis kongenital. Di USA,
setiap tahunnya dilahirkan 400-4000 bayi dengan toksoplasmosis. Sebagian
bayi yang mengalami toksoplasmosis kongenital akan mengalami gangguan
kesehatan yang menyangkut otak, mata, jantung, darah, hati atau limpanya.
Dalam jangka panjang anak mungkin dapat mengalami epilepsi (ayan),
hambatan kejiwaan (mental retardation), gangguan otak, tuli dan kebutaan.
Banyak bayi yang terinfeksi toksoplasmosis tidak mengalami kelainan pada
waktu dilahirkan. Jika bayi mengalami gangguan kesehatan sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter spesialis yang sesuai untuk mendapatkan
penjelasan yang lebih lanjut.

141
Saya baru hamil 10 minggu dan terinfeksi toksoplasmosis. Apakah
hal ini berisiko terhadap kehamilan saya?
Jika seorang ibu terinfeksi pada trimester pertama kehamilannya, risiko
bayi tertular toksoplasmosis dari ibunya adalah 10-15%. Masa trimester
pertama kehamilan merupakan masa berisiko tinggi bagi bayi untuk
mengalami gangguan kesehatan yang berat akibat infeksi. Jika ibu terinfeksi
toksoplasmosis pada trimester akhir kehamilannya, risiko bagi bayi untuk
mengalami gangguan berat kesehatannya menjadi sangat kecil.

Bagaimana saya bisa mengetahui bahwa bayi saya terinfeksi


toksoplasmosis?
Jika ibu baru saja terinfeksi toksoplasmosis, dapat dilakukan berbagai
cara untuk mengetahui apakah bayinya juga telah terinfeksi. Pemeriksaan
cairan amnion (yang ada di sekeliling janin) atau pemeriksaan darah janin
dapat dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi pada janin. Meskipun
demikian, pemeriksaan adanya infeksi pada bayi tidak bisa menentukan
seberapa berat infeksi toksoplasmosis yang diderita bayi. Sepertiga bayi yang
menderita toksoplasmosis kongenital mengalami gangguan kesehatan yang
bisa diketahui melalui pemeriksaan USG (ultrasonografi). Sesudah bayi lahir,
pemeriksaan darah pada bayi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
infeksi pada bayi.

Apakah ada pengobatan terhadap toksoplasmosis selama masa


kehamilan?
Infeksi toksoplasmosis pada ibu hamil dapat diobati dengan antibiotika
dengan hasil memuaskan. Penemuan dini adanya infeksi dan pengobatan
yang cepat dapat mengurangi terjadinya infeksi toksoplasmosis pada bayi.
Jika bayi sudah tertular toksoplasmosis, jenis pengobatan lainnya dapat
mengurangi beratnya penyakit pada bayi. Tetapi pengobatan ini tidak dapat
mencegah terjadinya kelainan pada bayi. Pengobatan pada tahun pertama
umur bayi dapat juga bermanfaat bagi kesehatan bayi. Tindakan yang spesifik
dapat dilakukan oleh dokter spesialis sesuai dengan keadaan bayi.

142
Jika bayi saya dilahirkan tanpa menunjukkan adanya gejala-gejala
toksoplasmosis kongenital, apakah ini berarti infeksi toksoplasmosis
pada masa kehamilannya tidak berefek buruk?
Bayi dengan toksoplasmosis kongenital biasanya memang tidak
menunjukkan gejala-gejala pada waktu dilahirkan. Tetapi penelitian-penelitian
terbaru menunjukkan bahwa di kemudian hari 90% anak akan menunjukkan
gangguan kesehatan berupa kebutaan, tuli, dan terhambatnya perkembangan
anak. Gejala-gejala ini baru terlihat beberapa bulan atau beberapa tahun
sesudah anak dilahirkan. Karena itu sebaiknya bayi dengan toksoplasmosis
kongenital diberi pengobatan selama tahun pertama umurnya dan kemudian
secara teratur diamati kesehatannya.

Jika di masa lalu saya pernah menderita toksoplasmosis, apakah


saya tidak boleh memberi ASI pada bayi saya?
Boleh. Air susu ibu (ASI) melindungi bayi ibu karena menjadi sumber
nutrisi dan melindungi bayi sehingga memberi banyak keuntungan bagi
kesehatan bayi. Umumnya ibu yang pernah terinfeksi Toxoplasma gondii akan
mendapatkan kekebalan terhadap infeksi parasit ini. Dengan memberi ASI
pada bayi, antibodi dari ibu dapat diberikan kepada bayi sehingga dapat
melindungi bayinya dari infeksi parasit.

Apakah bayi dapat terinfeksi toksoplasmosis melalui ASI jika saya


sedang terinfeksi penyakit ini?
Jika ibu yang sedang terinfeksi toksoplasmosis memberi ASI pada
bayinya, tidak menyebabkan bayi terinfeksi. Penularan toksoplasmosis dari
ibu pada bayi hanya terjadi pada saat akhir dari masa kehamilan.

Jika ayah bayi menderita toksoplasmosis, dan saya sedang hamil


atau dalam waktu memberi ASI apakah hal ini dapat menyebabkan
gangguan pada bayi?
Tidak. Toksoplasmosis tidak ditularkan dari seorang penderita ke orang

143
lain kecuali penularan dari ibu ke janin pada masa kehamilan, melalui
transfusi darah atau melalui transplantasi organ. Ayah yang sedang menderita
toksoplasmosis tidak menularkan penyakitnya pada ibu atau pada bayi.

Apa yang terjadi jika seorang dengan HIV terinfeksi tokso?


Jika seseorang terinfeksi dengan tokso, parasit ini berada dalam
keadaan tidak aktif di dalam jaringan, biasanya otak dan otot. Selama sistem
imun hospes kuat, Toxoplasma akan tetap berada dalam keadaan tidak aktif.
Jika HIV melemahkan sistem imun seseorang, Toxoplasma yang berada di
dalam jaringan akan aktif kembali dan menyebabkan penyakit toksoplasmosis
pada penderita. Di USA, 15-40% orang dengan HIV juga terinfeksi
toksoplasmosis dan mungkin mengandung kista jaringan.

Apa yang harus saya lakukan agar infeksi tokso yang tidak aktif
tidak berkembang menjadi aktif?
Tindakan paling pnting yang harus dilakukan adalah merawat infeksi
HIV dengan baik.pengobatan antivirus harus terus dilakukan sesuai petunjuk
dokter. Jika terjadi masalah dalam penggunaan obat antivirus segera
konsultasikan dengan dokter. Toxoplasma baru akan menginfeksi penderita
dengan HIV jika angka CD4 kurang dari 100. Sebaiknya setiap orang yang
diperiksa untuk HIV juga diperiksa terhadap infeksi toksoplasma.
Jika seseorang menderita infeksi toksoplasmosis dengan angka CD$ kurang
dari 100 biasanya akan dibedrikan TMP-SMX untuk mencegah toksoplasmosis
atau obat lain jika penderita tidak tahan TMP-SMX.

144
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D., S Mehdi, H H Sayed, A K Sayed, G Shirzad 2010. Serological


survey of Toxoplasma gondii in schizophrenia patients referred to Psychiatric
Hospital, Sari City, Iran. Trop Biomed. 27 (3):476-82

145
Akanmu A S., V O Osunkalu, J N Ofomah, F O Olowoselu, Pattern of
demographic risk factors in the seroprevalence of anti-
toxoplasma gondii antibodies in HIV infected patients at the
Lagos University Teaching Hospital. Nig Q J Hosp Med. ;20
(1):1-4

Alvarado-Esquivel C., H. M. Cruz-Magallanes, R. Esquivel-Cruz, S. Estrada-


Martnez, M. Rivas-Gonzalez. Seroepidemiology of Toxoplasma gondii
infection in human adults from three rural communities in Durango
State, Mexico. Am J Epidemiol. 2001 Aug 15;154 (4):357-65

Bastien P. 2002. Molecular diagnosis of toxoplasmosis. Trans R Soc Trop Med


Hyg, 96, 205-215.

Bowie W R., King AS.,Werker DH.,Isaac-Renton JL., Bell A., EnqSB., Marion
SA. 1977. Outbreak of toxoplasmosis associated with municipal dringking
water. Lancet,19; 350(9072):173-7.

Bowles B., N.Coleman, L.Jansen. Epidemiology of Toxoplasmosis, Midwestern


State University.

Carlo Denegri Foundation. Toxoplasma gondii tachyzoite. Parasites and


Pestilence (URL: http://www.cdfound.to.it/HTML/at_inc)

Centers for Disease Control.2000. Preventing Congenital Toxoplasmosis,


MMWR Recommendations and Reports. March 31,2000/49(RR02);57-75.

Centers for Disease Control 2009. Toxoplasmosis, Source-3 Deparment of


Health and Human Services. November 21, 2009.
http://www.cdc.gov/toxoplasmosis

CDC. 2010. Toxoplasma Diagnosis and Treatment. Resources for Health


Professionals . Last updated: November 2, 2010

146
Centers for Disease Control and Prevention.2010. Toxoplasmosis: Pregnant
Woman,FAQ. http://www.cdc.gov/toxoplasmosis/pregnant

Centers for Disease Control and Prevention. 1999. Food-Related Illness and
Death in the United States, Emerging Infectious Diseases, Vol. 5, No. 5, 1999

Chandeying V., 2011. Toxoplasmosis-Serological Evidence and Associated Risk


Factors among Pregnant Women in Southern Thailand. Am J Trop Med Hyg.
2 011 Aug ;85 (2):243-7

Cohen J., G.William G., T. David and WA. Petri. 2009. Stanford University
School of Medicine.
http://www.stanford.edu/group/parasites/-/Toxoplasmosis/treatment.html

Communicable Disease Control Unit. 2001. Communicable Disease


Management Protocol. Toxoplasmosis. Manitoba Health Public Health.

Contini C. 2008. Clinical and diagnostic management of toxoplasmosis in the


immunocompromised patient. Parassitologia 2008 Jun; 50(1-2) :45-50.

Cook A J., R E Gilbert, W Buffolano, J Zufferey, E Petersen, P A Jenum, W


Foulon, A E Semprini, D T Dunn , 2000.Sources of toxoplasma infection in
pregnant women: European multicentre case-control study. European
Research Network on Congenital Toxolasmosis. BMJ. 2000 Jul 15;321
(7254):142-7.

Cornell Feline Health Center . 2008. Toxoplasmosis in cats, American


Association of Feline Practitioners and the, Cornell University, College of
Veterinary Medicine, Ithaca, NY

147
Dard N L., B Bouteille, M Pestre-Alexandre, 1992.Isoenzyme analysis of 35
Toxoplasma gondii isolates and the biological and epidemiological
implications. J Parasitol. 1992 Oct ;78 (5):786-94.

Dubey JP, Beattie CP: Toxoplasmosis of Animals and Man. CRC Press, Boca
Raton, FL, 1988

Duff P. 2007. Maternal and perinatal infections. In Obstetrics: Normal and


Problem Pregnancies, 5th Ed. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Churchill
Livingstone, Elsevier, 2007.

Dunn D., M Wallon, F Peyron, E Petersen, C Peckham, R Gilbert 1999.


Mother-to-child transmission of toxoplasmosis : risk estimates for clinical
counselling. Lancet. 1999 May 29;353 (9167):1829-33

Esquire KK. and Bailey ME. Toxoplasma gondii, Parasites and Pestilence,
http://www.stanford.edu/class/humbio153/SuccessfulParasite/Background

Food and Drug Administration. FDA public health advisory:


URL:www.fda.gov/cdrh/toxopha.htm.

Feldman H A., L T Miller, 1956. Serological study of toxoplasmosis prevalence.


Am J Hyg. 1956 Nov ;64 (3):320-35.

Ferguson, D. Oxford University.SEM of bradyzoites within the brain of infected


mouse. http://www.cmgm.stanford.edu/micro/boothroydlabdesc,html.

Gandahusada S., 1991. Study on the prevalence of toxoplasmosis in


Indonesia: a review. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
1991 Dec;22 Suppl:93-8.

Garcia JL, Navarro IT, Ogawa L, de Oliveira RC, Kobilka E.1999.


Seroprevalence, epidemiology and ocular evaluation of human toxoplasmosis

148
in the rural zone Jauguapit (Paran) Brazil . Rev Panam Salud Publica.
Sep;6(3):157-63.

Hokelek M.and Safdar. 2009. Toxoplasmosis. Medscape Refererence, Updated


20 January 2009.

Huldt G, Lagercrantz R, Sheehe PR.1979. On the epidemiology of human


toxoplasmosis in Scandinavia especially in children. Acta Paediatr Scand. 1979
Sep;68(5):745-9.

John DT and W.A.Petri. 2006. Toxoplasmosis treatment. Updated.


May,24.2006. http://www.stanford.edu/class/humbio103

Jones J L., D Kruszon-Moran, M Wilson, G McQuillan, T Navin, J B McAuley


Toxoplasma gondii infection in the United States: seroprevalence and risk
factors. N. Engl J Med. 1983 Jan 20;308 (3):125-9

King A S., D H Werker, J L Isaac-Renton, A Bell, S B Eng, S A Marion.


Outbreak of toxoplasmosis associated with municipal drinking water. Lancet.
1997 Jul 19;350 (9072):173-7

McGill.2008.Toxoplasma taxonomy.
http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/Medstudent/lecture3
toxoplasma

Ma Y, Jin T, Wang L, Yang T, Li L, Zhang L.2002.Study on the behavioral risk


of toxoplasma infection in population working in the slaughterhouse].[Article
in Chinese] Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za Zhi. 2002 Feb;23(1):43-5.

149
Mac Knight KT, Robinson HW.1992. Epidemiologic studies on human and
feline toxoplasmosis. J Hyg Epidemiol Microbiol Immunol. 1992;36(1):37-47.

Mandell G, Bennett J. and Dolin R. 2006 Disease Burden of Congenital


Toxoplasmosis. http://cid.oxfordjournals.org/content/44.

Martinez-Giron R., JG Esteban, A.Ribas and L.Doganci.2008. Protozoa in


respiratory pathology:a review. European Respiratory Journal, Vol.32 no.5,
1354-70

Meganathan P., S.Singh, Lau Yee Ling, J.Singh, Visvaraja , V. Nissapatorn.


2010. Detection of Toxoplasma gondii DNA by PCR following microwave
treatment of serum and whole blood. Southeast Asian J Trop Med Public
Health. 2010 Mar ;41 (2):265-73.

Mohraz M., Farhad Mehrkhani, Sara Jam, Seyed Ahmad Seyedalinaghi, Duman
Sabzvari, Fatemeh Fattahi, Hossain Jabbari, Mahboubeh Hajiabdolbaghi,2011.
Seroprevalence of Toxoplasmosis in HIV+/AIDS Patients in Iran. Acta Med
Iran. 2011 Apr 21713730 ;49 (4):213-8

Montoya JG, Liesenfeld O. 2004. Toxoplasma. Lancet. Jun 12;363:1965-1976.

Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii infection in


pregnancy. Clin Infect Dis 2008;47:554-566).

Nijem K I., S Al-Amleh. Seroprevalence and associated risk factors of


toxoplasmosis in pregnant women in Hebron district, Palestine. East Mediterr
Health J. ;15 (5):1278-84

Nissapatorn V., Chitkasaem Suwanrath, Nongyao Sawangjaroen, Lau Yee Ling,


Verapol Chandeying ,2011. Toxoplasmosis-Serological Evidence and Associated
Risk Factors among Pregnant Women in Southern Thailand. Am J Trop Med
Hyg. 2011 Aug ;85 (2):243-7 21813842

150
Nissapatorn V., Teoh Hoe Leong, Rogan Lee, Init-Ithoi, Jamaiah Ibrahim, Tan
Si Yen. 2011. Sero epidemiology of toxoplasmosis in renal patients.
Southeast Asian J Trop Med Public Health. 42 (2):237-47

Nissapatorn V. 2009. Toxoplasmosis. In HIV/AIDS: a living legacy.Southeast


Asian J Trop Med Public Health. 2009 Nov ;40 (6):1158-78

Pinard J., NS Leslie, and P.Irvine, 2003. Maternal Serologic Screening for
Toxoplasmosis: Screening and Diagnosis of Toxoplasmosis in Pregnancy

Midwifery Womens Health. 2003;48(5)

Salma M.P. dkk. (2002). Pengembangan Model Penyuluhan Toksoplasmosis


pada Wanita Usia Subur di Jakarta Selatan.
http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/abstrak/Salma1.pdf

Soebandono et al. 1996. Toxoplasmosis on Pregnant Women in Mataram


Hospital (Infeksi Toksoplasma pada Ibu-ibu Hamil di RSU Mataram). Majalah
Obstetri dan Ginekologi Indonesia,20(4)199

Soheilian M, A Ramezani, R Soheilian.2011. How to Diagnose & Treat Ocular


Toxoplasmosis. Review of ophthalmology, Last updated 2/15/2011
www.revophth.com/content/d/retinal_insider/c/26716

Shuhong Li, Liming Cui, Jixue Zhao, Pei Dai, Shan Zong, Wenjing Zuo, Chen
Chen, Hongtao Jin, Hongwei Gao, Quan Liu,2011. Seroprevalence of
Toxoplasma gondii infection in female sterility patients in China. J Parasitol.
2011 Jun ;97 (3):529-30

Terazawa M.,R.Muljono, L.Susanto. S.Margono,and E.Konishi.2003. High


Toxoplasma Antibody Prevalence among inhabitants in Jakarta, Indonesia,
Jpn.J.Infect.Dis., 56, 107-109.

151
TenterA M., A R Heckeroth, L M Weiss W R Bowie, A S King, D H Werker, J
L Isaac-Renton, A Bell, S B Eng, S A Marion 1997.Outbreak of toxoplasmosis
associated with municipal drinking water. The BC Toxoplasma Investigation
Team. Lancet. 1997 Jul 19;350 (9072):173-7.

Tenter A M., A R Heckeroth, L M Weiss 2000. Toxoplasma gondii: from


animals to humans. Int J Parasitol. 2000 Nov ;30 (12-13):1217-58

URL: hepatitiscnewdrugs,blogspot.com/2011/01. Toxoplasma cyst.


E.Prandovszky and Leeds University.

URL: http://aapredbook.aappublication.org/ Toxoplasma

URL:(http://heavylifecarenews.com) Toxoplasmosis in pregancy

URL: http://www.toxo100.org/html. Charles Nicolle

URL: http://resources.waza.org/files/images ) Ctenodactylus gundi

URL: http://cal.vet.upenn.edu) Takizoit Toxoplasma gondii

URL:http://www.microbeworld.org/images/stories) Intracellulair tachyzoite


Toxoplasma gondii

URL: http://www.infonet biovision.org/ default/ct/670/animalDiseases


August,11,2011 USDA.2011. Toxoplasmosis.

URL: http://3bp.blogspot.com . Cat litterbox.


URL: http://www.austincc.edu. Hydrocephalus Congenital Toxsoplasmosis

152
URL: http://aapredbook.aappublications.org/cgi/figsearch)
Hepatosplenomegali , Congenital Toxoplasmosis.

URL: http://www.gulfordeye.com/toxoplasmosis). Ocular toxoplasmosis.

URL: http://www.infonet-biovision.org/default/ct/670/animalDiseases)
Microopthalmia

URL: http://cms.revoptom.com/handbook) . Ocular toxoplasmosis

URL: http://www.neonet/ch) Blueberry muffin

URL:www.fda.gov/cdrh/toxopha.htm) Food and Drug Administration. FDA


Public Health Advisory

URL: http://jpkc.gdmc.edu.cn/blx/bledu/english/images/9/86.jpg. Myocarditis


Toxoplasmosis.

URL: http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/Lecture 3 handout.


Toxoplasmosis.

Vieira J., E Frank, T J Spira, S H Landesman 1983 Acquired immune


deficiency in Haitians: opportunistic infections in previously healthy Haitian
immigrants. Am J. Epidemiol. 2001 Aug 15;154 (4):357-65

Villena I., T Ancelle, C Delmas, P Garcia, A P Brzin, P Thulliez, 2010.


Congenital toxoplasmosis in France in 2007. Eurosurveillance, Volume 15,
Issue 25.

Wallon, L King, V Goulet, Toxosurv network and National Reference Centre for
Toxoplasmosis Handbook of ocular disease management
(URL: ( http://cms.revoptom.com/handbook)

153
WHEC.2009. Guideliness for healthcare providers. Womans Health and
Education Center, 3 September 2009.

WHO 1969. Toxoplasmosis. Report of a WHO meeting of investigators, WHO


Techn Report Series, No. 431.

Wong S Y., J S Remington, 1994. Toxoplasmosis in pregnancyClin Infect Dis.


1994 Jun ;18 (6):853-61; quiz 862 8086543 Cit:109

Yan Guex-Crosier.2009. Update on the treatment of ocular toxoplasmosis. Int


J Med Sci; 6:140-142.

Yee Ling Lau, P.Meganathan, P.Sonaimuthu, G.Thiruvengadam, V.


Nissapatorn, Yeng Chen.2010. Specific, sensitive, and rapid diagnosis of active
toxoplasmosis by a loop-mediated isothermal amplification method using
blood samples from patients. J Clin Microbiol. 2010 Oct ;48 (10):3698-702.

Yue Xiao; Jigang Yin; Ning Jiang; Mei Xiang; Lili Hao; Huijun Lu; Hong Sang;
Xianying Liu; Huiji Xu; Johan Ankarklev; Johan Lindh; Qijun Chen ,
2010 . Seroepidemiology of human Toxoplasma gondii infection in
China. BMC Infectious Diseases;2010, Vol. 10 Issue 1.

GLOSARIUM

154
Acquired, Dapatan. Suatu keadaan yang tidak dijumpai pada saat kelahiran
tetapi terbentuk beberapa waktu kemudian. Dalam ilmu kedokteran acquired
dapat berarti baru atau ditambahkan sehingga pengertian acquired berarti
juga tidak diturunkan secara genetik dan tidak terlihat pada waktu lahir.

Acute, Akut. Terjadi mendadak, misalnya terkait dengan timbulnya gejala


penyakit. Akut juga bisa diartikan sebagai penyakit yang berlangsung tidak
lama, berlangsung cepat dan progresif, sehingga harus cepat ditangani.

Amniotic fluid, Cairan amnion. Cairan yang terdapat di sekeliling janin di


dalam rahim ibunya dan berperan untuk mencegah tekanan ( shock absorber).

Antibody, Antibodi. Suatu imunoglobulin, imunoprotein yang khas yang


terbentuk karena masuknya antigen ke dalam tubuh; antibodi akan
mengadakan reaksi/berkombinasi dengan antigen yang memicu terbentuknya
antibodi yang spesifik tersebut.

Assay. Analisis yang dilakukan untuk menentukan :

1. Adanya suatu bahan dan kadar bahan tersebut. Misalnya untuk


menentukan berapa kadar hormon tiroid yang terdapat di dalam darah
penderita yang diduga menderita hipertiroid atau hipotiroid.
2. Potensi biologik atau farmakologik suatu obat. Misalnya assay untuk
menentukan potensi suatu vaksin.

Asymptomatic, Asimtomatik. Tanpa gejala. Miisalnya infeksi asimtomatik


berarti infeksi yang tidak menunjukkan gejala maupun keluhan.

Biopsy, Biopsi. Mengambil contoh jaringan untuk keperluan diagnosis, baik


secara makroskopis (dilihat dengan mata biasa) atau diperiksa menggunakan
mikroskop (mikroskopik). Diagnosis juga bisa dicapai dengan cara lain
misalnya menggunakan analisis kromosom atau gen.

155
Blindness, Kebutaan. Tidak dapat melihat. Kebutaan dapat berlangsung
sementara atau bersifat permanen (tetap). Kebutaan dapat terjadi akibat
kerusakan mata, kerusakan saraf mata, atau kerusakan jaringan otak

Bone marrow, Sumsum tulang. Jaringan lunak pembentuk darah yang


terdapat di dalam rongga-rongga tulang dan mengandung lemak dan sel
darah yang sudah matang (matur) atau belum matang (imatur), termasuk sel
darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrosit) dan sel-sel pembeku darah
(platelets). Penyakit atau obat-obatan yang merusak sumsum tulang dapat
menyebabkan menurunnya jumlah sel-sel darah tersebut.

Brain, Otak. Bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di dalam tulang
tengkorak kepala (kranium). Otak berperan sebagai pusat penerima, pengatur
dan penyebar informasi bagi tubuh. Otak mempunyai dua belahan atau
hemisfer, kiri dan kanan.

Cancer, Kanker. Pertumbuhan tidak normal dari suatu sel yang cenderung
tidak terkendali, dan kadang-kadang juga menyebar (metastasis).

CDC. CDC (The Centers for Disease Control and Prevention), Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, bagian dari the U.S. Public Health
Services (PHS) di bawah Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan
Amerika Serikat ( the Department of Health and Human Services).

Cell, Sel. Unit dasar struktural dan fungsional makhluk hidup. Setiap sel
mengandung bahan kimia dan air yang terbungkus oleh suatu selaput .

Cervical, Leher.

Chemotherapy, Kemoterapi. !. Bahan kimia pembunuh mikroba atau sel


tumor. 2. Pada onkologi (ilmu yang mempelajari keganasan), kemoterapi
adalah pengobatan/terapi terhadap kanker (sering disingkat sebagai kemo).
Choroid, Koroid. Selaput vaskuler yang tipis terletak antara sklera dan retina,
yang menyediakan darah ke retina dan melayani arteri-arteri dan saraf-saraf

156
ke struktur mata lainnya.

Congenital, Kongenital. Keadaan yang terjadi pada masa kehamilan.

Diagnosis. 1. Identifikasi suatu penyakit. 2.Suatu kesimpulan atau keputusan


yang ditetapkan (misalnya: diagnosisnya adalah rabies). 3. Identifikasi suatu
masalah (misalnya: diagnosisnya adalah penyumbatan vena)..

Ear, Telinga. Alat pendengar.

ELISA. Singkatan dari "enzyme-linked immunosorbent assay." Suatu uji


cepat imunokimia yang melibatkan enzim (suatu protein yang merupakan
katalisator yang mempercepat reaksi biokimia), dan molekul imunologi
(antibodi atau antigen).

Encephalitis, Ensefalitis. Inflamasi atau keradangan otak yang terjadi akibat


suatu penyakit, misalnya measles. Gejala yang terjadi antara lain berupa
demam tinggi, konvulsi dan koma. Penderita dapat mengalami kesembuhan,
gangguan sistem saraf pusat, atau meninggal dunia.

Enlarged spleen, Pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang disebut juga


sebagai Splenomegali dapat terjadi akibat adanya kelainan darah, penyakit
infeksi atau kanker.

Feces, Tinja. Kotoran yang dikeluarkan melalui usus.

Fetus, Janin. Hasil pembuahan (offspring) yang belum dilahirkan, berumur


antara 8 minggu sesudah terjadinya konsepsi (pertemuan sperma dan sel
telur) sampai waktu sebelum terjadinya persalinan. Sampai umur 8 minggu,
hasil pembuahan disebut embrio.

Flu, singkatan dari influenza . Penyakit virus yang menyerang saluran


pernapasan dan terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe A, B, dan C. Sebagian besar

157
penderita akan sembuh dalam waktu 1-2 minggu , tetapi sebagian kecil
lainnya penyakit penderita menjadi lebih berat atau meninggal dunia karena
terjadinya komplikasi, misalnya berupa pneumonia. Flu dapat dicegah dengan
vaksinasi untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian penderita.

Folinic acid, Asam folinik. Bentuk aktif dari asam folat di dalam badan. Lihat:
Leucovorin .

Giardiasis. Infeksi dengan Giardia lamblia, suatu protozoa usus yang dapat
menimbulkan diare dan gangguan pencernaan .

Hepatitis. Radang hati oleh sebab apapun.

HIV. Akronim dari Human Immunodeficiency Virus , penyebab AIDS


(acquired immunodeficiency syndrome). HIV juga disebut Human
lymphotropic virus type III, Lymphadenopathy-associated virus dan
Lymphadenopathy virus. HIV termasuk retrovirus yaitu virus yang mempunyai
sebuah genom RNA dan enzim reverse transcriptase.

Immune, Imun. Terlindungi dari infeksi.

Immune response, Respon imun. Reaksi oleh sistem imun.

Immune system. Sistem imun. Suatu sistem yang komplek yang


memberikan reaksi terhadap masuknya benda asing ke dalam tubuh, untuk
melindungi tubuh dari infeksi dan bahan asing. Sistem imun bekerja untuk
menemukan dan memusnahkan benda asing yang masuk.

Immunocompromised. Sistem imun yang terganggu fungsinya karena


sudah dilemahkan oleh penyakit atau akibat pengobatan dengan obat-obat
imunosupresif.

Immunosuppression, Imunosupresi. Penekanan terhadap sistem imun


yang ditimbulkan oleh penyakit tertentu misalnya AIDS atau limfoma atau
akibat penggunaan obat-obatan tertentu antara lain obat anti kanker.
Imunosupresi juga dapat dipengaruhi oleh pemakaian obat-obatan, misalnya

158
yang digunakan pada waktu melakukan transplantasi atau cangkok sumsum
tulang atau cangkok organ untuk mencegah penolakan atau rejeksi terhadap
organ yang dicangkokkan (transplant).

Indicate, Indikasi. Anjuran untuk memberikan pengobatan atau melakukan


tindakan sesuai dengan keadaan penderita. Misalnya, obat-obat tertentu
dianjurkan/diindikasikan untuk mengobati hipertensi pada ibu hamil,
sedangkan obat lainnya tidak boleh diberikan.

Infant, Bayi. Anak yang berumur di bawah 2 tahun (24 bulan).

Infection, Infeksi. Pertumbuhan dan perkembangan organisme penyebab


penyakit di dalam tubuh hospes.

Inflammation, Inflamasi, Keradangan. Reaksi badan terhadap infeksi, iritasi


atau perusakan jaringan yang terjadi berupa kemerahan ( redness), panas,
pembengkakan dan nyeri. Inflamasi merupakan respon imun yang tidak
spesifk ( nonspecific immune response).

Jaundice, Jaundis. Warna kuning pada kulit dan sklera (bagian putih mata)
akibat meningkatnya kadar bilirubin pigmen empedu di dalam darah.

Latent, Laten. Tersembunyi, tidak aktif, dorman.

Leucovorin, Leukovorin. Asam folinik, bentuk aktif dari asam folat ( folic
acid). Leukovorin yang disebut juga sebagai faktor citroforum dan wellcovorin
merupakan antidot untuk melindungi sel normal dari pengaruh penggunaan
dosis tinggi obat anti kanker metotreksat dan meningkatkan efek antitumor
dari fluorourasil dan tegafur-urasil. Leukovorin juga dapat digunakan untuk
mencegah dan mengobati anemia akibat defisiensi asam folat.

Liver, Hati. Organ tubuh yang terletak di abdomen bagian atas yang
berperan dalam proses pencernaan makanan dan membuang sisa
metabolisme dan sel-sel rusak yang ada di dalam darah. Hati merupakan

159
organ padat yang terbesar dengan berat sekitar 1,6 kg dengan ukuran sekitar
20 cm x 17 cm x 12 cm.

Lymph, Limfe. Cairan bening hampir tidak berwarna yang beredar di dalam
saluran limfe dari sistem limfatik yang berperan membawa sel-sel untuk
melawan infeksi dan penyakit.

Lymph node, Simpul limfe. Masa jaringan limfatik yang berbentuk bulat atau
seperti kacang yang dibungkus oleh suatu kapsul jaringan ikat. Simpul limfe
dapat dijumpai pada sistem limfatik yang terdapat di berbagai bagian badan.
Simpul limfe menyaring cairan limfe dan menyimpan sel-sel yang dapat
menangkap sel-sel kanker dan bakteria yang beredar di dalam cairan limfe.
Simpul limfe banyak terdapat di leher, ketiak, lipat paha dan sekitar tulang
belikat (collarbone).

Malaise, Malaise. Merasa badan tidak nyaman.

Malaria. Penyakit infeksi disebabkan oleh parasit protozoa (Plasmodium)


yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles, yang dapat juga ditularkan melalui
transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tercemar parasit tersebut.
Terdapat 5 spesies parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu
Plasmodium falciparum Plasmodium vivax, Plasmosium malariae, Plasmodium
ovale dan Plasmodium knowlesi. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum, adalah yang terberat gejala klinisnya dan dapat menimbulkan
kematian.

Marrow. Yang dimaksud adalah The bone marrow, sumsum tulang.

Meningoencephalitis, Meningoensefalitis. Radang atau inflamasi dari


selaput otak (meninges) atau meningitis dan radang otak atau ensefalitis.
Disebut juga sebagai ensefalomielitis (encephalomeningitis).

160
Muscle, Otot. Jaringan tubuh yang fungsi utamanya adalah sebagai sumber
kekuatan badan. Terdapat tiga tipe otot tubuh, yaitu otot rangka (skeletal
muscle) yang berfungsi untuk pergerakan rangka (ekstremitas) dan bagian
luar tubuh, otot jantung (cardiac muscle) dan otot halus (smooth muscle)
yang terdapat pada dinding arteri dan usus.

Myocarditis, Miokarditis. Inflamasi atau keradangan dari miokardium atau


otot jantung.

Nausea, Mual. Perasaan atau dorongan untuk muntah, yang penyebabnya


bermacam-macam, antara lain penyakit-penyakit sistemik, misalnya influenza,
akibat pengaruh obat-obatan, nyeri, dan kelainan pada rongga telinga dalam.
Jika mual dan atau muntah berlangsung terus menerus, atau jika disertai
gejala atau keluhan lain yang berat misalnya nyeri perut, jaundis, demam,
atau perdarahan, penderita memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam
untuk menentukan penyebab sakitnya.

Neurological, Neurologik. Ada kaitannya dengan saraf atau sistem saraf.

Node, Simpul. Kumpulan jaringan, misalnya lymph node (simpul limfe)


adalah kumpulan dari kelenjar limfoid. Nodul adalah simpul kecil, merupakan
sekumpulan kecil jaringan.

Ocular, Okuler. Terkait dengan mata.

Organ. Bagian atau alat tubuh yang berdiri sendiri dan mempunyai satu atau
lebih fungsi khusus( misalnya mata, telinga, jantung, paru-paru, dan hati).

Parasite, Parasit. Suatu organisme yang hidup di dalam atau pada organisme
lain, dengan mengambil makanannya dari organisme lainnya tersebut karena
parasit tidak dapat hidup mandiri.

Pregnancy, Kehamilan. Suatu keadaan dimana seorang perempuan


mengandung embrio yang sedang tumbuh dan berkembang. Kehamilan
berlangsung selama sekitar sembilan bulan, dihitung sejak perempuan

161
tersebut terakhir kalinya berhenti haid ( last menstrual period- LMP). Masa
kehamilan biasanya terbagi menjadi tiga trimester, yang masing-masing
berlangsung selama tiga bulan.

Pregnant, Hamil. Keadaan dimana seorang perempuan sedang mengandung


janin di dalam rahimnya.

Prognosis, Prognosis. 1. Prakiraan perjalanan suatu penyakit. 2. Besarnya


kemungkinan seorang penderita untuk sembuh dari penyakitnya. Prognosis
dikatakan baik, jika kemungkinan untuk sembuh tinggi.

Retina, Retina. Lapisan kumpulan saraf yang meliputi bagian belakang mata,
menerima sinar yang masuk, menimbulkan rangsangan ( impuls) yang
menjalar sepanjang saraf optik menuju ke otak. Di dalam retina terdapat
makula (macula), suatu area kecil yang mengandung sel-sel yang peka-
cahaya, sehingga memungkinkan kita dapat melihat dengan jelas detil benda.

Sepsis, Sepsis. Umumnya dikenal sebagai infeksi melalui aliran darah.


Adanya bakteri (bacteremia) atau infeksi oleh organisme lainnya atau oleh
adanya racun di dalam darah ( toxemia) atau di jaringan tubuh lainnya. Sepsis
dihubungkan dengan adanya gejala atau simtom penyakit yang mengenai
seluruh bagian tubuh (sistemik), antara lain demam, menggigil, malaise,
tekanan darah yang rendah, dan adanya perubahan status kejiwaan
penderita. Sepsis menunjukkan keadaan kesehatan yang harus diperhatikan
dengan seksama, karena dapat membahayakan hidup penderita, sehingga
harus dikelola dan ditangani segera dengan sebaik-baiknya.

Spleen, Limpa. Organ yang terdapat di bagian kiri atas abdomen, di dekat
lambung. Limpa yang merupakan organ limfatik terbesar pada tubuh
manusia, memproduksi limfosit dan menyaring darah, serta merupakan
penyimpan cadangan utama darah dan berperan pula dalam menghancurkan
sel-sel darah yang sudah tua.

162
Syndrome, Sindrom. Sekumpulan tanda dan simtom atau gejala yang secara
bersama-sama merupakan petunjuk adanya penyakit atau mengarahkan
dengan kuat sedang berkembangnya suatu penyakit tertentu.

Toxicity, Toksisitas. Suatu tingkatan yang menunjukkan kemampuan suatu


substansi dalam membahayakan kesehatan manusia atau hewan.

Toxoplasma gondii, Toxoplasma gondii. Suatu parasit yang hanya


mempunyai satu-sel (Protozoa) yang dapat menyebabkan penyakit
toksoplasmosis.

Toxoplasmosis, Toksoplasmosis. Infeksi oleh suatu protozoa (Toxoplasma


gondii ) pada manusia, mamalia, dan unggas, yang dapat menyebar ke
berbagai jaringan tubuh dan menimbulkan kerusakan berat pada sistem saraf
pusat, terutama jika infeksi toksoplasmosis terjadi pada janin dan bayi yang
dapat menimbulkan keguguran atau kecacatan.

Trimester, Trimester. Pembagian waktu tiap tigabulanan, pada masa


kehamilan yang berlangsung sembilan bulan. Pada masing-masing trimester,
terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin yang berbeda-beda fasenya.

Viable, Viabel, Kemampuan hidup. Sebagai contoh, bayi prematur yang


viabel adalah bayi prematur yang mampu bertahan hidup di luar kandungan
ibunya.

Wellcovorin, Welkovorin. Lihat : Leukovorin (Leucovorin).

INDEKS

163
A
abortus, berdarah panas,
abortus New Zealand tipe II, berkebun,
AC/HS test, biopsi,
Afrika Utara, biri-biri,
Agglutination Test, body fluid, 36
air mendidih, bradizoit,
alat-alat masak, Bradizoit,
amniocsentesis, bradyzoite,
anergi limfosit, bronchoalveolar lavage,
anjing, bulan sabit,
anjng laut,
anoreksia, C
antibodi humoral,
anticonvulsant,
Apicomplexa, cacing tanah,
ART, cairan vitreus,
aseksual, Callithrix jacchus,
asimtomatik, CD4,
asimtomatis, cell mediated immune response,
atovacuon, CFT,
Charles Nicolle
atovakuon,
clindamycin,
avidity,
CMI,
azitromisin,
CNS toxoplasmosis,
B Complement Fixation Test,
compromised,
confusion),
babi,
Ctenodactylus gundi,
BAL,
CT-scan,
bedah jenasah,
cystozoite,
bentuk proliferatif,

164
Enzyme-linked Immunoabsorbent
Assay,
D epilepsi,

daging mentah,
darah talipusat,
daraprim,
F
Daraprim,
DAT,
FAKTOR RISIKO INFEKSI,
DAUR HIDUP TOXOPLASMA,
false results,
defisiensi G6PD.
false-positive,
deksametason,
famili Felidae,
demam,
fansidar,
desinfektan,
fase extraintestinal
Direct agglutination test,
fase intestinal,
Direct Agglutination Test,
FDA,
disseminated infection,
fecal-oral,
disseminated toxoplasmosis,
Fecal-oral,
domba,
feeding form,
domestik,
feline immunodeficiency virus,
feline leukemia virus,

E FELV,
fibrinogen,
FIV,
ekstraseluler, folic-folinic acid,
ELISA, folinic acid,
endodyogeny, formalin-fixed antigen,
endozoit, fotofobi,
endozoite,
ensefalitis,
ensefalomielitis G
enteroepitelial,

165
I
gamet betina,
gamet jantan,
IFAT,
gametogoni,
IgA,
gangguan koordinasi,
IgE,
gangguan penglihatan,
IgG,
gen B1,
IgM,
geografi,
IgM-ISAGA,
getah lambung,
Immuno Fluorescent Antibody Test,
glomerulonefritis,
immunocompromised,
imunodefisiensi,
H imunokompeten,
imunopati,
imunosupresi,
HAART,
imunosupresif,
hapusan lesi jaringan,
Indirect fluorescent antibody test,
hati,
Indirect Fluorescent Antibody Test,
helper cell,
Indirect Haemagglutination Test,
hepatitis,
infeksi in utero,
hepatosplenomegali,
infeksi laten,
herbivora,
infeksi primer,
hewan berdarah panas,
INFEKSI TOXOPLASMA,
hewan liar,
innate immunity,
hidrosefalus,
inokulasi intraperitoneal,
highly antiretroviral therapy,
insenirator,
hiperbilirubinemia,
intermediate host),
histopatologi,
intraseluler,
HIV,
janin,
HIV/AIDS,
hospes definitif,
hospes perantara,
J

166
kosmopolit,

jantung, kotak pasir,


kuda,

K Kultur jaringan,
kurang matang,

L
kalsifikasi intraserebral,
kalsium leukovorin,
kambing, lahir mati,
kanguru, lalat,
karnivorisme, laminin 50
Karnivorisme, Latex Agglutination Test,
kebutaan, lektin,
kecacatan mental, letargi,
kecatatan jasmani, leukopenia,
kekebalan, leukosit,
kelemahan motorik, leukovorin.,
keluarga kucing, limfadenopati,
kemunduran mental, limpa,
kera rhesus, lingkungan yang panas dan
kernikterus, lembab,
kerusakan seluler, Lipas,
kingdom Animalia, litter box,
kista jaringan, litterbox kucing,
klindamisin,
Klindamisin, M
koma,
kongenital, macrogamonts,
konjugat, 8 makrogamon,
korioretinitis, makula,
kortikosterod, manusia,

167
marmoset, N.caninum, 35
Mastomys coucha, nekropsi, 107
MAT, nekrosis, 51
mata, Neospora caninum, 35
memelihara kucing,
mencit, O
mencuci tangan,
Mencuci tangan, obligat,

mengasapi daging, obligat intraseluler

menggarami, ocular toxoplasmosis),

meningoensefalitis, oftalmoskop,

mental retardation, ookista,

metabolisme p-aminobenzoic acid, Ookista,

microgamonts, Ookista berspora,

microwave, Ookista tak berspora,

mikrogamet berflagela, ookista tidak berspora,

mikrogamon, oportunis,

mikrosefali, otak,

mikrosefalus, otot rangka,

miositis,
mirip flu,
P
Modified Agglutination Test,
modified latex agglutination
parasitemia,
test),
paru
monensin,
pasteurisasi,
mononukleosis,
PATOFISIOLOGI,
MRI,
PCR,
multimammate rat,
pekerja abattoir,
pembesaran kelenja limfe,
N pembesaran limpa,
pemotongan hewan,
Pencemaran air dan tanah,

168
Penghitungan sel CD4, rodensia
penjual daging, Romanowsky,
penyakit autoimun,
penyakit Hodgkin, S
pepsin,
pepsin-HCl,
S.neurona,
periode prepaten,
Sabin-feldman dye test,
perlengkapan dapur,
Sabin-Feldman dye test,
pirimetamin,
Sabin-Feldman Dye Test,
Pirimetamin,
SAG1,
Pirimetamin - dapson,
sapi,
plasenta,
Sarcocystis,
pneumonia,
Sarcocystis neurona,
polymerase chain reaction,
sarung tangan,
positif palsu,
SEJARAH TOKSOPLASMOSIS,
posmortem,
seksual,
prenatal,
sel CD4,
prepaten,
sel imun limfoid,
pseudokista,
sel-sel epitel usus,
Sel-T,
R
seroepidemiologi,
serokonversi,
radiografi,
seronegatif,
real-time PCR,
seropositif,
reproduksi,
seroprevalensi,
Reseptor sel hospes,
severity,
respon imun humoral,
SINOPSIS,
Rest time,
sistozoit,
retikuloendotel,
skin rash,
retinitis,
skizogoni,
retinochorioiditis,
specifik immunity
retinokoroiditis,

169
spiramisin, tissue cysts,
Spiramisin, Toksoplasmosis,
spiramycin, toksoplasmosis dapatan,
sporocysts, toksoplasmosis kongenital,
sporokista, toksoplasmosis mata,
sporozite, toksoplasmosis saraf,
sporozoit Toksoplasmosis uveitis,
Sporozoit, toksoplasmosis viseral,
sporozoite, toltrazuril,
stadium infektif, Toxocara cati,
steroid sistemik, Toxoplasma gondii,
strain RH, Toxoplasma Serological Profile,
stupor, Toxoplasmidae,
subklinis, tranfusi darah,
sulfadiazin, sulfametoksasol, tranplantasi organ,
sulfonamid, transplantasi jantung,
Sulfonamid, transplantasi organ,
sumsum tulang, transplasental,
trimester ketiga,
trimester pertama,

T trimetoprim,
Trimetoprim-sulfametoksasol,
tripsin,
T.cati, trofozoit,
T.gondii, trombositopenia,
tachyzoite, trophozoite,
takizoit TSP,
Takizoit
TAKSONOMI, U
telur ayam,
tikus, uji serologi,
tinja kucing, ultrasonografi,

170
unggas, Virulensi strain,
unsporulated oocysts,
USDA, W
uterus,
Wellcovorin,

V
Z
vakuol parasitoforus, zigot,
vegetarian, zoonosis,
vektor mekanik, zygote,
Virulensi parasit,

171

Anda mungkin juga menyukai