PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Chronic myeloid leukemia (CML) diakui sebagai entitas yang berbeda,
terkait dengan splenomegali dan leukositosis masif tanpa penjelasan lain, pada
pertengahan 1800-an. Sejarah CML diprakarsai oleh Nowell dan Hungerford pada
tahun 1960, mereka menggunakan teknik yang baru dikembangkan untuk
mendeteksi kromosom kecil dalam persiapan metafase sel sumsum dari pasien
CML.1 CML diklasifikasikan oleh World Health Organitation (WHO) sebagai
penyakit mieloproliferatif kronis, dan menempati urutan pertama dalam bab
pertama klasifikasi WHO. Alasan mengapa CML adalah penyakit pertama dalam
klasifikasi ini ialah CML merupakan penyakit hematologis pertama yang dikenal
dengan sebutan leukemia, keganasan pertama yang terkait dengan penanda
sitogenetik (kromosom Philadelphia), dan penyakit pertama di mana gen fusi
(BCR-ABL) ditemukan dalam translokasi kromosom.2
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit gangguan
myeloproliferasi yang ditandai oleh peningkatan proliferasi dari sel-sel myeloid
pada semua tahap maturasi.3,4 CML merupakan keganasan hematologi pertama
yang dihubungkan dengan lesi genetik spesifik. Gen spesifik yang terdapat pada
CML pertama kali diketahui pada tahun 1845. Kemudian pada tahun 1960 oleh
Nowell dan Hungerford dinamakan sebagai kromosom Philadelphia (Ph)5
Penyakit ini berasal dari transformasi sel induk hematopoietik dengan perluasan
myelopoiesis yang berkembang yang secara khas berevolusi melalui tiga fase
ketika tidak diobati: 1) fase kronis selama empat hingga lima tahun yang
dimanifestasikan oleh hiperplasia myeloid dengan granulosit yang bersirkulasi
yang terdapat pada semua tahap pematangan ; 2) fase akselerasi dari durasi yang
lebih singkat di mana elemen myeloid mulai kehilangan kemampuan untuk
berdiferensiasi; dan 3) tak terhindarkan, fase ledakan leukemia akut myeloid
(70%) atau limfoid (30%) fenotipe.6
Insiden tahunan CML adalah 1 hingga 1,5 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 67 tahun dan insidensinya meningkat
tajam seiring bertambahnya usia. Penyakit ini terjadi sedikit lebih sering pada pria
daripada pada wanita. Namun dapat terjadi pada anak-anak berusia antara 5 dan
20 tahun dan hanya sekitar 10% dari kasus, hal ini hanya 3% dari semua leukemia
masa kanak-kanak.7
Chronic myeloid leukemia dapat diklasifikasikan dalam 3 fase penyakit,
yaitu fase kronik/chronic phase (CP), fase akselerasi/accelerated phase (AP), dan
fase blastik/blastic phase (BP). Diagnosis CML biasanya terjadi pada CP, yang
gambaran kliniknya asimtomatik pada 40% pasien. Hampir dua per tiga pasien
pada CP akan berlanjut ke BP terminal dari CML melalui AP. Sekitar 20-25%
pasien CP berlanjut langsung menjadi BP.8
Hampir 50% pasien tidak menunjukkan gejala dan didiagnosis secara
kebetulan setelah evaluasi laboratorium rutin. Gambaran klinis, jika ada,
umumnya tidak spesifik: splenomegali ada pada 46-76% dan dapat menyebabkan
nyeri kuadran kanan atas atau rasa kenyang dini; kelelahan, keringat malam,
gejala anemia dan perdarahan karena disfungsi trombosit dapat terjadi, yang
terakhir paling sering pada pasien dengan trombositosis; <5% pasien datang
dengan gejala hiperviskositas, termasuk priapism; ini biasanya terlihat ketika
jumlah sel darah putih yang ada melebihi 250.000 / μL.9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit hematologis pertama
yang dinamai leukemia, keganasan pertama yang terkait dengan penanda
sitogenetik (kromosom Philadelphia), dan penyakit pertama di mana gen fusi
(BCR-ABL) ditemukan dalam translokasi kromosom.10
2.2 Insidensi
CML menyumbang 10% hingga 15% dari kasus leukemia di Amerika
Serikat. Ada sedikit dominan laki-laki (rasio laki-laki-perempuan, 1,6: 1).
Kejadian tahunannya adalah sekitar 1,5 kasus per 100.000 orang. Sekitar 5000
kasus CML didiagnosis setiap tahun. Kejadian ini tidak berubah selama beberapa
dekade terakhir, dan meningkat seiring bertambahnya usia. Usia rata-rata saat
diagnosis adalah 55 hingga 65 tahun. CML tidak biasa pada anak-anak dan remaja
(2,7%).11
Prevalensi dan kejadian CML di Sarawak diperkirakan 69,2 / 1.000.000
populasi pada tahun 2016 dan 8,0 / 1.000.000 / tahun masing-masing pada tahun
2011-2016. Insiden CML per 1.000.000 per tahun pada tahun 2011-2016 berbeda
di antara empat kelompok etnis, terendah di antara Iran 12,8 hingga yang tertinggi
di antara 19,5 Cina. Insiden dalam kelompok Cina kami lebih tinggi dari pada
Cina di Cina, 3,9-5,5,18 Perbedaan antara kelompok etnis yang berbeda dan etnis
yang sama di antara wilayah yang berbeda memerlukan studi epidemiologis lebih
lanjut dan faktor-faktor seperti ketersediaan pengobatan TKI dan pemantauan
penyakit yang lebih baik.12
Sebelum ada terapi imatinib, dengan insidensi tahunan 5.000 kasus dan
angka harapan hidup rata-rata 6 tahun, prevalensi CML diperkirakan 25.000
hingga 30.000 kasus di Amerika Serikat. Dengan terapi TKI, angka kematian
tahunan telah berkurang hingga 2% atau kurang. Akibatnya, prevalensi CML akan
terus meningkat. Pada 2016, perkiraan prevalensi CML di Amerika Serikat adalah
sekitar 80 hingga 100.000 kasus, dan diperkirakan mencapai puncak (dalam 20
tahun ke depan) sekitar 180.000 kasus (ketika insiden tahunan akan sama dengan
angka kematian tahunan, berdasarkan pada risiko bahaya kematian tahunan 1,5
untuk pasien dengan CML dibandingkan dengan individu sehat yang sesuai usia.
Peningkatan ini akan mengubah CML dari gangguan yang tidak biasa menjadi
yang lazim.11
2.3 Patogenesis
Pada orang normal, tubuh mempunyai tiga jenis sel darah yang matur13
1. Sel darah merah, yang berfunsi untuk mengangkut O2 masuk ke dalam
tubuh dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh keluar lewat paru
2. Sel darah putih, yang berfungsi untuk melawan infeksi dan sebagai
pertahanan tubuh
3. Trombosit, yang befungsi untuk mengontrol faktor pembekuan di dalam
darah
Sel-sel darah yang belum menjadi matur (matang) disebut sel-sel induk (stem
cells) dan blasts. Kebanyakan sel-sel darah menjadi dewasa didalam sumsum tulang
dan kemudian bergerak kedalam pembuluh-pembuluh darah. Darah yang mengalir
melalui pembuluh pembuluh darah dan jantung disebut peripheral blood.14 Tetapi
pada orang dengan CML, proses terbentuknya sel darah terutama sel darah putih di
sumsum tulang mengalami kelainan atau mutasi. Hal ini disebabkan karena
kromosom 9 dan kromosom 22.13
Pada CML dijumpai Philadelpia Chromosome, suatu reciprocal
translocation 9,22 (t 9;22). Kromosom ini dihasilkan dari translokasi t(9;22)
(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari protoonkogen
Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian
kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Kromosom 22 yang abnormal itu adalah
kromosom Ph. Pada individu normal, protein BCR dan ABL diekspresikan di
hampir semua sel. Protein ABL merupakan suatu Protein Tyrosin Kinase (PTK)
sitoplasmik. Fungsi fisiologis protein ABL adalah pembentukan sel-sel mieloid
(myelopoeisis) dan Rearrangement sitoskletal termasuk meregulasi sejumlah kecil
GTPase, menghambat migrasi sel dan berikatan dengan sitoskeleton aktin.15
Breakpoint dari regio gen BCR di kromosom 22 ditemukan dalam 3 regio
yang telah ditetapkan. Pertama, breakpoint yang terjadi terletak antara exon 2-3
atau exon 3-4, disebut mayor Breakpoint Cluster Region (M-BCR). Kedua,
breakpoint pada exon 1 disebut minor Breakpoint Cluster Region (m-BCR).
Ketiga, mikro Breakpoint Cluster Region (μ-BCR) pada exon 19 atau 20.
Breakpoint dari gen ABL dapat terjadi di mana saja di segmen 300 kb atau lebih
pada 5’ akhir.16
2.6 Diagnosis
Diagnosis CML khas tergantung pada dokumentasi leukositosis yang tidak
dapat dijelaskan (atau kadang-kadang trombositosis), keberadaan kromosom Ph
(9; 22 (q34; q11.2) dengan analisis sitogenetika rutin, atau BCR yang sesuai)
Penataan ulang -ABL1 dengan analisis fluoresensi hibridisasi in situ (FISH) atau
uji Polymerase Chain Reaction (PCR). Aspirasi sumsum tulang dengan analisis
sitogenetik (kariotipe) diperlukan untuk tahap sesuai sebagai fase kronis, fase
akselerasi, atau fase krisis blas dan untuk mengidentifikasi kelainan kromosom
yang tidak terdeteksi dengan FISH untuk BCR-ABL.23
Analisis FISH bergantung pada kolokalisasi probe genomik besar khusus
untuk gen BCR dan ABL1. Perbandingan sampel darah dan sumsum tulang secara
simultan dengan analisis FISH menunjukkan kesesuaian tinggi dengan analisis
sitogenetik. Studi FISH mungkin memiliki rentang positif palsu dari 1% hingga
5%, tergantung pada probe yang digunakan.
2.6 Tatalaksana
1. Goal Treatment dari CML adalah sebagai berikut :24
Hematologic remission (normal pemeriksaan darah lengkap, dan
pemeriksaan fisik)
Cytogenetic remission (kromosom kembali normal dengan 0% Ph-
positice cells)
Molecular remission (hasil pemerikssan polymerase chain reaction
[pCr] untuk BCR/ABL mRNA negatif)
2. Pemberian tyrosin kinase inhibitor :
Imatinib mesylate (Gleevec) : Untuk fase kronik, akselerasi dan
blastic
Dasatinib (Sprycel) : untuk fase kronik
Nilotinib (Tasigna) : untuk fase kronik
Bosutinib (Bosulif) : untuk fase kronik, akselarasi dan blast
Ponatinib (Iclusig) : Untuk fase kronik atau blast fase T315I positif,
atau pada pasien yang tidak mempan untuk diberikan TKU yang lain.
3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama: Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan lemas dan pucat yang dirasakan sejak 3 hari
SMRS, semakin memberat, memberat dengan aktifitas dan berkurang dengan
istirahat. Awalnya pasien mengalami demam kurang lebih 1 minggu. Demam
dirasakan berupa panas di seluruh tubuh, terus menerus, demam turun sementara
dengan minum obat. Demam juga disertai dengan keringat dingin. Keringat dingin
dikatakan sampai membuat baju pasien basah, serta muncul terutama pada malam
hari. Demam dikatakan tidak sampai membuat pasien menggigil. Pasien juga
mengeluhkan perut bagian atas semakin lama semakin membesar. Penurunan
berat badan juga dirasakan kurang lebih 10 kilogram dalam tiga bulan terakhir.
Pasien mengatakan nafsu makannya berkurang. Riwayat mual dan muntah, pusing
kepala, nyeri pada tulang, gusi berdarah, mimisan, bintik-bintik merah pada kulit
atau perdarahan maupun memar spontan lainnya disangkal. Riwayat batuk, pilek,
sesak, nyeri menelan, maupun nyeri saat buang air kecil juga disangkal. Nafsu
makan dikatakan sedikit menurun, BAB dikatakan seperti biasa, lancar, berwarna
kuning kecokelatan tanpa darah segar atau warna kehitaman. BAK tidak ada
keluhan, dengan warna kekuningan dan volume sekitar dua setengah botol air
mineral tanggung perhari. Saat ini pasien tidak ada keluhan, datang kontrol untuk
mengambil obat yang telah di konsumsinya selama 4 tahun terakhir, pasien rutin
berobat. Pasien tidak ada keterbatasan aktifitas sehari-hari.
Pengobatan
Tasigna 2x300mg yang dikonsumsinya sejak tanggal 30 Agustus 2017
Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat
kanker darah, maupun kanker lain, atau keluhan yang serupa dengan pasien. Di
keluarga juga dikatakan tidak ada yang memiliki riwayat diabetes mellitus,
penyakit jantung, penyakit ginjal, dan alergi.
+ + edema - - -
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap (04-07-2017)
NILAI
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
3.6 PENATALAKSANAAN
Terapi :
a. Nonfarmakologi:
IVFD NaCl 0,9% 30 tetes/menit
b. Farmakologi:
Tasigna 300 mg tiap 12 jam PO
Monitoring :
Vital sign, keluhan
Cek DL tiap post transfuse
3.7 PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functional : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB IV
DISKUSI
Nilotinib dan dasatinib memiliki potensi modulasi yang lebih tinggi daripada
imatinib pada konsentrasi kalsium intraseluler dengan menghambat thapsigargin,
retikulum sarkoplasma / endoplasma Ca2þ-ATPase (SERCA), dan Lithium (Li) dan
inositol 1,4,5 - Kegiatan penghambat reseptor triphosphate (InsP3). Selain itu
Nilotinib dan dasatinib telah secara signifikan meningkatkan apoptosis lebih dari
imatinib dengan melibatkan pensinyalan kalsium intraseluler serta stres oksidatif.
Nilotinib memiliki kekuatan 30x dari pada imatinib.26
Efek samping kronis ringan sampai sedang yang mempengaruhi kualitas
hidup lebih rendah dengan nilotinib dibandingkan dengan imatinib (retensi cairan,
edema periorbital, nyeri tulang, kram otot, pertambahan berat badan). Sakit kepala,
hiperglikemia, peningkatan lipase atau amilase, dan ruam lebih sering terjadi dengan
nilotinib. Yang paling penting, risiko kejadian arteriotrombotik secara signifikan
lebih tinggi dengan nilotinib, dan terkait dosis.11
BAB V
KESIMPULAN
Chronic myeloid leukemia merupakan penyakit kronis yang sering terjadi pada
usia muda yang penyebabnya masih belum jelas hingga saat ini, sehingga kita perlu
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan tubuh dengan cara menjalani pola hidup
sehat dari usia muda, mengurangi paparan polutan dan penggunaan alat - alat yang
menimbulkan radiasi. Apabila telah terdiagnosa, pasien harus rutin melakukan
kontrol ke dokter agar terapi yg diberikan bisa optimal sesuai dengan kebutuhan.