Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kasus I ACC DPJP

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


RSUD MAK
dr. Adwin Adnan, Sp.PD
SIROSIS HEPATIS
dr. Muhammad Azizul Hakim
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSU Muhammad Ali Kasim Gayo Lues

ABSTRAK
Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
Dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia 50 tahun dengan keluhan, perut
membesar dan kedua kaki bengkak, ikterus, pemeriksaan fisik didapatkan eritema palmar,
acistes, hepatomegali, splenomegali, edema pretebial, invers albumin-globulin.
Pemeriksaan Usg didapatkan, sirosis hepatis, Hbsag positif, Pasien diberikan terapi, diet
rendah garam, dieuretik. Dan dilakukan Pungsi acistes, Nilai Child-Pugh 7, Prognosis
pada pasien dubia et malam.
Kata Kunci: Sirosis Hepatis, Hepatitis B, Acistes.

1
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis didefinisikan sebagai sekelompok penyakit hati kronis yang ditandai
dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi
sel-sel parenkim beserta regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai
periode laten yang panjang, biasanya di ikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,
hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, acistes,
ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan
koma hepatik, menjadi menonjol.1
Di negara maju, sirosis hepatis merupakan salah satu penyebab kematian terbesar
pada usia 45 – 46 tahun, Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.2,3
Penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia,
disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus
hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia diduga frekuensinya sangat kecil walaupun belum terdapat data yang
menunjukkan hal tersebut.3
KASUS
Pasien usia 50 tahun dibawa keluarga ke RSUD Muhammad Ali Kasim Gayo Lues dengan
keluhan, perut membesar dan kedua kaki bengkak, ikterus, keluhan sudah dirasakan sejak
1 bulan. Dan memberat sejak 3 hari yang lalu, bak kuning seperti coklat pekat seperti teh,
pasien juga mengeluhkan dada terasa menyesak, mual dirasakan sesekali, pasien juga
mengatakan nyaman jika tidur semi fowler, Vital sign TD: 140/90 RR: 22x/i HR : 86 x/i T:
36oc, Pemeriksaan fisik di dapatkan eritema palmar, acistes, hepatomegali dengan
permukaan berdungkul, teraba keras, splenomegali schuffner VIII, edema pretebial, invers
albumin-globulin.
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium didapatkan :
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1. Hemoglobin 14,5 g/dl 12-16 g/dl

2. Leukosit 5,08 10/L 5,00-10,00 10/L

3.
Eritrosit 4,94 10/L 4,00-5,50 10/L
2
4. Trombosit 240 10/L 150-400 10/L

5. Hematokrit 45,51% 36,0-52,0 %

6. Gula Darah Sewaktu 115 mg/dl 70-140 mg/dl

7. Swab Antigen Negatif Positif

Pemeriksaan kimia darah


8. SGOT 45 U/I 6-40 U/I
9. SGPT 87 U/I 8-40 U/I
Pemeriksaan fungsi hati
10. Albumin 2.9 gr/dl 3.5-5.0 gr/dl
11. Hbsag Positif Negatif
Pada pemeriksaan USG didapatkan :

Gambar 1. USG Abdomen


Pemeriksaan USG Abdomen.
Hasil Pemeriksaan :
1. Liver, ukuran mengecil, permukaan ireguler dan echo parenkim homogen,
tip tumpul tidak tampak sol,
2. Vu, permukaan licin,dinding tampak menebal, tak tampak echo batu
maupun massa
3. Tampak cairan bebas cavum abdomen
Kesan : tanda-tanda chirosis hepatis

3
DISKUSI
Istilah sirosis hepatis diberikan ole Hlaence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-
nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah penyakit hepar menahun difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.3,4
Sirosis hepatis ditandai oleh proses keradangan difus menahun pada hati, nekrosis
sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan ikat difus (fibrosis) di mana seluruh
kerangka hati menjadi rusak disertai dengan bentukan-bentukan regenerasi nodul. Sirosis
hepatis pada akhirnya dapat mengganggu sirkulasi darah intra hepatik dan pada kasus
lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.4
Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta1 Pada kasus ini,
didapatkan keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta,
diantaranya perut yang membesar dan bengkak pada kedua kaki.

Gambar 2. Melakukan Tindakan Pungsi Abdomen Acites

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi


adanya hipertensi porta. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan
irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat
menilai acites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining
karsinoma hati pada pasien sirosis.3,4 Pada kasus ini, didapatkan liver, ukuran mengecil,
4
permukaan ireguler dan echo parenkim homogen, permukaan licin, dinding tampak
menebal, Tampak cairan bebas cavum abdomen, kesan tanda-tanada sirosis hepatis,
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan sirosis kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya.3
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap
hari selama satu bulan.3
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali
seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.3 Pada
pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis.
b. Penatalaksanaan sirosis dekompensata
Acistes, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari.Respon
diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bila mana pemberian spironolakton tidak adekuat
bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Sesuai dengan kasus
Pada pasien diberikan diberikan Furosemid 1 amp/ 12jam.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin, penimbunan cairan dalam rongga
peritoneum disebabkan akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Pada kasus ini saat
di lakukan pungsi abdomen di dapatkan cairan 3,5 liter berwarna kuning pekat seperti teh
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi
sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.3 pada pasien ini diberikan Syr Lactulac yang berfungsi untuk mengurangi
penyerapan amnonia pada pasien.

5
Tabel 2. Klasifikasi nilai Child-Pugh pada pasien Sirosis hati atas nama salim:
Faktor Unit 1 2 3

µmol/L < 34 34−51 > 51


Serum bilirubin
mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0

g/L > 35 30−35 < 30 (2.9 )


Serum albumin
g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0

Detik
Prothrombin 0−4 4−6 >6
pemanjangan
time
INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3

Dapat Tidak dapat


Ascites Tidak ada
dikontrol dikontrol

Hepatic
Tidak ada Minimal Berat
encephalopathy

Keterangan :
Class A, 5-6 point; Class B, 7-9 point; Class C, 10-15 point
Dengan hubungannya dengan kemungkinan kematian pada tindakan operasi pada
non shunt surgery dan intra abdominal surgery : Class A : tanpa gangguan fungsi hati,
respon normal untuk semua operasi, kemampuan regenerasi hati normal, Class B : ada
beberapa gangguan pada fungsi hati, tidak ada perubahan respon pada semua jenis operasi
tetapi toleransinya dapat membaik dengan persiapan preoperatif yang baik, terdapat
keterbatasan regenerasi hati dan merupakan kontraindikasi untuk reseksi hati yang luas,
Class C : gangguan yang berat pada fungsi hati, respon yang buruk pada semua jenis
operasi meskipun telah dipersiapkan dengan baik, kontraindikasi untuk reseksi hati.
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites
dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan hidup selama satu tahun

6
pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita sirosis dengan
Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-masing 100, 80, dan 45%3,5 Pada hasil
penghitungan nilai Child-Pugh pada pasien atas nama salim adalah 7 class B. terdapat
adanya gangguan fungsi hati.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. 3 Prognosis pada
pasien ini dubia et malam.
RINGKASAN
Dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia 50 tahun dengan keluhan, perut
membesar dan kedua kaki bengkak, ikterus, pemeriksaan fisik didapatkan eritema palmar,
acistes, hepatomegali, splenomegali, edema pretebial, invers albumin-globulin.
Pemeriksaan Usg didapatkan, sirosis hepatis, Hbsag positif, Pasien diberikan terapi, diet
rendah garam, dieuretik. Dan dilakukan Pungsi acistes, Nilai Child-Pugh 7, Prognosis
pada pasien dubia et malam.
Follow Up Pasien:
Tanggal/hari
S O A P
rawatan

Tgl Nyeri uluhati (+) Asites Permagna - Tirah baring


GCSE4M6V5
1/1/2022 Mual (+) ec Sirosis Hepatis - Diet Bubur
TD :140/71 Mmhg
H-1 Dada terasa berat (+) Dekompensata - O2 3-4 L/i
Perut terasa kembung (+) HR : 86 x/i - IVFD Dextrose
Sulit bernafas (+) RR : 22 x/i 10 gtt/i
Badan lelah (+) - Inj Furosemid 1
T : 37,7 ˚C
amp/ 12jam
SpO2: 93%. - Inj Prazotec 1
vial/ 12 jam
- Syr Lactulac
1xc1
- Syr Sucralfat
3xc1
Pungsi Abdomen
Tgl Nyeri uluhati (+) GCSE4M6V5 Asites Permagna - Tirah baring
2/1/2022 Mual(-) ec Sirosis Hepatis - Diet Bubur
TD :125/80 Mmhg

7
H-2 Dada terasa berat (-) Dekompensata - O2 3-4 L/i
HR : 80 x/i
Perut terasa kembung (-) - IVFD Dextrose
RR : 20 x/i
Sulit bernafas (+) 10 gtt/i
Demam (-) T : 36,7 ˚C - Inj Furosemid 1
Badan lelah (+) SpO2: 95%. amp/ 12jam
- Inj Prazotec 1
vial/ 12 jam
- Syr Lactulac
1xc1
- Syr Sucralfat
3xc1
- +octalbin 25% 1
fls
P/ Usg Hepar
Tgl Nyeri uluhati (+) GCSE4M6V5 Asites Permagna - Tirah baring
2/1/2022 Mual(-) ec Sirosis Hepatis - Diet Bubur
TD :120/80 Mmhg
H-3 Dada terasa berat (-) Dekompensata - O2 3-4 L/i
HR : 84 x/i
Perut terasa kembung (-) - IVFD Dextrose
Sulit bernafas (+) RR : 20 x/i 10 gtt/i
Demam (-) T : 36,7 ˚C - Inj Furosemid 1
Badan lelah (+) amp/ 12jam
SpO2: 96%.
- Inj Prazotec 1
vial/ 12 jam
- Syr Lactulac
1xc1
- Syr Sucralfat
3xc1
Tgl Nyeri peruti (+) kebas GCSE4M6V5 Asites Permagna - Tirah baring
3/1/2022 dibagian perut (+) ec Sirosis Hepatis - Diet Bubur
TD :112/76 Mmhg
H-3 Nyeri saat Bak (+) Dekompensata - O2 3-4 L/i
HR : 77 x/i
Badan lelah (+) - IVFD Dextrose
RR : 20 x/i 10 gtt/i
- Inj Furosemid 1
8
amp/ 12jam
T : 36,7 ˚C
- Inj Prazotec 1
SpO2: 96%.
vial/ 12 jam
- Syr Lactulac
1xc1
- Syr Sucralfat
3xc1
- PBJ

DAFTAR PUSTAKA

9
1. Sutadi, S.M. 2012. Sirosis hati. USU digital library Fakultas Kedokteran Bagian
Ilmu Penyakit Dalam USU: Medan
2. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil Padang
3. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper
DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-
Graw Hill; 2010. p. 1858-62
4. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. p. 443-6.
5. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor.
Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 2014. p. 426-63
6. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology.
11th ed.: Elsevier; 2011. p. 859-64.

10

Anda mungkin juga menyukai