Anda di halaman 1dari 78

KELAINAN HEPATOBILIER DAN

PANKREAS
Kelompok 5
MODUL 4 KELAINAN HEPATOBILIER DAN PANKREAS
SKENARIO 4 : Pengalaman KKS
Seorang mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior merawat 2 orang
pasien dengan penyakit yang berbeda. Pasien A, laki-laki, 60 tahun dengan keluhan perut
yang membesar, muntah darah dan BAB berwarna hitam, lengket seperti ter. Hasil
pemeriksaan fisik dijumpai spider naevi, acites, edema pretibial, dan hematemesis, dan
hepatosplenomegali. Setelah dilakukan pemeriksaan rectal toucher didapatkan melena.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan AST 80 u/l, ALT 60 u/l, Bilirubin total 2 mg%, bilirubin
direk 1 mg%, bilirubin indirek 1,8 mg%, albumin 2,5 g/dl. Hasil USG didapatkan hiperechoic
pada hepar, pembesaran lobus kaudatus, dan permukaan hati irregular.
Selanjutnya pasien B, laki-laki, 60 tahun dengan keluhan nyeri perut dan muntah-muntah
sejak satu hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus tipe 1. Pasien tidak pernah
merokok dan minum alkohol. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90
mmHg, nadi 116 kali/menit, temperatur 39,6 C dan takipneu. Hasil pemeriksaan lainnya
didapatkan ikterik, dan distensi perut. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
12000 µL, dan serum lipase 180 U/l. Pemeriksaan rontgen abdomen didapatkan penumpukan
feses dan gaster. Hasil pemeriksaan CT Scan didapatkan peripankreatitik fat, batu empedu dan
penyempitan duktus biliaris. Pada hari ketujuh, pasien menjalani pemeriksaan ERCP yang
menunjukkan terdapat batu pada collum vesica fellea dan di dalam duktus biliaris.
JUMP 1 TERMINOLOGI
• Spider naevi : Spider angiomata atau spider nevi, lesi vaskular
terdiri dari arteriola pusat yang dikelilingi oleh pembuluh yang
lebih kecil (seperti laba – laba)
• AST : SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase)
merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati
• ALT : SGPT atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase)
merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta
efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler.
• Hiperechoic : Hiperekoik pada pemeriksaan USG menunjukan
daerah yang lebih terang dari jaringan sekitarnya
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA

1. Kenapa pasien A bisa mengalami keluhan tersebut?


– Perut besar :Disebabkan oleh 2 hal :
• Hepatomegali
• Asites
– Muntah darah dan BAB hitam
• menandakan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas.
• Karena terjadi hipertensi vena porta, maka aliran darah akan
mengalami shunting dari pembuluh porta ke pembuluh
gastrointestinal.
• Yang tersering menyebabkan varises esophagus, ketika varises
pecah maka akan menyebabkan perdarahan saluran cerna atas.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA
2. Bagaimana pengaruh usia dan jenis kelamin?
– Penderita Sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki sekitar 1,6:1,
dengan rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan
puncaknya sekitar 40-49 tahun.

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab?


– AST 80 u/l dan ALT 60 u/l meningkat menandakan adanya proses destruksi
hati
– Bilirubin total 2 mg% (0,3 – 1) bilirubin direk 1 mg% (0 - 0,4 ) bilirubin
indirek 1,8 mg% (0,1 – 1) meningkat
• Kondisi hiperbilirubinemia diakibatkan karena gagalnya proses metabolisme bilirubin di
hati sehingga bilirubin tidak tereksresi.
– albumin 2,5 g/dl (3,4-5,4) : menurun.
• Albumin disintesis di hepar, sedangkan hepar mengalami gangguan akibat perlemakan
dan aliran darah yang resistensi. Sehingga produksi albumin pun akan mengalami
gangguan.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
– spider naevi : Resistensi vena porta akan menyebabkan aliran darah
abdomen bertambah dan menyebabkan distensi pembuluh darah
superfisial abdomen.
– acites : hipoalbumin menyebabkan plasma keluar ke rongga
abdomen
– edema pretibial : Konsentrasi albumin plasma menurun merupakan
predisposisi untuk terjadinya edema.
– Hematemesis dan melena : perdarahan saluran cerna atas
– hepatosplenomegali
• hepatomegali : diakibatkan perlemakan pada hati yang menyebabkan
hepar membesar
• splenomegali : akibat resistensi aliran darah pada hepar, maka darah akan
mengalami aliran balik ke dalam limpa. Sehingga limpa akan mendapatkan
suply darah yang banyak dan menyebabkan limpa membesar.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA

5. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan usg?


– hiperechoic pada hepar : menandakan hepar sudah
mengalami perlemakan sehingga daerahnya lebih terang
dari sekitar.
– pembesaran lobus kaudatus : hepatomegali
– permukaan hati irregular : terdapat nodul-nodul pada
hepar akibat fokus perlemakan.

6. Bagaimana dx dan dd pasien A?


– Dx : Sirosis hati dengan asites
– DD : hepatitis
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA
7. Bagaimana tatalaksana pada pasien A?
– Penatalaksanaan pasien Sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang
ada. Sebagai contoh, antasid untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal.
– Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan
sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien.
– Pemberian preparat diuretik untuk mempertahankan kalium
(spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites jika
gejala ini ada, dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit
yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya.
– Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian yang
esensial dalam penanganan Sirosis bersama-sama menghindari
penggunaan alkohol.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA
8. Bagaimana prognosis dan komplikasi pasien A?
– Prognosis tidak baik bila
• Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%
• Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar
• Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)
• Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus
• Hati mengecil
• Perdarahan akibat varises esofagus
• CHE rendah.
– Komplikasi sirosis adalah:
• 1. Hipertensi portal
• 2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
• 3. Hepatoma
• 4. Peritonitis bakterial spontan
• 5. Kegagalan hati (hepatoselular)
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA

9. Kenapa pasien B bisa mengalami keluhan tersebut?


– nyeri perut : karena inflamasi pada saluran empedu dan pankreas
– muntah-muntah : Distensi abdomen yang juga terjadi dapat
menekan lambung sehingga lambung terasa penuh dan
menyebabkan mual-muntah.

10. Bagaimana pengaruh usia dan jenis kelamin?


– Frekwensi batu empedu akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Setelah usia 40 tahun risiko terjadi batu
empedu 4 hingga 9 kali lipat.
– Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki
dengan perbandingan 4 : 1.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA

11. Bagaimana pengaruh DM tipe 1 terhadap keluhan?


– Diabetes mellitus (DM) dikaitkan dengan terjadinya batu
empedu masih kontroversi.
– Hiperglikemia menghambat sekresi bile dari hati dan dapat
menggangu kontraksi dari kantung empedu serta menpunyai
efek terhadap molititas dari kandung empedu hal ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya batu empedu.

12. Kenapa perlu diketahui ada tidaknya konsumsi rokok


dan alkohol?
– Untuk mengidentifikasi faktor penyebab.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA
13. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
– tekanan darah 150/90 mmHg : meningkat
– nadi 116 kali/menit : meningkat
– temperatur 39,6 C : meningkat karena terjadinya proses inflamasi
– takipneu : dapat diakibatkan oleh distensi abdomen yang
menekan diafragma ke arah atas dan menyebabkan ruang paru
berkurang dan kebutuhan yang meningkat selama proses
inflamasi
– ikterik : empedu bekerja mengeluarkan bilirubin, ketika
duktusnya tersumbat, maka proses eksresi dari bilirubin juga
terhambat. Sehingga terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang bermanifestasi ikterik.
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA

13. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan lab?


– leukosit 12000 µL, : tanda proses inflamasi
– serum lipase 180 U/l : khas pankreatitis

14. Bagaimana dx dan dd pasien B?


– Dx : kolangitis akut dan pankreatitis
– DD:
• Kebocoran bilier
• Diverticulitis akut
• Kolesistitis
• Radang usus buntu
JUMP2-3: RUMUSAN MASALAH DAN
HIPOTESA
15. Bagaimana tatalaksana pada pasien B?
– Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan
segera setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan
volume/dehidrasi dan menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis
akut terdiri dari pemberian antibiotic dan drainase bilier.

16. Bagaimana prognosis dan komplikasi pasien B?


– PROGNOSIS Tergantung :
• Pengenalan dan pengobatan diri
• Respon terhadap terapi
• Kondisi Kesehatan Penderita
– komplikasi:
• Abses hati piogenik
• Peritonitis sistem bilier
JUMP 4 SKEMA
KELAINAN HEPATOBILIER DAN PANKREAS

HEPAR SISTEM BILIER PANKREAS

ETIOLOGI, PATOGENESIS, FAKTOR


RESIKO, MANIFESTASI KLINIS

DX, DD

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

TATALAKSANA

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


JUMP 5 LEARNING OBJECKTIF
1. KELAINAN PADA HEPAR
2. KELAINAN PADA SISTEM BILIER
3. KELAINAN PADA PANKREAS
KELAINAN PADA HEPAR
SIROSIS HEPATIS
Pengertian
Penyakit hati kronis yang di cirikan dengan
distorsi arsitektur hati yang normal oleh
lembar lembar jaringan ikat dan nodul
regenerasi sel hati
Epidemiologi

• Di Amerika penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat


alkoholik
• Di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun
C. Hepatitis B (30-40%) dan virus hepatitis C (30-40%) dan
penyebab yang tidak diketahui (10-20%)
• Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-
laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 –
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati
atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular (nodul ukuran <3 mm)
2. Makronodular (nodul ukuran >3 mm)
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-
dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan
ikterus.
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan
parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering
disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut
yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang
terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi
dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi
bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Etiologi
• Virus hepatitis (B, C, dan D)
• Alkohol
• Kelainan metabolic :
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
• Sumbatan saluran vena hepatica
• Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
• Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat,
amiodaron,INH, dan lainlain)
• Malnutrisi
Patogenesis

• Peningkatan tekanan vena cava superior dan vena hepatica 


akumulasi abnormal di hati  udem hati
• Alkohol  akumulasi lemak berlebih  menurunkan oksidasi
asam lemak  nekrosis sel  hati menciut, keras dan tidak
memiliki pankim normal.
• Statis empedu  penumpukan empedu di dalam hati 
kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris  ikterik,
hati membesar, keras, bergranula halus dan berwarna
kehijauan.
• Terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati 
hepatosit terpisah oleh jaringan parut  >> kehilangan sel hati.
Gambaran Klinik

• Eritema palmaris
• Spider nevi
• Vena kolateral
• Ascites dengan atau tanpa edema
• Spelomegali, hepatomegali
• Hematemesis dan melena
Pemeriksaan Laboratorium

• Darah tepi  anemia, leukopenia, trombositopenia


• Kimia Darah  Bilirubin transaminase alkaline fosfatase,
albumin globulin elektrolit (K, Na, dll) bila ada ascites
• Serologi HBsAg dan anti HC6
• Endoskopi saluran cerna atas varises, gastropati
• USG / CT scan
• Laparoskopi
• Biopsi hati Dilakukan bila koagulas memungkinkan dan
diagnosis masih belum pasti
Penatalaksanaan

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :


1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari
dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Hematemesis dan melena
• Resusitasi cairan  kristaloid 2-4x cairan keluar
(hindari RL)
• Tranfusi whole blood  jika masih ada perdarahan
masif
• Pemasangan NGT  kumbah lambung dengan air es
100-150 ml observasi tiap 2 jam sampai perdarahan
(-)
• Hemostatika  Vit k 10-40 mg asam traneksamat
• asam lambung  antasida tiap 6-8 jam H2 bloker
ranitidin 2x1 amp
• sterilisasi usus  neomisin 4x1g atau kanamisin
4x500mg laktulosa 30ml (20g)
• Vasopresor  b bloker
Ascites : tirah baring dan diawali diet rendah garam,
konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari.
Spinorolakton dengan dosis 100-200 mg sekali dan
teradinya penurunan BB 0,5 kg/hari. Tanpa adanya
edema kaki 1 kg/hari.
Terapi spinorolakton dapat dikombinasikan dengan
furosemide dngan dosis 20-40 mg/hari apabila terapi
spinorolakton tidak adekuat.
ABSES HEPAR
ABSES HEPAR
• merupakan kista berisi nanah yang terdapat di hati.
• Penyebab abses hati dapat disebabkan oleh infeksi
dari bakteri, parasit ataupun jamur. Di negara yang
sedang berkembang, abses hati amuba lebih sering
didapatkan secara endemik dibandingkan dengan
abses hati piogenik.
• Abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi bakteri
seperti E. coli, S. Faecalis, P. Vulgaris, dan Salmonella
typhi. Sedangkan abses hati amebik disebabkan oleh
organisme mikroskopis parasit yaitu E. Histolytica
• Insiden abses hati amebik di RS di Indonesia
berkisar antara 5-15% pasien pertahun.
• Penelitian epidemiologi di Indonesia
menunjukkan penderita abses hati amebik pada
pria memiliki rasio 3,4-8,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita.
• Prevalensi abses hati yang tinggi erat
hubungannya dengan sanitasi yang buruk dan
status ekonomi yang rendah.
ETIOLOGI
• Infeksi saluran empedu (30% -60%): obstruksi empedu dan
kondisi peradangan sekunder (misalnya, kolesistitis,
choledocholithiasis, dan kolangitis, terutama pada pasien dengan
keganasan saluran empedu dengan stent empedu)
• Infeksi dari organ-organ pencernaan atau organ pelvis melalui
sirkulasi portal (24%): contoh termasuk usus buntu, divertikulitis,
dan perforasi usus
• Tidak diketahui (20%)
• Penyebaran hematogen sekunder dengan bakteremia (15%):
infeksi endokarditis, pielonefritis, infeksi mulut yang tidak diobati,
semua penyebab gangguan sistem kekebalan tubuh pada anak-
anak (misalnya, leukemia)
• Patogen penyebab infeksi:
• Bakteri penyebab paling umum: Escherichia coli, Klebsiella spp.,
Proteus, Enterococcus, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
faecalis. Streptococcus milleri dan bakteri anaerob lainnya
seperti Bacteroides spp. menjadi semakin umum
• Entamoeba histolytica dapat ditinjau jika pasien baru-baru ini
melakukan perjalanan ke daerah tropis atau dari daerah endemik
atau HIV-positif
• Candida albicans adalah kemungkinan patogen pada pasien dengan
sistem kekebalan tubuh yang terganggu
• Abses hati amebik secara signifikan lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita
GEJALA KLINIS
• Gejala klinis yang dapat ditemukan pada amubiasis hati seperti:
- Nyeri perut kanan atas
- Demam
- Anoreksia (nafsu makan menurum)
- Nausea (mual)
- Vomitus (muntah)
- Berat badan menurun
- Batuk
- Pembengkakan perut kanan atas
- Ikterus (kuning pada mata dan kulit)
- BAB berdarah
- Temperatur tubuh naik
- Malnutrisi
- Fluktuasi
- Hepatomegali

Gejala klinis abses hati piogenik pada umumnya hampir sama, namun lebih serius
dibandingkan abses hati amebik. Terutama demam yang intermiten (hilang timbul)
atau kontinu (terus menerus) yang disertai menggigil.
• Tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan abses
di hati meliputi:
- Abdominal CT scan
- Abdominal ultrasound
- Complete blood count (CBC)
- Liver function tests
- Bilirubin blood test (piogenik)
- Blood culture for bacteria (piogenik)
- Liver abscess aspiration – untuk melihat adanya infeksi
bakteri atau amebik pada abses hati.
- Serology for amebiasis (amebik)
- Stool testing for amebiasis (amebik)
PENGOBATAN
• Pengobatan abses hati piogenik biasanya meliputi aspirasi cairan
abses dengan menggunakan jarum khusus.
• Tindakan operasi diperlukan bila abses terlalu besar atau telah
timbul perforasi. Selain itu,  juga akan diberikan antibiotik untuk
sekitar 4 – 6 minggu. Terkadang, antibiotik saja dapat
menyembuhkan infeksi.

• Untuk abses hati amebik, pengobatan pada umumnya dengan


antibiotik seperti metronidazole atau tinidazol. Selain itu,
pengobatan dengan paromomycin atau diloxanide juga
dianjurkan untuk eradikasi amuba dalam usus, sehingga
mencegah penyakit datang kembali
• PENCEGAHAN
• Apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
abses hati?
Pengobatan yang tepat dari infeksi perut dan infeksi
lainnya dapat mengurangi risiko terjadinya abses hati
piogenik.
Untuk abses hati amebik, pencegahan dapat dilakukan
dengan meminum air murni dan tidak makan sayuran
mentah atau buah dikupas ketika bepergian di negara-
negara tropis dengan sanitasi yang buruk
HEPATITIS B
PENGERTIAN

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Hepatitis B akut terjadi jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan. sedangkan
Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium
atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan.
ETIOLOGI

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal dari
genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm. Masa inkubasi
berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari. Bagian luar dari virus ini
adalah protein envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau
core.

Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg. Gen P yang mengkode enzim
polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang mengkode
protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung dan tidak langsung
serta mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host
EPIDEMIOLOGI
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis
akut, hepatitis kronis, sirosis, dan kanker hati di dunia.
Center for Disease Control and Prevention (CDC)
memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000
orang (terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap
tahunnya.
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah
terinfeksi oleh VHB dan sekitar 400 juta orang merupakan
pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi di
Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17%.
Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur
45- 49 tahun (11,92%), umur >60 tahun (10.57%) dan
umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif
pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama
(9,7% dan 9,3%). Hal ini menunjukkan bahwa 1 dari 10
penduduk Indonesia telah terinfeksi virus Hepatitis B
(Kemenkes, 2012).
CARA PENULARAN
• Melalui parenteral dan menembus membran mukosa, terutama berhubungan
seksual. Penanda HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari
orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal,
asites, dan air susu ibu.
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara
parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal (kontak
antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik
bersama).
4. Patogenesis
MANIFESTASI KLINIS

Gejala hepatitis B akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:


1. Fase Inkubasi : waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase inkubasi berkisar
antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik) : timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala
saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan
dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi
jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus : ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya
gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan
gejala prodromal, tetapi terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan) : Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan.
Gejala hepatitis B kronik dibagi dalam fase yaitu :
1. Fase Imunotoleransi : Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi
dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Clearance) : Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya
replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan
konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap
VHB.
3. Fase Residual Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang
terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar
partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg
rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT
normal
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
– Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali.
– Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan
Biopsi hepar.
– Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia, serologis,
dan molekuler.
– Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada
biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati.
TATALAKSANA
• Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut
yang khas.
• Pembatasan aktivitas fisik seperti tirah baring dapat
membuat pasien merasa lebih baik.
• Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan
kalori utama diberikan pada pagi hari karena banyak
pasien mengalami nausea ketika malam hari.
Tujuan utama dari pengobatan Hepatitis B kronik
adalah untuk mengeliminasi atau menekan secara
permanen VHB. Pengobatan dapat mengurangi
patogenitas dan infektivitas akhirnya menghentikan atau
mengurangi inflamasi hati, mencegah terjadinya
dekompensasi hati, menghilangkan DNA VHB (dengan
serokonvers HBeAg ke anti-Hbe pada pasien HBeAg
positif) dan normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulan
setelah akhir pengobatan
PROGNOSIS
Prognosis dari infeksi HBV akut bergantung
dari :
• usia saat terjadi infeksi
• penyakit hati kronik lainnya
• HBeAg status, dan
• status immunosuppressi.
Kebanyakan anak-anak yang mengalami infeksi
HBV akut akan berjalan menjadi hepatitis b
kronik. Sedangkan, utk usia dewasa, infeksi
HBV akut akan berjalan menjadi : 1–5%
chronic liver disease, Fulminant hepatitis rate is
0.1–0.5%.
KELAINAN PADA SISTEM BILIER
KOLELITIASIS
Definisi
• Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu
(vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan
komposisi yang bervariasi. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu.
Epidemiologi

Insiden meningkat berdasarkan usia Wanita memiliki


kemungkinan 3 kali lebih tinggi untuk terkena batu
empedu dibandingkan dengan laki-laki. Lebih sering
dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko tinggi yang disebut ”4 F” : female (wanita),
fertile (subur), khususnya selama kehamilan, fat
(gemuk), dan forty (empat puluh tahun).
Faktor Resiko
• Jenis Kelamin dan Hormon
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
• Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Perubahan rasio
androgen dan esterogen merupakan proses fisiologis pada laki-laki yang
berhubungan dengan penurunan metabolisme lipid biliari dan motilitas kandung
empedu. Pada penelitian USG mengindikasikan sensitifitas kandung empedu
terhadap Cholecystokinin (CCK) menurun berdasarkan usia.
 
• Obes dan Penurunan BB Cepat
Lebih dari 50% wanita usia 45-55 tahun yang obesitas memilik penyakit
kandung empedu dan cholelithiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. Penurunan
berat badan yang cepat pada pasien obese berhubungan dengan sekresi saturasi
kolesterol empedu dan meningkatkan insiden batu empedu.
PATOGENESIS
Manifestasi Klinis
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik).
Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang
ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari
pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang
membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.
 
2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 30 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian
– Kolik Bilier
Gejala dari kolik bilier dihasilkan dari impaksi batu didalam duktus sistikus atau didalam
infundibum kandung empedu. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya
dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa
jam dan kemudian pulih. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris
akibat obstruksi viseral.
Diagnosis
 1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
 2. Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
3. Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat setiap kali terjadi serangan akut.
 
– Pemeriksaan radiologis
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu tersebut menjadi
simptomatik maka intervensi operatif diperlukan.
 
1. Asimptomatik
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan.
Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah
- Pasien dengan batu empedu > 2cm
- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan
- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut
 2. Simptomatik
– Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum diindikasikan bagi
yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang terkait usia tua dan memiliki resiko
operasi. Pada beberapa kasus empiema kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk
mengeluarkan pus yang dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru direncanakan kolesistektomi
elektif. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.
– Kolesistostomi
Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan sepsis, yang dapat dilakukan ialah
kolesistostomi. Kolesistostomi adalah penaruhan pipa drainase di dalam kandung empedu. Setelah
pasien stabil,maka kolesistektomi dapat dilakukan .
 
- Kolesistitis Akut
KOMPLIKASI
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. (Lesmana, 2009). Hampir semua kolesistitis
akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantong
Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita kolesistitis. Kolesistitis akut
tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah.

 - Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai
dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis kronik
merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan. Penyebabnya
hampir selalu batu empedu. Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier,
dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau
kolesistografi oral. Keluhan dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan,
yang mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis
kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik
bilier dirasakan di perut kanan atas 
PROGNOSA
Prognosis nya adalah tergantung dari besar atau kecilnya ukuran batu
empedu, karena akan menentukan penatalaksanaannya, serta ada atau
tidak dan berat atau ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan
halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris
sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis
dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya
baik
KELAINAN PADA PANKREAS
Pankreatitis akut
Etiologi
• Obstruksi mekanik ampula, spt batu empedu, askariasis,
keganasan
• Konsumsi alkohol
• Trauma
• Gangguan metabolik,spt hipertrigliserida, hiperkalsemia
• Toksin
• Obat-obatan, spttetrasiklin, pentamidine, metronidazole
• Infeksi
• Kelainan kongenital
Klasifikasi
• Intestitial edematous pancreatitis terjadi
edema inflamatorik parenkim pankreas yg
menyebabkan pankreas membesar scr difus
• Necrotising pancreatitis terjadinya necrosis
pada perenkim panreas dan/atau jaringan
pankreas
Patogenesis
Pengaturan sekresi enzim pankreas
• Enzim pankreas berguna untuk metabolisma KH, lemak dan protein
• Enzim ini di buat di sel asinar pankreas lalu di simpan dlm vesikel yg
disebut zimogen dlm bentuk proenzim
• Ketika makanan masuk menstimulasi pelepasan proenzim pankreas
di bawah regulasisaraf parasimpatis
• Proenzim dilepaskan ke dlm ductus pankreas lalu di sekresikan ke
dlm usus halus untuk proses percernaaan
• Tripsinogen (proenzim untuk tripsin) akan diaktivasi menjadi tripsin
akan memfasilitasi konversi proenzim lain menjadi bentuk aktif nya
Patogenesis pankreatitis akut
• Apabila terjadi ketidak seimbangan regulasi tersebut, terjadi
aktivasi prematur enzim pankreas yg bersifat destruktif
• Aktivasi prematur proenzim terjadi ketika kompartemen
lisosomal dan granula zimogen bersatu hingga tripsinogen
diaktivasi menjadi trispin yg akan memicu kaskade aktivasi
zimogen lain
• Vesikel sekretori berisi enzim yg telah aktif akan dikeluarkan
melalui membran basolateral ke dlm intertitium dan menarik
sel-sel radang
• Sel radang akan mengeluarkan TNF-α, IL-6, IL-8, dan akan
meningkatkan permeabilitas vaskular pankreas shg terjadi
pendarahan, edem dan nekrosis pankreas
Gejala klinis
• Akut ringan  tdk ada organ failure,
komplikasi lokal maupun sistemik
• Akut sedang  terdapat transient organ
failure, komplikasi lokal/sistemik tanpa ada
organ failure yg persisten
• Akut berat persistent organ failure (> 48
jam), single organ failure, multipke organ
failure
Diagnosa
Bila memenuhi 2 dari 3 kriteria
1. Nyeri hebat di abdomen (biasanya di daerah
epigastrium), dgn onset akut, kadang
menjalar ke punggung
2. Kenaikan kadar enzim pankreas (amilase atau
lipase) ≥ 3x lipat nilai normal
3. Terdapt gambaran karakteristik pankreatitis
akut pada CT-Scan dengan kontras
Anamnesa
• Gejala utama yg dikeluhakan: nyeri hebat
abdomen
• Mual muntah
• Gelisah, agitasi, lebih nyaman pada posisi
supinasi
Pemeriksaan fisik
• Demam, takikardi, syok, atau koma pada kasus berat
• Abdominal tendernessdistensi abdomen terutama di
epigastrium dan defens muscular
• Dipsneu krn iritasi diafragma oleh eksudat inflamasi
• Eccymotic discloration pada pinggang (Grey Turner’s sign) atau
ada regio periumbilikal (Cullen’s sign) menunjukkan pendarahan
intraabdomen dan biasanya mempnyai prognosis buruk
• Ikterik bila terdapat obstruksi pada duct bilier
• Terdapat massa di epigastrium terdapat pembentuka
pseudokista
• Subcutaneus nodular fat necrosis
Pemeriksaan penunjang
• Darah kengkap
• Kolesterol, trigliserid dan kalisium untuk
mengevaluasi etiologi
• ALT, AST, alkali fosfatase bilirubin total untuk
mencari tanda pankreatitis akibat batu
empedu
• Foto polos abdomen  gambaran sentinel
loop atau colon cut off sign
Tatalaksana
• Pantau tanda vital, hidrasi, koreksi
ketidakseibangan eletrolit dan nutrisi serta
lakukan pencegahan komplikasi
• Tatalaksana suportif cairan intravena,
manajemen nyeri, koreksi elektrolit
• 70% berespon pengobatan suportif saja
• 30% berat, dpt mengalami syok, gagal napas dan
infeksi shg perlu perawatan intensif
• Rujuk ke spesialis penyakit dalam
Komplikasi
• Akut acut peripancreatic fluid collection,
pseudokista, acute necrotic collection, walled
off, disfungsi gastric outlet, trombosis vena
porta,necrosis colon
• Sistemik eksaserbasi dr komorbid yg
menyertai sebelumya, spt PJK, peny.paru
kronis, yg di presipitasi oleh pankreatitis akut

Anda mungkin juga menyukai