undefined undefined
SIROSIS HEPATIS
A. Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difusi di tandai dengan adanya pembentukan
Jaringan ikat disertai nodul, biasanya di mulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (suzanne C.smeltzer &
Brenda G. Bare.2001)
Sirosis hati adalaha prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difusi dan menahun
pada hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degerenasi dan regenerasi sel hati sehingga
Timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (arif mansjoer, FKUI1999 )
B. Etiologi
Menurut FKUI 1999, penyebab sirosis hepatis antara lain:
1. Malnutrisi
2. Alkohol
3. Virus hepatis
4. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
5. Zat toksik
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Hipertensi portal menimbulkan varises esopagus, dimana suatu saat akan pecah.
3. sehingga timbul perdarahan yang masip.
4. Koma Hepatikum.
5. Ulkus Peptikum
6. Karsinoma hepatosellural
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fungsi hepar abnormal
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar
globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterse,
serta peninggian SGOT dan SGPT.
- Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)
- Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
- Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT dan AST (akibat dari destruksi jaringan)
- PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan faktor pembekuan)
Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaanq serum dan pemeriksaan
radiologis tak dapat menyimpulkan Ultrasound, skan CT atau MRI dilakukan untuk mengkaji
ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatik.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut.
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun,
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati
seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti
telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan
endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
H. Pemeriksaan fisik
INSPEKSI
1. Area Tangan
Turgor kulit
Telapak Tangan ( Halus/kasar ( jika kasar indikasi gangguan hepar )
Kuku ( normal = putih , kuning = terjadi gangguan di hepar )
Shap Diamond untuk mengetahui clubbing fingger
2. Wajah
Sklera pada mata ( normal = putih )
Mulut ( melihat membran mukosa mulut , adanya stomatitis )
3. Abdomen
Memeriksa hernia dengan disuruh batuk ( jika ada benjolan maka indikasi ada hernia )
Lihat bentuk perut (simetris/asimetris)
AUSKULTASI
1. Bising usus ke 4 kuadran dalam semenit terdapat 5-20 suara bising usus
PERKUSI
1. Untuk mengetahui isi dalam rongga perut terdapat bunyi dullnes terdengar dibagian lien .
bunyi paru resonan di midklavikula ics 1-5 . normal jarak 6-12 cm padaorang dewasa
PALPASI
Ada 2 ringan dan lepas
Palpasi ringan kedalaman 1 cm , sambil melihat ekspresi wajah klien
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DATA FOKUS
DIAGNOSA 1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan, mual, muntah
Mandiri
1. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan / defisiensi.
2. Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan. Riwayat berat badan. Ukuran
kulit trisep.
Rasional : mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status
nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan.
3. Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila
pasien mudah leleah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan
makanan yang disukai.
Rasional : diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila
keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.
4. Dorong pasien untuk makan semua makanan / makanan tambahan
Rasional : pasien mungkin mencungkil atau hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan
minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise.
5. Berikan makan sedikit dan sering.
Rasional : buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra abdomen/asites.
6. Batasi masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu panas
atau terlalu dingin.
Rasional : membantu dalam menurunkan iritasi gaster/diare dan ketidaknyamanan abdomen
yang dapat mengganggu pemasukan oral/pencernaan.
7. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.
Rasional : perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratorium. Contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.
Rasional : glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen,
atau masukan tak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme, penurunan
sintesis hepatik, atau kehilangan ke rongga peritoneal (asites). Peningkatan kadar amonia
perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
2. Pertahankan status puasa bila diindikasikan.
Rasional : pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada
hati dan produksi amonia/urea GI.
3. Berikan makanan dengan selang, hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi.
Rasional : mungkin diperlukan untuk diet tambahan untuk memberikan nutrien bila pasien
terlalu mual atau anoreksia untuk makan atau varises esofagus mempengaruhi masukan oral.
4. Berikan obat sesuai indikasi, contoh :
Tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat.
Rasional : pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati
yang rusak tak dapat menyimpan vitamin A, B komplek, D dan K. Juga dapat terjadi
kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.
5. Enzim pencernaan, contoh pankreatin (Viokase)
Rasional : meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan streatorea/diare.
6. Antiemetik, contoh trimetobenzamid (Tigan)
Rasional : digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan mual/muntah dan meningkatkan
masukan oral.
DIAGNOSA 2
Perubahan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Mandiri
1. Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi pengeluaran).
Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Rasional : menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan,
dan respons terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut.
2. Awasi TD dan CVP. Catat JVD/distensi vena.
Rasional : peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi
mungkin tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular
eksternal dan vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
3. Ukur lingkar abdomen
Rasional : menunjukkan akumulasi cairan (asites) di akibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal.
4. Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Rasional : dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
5. Berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (kalau puasa).
Rasional : menurunkan rasa haus.
Kolaborasi
1. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium)
Rasional : penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan
ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan diuretik (untuk menurunkan air total tubuh) dapat
menyebabkan berbagai perpindahan/ketidakseimbangan elektrolit.
2. Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi
Rasional : natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah pengenceran
hiponatremia.
3. Berikan albumin bebas garam/plasma ekpander sesuai indikasi
Rasional: albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam
kompartemen vaskuler (pengumpulan cairan dalam area vaskuler), sehingga meningkatkan
volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
4. Berikan obat sesuai indikasi :
Diuretik, contoh spironolakton (Aldakton); furosemid (Lasix).
Rasional : digunakan dengan perhatian untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat
efek aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.
5. Kalium
Rasional : kalium serum dan seluler biasanya menurun karena penyakit hati sesuai dengan
kehilangan urine.
DIAGNOSA 3
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik dan akumulasi garam empedu pada kulit
Mandiri
1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang
tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak; batasi penggunaan sabun untuk mandi
Rasional : edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk
dekubitus. Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat.
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi/tempat tidur; bantu dengan latihan rentang
gerak aktif/pasif
Rasional : pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki
sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.
3. Tinggikan ekstremitas bawah
Rasional : meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas
4. Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan
Rasional : kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan risiko kerusakan kulit
5. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu
6. Berikan losion kalamin, berikan mandi soda kue. Berikan kolestiramin (Questran)bila
diindikasikan.
Rasional : mungkin menghentikan gatal sehubungan dengan ikterik, garam empedu pada
kulit.
DIAGNOSA 4
Risiko tinggi terhadap pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru dan asites
Mandiri
1. Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan.
Rasional : pernapasan dangkal cepat/dipsnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia
dan/atau akumulasi cairan dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronki
Rasional : menunjukkan terjadinya komplikasi (contoh adanya bunyi tambahan menunjukkan
akumulasi cairan/sekresi; tak ada/menurunkan bunyi atelektasis) meningkatkan risiko infeksi.
3. Selidiki perubahan tingkat kesadaran
Rasional : perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan, yang
sering disertai koma hepatik.
4. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
Rasional : memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan
meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5. Ubah posisi dengan sering; dorong napas dalam, latihan dan batuk
Rasional : membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
6. Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan warna/karakter sputum
Rasional : menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.
Kolaborasi
1. Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada
Rasional : menyatakan perubahan status pernapasan, terjadinya komplikasi paru.
2. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
Rasional : mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi
tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
3. Bantu dengan alat-alat pernapasan, contoh spirometri insentif, tiupan botol.
Rasional : menurunkan insiden atelektasis. Meningkatkan mobilitas sekret.
4. Siapkan untuk/bantu untuk prosedur, contoh :
Parasentesis;
Rasional : kadang-kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernapasan
tidak membaik dengan tindakan lain.
Kesimpulan
Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difusi di tandai dengan adanya pembentukan
Jaringan ikat disertai nodul, biasanya di mulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (suzanne C.smeltzer &
Brenda G. Bare.2001)
Sirosis hati adalaha prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difusi dan menahun
pada hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degerenasi dan regenerasi sel hati sehingga
Timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. (arif mansjoer, FKUI1999).
Azzahra Blog's
Skip to content
About Me
Konsultasi Gizi
Leaflet Konsultasi Gizi
Materi Gizi dan Kesehatan
Nutrition Software
Nutrition Tool Kits
Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang
normal menjadi nodula- nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah destruksi hepatosit dan
digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan vaskular (Dipiro et al, 2006).
Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang bertanggung jawab
terhadap banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis ini. Komplikasi ini meliputi
spontaneous bacterial peritonitis (SBP), hepatic encephalophaty dan pecahnya varises
esophagus yang mengakibatkan perdarahan (hematemesis dan atau melena) (Sease et al,
2008). Pada sirosis hepatis, jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut
(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini mempengaruhi struktur
normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan mati sehingga hati secara
bertahap kehilangan fungsinya. Hati (liver) sebagaimana diketahui adalah organ di bagian
kanan atas perut yang memiliki banyak fungsi, di antaranya:
Menyimpan glikogen (bahan bakar untuk tubuh) yang terbuat dari gula. Bila
Sirosis merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena mengganggu fungsi-fungsi di atas.
Selain itu, sirosis juga berisiko menjadi kanker hati (hepatocellular carcinoma). Risiko
terbesar sirosis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis C dan B, diikuti dengan sirosis yang
disebabkan oleh hemokromatosis.
B. PATOFISIOLOGI
Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang berasal
dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika dan vena
porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah
yang sudah difilter masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih
besar menuju ke vena cava inferior (Sease et al, 2008).
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal
menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises
dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan
berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya
ensefalopati hepatik dan koagulopati (Sease et al, 2008).
Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol dan infeksi virus
hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat
merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan peradangan jangka
panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan sirosis. Berdasarkan penelitian, 1 dari 5
penderita hepatitis C kronis dapat berkembang menjadi sirosis.
Komplikasi sirosis
Komplikasi dari hipertensi portal yang paling penting adalah perkembangan dari varises atau
rute alternative aliran darah dari portal ke sirkulasi sistemik, melewati liver. Varises menekan
sistem vena portal dan mengembalikandarah ke sirkulasi sistemik. Pasien dengan sirosis
memiliki resiko untuk terjadi perdarahan varises ketika tekanan vena portal 12 mmHg lebih
besar dari tekanan vena cava. Perdarahan dari varises terjadi pada 25% hingga 40% pasien
dengan sirosis, dan setiap episode perdarahan membawa resiko kematian antara 25% hingga
30%. Perdarahan ulang biasanya mengikuti dari setiap kejadian perdarahan awal, terutama 72
jam dari perdarahan awal (Sease et al, 2008).
Patofisiologi dari penyakit ini masih belum jelas sampai sekarang, namun ada beberapa teori
yang mengatakan bahwa mekanisme perkembangan penyakit sirosis menjadi hepatic
encephalopathy adalah :
1. Metabolisme produk nitrogen di saluran pencernaan menjadi produk metabolit yang toksik
bagi SSP. Degradasi urea dan protein ini akan menjadi produk ammonia yang melalui aliran
darah akan menembus sawar darah otak dan mengakibatkan perubahan neuropsikiatrik di
SSP.
2. Gamma-aminobutyric-acid (GABA) yang bekerja sebagai inhibitor neurotransmitter yang
diproduksi juga di dalam saluran pencernaan terlihat mengalami peningkatan jumlah dalam
darah pada pasien dengan sirosis hati.
3. Meningkatnya asam amino aromatik yang menembus sawar darah otak, hal ini
mengakibatkan meningkatnya sintesis false neurotransmitter (seperti octopamine dan
phenylephrine, dan menurunnya produksi dopamine dan norepinephrine) (Goldman, 2007).
Pasien dengan hepatic encephalopathy menunjukkan adanya perubahan mental dan status
motorik dimana derajat keparahannya meliputi:
1. Stage I
2. Stage II
3. Stage III
4. Stage IV
Tidak bereaksi pada rangsangan apapun, reflex okuler yang lemah, kekauan otot, kejang
menyeluruh.
Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran darah portal.
Karena sistem vena porta tidak memiliki katup, resistensi di setiap ketinggian antara sisi
kanan jantung dan pembuluh splanknikus menyebabkan tekanan yang meninggi disalurkan
secara retrograd. Peningkatan resistensi dapat terjadi pada presinusoid, sinusoidal dan
postsinusoid (Sudoyo, 2006). Peningkatan tekanan ini menyebabkan aliran darah
dikembalikan ke vena portal. Darah dari vena portal tidak dapat masuk kedalam hepar karena
terjadi pengerasan sehingga aliran darah tidak terpenetrasi menyebabkan tekanan portal
meningkat, kompensasinya terbentuk sistem kolateral menembus aliran lain yang dapat
ditembus. Karena sifat vena (termasuk vena porta) yang berbentuk katup dan jarangnya katup
maka kenaikan tekanan akan diteruskan kembali ke vascular bed sehingga terjadi shunting
portal ke sistemik (McPhee, 1995).
d. Asites
Asites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium.
Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur
hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi
menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik
dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke
dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan
volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga
tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium (McPhee, 1995). Ciran asites
merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan
bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram negatif, kelompok
enterococcus (Sease et al, 2008).
Gejala
Sirosis di tahap awal tidak menimbulkan gejala. Pada tahap ini tes fungsi hati dapat
mendeteksi perubahan yang mengarah pada disfungsi hati, seperti:
Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membantu untuk mengatur
komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh.
Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah.
Kurang mampu mengolah limbah kimia dalam tubuh seperti bilirubin sehingga menumpuk di
dalam tubuh.
Kurang mampu memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa
menumpuk di dalam tubuh.
Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah
akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugas-tugas
hati. Gejala yang dapat timbul pada fase ini adalah:
Kelelahan.
Kelemahan.
Cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (ascites).
Kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah.
Kecenderungan lebih mudah berdarah dan memar.
Penyakit kuning karena penumpukan bilirubin.
Gatal-gatal karena penumpukan racun.
Gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat karena pengaruh racun di
dalam aliran darah yang memengaruhi otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
kepribadian dan perilaku, kebingungan, pelupa dan sulit berkonsentrasi.
Hipertensi portal yang disebabkan noleh adanya jaringan parut yang membatasi aliran darah
melalui vena portal sehingga terjadi tekanan balik.. Vena portal adalah vena yang membawa
darah berisi nutrisi dari usus dan limpa ke hati. Normalnya, darah dari usus dan limpa
dipompa ke hati melalui vena portal. Namun, sirosis menghalangi aliran normal darah
melalui hati sehingga darah terpaksa mencari pembuluh baru di sekitar hati. Pembuluh-
pembuluh darah baru yang disebut “varises” ini terutama muncul di tenggorokan (esofagus)
dan lambung sehingga membuat usus mudah berdarah. Jika perdarahan usus terjadi, maka
akan terjadi muntah darah, atau mengeluarkan darah melalui kotoran (feses). Kondisi ini
adalah kedaruratan medis yang harus segera ditangani.
C. DIAGNOSIS
Kecurigaan sirosis terutama muncul bila pasien memiliki gejala dan riwayat meminum
alkohol berat atau terkena hepatitis kronis. Pemeriksaan darah dapat mengkonfirmasi
kegagalan fungsi hati. USG dapat menunjukkan adanya kerusakan hati. Pemeriksaan
pendukung dapat berupa antibodi virus hepatitis a, kelebihan zat besi atau tembaga di dalam
darah. Gejala klinik dan kelainan yang ditemukan pada data laboratorium sebagaimana dalam
tabel dibawah ini
Tabel 1. Gejala klinik dan Data Laboratorium Pasien Sirosis Hati (Dipiro et al, 2006)
Encephalopathy
Laboratory testHypoalbuminemia
Thrombocytopenia
D. TERAPI
Secara umum, kerusakan sel-sel hati tidak dapat direhabilitasi. Tujuan pengobatan adalah
mencegah pembentukan jaringan parut hati lebih lanjut, atau memperlambat kerusakan sel-sel
hati. Sirosis cenderung semakin memburuk jika penyebab yang mendasari tetap ada. Oleh
karena itu perlu upaya untuk memperlambat atau menghentikan penyebab sirosis, misalnya:
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan karena satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan
hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic
Manajemen diet pada sirosis ditujukan agar status nutrisi penderita tetap terjaga, mencegah
memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas
serta harapan hidup penderita juga akan membaik. Pada pasien ini dilakukan diet tinggi
protein dan tinggi kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada
penderita sirosis disesuaikan dengan kompikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat
mengakibatkan peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein
akan menghambat penyembuhan sel hati. Pada sirosis hati terkompensasi diberikan diet
tinggi kalori tinggi protein dengan maksud agar sel-sel hati dapat beregenerasi. Sedangkan
untuk mengontrol tingkat amonia darah digunakan laktulosa dan atau suatu jenis antibiotik
yang bernama neomisin.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang
(AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi
(kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia.
Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita
sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian,
diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan
penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
Menurut Wolf (2011) nutrisi yang seimbang baik dari segi kalori, karbohidrat, protein dan
lemak, akan membawa pengaruh yang baik untuk memperbaiki kerusakan sel hati. Pada
tingkat tertentu, kerusakan sel hati masih bisa diperbaiki dengan cara memproduksi sel hati
baru yang sehat. Widiastuti dan Mulyati (2005) meneliti bahwa kadar albumin secara umum
rata-rata meningkat pada pasien sirosis hati yang diberikan suplemen asam amino rantai
cabang (AARC).
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan
dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat
hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi.
Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam. Terapi
ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik
diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari
atau 35-40 kcal/kgBB/hari dengan protein berkisar antara 1,2-1,6 g/kgBB bergantung pada
derajat malnutrisi dan kondisi lain yang dialami pasien. Dalam preskripsi diet pasien sirosis
hati, tidak ada pembatasan asupan karbohidrat walaupun pasien mengalami resistensi insulin
(Tsiaousi, et.al., 2008).
Pada pasien yang mengalami liver injury pada kasus yang akut dan kronik sering ditemukan
balans nitrogen negative. Oleh karena itu, sering ditemukan adanya pemecahan protein oleh
otot karena sintesis protein atau pemecahan protein yang dilakukan oleh hati telah menurun
fungsinya. Dalam memberikan treatment mengenai protein, yang perlu diperhatikan adalah
menghindarkan pasien sirosis dari kejadian malnutrisi serta menghindarkan pasien dari
encephalopathy hepar. Untuk itu, selain mengatur protein yang diberikan, asupan karbohidrat
dan lemak juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya pemecahan yang
mengakibatkan malnutrisi. Pada pasien sirosis, rasio asam amino rantai cabang (BCAA)
misalnya isoleusin, leusin, dan valine) terhadap asam amino aromatic misalnya fenilalanin,
triptofan, dan tirosin sering ditemukan abnormal terutama pada pasien yang mengalami
malnutrisi. Menjaga resiko kedua macam asam amino ini dapat menghindarkan pasien
dengan sirosis terhadap kejadan ensefalopathy hepatic (Lieber, 1999).
Pada penderita sirosis dengan asites maka terapi diet rendah natrium dan pengurangan cairan
yang menumpuk di perut (ascites) perlu dilakukan. Menurt Hasse dan Mataresse (2004),
pasien hati yang memiliki ascites mengalami peningkatan energi expenditure. Namun dalam
penghitungannya, hendaknya memperhatikan berat badan yang telah dikoreksi untuk
mencegah terjadinya overfeeding. Sirosis merupakan salah satu penyakit katabolisme, itulah
sebabnya protein diberikan tinggi. Protein 1,2/kg BB diberikan karena mempertimbangkan
kadar albumin dan total protein yang rendah namun tetap memperhitungkan kadar BUN-
kreatinin yang tinggi. Sumber protein yang diberikan diutamakan berasal dari BCAA.
Natrium sebaiknya diberikan secara terbatas sampai 2 g/hari pada pasien ascites yang diber
terapi diuretik. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan maupun kelebihan natrium
yang dapat berakibat pada abnormalitas metabolik (Hasse dan Mataresse, 2004). Lemak
diberikan rendah jika terdapat pembesaran lien dan ikterik. Sebagian kecil penderita asites
tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian dapat dilakukan
parasintesis. Parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter / hari, dengan catatan harus
dilakukan infuse albumin sebanyak 6 – 8 gr/liter cairan asites yang akan dikeluarkan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa parasintesa dapat menurunkan masa opname
pasien. Namun prosedur ini tidak dianjurkan pada anak-anak, kadar protrombin < 40%,
serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium
urin < 10 mmol/24 jam.
Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang berlebihan, pengenalan
secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan
secara konservatif dapat dilakukan berupa ritriksi cairan,garam, potassium dan protein.
Penelitian yang dilakukan Anthony (2012), diketahui pada penderita sirosis hepatis non
alkoholik diketahui bahwa asupan rendah kolin dapat menyebabkan peningkatan terjadinya
fibrosis hati pada pasien wanita post-menaupose. Penelitian yang dilakukan Malaguarnea
(2011) pada pasien enchepalopati hepatic yang diberi oral L-carnitin mengalami perbaikan
dalam gejala kelemahan dan kelelahan (fatique) yang sering muncul pada pasien sirosis
hepatis. Penelitian yang dilakukan Suzanna (2011) pada pasien ensepalopati sirosis yang
mengalami malnutrisi akan mengalami perbaikan jika diberikan treatmen diet jumlah kalori
35-40 kal / kg BB dan
1,5 g protein / kg BB yang di dalamnya mengandung BCAA substitusi seperti L-ornithine-L-
aspartate. Penelitian yang dilakukan Eduard (2005), terhadap penyerapan dan pengangkutan
asam lemak rantai panjang pada sirosis diketahui bahwa tidak terdapat steatore pada pasien
dan menunjukkan adanya penyerapan yang baik pada penderita sirosis dengan spontaneous
portal-systemic shunting.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
3. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997
5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta 1987
6. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
8. Lieber, CS dalam Kopple, Joel dalam Shills et.al. 1999. Modern Nutrition in Health and
Disease. Williams and Wilkins: New York
10. Brandt, Carl. J dan Ove Schaffalitzky de Muckadell. 2005. Cirrhosis of the Liver.
www.netdoctor.co.uk
11. Hasse dan Mataresse dalam Mahan, Kathleen dan Sylvia Escott-Stump. 2004. Krause’s :
Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th ed. Philadelphia : Saunders National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2008. Cirrhosis. www.digestive.iddk.nih.gov
12. Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H., Ruwanpathirana,
S., 2005. Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic
Fever. Sri lanka : SLMH, p. 1- 44
13. Anonim, 2009, MIMS Indnesia Petunjuk Konsultasi, Jakarta: PT Infomaster, lisensi
CMPMedia.
14. Dib, N., Oberti, F., Cales, P., 2006. Current management of the complications of portal
hypertension : Variceal bleeding and ascites. CMAJ
15. Fauci, et al., 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United
States:The Mcgraw-Hill Companies.
16. Garcia-Tsao, et al., 2007, Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and
Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines.
17. Gines, P., M.D., Cardenas, A., M.D., Arroyo, V., M.D., and Rodes, J., M.D., 2004,
Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of Medicine.
20. McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F. and Lange, J.D. (Eds.), 1995.
Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine, 21st Edition, Stamford:
Appleton & Lange.
21. PMFT RSU Dr.Soetomo, 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.
22. Schwinghammer, T.L., 2009. In: Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L.,
Hamilton, C.W., Pharmacotheraphy Handbook, USA: Mcgraw-Hill Comapanies, Inc.
23. Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and cirrhosis. In:
J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey (Eds.).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th, New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
24. Sudoyo, A. W et all., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
25. Widiastuti, Yuliati dan Tatik Mulyati. 2005. Pengaruh BCAA Terhadap Kadar Albumin
Pasien Sirosis Hepatis di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/26173/1/67_Yuliati_Widiastuti_G2C20122.rtf_A.pdf
27. Eduard Cabré, José M Herna´ndez-Pérez, Lourdes Fluvia`, Cruz Pastor, August
Corominas, and Miquel A Gassull. Absorption and transport of dietary long-chain fatty acids
in cirrhosis: a stable-isotope-tracing study1–3 Am J Clin Nutr 2005;81:692–701.
28. Anthony L Guerrerio, Ryan M Colvin, Amy K Schwartz, Jean P Molleston, Karen F
Murray, AnnaMae Diehl, Parvathi Mohan, Jeffrey B Schwimmer, Joel E Lavine, Michael S
Torbenson, and Ann O Scheimann Choline Intake In A Large Cohort Of Patients With
Nonalcoholic Fatty Liver Disease. Am J Clin Nutr April 2012 vol. 95 no. 4 892-900
Rate this:
Share this:
Facebook1
Twitter
Google
LinkedIn1
Email
Like this:
Like Loading...
Related
17 Comments
1.
2.
terima kasih pada pengunggah, saya jadi memahami penyakit yg di derita paman
saya>
smg bermanfaat ;)
3.
bgaimana dengan makanan yang harus dihindari dan yang baik untuk penderita
sirosis?
trmksh..
makanan yang dihindari untuk penderita sirosis adalah makanan yang tinggi
lemak untuk mencegah perlemakan hati lebih lanjut dan pemberian protein
dilakukan secara bertahap
Jika pasien terbukti secara diagnosis dokter, sudah positif mengidap SIROSIS
HATI.
Mengenai makanan yang baik untuk penderita sirosis adalah sebetulnya apa
saja diperbolehkan, terkecuali adalah yang telah saya sebutkan 4 (empat)
diatas tadi…
Semoga Bermanfaat… :)
NB:
Terimakasih buat mba tik (Kurniati Dwi Utami) sebagai penulis, yang telah
menulis artikel di blog ini yang sangat-sangat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi pasien & keluarga pasien.
5.
6.
maav mau tanya mekanisme terjadinya peningkatan Asam Amino Aromatis tu kyk
gimana ya??
Asam amino aromatik terdiri dari beberapa macam yaitu fenilalanin, tirosin,
dan triptofan yang meningkat jika mengonsumsi protein jenis ini, misalnya
AA tirosin dan triptofan terkandung dalam hati ayam, keju, alpukat, pisang,
ragi, ikan dan daging.
terimakasih infonya :)
7.
Artikelnya benar2 sangat membantu sekali bagi pembaca, khususnya bagi pasien &
keluarga pasien.
8.
Waaah saya baru tau ternyata asam amino memiliki manfaat yang sangat beragam
yaa.. Setau saya asam amino seperti BCAA dibutuhkan oleh mereka yang sedang
menekuni fitness, terutama bagi bianaragawan sebagai suplemen untuk pemulihan
otot setelah berlatih. Terimakasih atas infonya yang sangat lengkap dan tentu sangat
dibuthkan oleh mereka yang masih awam mengenai penyakit tersebut.
10.
Leave a Reply
ahligiziblog
Post navigation
GIZI DAN KECERDASAN ANAK
Categories
Recent Posts
Blogroll
BPOM
Islamic Online University
Kurniati Utami on Facebook
My sister Blog
Qur'an Online
Andi Imam Arundara
Esti Nurwanti
Manji Lala
Muslimah Site
WHO
Dietitien Online
Dictionary
Syarian Online
Sister Online Shop
Pustaka Gizi
June 2012
M T W T F S S
« Sep Dec »
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30
Find us on Facebook
Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.
follow me
Subscribe in a reader
Blog Stats
64,005 hits
Follow
A. PENGERTIAN
Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk berbagai kondisi dimana terjadi peradangan dan
atau mekrosis sel-sel hati. Nekrosis adalah istilah yang digunakan bagi kematian sebagian atau
semua sel di dalam suatu organ atau jaringan. Banyak orang yang berpendapat bahwa hepatitis
sama dengan jaundice atau penyakit kuning. Penyakit kuning adalah istilah yang digunakan ketika
sklera atau bagian putih mata berubah warna menjadi kuning.
Hepatitis berbeda dengan penyakit kuning. Penyakit kuning adalah salah satu gejala hepatitis
yang justru paling sering terdeteksi setelah munculnya gejala penyakit kuning, dan hepatitis
merupakan penyebab dari penyakit kuning.
Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang
normal menjadi nodula- nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah destruksi hepatosit dan
digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan vaskular (Dipiro et al, 2006).
Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang bertanggung jawab terhadap
banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis ini. Komplikasi ini meliputi spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), hepatic encephalophaty dan pecahnya varises esophagus yang
mengakibatkan perdarahan (hematemesis dan atau melena) (Sease et al, 2008). Pada sirosis hepatis,
jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses
bertahap. Jaringan parut ini mempengaruhi struktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati
menjadi rusak dan mati sehingga hati secara bertahap kehilangan fungsinya. Hati (liver) sebagaimana
diketahui adalah organ di bagian kanan atas perut yang memiliki banyak fungsi, di antaranya:
1. Menyimpan glikogen (bahan bakar untuk tubuh) yang terbuat dari gula. Bila diperlukan, glikogen
dipecah menjadi glukosa yang dilepaskan ke dalam aliran darah.
2. Membantu proses pencernaan lemak dan protein.
3. Membuat protein yang penting bagi pembekuan darah.
4. Mengolah berbagai obat
5. Membantu membuang racun dari tubuh.
Sirosis hepatitis adalah penyakit kronis pada organ hati dengan inflamasi dan fibrosis yag
mengakibatkan distorsi struktur hati dan hilangnya sebagian besar fungsi hati. Sirosis hepatitis ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari organ hati.
Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hati, terbentuknya sel-sel
fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan
ini menyebabkan hati kehilangan fungsinya dan distorsi sturkturnya. Organ hati yang sirotik akan
menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat (obtruksi intrahepatik).
1. Sirosis Laennec
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada tahap awal sirosis ini, liver akan
membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, liver akan mengencil dan nodular.
2. Sirosis pascanektrotik
Sirosis ini terjadi akibat nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal
dari virus hepatitis. Liver akan mulai mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
3. Sirosis bilier
Terjadi akibat adanya obtruksi empedu dalam liver dan duktus koledukus komunis (duktus sisikus).
4. Sirosis jantung
Sirosis jantung disebabkan oleh gagalnya jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).
Ada 3 ciri dalam dunia medis yang mngakibatkan sirosis, diantaranya adalah :
1. Adanya fibrosis yang menjembatani sekat-sekat intrahepatik (septum) dalam bentuk pita-pita yang
halus atau jaringan parut yang lebar.
2. Nodul yang timbul karena regenerasi hepatosit yang dikelilingi oleh fibrosis.
3. Disrupsi arsitektur dari parenkim hai/liver.
Fibrosis disertai oleh reorganisasi vaskular dengan hubungan timbal balik abnormal antara
aliran darah vaskular yang masuk dan yang keluar, yaitu : pintasan arteri-vena portal (arterioportal
venus shunt), pintasan arteri-vena hepatika (arteriohepatik venous shunt). Akibatnya, hati dapat
mengalami kekurangan perfusi darah yang serius. Meskipun sebelumnya dianggap bahwa septa
fibrosa yang menjembatani itu bersifat ireversibel, tetapi intensitas fibrosis hepatik dapat berkurang
jika gejala yang menyebabkan sirosis dihentikan.
Sirosis hepatis umumnya diklasifikasi menurut penyebabnya dengan syarat bahwa setelah
sirosis terjadi, etiologinya mungkin tidak bisa ditetapkan.
B. PATOFISIOLOGI
Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang berasal
dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika dan vena porta.
Darah masuk ke hati melalui triad porta yang terdiri dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan
saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter
masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena
cava inferior (Sease et al, 2008).
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal menuju
lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises dan asites.
Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan berkurangnya fungsi
metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan
koagulopati (Sease et al, 2008).
Penyebab paling umum penyakit sirosis adalah kebiasaan meminum alkohol dan infeksi virus
hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat merusak sel-
sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang
dapat mengakibatkan sirosis. Berdasarkan penelitian, 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis dapat
berkembang menjadi sirosis.Penyebab lain sirosis hati meliputi:
Komplikasi sirosis
1. Stage I
Euphoria /depresi, kebingungan ringan dan berfluktuasi, gangguan pembicaraan, gangguan ritme
tidur.
2. Stage II
Lambat beraksi, mengantuk, disorientasi, amnesia, gangguan kepribadian, asteriksis, reflex hipoaktif,
ataksia
3. Stage III
Tidur yang dalam, sangat pusing, reflex hiperaktif, flapping tremor.
4. Stage IV
Tidak bereaksi pada rangsangan apapun, reflex okuler yang lemah, kekauan otot, kejang
menyeluruh.
Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran darah portal.
Karena sistem vena porta tidak memiliki katup, resistensi di setiap ketinggian antara sisi kanan
jantung dan pembuluh splanknikus menyebabkan tekanan yang meninggi disalurkan secara
retrograd. Peningkatan resistensi dapat terjadi pada presinusoid, sinusoidal dan postsinusoid
(Sudoyo, 2006). Peningkatan tekanan ini menyebabkan aliran darah dikembalikan ke vena portal.
Darah dari vena portal tidak dapat masuk kedalam hepar karena terjadi pengerasan sehingga aliran
darah tidak terpenetrasi menyebabkan tekanan portal meningkat, kompensasinya terbentuk sistem
kolateral menembus aliran lain yang dapat ditembus. Karena sifat vena (termasuk vena porta) yang
berbentuk katup dan jarangnya katup maka kenaikan tekanan akan diteruskan kembali ke vascular
bed sehingga terjadi shunting portal ke sistemik (McPhee, 1995).
d. Asites
Asites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium. Akumulasi
cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur hepar dan aliran
darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi menyebabkan perubahan
hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik dalam sinusoid hepar,
mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke dalam rongga peritonium.
Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan volume aliran ke pembuluh limpatik
dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga
peritonium (McPhee, 1995). Ciran asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein
sehingga baik untuk media pertumbuhan bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli),
bakteri gram negatif, kelompok enterococcus (Sease et al, 2008).
Gejala
Sirosis di tahap awal tidak menimbulkan gejala. Pada tahap ini tes fungsi hati dapat mendeteksi
perubahan yang mengarah pada disfungsi hati, seperti:
1. Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membantu untuk mengatur komposisi
cairan di dalam aliran darah dan tubuh.
2. Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah.
3. Kurang mampu mengolah limbah kimia dalam tubuh seperti bilirubin sehingga menumpuk di dalam
tubuh.
4. Kurang mampu memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa menumpuk di
dalam tubuh.
Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah
akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugas-tugas hati.
Gejala yang dapat timbul pada fase ini adalah:
1. Kelelahan.
2. Kelemahan.
3. Cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (ascites).
4. Kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah.
5. Kecenderungan lebih mudah berdarah dan memar.
6. Penyakit kuning karena penumpukan bilirubin.
7. Gatal-gatal karena penumpukan racun.
8. Gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat karena pengaruh racun di dalam aliran
darah yang memengaruhi otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan perilaku,
kebingungan, pelupa dan sulit berkonsentrasi.
9. Hipertensi portal yang disebabkan noleh adanya jaringan parut yang membatasi aliran darah melalui
vena portal sehingga terjadi tekanan balik.. Vena portal adalah vena yang membawa darah berisi
nutrisi dari usus dan limpa ke hati. Normalnya, darah dari usus dan limpa dipompa ke hati melalui
vena portal. Namun, sirosis menghalangi aliran normal darah melalui hati sehingga darah terpaksa
mencari pembuluh baru di sekitar hati. Pembuluh-pembuluh darah baru yang disebut “varises” ini
terutama muncul di tenggorokan (esofagus) dan lambung sehingga membuat usus mudah berdarah.
Jika perdarahan usus terjadi, maka akan terjadi muntah darah, atau mengeluarkan darah melalui
kotoran (feses). Kondisi ini adalah kedaruratan medis yang harus segera ditangani.
Diagnosis
Kecurigaan sirosis terutama muncul bila pasien memiliki gejala dan riwayat meminum alkohol
berat atau terkena hepatitis kronis. Pemeriksaan darah dapat mengkonfirmasi kegagalan fungsi hati.
USG dapat menunjukkan adanya kerusakan hati. Pemeriksaan pendukung dapat berupa antibodi
virus hepatitis a, kelebihan zat besi atau tembaga di dalam darah.
Manajemen diet pada sirosis ditujukan agar status nutrisi penderita tetap terjaga, mencegah
memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas serta
harapan hidup penderita juga akan membaik. Pada pasien ini dilakukan diet tinggi protein dan tinggi
kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita sirosis disesuaikan
dengan kompikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat mengakibatkan peningkatan amonia
darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat penyembuhan sel hati.
Pada sirosis hati terkompensasi diberikan diet tinggi kalori tinggi protein dengan maksud agar sel-sel
hati dapat beregenerasi. Sedangkan untuk mengontrol tingkat amonia darah digunakan laktulosa
dan atau suatu jenis antibiotik yang bernama neomisin.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang
(AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi
gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot
rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai
massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi
lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada
keadaan koma.
Menurut Wolf (2011) nutrisi yang seimbang baik dari segi kalori, karbohidrat, protein dan lemak,
akan membawa pengaruh yang baik untuk memperbaiki kerusakan sel hati. Pada tingkat tertentu,
kerusakan sel hati masih bisa diperbaiki dengan cara memproduksi sel hati baru yang sehat.
Widiastuti dan Mulyati (2005) meneliti bahwa kadar albumin secara umum rata-rata meningkat pada
pasien sirosis hati yang diberikan suplemen asam amino rantai cabang (AARC).
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan
dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat hati-
hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada
keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang
mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari atau 35-40 kcal/kgBB/hari
dengan protein berkisar antara 1,2-1,6 g/kgBB bergantung pada derajat malnutrisi dan kondisi lain
yang dialami pasien. Dalam preskripsi diet pasien sirosis hati, tidak ada pembatasan asupan
karbohidrat walaupun pasien mengalami resistensi insulin (Tsiaousi, et.al., 2008).
Pada pasien yang mengalami liver injury pada kasus yang akut dan kronik sering ditemukan
balans nitrogen negative. Oleh karena itu, sering ditemukan adanya pemecahan protein oleh otot
karena sintesis protein atau pemecahan protein yang dilakukan oleh hati telah menurun fungsinya.
Dalam memberikan treatment mengenai protein, yang perlu diperhatikan adalah menghindarkan
pasien sirosis dari kejadian malnutrisi serta menghindarkan pasien dari encephalopathy hepar.
Untuk itu, selain mengatur protein yang diberikan, asupan karbohidrat dan lemak juga perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya pemecahan yang mengakibatkan malnutrisi. Pada pasien
sirosis, rasio asam amino rantai cabang (BCAA) misalnya isoleusin, leusin, dan valine) terhadap asam
amino aromatic misalnya fenilalanin, triptofan, dan tirosin sering ditemukan abnormal terutama
pada pasien yang mengalami malnutrisi. Menjaga resiko kedua macam asam amino ini dapat
menghindarkan pasien dengan sirosis terhadap kejadan ensefalopathy hepatic (Lieber, 1999).
Diet merupakan salah satu aspek atau cara terpenting dalam penanganan sirosis hepatis, hal ini
mencakup :
1. Puasa
Setelah anda mengalami gejala yang menandakan hepatitis, dokter anda kemungkinan akan
menganjurkan puasa. Puasa mengurangi beban kerja hati dalam mencerna dan menggunakan
makanan dengan suatu cara sehingga tubuh dapat memperoleh energi darinya. Puasa juga dapat
meningkatkan pembuangan cairan empedu dari dalam darah dan hati. Selama anda menjalani
puasa, disarankan untuk mengkonsumsi banyak air mineral untuk membantu menetralkan racun dan
mengeluarkan racun dari tubuh. Anda juga perlu minum enema sekali sehari untuk mempercepat
proses eliminasi racun dari dalam tubuh.
2. Jus buah
Untuk membantu proses penyembuhan dilihat dari parah tidaknya gejala yang dialami, dokter
mungkin akan merekomendasikan jus buah seperti lemon, anggur, jeruk, delima, dsb. Jus jeruk dapat
diteruskan sampai nafsu makan Anda kembali normal.
3. Buah-buahan
Dalam hal kelemahan ekstrem, dokter anda akan merekomendasikan buah-buhaan seperti apel,
nanas, strawberry, dan anggur selama periode puasa.
4. Jus wortel
Anda perlu minum satu gelas jus wortel sepanjang proses pengobatan.
5. Sayuran
Pada akhir masa puasa, dokter akan merekomendasikan salad dan sup sayuran. Makanan ini mudah
dicerna dan oleh karenannya tidak akan mempengaruhi fungsi hati secara negatif. Hindari
menambahkan cuka dan garam ke dalam salad. Untuk menambah rasa, anda dapat menambahkan
sedikit perasan jeruk nipis.
Batasan makanan diatas perlu diikuti selama setidaknya 2 minggu sampai gejala-gejala dari
sirosis berangsur-angsur menghilang. Setelah 2 minggu, dokter anda akan merekomendasikan
sayuran kukus dan sereal dalam porsi kecil, seperti nasi, idly, rotis (sejenis roti tak beragi dari India)
dll. Anda juga perlu membatasi asupan susu dan produk susu, dal (sejenis bubur halus dari polong-
polongan), telur, dan makanan non-vegetarian hingga sembuh sepenuhnya.
Hindari pula konsumsi alkohol dan makanan serta minuman yang mengandung ragi agar beban
kerja organ hati tidak semakin berat.
Diposkan oleh idda Onje Rhoyyan di 03.22
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Beranda
Arsip Blog
▼ 2013 (3)
o ▼ September (3)
ENGLISH NURSE CARE PLAN, AKSEP BAHASA INGGRIS
MAKALAH KDK MAKHLUK BIOLOGIS
Makalah Diet pada pasien Sirosis Hati
Mengenai Saya