Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

SIROSIS HEPATIS DI RUANG AQSA 2


RSUDZA KOTA BANDA ACEH

Oleh :

Sri Putri Akbari, S.Kep


2212501010148

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)


BAGIAN KEPERAWATAN DASAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
(Sirosis Hepatis)
A. Definisi
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
pasti. Sirosis hati merupakan salah satu penyakit hati kronis yang paling banyak
ditemukan dimasyarakat dan merupakan stadium terakhir dari penyakit hati menahun
(Hadi S, 2000 dalam Stiphany, 2010). Biasanya serosis hepatis ini juga ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Penyakit hati kronis
ini dicirikan dengan penggantian jaringan hati normal dengan fibrosis yang menyebar,
yang mengganggu struktur dan fungsi hati (Brunner &Suddarth, 2013).
Sirosis Hepatis merupakan stadium akhir fibrosis hepatik yang menyebabkan
gangguan kebutuhan sehari-hari dan dapat mengganggu permasalahan sistem
kardiovaskuler, gastrointestinal, integumen, hematologi, pulmonar, endokrin, cairan
elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.
Menurut Dongoes, 2015 masalah pada pasien sirosis hepatis adalah ketidakefektifan
pola nafas, ketidakseimbangan nutrisi, kelebihan volume cairan, nyeri akut, kerusakan
integritas kulit, gangguan harga diri dan intoleransi aktivitas. Ketika mengalami sirosis,
hati akan sangat kecil, beratnya hanya berkisar 700- 800g, dan permukaan nya tidak rata
serta noduler. Padahal, untuk hati yang normal, biasanya mempunyai berat 1.200-1.500
g (Soleh, 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik
yang ditandai dengan fibrosis, dengan destorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-
lembar jaringan ikat. Dan menyebabkan hati akan sangat kecil berkisar 700-800 g, dan
permukaan nya tidak rata serta noduler.

B. Etiologi
Menurut Diyono dan Mulyanti (2013), etiologi dibagi 2 yaitu:
1. Etiologi yang diketahui penyebabnya, yaitu :
a. Hepatitis Virus B dan C
b. Alkohol
c. Metabolik
d. Kolestasis kronik/ sirosis siliar sekunder intra dan ekstra hepatic
e. Gangguan Imunologis seperti : hepatitis lupoid
f. Toksik dan obat, Seperti : Metildopa
g. Operasi pintas usus halus pada obesitas
h. Malnutrisi, infeksi malaria
2. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya:
Sirosis ini dinamakan sirosis kriptogenik dari heterogenous.

C. Klasifikasi

Berdasarkan klinis, serosis hepatis dikelompokkan sebagai berikut :


Menurut Sheerlock membagi serosis hati ini berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
2. Mikronoduler (Reguler, monolobuler)
3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Shiff dan Tumen secara marfologi terbagi menjadi :


1. Sirosis Portal Laennec (Alkoholik, Nutrisional).
Dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling
sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang paling
sering ditemukan di Negara Barat.
2. Sirosis Pascanekrotik
Dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis Bilier
Dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu.
Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi biliar yang kronis dan infeksi
(kolangitis): insidennya lebih rendah daripada insiden sirosis Laennec dan
pascanekrotik.
4. Sirosis biliaris primer
terjadi kerusakan progresif pada duktus biliaris intrahepatik. Terutama (90%)
mengenai wanita antara 40-60 tahun, dan keluhan utamanya berupa tanda-tanda
koleastatis: pruritus, ikterus, disertai tinja pucat, urin gelap, dan steatorea,
pigmentasi, dan xantelasma. (Brunner & Suddart, 2002).

D. Manifestasi Klinis

Gejala sirosis hepatis ini mirip dengan penyakit hepatitis, karena terjadinya
kerusakan fungsi pada bagian hati atau liver dimana gejala yang ditimbulkan
seperti: kelelahan, hilang nafsu makan, mual- mual, badan lemah dan kehilangan
berat badan (Nurdana, 2014).

Menurut Batticaca (2009) tanda dan gejala klinis yang di timbulkan yaitu:

a. Area nyeri di daerah perut


b. Gastrointestinal : mengeluarkan gas secara berlebihan sehingga
merasakan rasa mual hingga muntah, perdarahan dan tinja gelap
c. Kehilangan selera makan, kelelahan atau produksi hormon
berkurangan bahkan kehilangan berat badan.
d. Adanya memar, napas pendek, pembengkakan pada anggota gerak.

Menurut Nuarif & Kusuma (2015) tanda klinis dan gejala nya :
- Telapak tangan merah.
- Pelebaran pembuluhan darah
- Ginekomastia bukan tanda yang khas.
- Ensefelopati hepatitis dengan fulminan akut
- Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan
lemah.
E. PATOFISIOLOGI

F. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Hemoglobin rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer,


hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Penyebab anemia ialah
hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang
selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. Kenaikan kadar enzim
transaminase atau SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk tentang berat dan
luasnya kerusakan hati. Kenaikan kadarnya dalam serum akibat kebocoran dari
sel yang mengalami kerusakan. Pemeriksaan laboratorium bilirubbin,
transminase dan gamma T tidak meningkat pada sirosis hepatis.

2. Albumin
Kemampuan sel hati yang berkurang mengakibatkan kadar albumin rendah serta
peningkatan globulin.

3.Pemeriksaan CHE (kolinesterase)

Pemeriksaan CHE (kolinesterase penting dalam menilai kemampuan sel hati,


bila terjadi kerusakan hati CHE akan turun.

4. Pemeriksaan kadar elektrolit

Penting dalam penggunaan dalam diuretik dan pembatasan garam dalam diet.

5. Pemeriksaan Masa Protombim

Pemanjangan masa protombin merupakan petujuk adanya penurunan fungsi hati.


Pemanjangan masa protombin merupakan petujuk adanya penurunan fungsi hati.

6. Kadar Gula Darah

Peningkatan kadar gula darah pada sirosis hati fase lanjut disebabkan kurangnya
kemampuan sel hati membentuk glokogen.

7. Pemeriksaan marker serologi

Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg/HbsAb,


HbeAg/HbeAB, HBV, DNA, HCV, RNA adalah penting dalam menentukan
etiologi sirosis hepatis.
b) Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi hati untuk mendeteksi destruksi dan fibrosis jaringan hati.

2. Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati.

3. CT Scan menentukan ukuran hepar dan nodus permukaan yang tidak teratur

4. Esofagopati untuk menentukan adanya varifes esofagus

5. USG badomen untuk melihat densitas sel-sel parenkim hati dan jaringan

parut.
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi (Mutaqqin, 2013)
Tidak ada obat yang begitu spesifik untuk penyakit sirosis hepatis. Namun, ada
beberapa obat yang digunakan untuk hanya mengobati tanda gejala dan
komplikasi seperti analgetik yaitu katerolac.
2. Non Farmakologi (Sudoyo, 2009)
1. Bed Rest
Pasien dengan penyakit serosis hati umumnya mengalami keletihan, sehingga
perlu banyak istirahat untuk dapat mengembalikan energy dalam tubuh.
2. Posotioning
Pasien biasanya sering mengalami nyeri hebat, sehingga perlu diberikan
intervensi untuk meminimalkan rasa nyeri pada pasien teknik relaksasi seperti
tarik nafas dalam.
3. Membantu pasien mobilisasi
Pasien dengan sirosis hati umumnya yang mengalami kelemahan tidak
mampu berpindah dari tempat tidur kekursi, atau pun jika pasien ingin 29
kekamar mandi, jadi, sebagai perawat perlu membantu pasien untuk
mobilisasi.
4. Terapi Nutrisi
Pasien dengan sirosis hati umumnya mengalami mual dan muntah hingga
menyebabkan turunnya berat badan hingga anoreksia, oleh Karena itu
perawat perlu memberikan terapi nutrisi yang adekuat kepada pasien, diet
yang biasanya diberikan adalah diet tinggi kalori hingga 3000kkl/hari.
5. Parasentesis
Parasentesis adalah tindakan untuk melakukan pengambilan cairan di dalam
rongga tubuh untuk mengatasi penimbunan cairan secara tidak 31 normal di
rongga peritoneum. Parasentesis dilakukan untuk alasan diagnostic dan bila
asites menyebabkan kesulitan bernafas yang berat akibat volume cairan yang
besar. Parasentesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 ltr/hr, dengan catatan
harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6-8 gr/L cairan asites yang
dikeluarkan. Efek dari parasentesis adalah hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia, ensefalopati hepatica dan gagal ginjal. Cairan asites dapat
mengandung 10-30 gr protein/L, sehingga albumin serum kemudian
mengalami deplesi, mencetuskan hipotensi dan tertimbunnya kembali cairan
asites.
6. Balon Tamponade
Prosedur ini kadang-kadang digunakan untuk menghentikan pendarahan
parah sambil menunggu prosedur yang lebih permanen. Tabung A
dimasukkan melalui hidung dan ke dalam perut dan 32 kemudian meningkat.
Tekanan terhadap pembuluh darah sementara dapat menghentikan
pendarahan.
7. Membantu pasien perawatan mulut
Pasien dengan sirosis hati biasanya mengalami mulut dan nafas yang berbau
menyengat dan pasien seringkali mengalami mual dan muntah.

3. Pembedahan (Mutaqqin, 2013)


1) Laparoskopi
Tindakan ini dilakukan untuk melihat kemungkinan pertumbuhan jaringan
parut pada hati dan sejauh maka telah terjadi pembentukan jaringan parut.
2) Transplantasi hati
Operasi transplantasi hati dimulai dengan mengambil organ hati dari pasien
dan menggantinya dengan hati yang berasal dari donor namun dengan
beberapa konplikasi. Usia harapan hidup setelah transplantasi 33 hati sangat
beragam, tergantung dari kondisi masing-masing. Secara umum, lebih dari
70% pasien yang menjalani transplantasi hati berhasil bertahan hidup selama
setidaknya lima tahun setelah operasi.

H. Komplikasi

Menurut Batticaca (2009), komplikasi serosis hepatis sebagai berikut:

a. Hipertensi portal adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient (HVPG) lebih
dari 5 mmhg. Hipertensi portal merupakan sindroma klinis yang sering terjadi. Bila
gradient tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena portal dan vena cava inferior)
diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal dapat terjadi.
b. Varises gastrosofagus merupakan kolateral portosis yang paling sering pecahnya
varises esofagus (VE) mengakibatkan perdarahan varieses yang berakibat fatal.
c. Peritonitis bakterial spontan adalah komplikasi berat dan sering terjadi pada asites
yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus infeksi intra
abdominalis.
d. Enselopati hepatikum (EH) adalah akibat hipermonia, terjadi penurunan hepatic
uptake sebagai akibat dari intrahepatic portalsystemic shunts dan atau penurunan
sintesis urea dan glutamik.
e. Sindroma hepatorenal merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelain organik ginjal,
yang ditemukan pada sirosis hepatis lanjut. Sindroma ini dapat ditemukan pada
penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter (Nurdjana, 2014).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIROSIS HEPATIS
1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan
Beberapa hal yang harus dikaji dalam riwayat kesehatan pada gangguan sistem
gastrointestinal diantaranya adalah data umum pasien, keluhan utama pasien,
riwayat penyakit yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Data umum pasien
Data umum pasien yang perlu dikaji diantaranya :

1. Data demografi meliputi: Nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat rumah.


2. Pekerjaan : jelaskan aktivitas sehari-hari pasien, jenis pekerjaan.
3. Lingkungan: apakah terekpos pencemaran lingkungan seperti bahan kimia,
listrik, polusi udara, dll.
4. Tingkat intelektual : riwayat pendidikan, pola komunikasi
5. Status emosi: ekspresi wajah, perasaan tentang dirinya, keluarga pemberi
pelayanan kesehatan, penrimaan stres dan koping mekanisme.
6. Riwayat pengobatan: obat-obatan yang pernah diberikan (nama, penggunaan,
dosis, berapa lama), keadaan setelah pengobatan, alergi obat dan makanan.
Kebiasaan minum alkohol dalam jangka panjang, obat-obatan, rokok. Selain
itu apakah pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis, obstruksi empedu atau
bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
7. Pelayanan kesehatan puskesmas, klinik, dokter praktek.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1. Apakah sebelumnya pernah di rawat dengan penyakit yang sama atau
penyakit hati lain
2. Pernah menggunakan alkohol dalam jangka waktu lama
d. Riwayat keluarga
DM, hipertensi, ginjal ada yang dalam keluarga.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan. Pemeriksaan fisik
yang lengkap meliputi : tanda vital dan lebih fokus pada pemeriksaan organ
seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip insepksi.
Hal yang perlu dikaji pada pasien sirosis hepatis:
1. Aktivitas dan istirahat : kelemahan, lelah, letargi, penurunan massa otot
2. Eliminasi ( Flatus, Distensi Abdomen, hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan bising usus, melana.
3. Sirkulasi ( Perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker malfungsi hati,
distrimia, bunyi jantung ekstra (S3 dan S4).
4. Nutrisi (Anoreksi, tidak toleran terhadap makanan/ minuman dapat diterima,
mual, muntah, edema pada jaringan, kulit kering, turgor buruk, ikterik,
perdarahan gusi).
5. Neurosensori (Perubahan kepribadian, penurunan mental, bingung halusinasi,
koma bicara lambat/ tidak jelas
6. Nyeri pada abdomen, pruritus
7. Respirasi biasanya dispena takipnea, pernafasan dangkal, ekspansi paru
terbatas, hipoksia.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan deformitas dinding dada
2) Ketidakseimbangan Nutrisi berhubungan dengan asupan diet kurang,
ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan, anoreksia,
mual/muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asites).
3) Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf
4) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit infeksi.
5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi), kelebihan natrium,
kelebihan asupan cairan.

3. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Ketidak Setelah dilakukan Observasi:
efektifan pengkajian selama - Monitor pola nafas (frekuensi,
pola 1x24 jam di kedalaman, usaha napas)
nafas dapatkan kriteria - Monitor bunyi napas
berhubun hasil : tambahan (Misalnya gurgling,
gan - Dispena mengi, rochi)
dengan menurun - Monitor sputum ( warna,
deformita - Penggunaa jumlah, bau)
s dinding an otot
dada bantu Terapeutik:
nafas - Pertahankan kepatenan
menurun jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
- Frekuensi
(jaw thrust jika curiga
nafas
trauma fraktur
membaik
servikal)
- Posisikan semi-fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika
perlupemantauan.

Edukasi:
Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari
2 Ketidakseim Setelah dilakukan Observasi :
bangan pengkajian - Identifikasi status nutrisi
nutrisi selama 1x24 - Identifikasi alergi dan
kurang dari jam didapatkan intoleransi makanan
kebutuhan hasil: - Monitor berat badan
tubuh - Nutritional - Identifikasi kebutuhan
status (porsi kalori dan jenis nutrien
makan Terapeutik :
meningkat - Lakukan oral hyigen
dihabiskan) sebelum makan, jika
- Nutritional perlu
status : food - Sajikan makanan secara
dan fluid menarik dan suhu yang
sesuai
- Intake
- Berikan makanan tinggi
- Weight Control serat untuk mencegah
Kriteria hasil: konstipasi
- Adanya - Berikan makanan tinggi
peningkatan kalori dan tinggi protein
berat badan - Berikan suplemen
sesuai makanan, jika perlu
- Mampu Edukasi :
mengidentifika - Ajarkan posisi duduk,
si kebutuhan jika mampu
nutrisi - Ajarkan diet yang
- Tidak terjadi diprogramkan
penurunan Kolaborasi :
kesadaran - Pemberian medikasi
sebelum makan (obat
pereda nyeri)
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
3 Nyeri Setelah dilakukan Observasi:
kronis pengkajian 1x24 - Identifikasi lokasi,
berhubun jam di dapatkan karakteristik, durasi,
gan hasil: frekuensi, kualitas,
dengan - Keluhan nyeri intensitas nyeri
penekana menurun - Identifikasi skala
n saraf - Meringis nyeri
menurun - Idenfitikasi respon
nyeri non verbal
- Gelisah - Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
- Perasaan dan memperingan
depresi nyeri
menurun Terapeutik:
- Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur,
terapi music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
Analgetik, jika perlu

Daftar Pustaka
1. Stiphany, dkk. 2010-2011. Karakteristik Penderita Sirosis Hati Yang Rawat Inap di
RSUD. DR. Pirngadi Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Suatera
Utara.
2. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed
8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
3. Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC
4. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2015). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC
5. Diyono, Mulyanti, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Dilengkapi
Contoh Studi Kasus Dengan Aplikasi Nanda Nic Noc
6. Smeltzer, C. Susan. 2013. Kperawatan Medikal Bedah (Handbook for Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nurshing) Ed. 12. Jakarta : EGC
7. Batticaca, F.B. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai