Anda di halaman 1dari 14

Sirosis Hepatis

Ayesha Shaironita (102013556), Edo Fideatma P. (102015139), Charoline G.N (102016002),


Livia Theda (102016034), Luminto (102016073), Lo Xiao Ling (102016106), Darwin
Manuel (102016165), Cicilia Sinaga (102016170), Nastalia Prilia R. (102016216)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara, No.6 Jakarta Barat 11510

Ling.2016fk106@civitas.ukrida.ac.id
___________________________________________________________________________

Abstrak

Sirosis hati merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari semua
penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Secara klinis sirosis hati
dibagi menjadi sirosis hati kompensata dan sirosis hati dekompensata. Sirosis hepatis terjadi
akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat
difus (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul
sampai makronodul.

Kata kunci: Sirosis hati, sirosis hati kompensata, dan sirosis hati dekompensata.

Abstract

Liver cirrhosis is the impact of the most common of the clinical course of all chronic liver
disease characterized by damage of liver parenchyma. Clinically cirrhosis of the liver is
divided into liver cirrhosis compensate and liver cirrhosis decompensate. Cirrhosis of the
liver occur as a result of injury chronic reversible in the parenchyma of the liver
accompanied by the onset of diffuse connective tissue, the formation of nodules degenerative
size micronodul and macronodul.

Keywords: Liver cirrhosis, liver cirrhosis compensate, and liver cirrhosis decompensate
Latar Belakang

Pendahuluan

Sirosis hati (SH) merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari semua
penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Deskripsi suatu “Sirosis”
hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis maupun klinis, dan untuk menetapkan
patologis pasien dengan penyakit hati.

Dahulu SH dianggap sebagai proses yang pasif dan tidak dapat pulih kembali namun
sekarang dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif terhadap penyembuhan cedera hati
kronik yang dapat pulih kembali. Ada bukti nyata yang menunjukkan reversibilitas dari
fibrosis pada keadaan pre-sirosis. Namun factor yang menentukan dari regresi fibrosis belum
cukup jelas, dan saat sirosis betul-betul bias pulih kembali belum ditetapkan secara morfologi
maupun fungsional. Dengan kata lain belum diketahui secara pasti derajat fibrosis yang
masih reversibel.1 Makalah ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan secara rinci mengenai
sirosis hati. Dengan adanya penulisan makalah ini, maka diharapkan pembaca dan penulis
dapat menambah pengetahuannya.

Anamnesis

Anamnesis merupakan deskripsi pasien tentang penyakit atau keluhannya, termasuk alasan
berobat. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dan dokter terhadap pasien. Perpaduan
keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala dan tanda dari suatu
penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis
kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya,
termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan hasil anamnesis pada kasus, didapatkan:

Nama : Bapak X
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 58 tahun
Pekerjaan :-
Keluhan Utama : perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : ada kembung dan mual, nafsu makan menurun
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat Penyakit Dahulu : menderita hepatitis B 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Sosial :-
Pemeriksaan Fisik

TTV : TD 110/70, Nadi 110/menit, Suhu 36⸰ C, Nafas 20x/ menit.

Inspeksi : Perut membuncit, Sklera subikterik, tidak terdapat perubahan warna kulit

Palpasi : Hepar tidak teraba, lien teraba S2

Perkusi : Shifting Dullness (+)

Auskultasi : bising usus normal

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium1,3

Jenis Pemeriksaan Hasil


Aminotransferase: ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat
Alkali fosfatas/ALP Sedikit meningkat
Gamma-glutamil transferase: γGT Korelasi dengan ALP, spesifik khas akibat

alcohol sangat meningkat


Bilirubin Meningkat pada sirosis hati lanjut, prediksi

penting pada mortalitas


Albumin Menurun pada sirosis hati lanjut
Globulin Meningkat terutama IgG
Waktu Prothrombin Meningkat/penurunan

Produksi factor V/VII dari hati


Natrium darah Menurun akibat peningkatan ADH dan

aldosterone
Trombosit Menurun (hipersplenism)
Lekosit dan netrofil Menurun (hipersplenism)
Anemia Makrositik, normositik dan mikrositik

Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya:3


• Serologi virus hepatitis

- HBV: HbSAg, HBeAg, Anti HBc, HBV-DNA

- HCV: Anti HCV, HCV-RNA

• Auto antibody (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis

• Saturasi transferrin dan feritinin untuk hemokromatosis

• Ceruloplasmin dan Copper untik penyakit Wilson

• Alpha 1-antitrypsin

• AMA untuk sirosis bilier primer

• Antibody ANCA untuk kolangitis sclerosis primer

2. Pemeriksaan pencitraan2

Ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi sirosis hati kurang sensitive namun cukup spesifik
bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan ekodensitas hati meningkat dengan
ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi superficial, sedang pada sisi profunda
ekodensitas menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan
vena hepatica gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan dijumpai splenomegali, asites
tampak sebagai area bebas gema (ekolusen)antara organ intraabdominal dengan dinding
abdomen. Pemeriksaan MRI dan CT konvensional bisa digunakan untuk menentkan derajat
beratnya sirosis hati, missal dengan menilai ukuran lien, asites kan kolateral vascular. Ketiga
alat ini juga dapat mendeteksi adanya karsinomahepatoseluler.

3. Endoskopi2

Gastroskopi digunakan untuk memeriksa adanya varises di esophagus dan gaster pada
penderita sirosis hati. Selain untuk diagnostic juga, dapat pula digunakan untuk pecegahan
dan terapi perdarahan varises.

Differential Diagnosis

1. Perionitis TB4
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering
mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastrointestinal, mesenterium dan organ
genetalia interna. Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain
seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.
Gejalanya berupa nyeri perut, pembengkakan perut, tidak nafsu makan, batuk dan demam.

Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan
ataupun leukopenia , trombositosis, gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah
(LED) yang meningkat, sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negatif.

Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan exudat dengan protein > 3
gr/dl jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adalah limfosit LDH
biasanya meningkat.

Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah
(serosanguinous). Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya kurang dari 5 %
yang positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya positif.

Ada beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66% kultur BTAnya yang positif dan akan
lebih meningkat lagi sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah
disetrifuge dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Dan hasil kultur cairan asites ini dapat
diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.

Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya
< 1,1 gr/dl namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma neprotik,
penyakit pancreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila ditemukan >1,1 gr/dl
ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi.

Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada tuberculosis peritoneal <0,96
sedangkan pada asites dengan penyebab lain rationya >0,96.

Penurunan PH cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis
peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati yang steril,
namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang spesifik dan belum
merupakan suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh karena
keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.
2. Hematoma2,4

Kanker hati hepato selular yang berasal dari sel hati merupakan kanker nomor lima tersering
di indonesia. Penyebab pasti kanker hati ini belum diketahui pasti tetapi penyakit ini paling
banyak ditemukan pada penderita sirosis hati, hepatitis B virus aktif ataupun carrier dan pada
penderita hepatitis virus C, sehingga mereka dimasukkan dalam kelompok resiko tinggi
terkena kanker hati ini. Gejala awalnya hilang selera makan dan penurunan berat badan
adalah gejala paling sering terjadi pada pasien hepatoma, tetapi pasien dengan sirosis hati
juga mempunyai gejala yang sama.

Temuan pada pemeriksaan laboratorium pada karsinoma hepatoseluler sering tidak


ditemukan adanya keabnormalan. Enzim aspartat aminotransferase (AST) dan alanin
aminotransferase (ALT) biasanya masih dalam batas normal atau mengalami hanya sedikit
peningkatan. Alkalin fosfatase (AP) dan γ-glutamiltransferase sering ditemukan abnormal,
tetapi peningkatannya tidak melebihi 2 atau 3 kalinya. Enzim laktat dehidrogenase (LDH)
dapat meningkat pada pasien dengan metastasis hati, khususnya yang berasal dari hematogen.

Tes laboratorium yang cukup spesifik pada kasus karsinoma hepatoseluler adalah kadar α-
fetoprotein (AFP) dalam serum yang meningkat pada 70-90% pasien karsinoma
hepatoseluler. Kadar AFP dapat dijadikan pendekatan diagnostik pada karsinoma
hepatoseluler jika kadarnya sangat tinggi ( > 1000 mg/ml )atau ketika kadarnya meningkat.
Namun pada saat ini terbukti AFP memiliki spesifitas maupun sensifitas yang tidak cukup
tinggi untuk mendukung diagnosis karena AFP juga meningkat pada keganasan laur diluar
karsinoma hepatoseluler.

Selain α-fetoprotein, tumor marker lainnya yang berhubungan dengan karsinoma


hepatoseluler adalah carcinoembryonic antigen (CEA). CEA akan meningkat pada hampir
seluruh bentuk penyakit hati kronis dan memiliki kadar yang tinggi pada metastasis tumor
pada hati. CEA ini berguna dalam mendiagnosis karsinoma hepatoseluler meskipun kadarnya
meningkat hanya pada 60% kasus.

Working Diagnosis

Sirosis Hati

Sirosis hati adalah entitas patologis yang berkaitan dengan suatu spectrum manifestasi klinis
yang khas. Gambaran patologik utama mencerminkan cedera parenkim hati yang kronik dan
ireversibel fibrosis disertai pembentukan nodulus-nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoseluler, kolapsnya jaringan penunjang retikulin disertai deposit jaringan
ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati sisanya. Proses
patologik harus dipandang sebagai akhir dari perjalanan berbagai jenis cedera hati kronik.
Gambaran klinis sirosis timbul akibat perubahan morfologik hati dan sering lebih
mencerminkan keparahan kerusakan hati daripada etiologi penyakit hati yang mendasari.
Hilangnya massa hepatoseluler yang masih berfungsi dapat menimbulan ikterus, edema,
koagulopati, dan dan berbagai kelainan metabolic; fibrosis dan gangguan vaskuler
menimbulkan hipertensi portal dan sekuelenya, termasus varises gastroesofagus dan
splenomegaly. Asites dan ensefalopati hepatic terjadi akibat insufisiensi hepatoseluler dan
hipertensi portal.1

Secara klinis atau sirosis hati dibagi atas: 1. Sirosis hati kompensanta dan 2. Sirosis hati
dekompensanta, disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.
Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis kompensata dan dekompensata yang didasarkan
pada tingkat hipertensi portal dan terjadinya komplikasi klinis namun tidak selalu disertai
peristiwa biologis lain yang relevan termasuk perubahan regenerasi dan hilangnya fungsi hati
tertentu secara progresif.2

Diagnosis

Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis


sirosis hati. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa ditegakkan dengan bantuan
pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan pencitraan
lainnya. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda
klinis biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Baku emas untuk diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila secara klinis,
pemeriksaan lanoratoris dan radiologi menunjukkan kecenderungan sirosis hati. Walaupun
biopsi hati risikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian.1,2

Etiologi

Penyebab sirosis hati bermacam macam, kadang lebih dari satu sebab ada pada satu
penderita. Dinegara barat alkoholisme kronik bersama virus hepatitis C merupakan
merupakan penyebab yang paling sering dijumpai.1
Penyebab sirosis hati:1,3

1. Penyakit hati alkoholik (Alcoholic Liver Disease/ALD)

2. Hepatitis C kronik

3. Hepatitis B kronik dengan/tanpa Hepatitis D

4. Steato hepatitis non alkoholik (NASH), hepatitis tipe ini dikaitkan dengan DM,
malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri coroner, pemakaian obat kortikosteroid

5. Sirosis bilier primer

6. Kolangitis sklerosing primer

7. Hepatitis autoimun

8. Hemokromatosis herediter

9. Penyakit Wilson

10. Defisiensi alpha1-antytripsin

11. Sirosis kardiak

12. Galaktosemia

13. Fibrosis kistik

14. Hepatosis akibat obat atau toksin

15. Infeksi parasite tertentu (Schistomiosis)

Epidemiologi

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45-46
tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Diseluruh dunia sirosis hati menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita sirosis hati lebih banyak laki-laki, jika
dibandingkan dengan wanita rasionya sekitar 1,6:1. Umur rata-rata penderita terbanyak
golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Insidens sirosis hati
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebab sirosis hati sebagian besar
adalah penyakit hati alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di
Indonesia data prevalensi penderita sirosis hati secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia
Tenggara, penyebab utama sirosis hati adalah hepatitis B (HBV) dan hepatitis C (HCV).
Angka kejadian sirosis hati di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2% - 46,95%
dan hepatitis C 38,7% - 73,9%.3

Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim hati disertai
timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan nodul degeneratif
ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosit hepatosit,
kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
vascular berakibat pembentukan vaskular intra hepatic antara pembuluh darah hati aferen
(vena porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika), regenerasi nodular parenkim hati
sisanya.1

Terjadi fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi ini dipicu oleh
factor pelepasan yang dilakukan hepatosit dan sel kupffer. Sel stellate merupakan sel
penghasil utama matrix ekstraseluler (ECM) setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan
ECM disebabkan adanya pembentukan jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate
dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming growth factor β (TGF- β) dan
tumor necrosis factor (TNF α).3

Deposit ECM di space of disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal
aliran vena porta dengan hepato1sit, sehingga material yang seharusnya dimetobolisasi oleh
hepatosit akan langsung masuk kealiran darah sistemik dan menghambat material yang
diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan
penurunan fungsi hepatoseluler.3

Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit sirosis hati lambat, asimtomatis dan sering kali tidak dicurigai sampai
adanya komplikasi penyakit hati. Banyak penderita ini tidak terdiagnosis sebagai sirosis hati
sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu autopsi. Diagnosis sirosis hati asimtomatis
biasanya dibuat secara incidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase) atau
penemuan radiologi, sehingga kemudian penderita pemeriksaan lebih lanjut dan biopsy hati.2,3
Sebagian besar penderita yang dating ke klinik biasanya sudah dalam stadium dekompensata,
disertai adanya komplikasi seperti perdarahan varises, peritonitis bakterial spontan, atau
ensefalopati hepatis. Gambaran klinis dari penderita sirosis hati adalah mudah lelah,
anoreksia berat badan menurun, atropi otot, icterus, spider angiomata, splenomegali, asites,
caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomasti, hilangnya rambut pubis dan ketiak
pada wanita, asterixis (flapping tremor), foetor hepaticus, dupuytren’s contracture (sirosis
akibat alkohol).1
Table 1. Tanda-Tanda Klinis Sirosis Hati dan Penyebabnya1

Tanda Penyebab
Spider angioma atau spider nevi Estradiol meningkat
Palmar erythema Gangguan metabolism hormone seks
Perubahan kuku  Hipoalbuminemia

 Muehrche’s lines  Hipoalbuminemia

 Terry’s nails  Hipertensi portopulmonal

 Clubbing
Osteoartopati hipertrofi Chronic proliferative periostitis
Kontraktur Dupuytren Ploriferasi fibroplastik dan gangguan deposit

kolagen
Ginekomastia Estradiol meningkat
Hipogonadisme Perlukaan gonad primer atau supresi fungsi

hipofise dan hipotalamus


Ukuran hati: besar, normal, mengecil Hipertensi portal
Splenomegali Hipertensi portal
Asites Hipertensi portal
Caput medusa Hipertensi portal
Murmur Cruveilhier-Baungarten (bising Hipertensi portal

daerah epigastrium)
Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat
Ikterus Bilirubin meningkat (sekurang-kurangnya 2-3

mg/dl)
Asterixis/flapping tremor Ensefalopati hepaticum

Penatalaksanaan

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:1,3,5


1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. Misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus B & C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis B & C
kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan
ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari

A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg)
yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.

B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3
juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

C) Terapi dosis interferon setiap hari.

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif
di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti

1. Astises

2. Spontaneous bacterial peritonitis

3. Hepatorenal syndrome

4. Ensefalophaty hepatic

Ad. Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- istirahat

- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam
dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton,
dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.5

Komplikasi

Komplikasi sirosis hati yang utama adalah:1,3

1. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient (HPVG) lebih
5mmHg. Hipertensi portal merupakan suatu sindroma klinis yang serig terjadi. Bila gradient
tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena portal dan vena cava inferior) diatas 10-12
mmHg, komplikasi hipertensi portal dapat terjadi. Hipertensi portal dapat terjadi akibat
adanya 1). Peningkatan resistensi intra hepatik terhadap aliran darah porta akibat adanya
nodul degenerative dan 2). Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat vasodilatasi
pada splanchnic vascularbed.

2. Asites

Asites adalah timbunan kelebihan cairan pada rongga peritoneum.

3. Varises gastroesofagus

Pecahnya varises esophagus mengakibatkan perdarahan farises yang berakibat fatal. Varises
ini terdapat sekitar 50% penderita sirosis hati dan berhubungan dengan derajat keparahan
sirosis hati.
4. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)

Pasien sirosis dengan asites dapat mengalami peritonitis bacterial akut tanpa adanya sumber
infeksi yang jelas. Pasien penyakit hati stadium lanjut sangat rentan terhadap PBS. Cairan
asites pada pasien ini biasanya hanya mengandung sedikit albumin dan protein-protein
opsonic lain yang secara normal berperan protektif terhadap bakteri. Pada penderita sirosis
hati dan asites berat, frekuensi PBSberkisar 30% dan angka mortalitas 25%. Escherichia coli
merupakan bakteri usus yang sering menyebabkan PBS.

5. Ensefalopati hepatikum

Sekitar 28% penderita sirosis hati dapat mengalami komplikasi ensefalopati hepatikum.
Mekanisme terjadinya ensefalopati hepatikum adalah akibat hiperammonia, terjadi penurunan
hepatic uptake sebagai akibat dari penurunan sintesis urea dan glutamik.

6. Sindrom hepatorenal

Sindrom hepatorenal merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organic ginjal, yang
ditemukan pada sirosis hati tahap lanjut.

Prognosis

Perjalanan alamiah sirosis hati tergantung pada sebab dan penanganan etiologi yang
mendasari penyakit. Pasien sirosis hati tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik,
pasien yang mengalami komplikasi besar memiliki prognosis yang lebih buruk. Secara
umum, prognosis keseluruhan pasien yang memiliki sirosis hati tahap lanjut buruk.2

Penutup

Kesimpulan

Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik, maka prognosis SH bisa
jelek. Namun penemuan sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosis yang
baik. Oleh karena itu, ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan
dalam penatalaksanaan sirosis hati.

Daftar Pustaka

1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisis ke-6, jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing; 2017.
2. Asdie AH. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13, volume 4. Jakarta:
EGC; 2017.

3. Sudoyo AW, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 6. Jilid 2. Jakarta: FKUI;2014.

4. Kusumobroto OH. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1. Jakarta: jayabadi; 2007.

5. Misnadiarly. Penyakit hati (liver). Jakarta: Pustaka Obor; 2007.

Anda mungkin juga menyukai