Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar (ideologi) negara Indonesia. Pancasila
berisi atas lima sila yang dirumuskan oleh tiga tokoh negara. Hasil perumusan
Pancasila sangat sesuai dengan Al-Qur’an. Sila yang terkandung dalam
Pancasila memiliki kesamaan dengan piagam Madinah.
Indonesia merupakan negara yang memiliki pedoman “Bhineka
Tunggal Ika” yang berarti, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, hal tersebut
sebagai perwujudan dari sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Hal ini
menandakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi
toleransi antara sesama manusia walaupun berbeda agama, ras, suku, bahasa
maupun kebudayaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Pancasila di dalam Al-Qur’an dan tafsir?
2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai sumber nilai?
3. Bagaimana penerapan Pancasila dalam berbhineka?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Pancasila dari perspektif Al-Qur’an dan tafsir.
2. Mengetahui Pancasila sebagai sumber nilai.
3. Mampu menerapkan Pancasila dalam berbhineka.

1
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pancasila
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Sebagai dasar negara,
Pancasila lahir berdasarkan nilai-nilai budaya yang terkandung sejak zaman nenek
moyang. Pancasila terdiri dari kata Panca dan Sila. Nama Panca diusulkan oleh Ir.
Soekarno yang berarti lima, sedangkan nama Sila diusulkan oleh salah seorang
ahli bahasa yang berarti dasar. Sehingga dapat disimpulkan Pancasila merupakan
lima dasar negara yang menjadi pedoman serta ideologi negara.1

B. Pengertian Tafsir
Secara etimologi kata tafsir, merupakan bentuk isim mashdar dari
fassara-yufassiru tafsiiran mengikuti wazan fa’ala-yufa’ilu-taf’ilan yang
mempunyai arti menjelaskan, memahamkan, dan menerangkan. Sedangkan
fasara-yafsiru-fasran mempunyai arti membuka. Tafsir juga mempunyai arti
kebahasaan al-kasyf berarti penyingkap, al-ibanah berarti menjelaskan, dan al-
izhar yang berarti menampakan makna yang tersembunyi.2
Al-Dzahabi menjelaskan bahwa secara bahasa tafsir berarti al-idaah
(menjelaskan) dan al-tabyiin (menerangkan). Kata tafsir secara disinggung al-
Qur’an dalam surat al-Furqan: 33; “Tidaklah orang-orang kafir itu datang
kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik (tafsir) penjelasannya.”3

1
Ambiro Puji Asmaroini, Menjaga Eksistensi Pancasila Dan Penerapannya bagi Masyarakat di Era
Globalisasi: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 2, Januari 2017, hlm 51.
2
Ahmad Atabik, Perkembangan Tafsir Modern di Indonesia: Hermeunetik, Vol. 8, No. 2, Desember
2014, hlm 308.
3
Ibid, 308.

2
Sedangkan menurut terminologi, para ulama berpendapat bahwa tafsir
bukanlah ilmu yang mengharuskan adanya batasan-batasan. Karena tafsir
bukanlah kaidah-kaidah sebagaimana ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
rasionalitas. Menurut al-Dzahabi, tafsir adalah ilmu yang menjelaskan tentang
kalam Allah, atau ilmu yang menjelaskan lafaz-lafaz al-Qur’an dan pemahaman-
pemahaman lain yang berkaitan dengannya.4
Sedangkan menurut al-Zakarkasyi, tafsir adalah ilmu untuk memahami
kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., menjelaskan
makna, mengeluarkan hukum, dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Al-
Syirbashi menjelaskan bahwa terdapat dua makna tafsir dikalangan ulama’,
pertama, keterangan atau penjelasan sesuatu yang tidak jelas dalam al-Qur’an
yang dapat menyampaikan pengertian yang dikehendaki, dan kedua, merupakan
bagian dari ilmu badi’, yaitu salah satu cabang ilmu sastra Arab yang
mengutamakan keindahan makna dalam menyusun kalimat.5

C. Pengertian Agama Islam


Agama berasal dari bahasa Sansekerta mempunyai beberapa arti. Satu
pendapat mengatakan bahwa agama berasal dari dua kata, yaitu a dan gam yang
berarti a berarti tidak kacau (teratur). Ada juga yang mengartikan a berarti tidak,
sedangkan gam berarti pergi, tidak pergi, tetap di tempat, turun menurun. Apabila
dilihat dari segi perkembangan bahasa, kata gam itulah yang menjadi go dalam
bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa Belanda. Ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, karena agama memang
harus mempunyai kitab suci.6
Beberapa dari definisi agama secara terminologi, diantarannya menurut
Departemen Agama, pada masa Presiden Soekarno pernah diusulkan definisi

4
Ibid, 308.
5
Ibid, 308-309.
6
Khotimah, Agama dan Civil Society: Jurnal Ushuluddin, Vol. XXI, No. 1, Januari 2014, hlm 121.

3
agama adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang berpedoman pada kitab suci dan dipimpin oleh seorang nabi. Ada empat hal
yang harus ada dalam definisi agama, yakni:
a. Agama merupakan jalan hidup.
b. Agama mengajarkan kepercayaan.
c. Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
d. Agama harus mempunyai kitab suci (wahyu).
e. Agama harus dipimpin oleh seorang nabi dan rasul.7
Selanjutnya menurut Prof. Dr. H. Mukti Ali mengatakan agama adalah
kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan
kepada utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup dunia akhirat.8
Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama yang
telah ada, Islam merupakan agama rahmatal lil a’lamin untuk semua umat. Islam
itu dibawakan oleh nabi Muhammad SAW., yang mendapat wahyu dari Allah.9
Pengertian Islam secara etimologi (ilmu asal usul kata), Islam berasal dari
bahasa Arab, terambil dari kosa kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari
kata ini dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memeliharakan dalam keadaan
selamat, sentosa dan berarti pula berserah diri, patuh, tunduk dan taat. Dari kata
aslama ini dibentuk kata Islam (aslama, yuslimu, islaman), yang mengandung arti
selamat, aman, damai, patuh, berserah diri dan taat.10
Pengertian Islam menurut istilah adalah agama yang di dasarkan pada lima
pilar utama, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan melaksanakan ibadah haji
bagi yang mampu.11

7
Ibid, 121.
8
Ibid, 121.
9
Batubara Chuzaimah, Iwan, Hawari Batubara, 2018, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta
Timur: Prenada Media Group, hlm 1.
10
Ibid, 5.
11
Ibidi, 5.

4
Islam merupakan agama universal dan eternal serta sempurna, yang
diturunkan oleh Allah guna memberikan petunjuk dan rahmat bagi umat manusia
untuk menjalankan fungsinya dalam kehidupan guna memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. 12 Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan
fitrah manusia. Islam merupakan agama tauhid, dalam arti bahwa tauhid
merupakan intisari ajaran Islam, yang sekaligus esensi dari seluruh ajaran Islam.13

BAB III
12
M. Asy’ari, Islam dan Seni: Jurnal Hunafa, Vol. 4, No. 2, Juni 2017, hlm 169.
13
Ibid, 171.

5
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Sila-sila Pancasila Berdasarkan Al-Qur’an dan Tafsir


1. Sila Pertama

‫قُ ْل ُه َو ا هَّلل ُ َأ َح ٌد‬


Artinya:
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)14

Tafsir Ibnu Katsir


Didepan telah disampaikan sebab turunya ayat ini. ‘Ikrimah mengatakan:
“Ketika orang-orang Yahudi mengatakan: ‘Kami menyembah ‘Uzair putra
Allah,’ dan orang-orang Nasrani mengatakan: ‘Kami menyembah Al- Masih
putra Allah.’ Sedangkan orang-orang Majusi mengatakan: ‘Kami menyembah
matahari dan bukan.’ Adapun orang-orang musyrik mengatakan: ‘Kami
menyembah berhala,’ Maka Allah menurunkan kepada rasul-Nya. Ayat
pertama surat Al-Ikhlas yang artinya ‘Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang
Maha Esa.’ Yakni, Dia Yang Tunggal dan satu-satunya yang tiada
tandinganya, tanpa pembantu, juga tanpa sekutu, serta tidak ada yang
menyerupai dan menandingi-Nya. Dan kalimat itu tidak bisa dipergunakan
pada seorang pun dalam memberikan penetapan kecuali hanya kepada Allah
SWT, karena Dia yang sempurna dalam semua sifat dan perbuatan-Nya.”15

2. Sila Kedua

Al-Ikhlas, ayat 1.
14

‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut Tafsir Min Ibni
15

Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 10, hlm 476.

6
‫اَي َأهُّي َا اذَّل ِ َين آ َمنُو ْا ُكون ُو ْا قَ َّوا ِم َني اِب لْ ِق ْسطِ ُشهَدَ اء هّلِل ِ َولَ ْو عَىَل َأن ُف ِسمُك ْ َأ ِو الْ َوادِل َ ْي ِن َواَأل ْق َرب َِني ن يَ ُك ْن غَ ِن ًّيا َأ ْو‬
‫ِإ‬
َ ُ‫فَ َق ًريا فَاهّلل ُ َأ ْوىَل هِب ِ َما فَ َال تَت َّ ِب ُعو ْا الْه ََوى َأن تَ ْع ِدلُو ْا َو ن تَلْ ُوو ْا َأ ْو تُ ْع ِرضُ و ْا فَ َّن اهّلل َ اَك َن ِب َما تَ ْع َمل‬
‫ون‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫َخب ًِريا‬
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap Ibu Bapak dan kaum
terhadapmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih
tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha
teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisa 135)16

Tafsir Ibnu Katsir


Allah berfirman, mengingkar jalan yang mereka tempuh dalam loyal
kepada kaum kafir: “Apakah mereka mencari kemuliyaan disisi orang kafir
itu?” kemudian Allah SWT mengabarkan bahwa seluruh kemuliaan adalah
milik-Nya semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan (kemudian itu pun
diperoleh) bagi orang yang Dia tetapkan untuk mendapatkan kemuliaan
adalah milik-Nya semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan (kemudian itu pun
diperoleh) bagi orang yang Dia tetapkan untuk mendapatkan kemuliaan
tersebut, sebagaimana disebutkan juga oleh Allah: “Padahal kemuliaan itu
hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang Mukmin, tetapi
orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”(QS. Al-Munaafiquun: 8).
Maksud dari semua itu adalah dorongan untuk mencari ‘izzah (kemuliaan)
dari sisi Allah dan memfokuskan dalam pengabdiaan kepada-Nya, serta

16
An-Nisa, ayat 135.

7
bergabung di dalam barisan hamba-hamba-Nya yang beriman, yang akan
memperoleh pertolongan dalam kehidupan dunia dan pada hari Kiamat.17

3. Sila Ketiga
‫اَي َأهُّي َا النَّ ُاس اَّن َخلَ ْقنَامُك ْ ِم ْن َذ َك ٍر َوُأنْىَث ٰ َو َج َعلْنَامُك ْ ُش ُعواًب َوقَ َبائِ َل ِل َت َع َارفُوا ۚ َّن َأ ْك َر َممُك ْ ِع ْندَ اهَّلل ِ َأتْ َقامُك ْ ۚ َّن‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
ٌ‫اهَّلل َ عَ ِل ٌمي َخبِري‬
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al-Hujurat: 13)18

Tafsir Ibnu Katsir


Allah berfirman seraya memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia
telah menciptakan mereka dari satu jiwa, dan darinya Dia menciptakan
pasangannya, yaitu Adam dan Hawwa’. Dan selanjutnya Dia menjadikan
mereka berbanga-bangsa. Kata (berbangsa-bangsa) lebih umum dari kata
(bersuku-suku). Seperti dimaksudkan sebagai penduduk Bani Israil.” Dan
mengenai hal ini telah saya ringkas dalam mukhodimah tersendiri yang
dikumpulkan dari kitab al-Asybaah karya Abu ‘Umar bin ‘Abdil Barr, juga
dari kitab al-Qasdu wal Umam fii Ma’rifati Ansabil Arab wal ‘Ajam.19

17
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut Tafsir Min Ibni
Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 2, hlm 546.
18
Al-Hujurat, ayat 13.
19
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut Tafsir Min Ibni
Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 9, hlm 132.

8
Dengan demikian dalam hal kemuliaan seluruh umat manusia di pandang
dari sisi ketanahannya dengan Adam dan Hawwa’ adalah sama. Hanya saja
kemudian mereka itu bertingkat-tingkat jika dilihat dari sisi keagamaan, yaitu
ketaatan kepada Allah dan kepatuhan mereka kepada Rasul-Nya.Oleh karena
itu setelah melarang berbuat ghibah dan mencaci sesama, Allah mengingatkan
bahwa mereka itu sama dalam sisi kemanusiaan, dan agar mereka saling kenal
mengenal, yang masing-masing kembali kepada kabilah mereka. Maksud
“Supaya kamu saling kenal mengenal,” Mujahid berkata; “Sebagaimana
dikatakan fulan bin fulan dari anu dan anu atau dari kabilah anu dan kabilah
anu.” Sufyan ats-Tsauri berkata; “Orang-orang Humair menasabkan diri
kepada kampung halaman mereka. Sedangkan Arab Hijaz menasabkan diri
kepada kabilah mereka.”20
Mengenai firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara
kamu.” Maksudnya, yang membedakan dejarat kalian disisi Allah hanyalah
ketakwaan, bukan keturunan. Ada beberapa hadits yang menjelaskan hal
tersebut yang diriwayatkan langsung dari Rasulullah SAW. Imam al-Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
pernah ditanya: “Siapakah orang yang paling mulia?” maka beliau bersabda:
“Yang paling mulia diantara mereka disisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa diantara mereka.” Para sahabat bertanya: “Bukan masalah ini yang
kami tanyakan kepadamu.” Beliau menjawab: “Jadi, orang yang paling mulia
adalah Nabi Allah Yusuf putera Nabi Allah, Putera Nabi Allah, Putera kekasih
Allah.” “Bukan ini yang hendak yang ditanyakan kepadamu,” papar mereka.
“Kalau begitu, apakah yang kalian tanyakan kepadaku itu tentang orang-orang
Arab yang paling mulia?” tanya beliau. “Ya,” jawab mereka. Beliau besabda:
“Yang terbaik dari mereka pada Masa Jahiliyyah adalah yang terbaik dari
mereka pada masa Islam, jika mereka benar-benar memahami.” Hadits
20
Ibid, 132.

9
tersebut diriwayatkan oleh Al-Bukhari ditempat lain melalui jalan Abdah bin
Sulaiman. Juga diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam kitab at-Tasiir, dari hadits
‘Ubaidullah, dia adalah Ibnu ‘Umar al-‘Umari.21
Dan firman Allah “sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
mengenal.” Maksudnya, Maha mengetahui (tentang) kalian semua dan Maha
mengenal semua urusan kalian, sehingga dengan demikian Dia akan
memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, menyesatkan siapa
yang Dia mengendaki pula menyanyangi siapa yang Dia kehendaki,
menimpakan siksaan kepada siapa yang Dia kehendaki, mengutamakan siapa
yang Dia kehendaki, dan juga Dia Maha Bijaksana, Maha Mengetahui dan
Maha Mengenal tentang semuanya itu. Ayat mulia ini telah dijadikan dalil
oleh beberapa ulama yang berpendapat bahwa kafa-ah (sederajat).22

4. Sila Keempat
َّ ‫َو ا ذَّل ِ َين ْاس َت َج ابُ وا ِل َر هِّب ِ ْم َو َأ قَ ُام وا‬
َ ‫الص اَل َة َو َأ ْم ُر مُه ْ ُش‬
ْ ‫ور ٰى ب َ يْ هَن ُ ْم َو ِم مَّا َر َز ْق نَ ا مُه‬
َ ‫يُ ْن ِف ُق‬
‫ون‬
Artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-Nya
dan mendirikan shalat, sedang urursan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Asy-Syura: 38)23

Tafsir Ibnu Katsir


Firman Allah “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Rabb-Nya.” Yakni, mengikuti Rasul-Nya, mentaati perintah-Nya dan

21
Ibid, 133.
22
Ibid, 134-135.
23
Asy-Syura, ayat 38.

10
menjauhi larangan-Nya. “Dan mendirikan shalat,” dan shalat merupakan
ibadah terbesar kepada Allah. “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka.” Yaitu, mereka tidak menunaikan satu urusan
hingga mereka bermusyawarah agar mereka saling dukung-mendukung
dengan pendapat mereka, seperti dalam peperangan dan urusan sejenisnya,
sebagaimana firman-Nya yang lain: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu,” (QS. Al-Imran:159)24
Untuk itu, Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para Sahabat dalam
menntukan peperangan dan urusan sejenisnya, agar hati mereka menjadi baik.
Demikian pula ketika Umar bin Khathab menjelang wafat setelah ditusuk oleh
seseorang, dijadikan masalah kepemimpinan sesudahnya berdasarkan
musyawarah enam orang Sahabat, yaitu ‘Utsman, ‘Ali, Thalhah, Az-Zubair,
Sa’ad, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, maka para Sahabat bermufakat untuk
mengangkat Utsman.25

5. Sila kelima

‫َّن ا هَّلل َ ي َ ْأ ُم ُر اِب لْ َع دْ لِ َو ا ْح َس ِان َو َيت ِاء ِذ ي الْ ُق ْر ىَب ٰ َو يَ هْن َ ٰى َع ِن الْ َف ْح شَ ِاء َو الْ ُم ْن َك ِر‬
‫ِإو الْ ب ْغ ي ۚ ي ِع ُظ مُك ْ لَ ع ل َّمُك ْ ت ََذِإْلكَّر ون ِإ‬
َ ُ َ َ ِ َ َ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari berbuatan keji,
kemunkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl: 90)26

Tafsir Ibnu Katsir


24
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut Tafsir Min Ibni
Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 8, hlm 376.
25
Ibid, 376.
26
An-Nahl, ayat 90.

11
Allah memberitahukan bahwa Dia memerintahkan hamba-hambaNya
untuk berbuat adil, yakni mengambil sikap tengah dan penuh keseimbangan,
serta menganjurkan untuk berbuat kebaikan. Sebagaimana dalam firman-Nya
yang lain: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.
Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syuura: 40)27
Ali bin Abi Thalhah mengatakan, dari Ibnu ‘Abbas: ‘sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil, dia mengatakan: “yaitu kesaksian,
bahwasannya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah.” Sufyan bin
Uyainah mengatakan: “Adil disini adalah sikap sama dalam melakukan amal
untuk Allah, baik amal yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan. Ihsan adalah seseorang yang batinnya itu lebih baik daripada
yang nampak (zhahirnya).” Al-Fahsya dan Al-Munkar adalah seseorang yang
zhahirnya itu lebih baik daripada batinnya.28

B. Pancasila Sebagai Sumber Nilai


Tatanan nilai teradapat tiga tingkatan yaitu:
1. Nilai dasar, yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar tidak perlu
dipertanyakan lagi. Semangat kekeluargaan kita sebut sebagai nilai dasar,
sifatnya mutlak dan tidak berubah lagi. Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan dalam Pancasila adalah
nilai-nilai dasar.
2. Nilai instrumental, yaitu pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya
berbentuk normal sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme Lembaga-lembaga negara.

27
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut Tafsir Min Ibni
Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 3, hlm 226.
28
Ibid, 226.

12
3. Nilai praksis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Nilai praksis sesungguhnya menjadi batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.29
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan tuntunan dan
pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia, dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Diterimanya Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai.
Pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi
penyelenggaraan bernegara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada
hakikatnya berisi nilai-nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari
Pancasila tersebut adalah: nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan
yang adil dan beradab, nilai persatuan, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat dan kebijaksanaan dalam permusawaratan perwakilan dan nilai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan pernyataan secara
singkat bahwa nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan.30
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan
dan keyakinan bangsa terhadap adanya tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius
bukan bangsa yang atheis. Pengakuan terhadap tuhan diwujudkan dengan
perbuatan untuk taat pada perintah tuhan dan menjauhi larangannya sesuai
dengan ajaran atau tuntutan agama yang dianutnya. Nilai ketuhanan juga
memiliki arti bagi adanya pengakuan akn kebebasan untuk memeluk agama,
menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku
diskriminatif antar umat beragama.31

29
Subar Junanto, 2015, Pendidikan Pancasila dan Implementasinya, Sukoharjo: Fataba Press, hlm 33.
30
Ibid, 33-34.
31
Ibid, 34.

13
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran
sikap perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup Bersama atas
dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya. Manusia perlu diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya,
sebagai makhluk tuhan yang sama derajatnya dan sama hak dan kewajiban
asasinya. Berdasar nilai ini maka secara mutlak ada pengakuan terhadap hak
asasi manusia. Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha keras
bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam
negara kesatuan republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus dimiliki
bangsa manusia. Adanya perbedaan bukan sebagai sebab perselisihan tapi
justru dapat menciptakan kebersamaan. Kesadaran ini tercipta dengan baik
bila sungguh-sungguh menghayati visi “Bhineka Tunggal Ika”.32
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat
melalui Lembaga-lembaga perwakilan. Berdasarkan nilai ini maka diakui
paham demokrasi yang lebih mengutamakan pengambilan keputusan melalui
musyawarah mufakat.33
Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung
makna sebagai dasar sekaligus tujuan yaitu tercapainya masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur secara lahiriyah maupun batiniyah. Berdasar pada nilai
ini maka kedilan adalah nilai yang amat mendasar yang diharapkan oleh
seluruh bangsa. Negara Indonesia yang diharapkan adalah negara Indonesia
yang berkeadilan.34
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya
abstrak dn normatif maka isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat

32
Ibid, 34.
33
Ibid, 35.
34
Ibid, 35.

14
bersifat operasional dan eksplisit maka perlu dijabarkan kedalam nilai
instrumental. Sebagai nilai dasar maka nilai-nilai tersebut menjadi sumber
nilai. Artinya dengan bersumber pada kelima nilai dasar di atas maka dapat
dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental dari pada penyelenggaraan
negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam berbagai peraturan
perundangan yang ada pada perundang-undangan, ketetapan, keputusan,
kebijakan pemerintah, program-program pembangunan da peraturan-peraturan
lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari
nilai-nilai dasar Pancasila.35

Prof. Dr. Notonagoro, SH. Mengajukan isi pancasila yang umum


abstrak sebagai berikut:

1. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah sebab yang pertama (cause
prima) karna sifatnya tidak terlukiskan dengan kata-kata. Dalam filsafat hindu
diistilahkan dengan Neti-Neti = Naiti-Naiti, yang artinya tidak demikian, tidak
begitu.

2. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah hakikat manusia
untuk melakukan perbuatan, perbuatan atas dorongan kehendak berdasarkan
atas keputusan akal, selaras dengan rasa dan kebutuhan-kebutuhan
manusiasebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, yang berwujud
penghati-hati (kebijaksanaan), keadilan, kesederhanaan dan keteguhan, untuk
mencapai tujuan hidup manusia ialah kebahagiaan yang sempurna.

3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia adalah dalam kesadaraan akan adanya


perbedaan-perbedaan didalam masyarakat dan bangsa, menghidup-hidupkan
perbedaan yang mempunyai daya penarik kearah sama dan kesatuan, dan
megusahakan peniadaan serta pengurangan perbedaan yang mungkin
mengakibatkan suasana dan kekuataan tolak-menolak kearahan perselisihan,

35
Ibid, 35.

15
pertingkaian dan perpecahan atas dasar kesadaran akan kebijaksanaan dan
nilai-nilai hidup yang sewajarkan, lagi pula dengan kesediaan, kecakapan dan
usaha untuk sedapat dapatnya melaksanakan pertalian kesatuan kebangsaan.

4. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan, adalah kebebasan dan kekuasaan rakyat sebagai
pendukung kekuasaan (demokrasi politik) dan pendukung kenegaraan atas
dasar tri tunggal: Negara dari rakyat, bagi rakyat, dan oleh rakyat.

5. Sila kelima: keadilan sosial, ialah bahwa lapangan sosial dan ekonomi ada
kesamaan, kebebasan dan kekuasaan perseorangan dalam keseimbangan
dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial, untuk megusahakan dan
memenuhi kebutuhan hidup, yang sesuai dengan sifat-sifat mutlak daripada
manusia sebagai individu, yang karena bebas hidup adalah berhak untuk hidup
dan oleh karena itu menerima apa yang menjadi hak kebutuhannya, bukan
karena usahanya, tetapi hak kebutuhan didalam arti yang mutlak daripada
manusia.36

C. Implementasi Pancasila dalam Berbhineka

Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai berbagai


latar belakang; ras, suku dan agama yang mempengaruhi tingkah laku dan pola
pikir setiap individu. Dari segi agama, setidaknya pemerintah mengakui adanya
enam agama yang telah diputuskan menjadi agama resmi bagi penduduk
Indonesia, yaitu: Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Dalam
beberapa kesempatan pemeritah juga mengakui keberadaan aliran-aliran
kepercayaan yang menjadi landasan hidup bagi sebagian masyarakat, akan tetapi
pangakuan tersebut bukan dalam bentuk agama, tapi sebagai cultural haritage
atau local wisdom, sehingga banyak dari penganut aliran kepercayaan masih
mengaku menjadi pengikut dari salah satu keenam agama resmi. Kemajemukan

36
Poerwanto Koesdiyo, 2007, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm 32-33.

16
masyarakat menjadi daya tarik tersendiri, meskipun tidak dipungkiri bahwa aspek
tersebut juga mempunyai bagian negatif yang perlu diwaspadai, khususnya dalam
hal religius diversity. Aspek ini begitu penting dan sangat sensitif mengingat
setiap agama mempunyai eksklusivitas dogma yang diajarkan oleh masing-
masing agama, sehingga apabila ada salah satu penganut agama menyinggung
agama lain, maka efek yang terjadi adalah anggapan penistaan agama yang telah
diatur dalam KUHP 156 A dan UU No. 137

Kebhinekaan dan toleransi bukanlah hal baru dalam Islam. 10 abad


sebelum lahirnya The Toleration Act di Eropa pada tahun 1689 Islam telah lebih
dulu mengaplikasikan toleransi terhadap berbedaan. Bukti otentik mengenai hal
tersebut dapat dilihat dalam piagam Madinah yang menyatakan bahwa semua
golongan agama dan suku yang berada di Madinah mempunyai hak, perlakuan
dan kewajiban yang sama, tanpa harus memaksakan kehendak kepada golongan
lain baik dari segi keagamaan maupun sosial. Pengakuan persamaan hak tersebut
tidak lepas dari teks yang mendasari Rasulullah dalam menyikapi sebuah
perbedaan. Dalam konteks kesukuan dan kebangsaan, Islam sangat mengakui
keberagaman tersebut, bahkan Allah SWT., mengingatkan melalui (Q.S Al-
Hujurat :13)38

Pada Al-Quran surat Al-Hujurat: 13, Allah menegaskan hakikat


penciptaan manusia yang beragam. Keragaman agama, budaya, ras dan berbagai
komunitas sosial lainnya bisa dimaknakan sebagai representasi dari ayat tersebut.
Ayat ini mengandung informasi penting untuk selalu menjadi pedoman kita dalam
mengelola keberagaman. Secara leksikal kata kunci dalam ayat ini adalah
lita’arafuu. Kata tersebut dalam sudut pandang Ilmu Sharaf merupakan
timbangan (wazan) tafaa_a’ala yang mengandung makna muqabalah. Artinya
kata tersebut menunjukkan makna saling, yaitu saling kenal mengenal. Makna
37
Nasihudin, Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Perananya dalam Membingkai Perbedaan;
I’TIBAR, Vol. 07, No 13 Nopember 2019, hlm 89.
38
Ibid, 91.

17
gramatik ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab
tafsirnya bahwa makna lita’arafuuadalah upaya saling mengenal kelompok dan
keturunannya. Tidak disebutkan secara jelas implikasi makna yang diinginkan
dalam menyebutkan tujuan ditafsirkannya kata lita’arafu dengan saling mengenal
keturunan golongan.39

Namun demikian hal ini bisa kita telusuri dari beberapa literatur tentang
sosial Arab. Watak sosiologis masyarakat Arab adalah memiliki perasaan
kecintaan yang besar pada golongannya. Ibnu Kholdun menyebut sikap ini
sebagai Ashobiyah, yang dalam bahasa Indonesia beberapa ahli memaknakannya
sebagai solidaritas sosial. Jika kita meninjau sebab turunnya ayat ini (asbabun
nuzul) surah Al-Hujurat ayat 13 ini diturunkan ketika terjadi penghinaan oleh
seorang sahabat terhadap Bilal saat akan mengumandangkan adzan. Karena
melihat kulit Bilal yang hitam, dia mencemoohnya dengan menyebut Bilal seperti
burung gagak. Ayat ini diturunkan untuk menegaskan bahwa mengolok-olok atau
merendahkan orang lain dengan alasan perbedaan kelompok atau warna kulit
tidak dibenarkan.40

Data historis ini menjadi pijakan kita untuk melihat ayat tersebut dalam
konteks pengelolaan keragaman sosial. Saling mengenal ini secara lebih luas
dapat dimaknakan dengan saling berkomunikasi antar golongan agar tidak terjadi
miskomunikasi yang rawan terhadap lahirnya konflik. Dengan kata lain upaya
saling mengetahui identitas kelompok akan membangunkan semangat menghargai
dan menjaga keragaman itu sendiri. Stella Ting-Toomy dalam buku
Communcating Across Culture, mengemukakan pentingnya pemahaman identitas
dalam ruang komunikasi budaya.41

39
Muhammad War’I, Inspirasi Pengelolaan Keragaman dalam Praktik Islam di Indonesia; Fikri, Vol.
3, No. 1, Juni 2018, hlm 107-108.
40
Ibid, 108.
41
Ibid, 108-109.

18
Dalam surah Al-Kafirun: 6 merupakan bentuk jawaban Rasulullah terhadp
rayuan kafir Quraisy untuk “barter of belief”. Meskipun ayat ini turun sebagai
bentuk penolakan, namun secara tidak langsung ayat ini juga menegaskan bahwa
ajaran Islam tidak boleh dilakukan dengan bujuk rayu dan tipu muslihat seperti
yang dilakukan kaum Quraisy. Selain itu ayat ini juga memberikan gambaran
toleransi dalam Islam yaitu dengan tidak mencampuradukan iman dengan ritual
Islam dengan agama lain, tapi dengan menghargai eksistensi agama lain. Dan jika
dipahami lebih dalam lagi maka akan didapatkan bahwa keseluruhan surah Al-
Kafirun merupakan konsep toleransi antar agama pertama yang pernah ada,
dimana kesimpulan dari surah tersebut adalah setiap agama mempunyai hak untuk
melaksanakan ibadahnya dan setiap agama tidak boleh memaksakan ajarannya
kepada umat lain, termasuk Islam.42

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

42
Choirul Anwar, Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama Dalam Merawat Perbedaan;
Zawiyyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 4 No. 2 Desember 2018, hlm 5-6.

19
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa korelasi dari Pancasila
dan Al-Qur’an beserta tafsirnya, yaitu sila pertama terdapat di dalam surah Al-
Ikhlas ayat 1, sila kedua terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 135, sila ketiga
terdapat di dalam surah Al-Hujurat ayat 13, sila ke empat terdapat di dalam surah
Asy-Syura ayat 38, dan sila kelima terdapat di dalam surah An-Nahl ayat 90.
Setiap sila Pancasila mengandung sumber nilai sendiri. Sumber nilai
Pancasila juga dapat di lihat dari segi tatanannya yaitu nilai dasar, nilai
instrumental dan nilai praksis. Dan di dalam surah Al-Hujurat ayat 13 telah
dijelaskan mengenai kebhinekaan dan toleransi dalam beragama, mengajarkan
kita sebagai bangsa Indonesia.

B. Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Saling toleransi sesama bangsa Indonesia karena
bangsa Indonesia merupakan negara yang majemuk. Untuk mengembangkan
nilai-nilai Pancasila yang selaras dengan agama, diperlukan usaha dengan giat.
Salah satunya memiliki rasa nasionalisme tinggi dan mempunyai kemauan yang
keras untuk mewujudkan negara Indonesia yang aman, nyaman, makmur dan
sejahtera bagi setiap orang yang berada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

An-Nisa, ayat 135.


An-Nahl, ayat 90.

20
Asy-Syura, ayat 38.
Al-Hujurat, ayat 13.
Al-Ikhlas, ayat 1.
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 2.
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 3.
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 8.
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 9.
‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, 2012, Lubaabut
Tafsir Min Ibni Katsiir, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, jilid 10.
Ahmad Atabik, Perkembangan Tafsir Modern di Indonesia: Hermeunetik, Vol. 8,
No. 2, Desember 2014.
Ambiro Puji Asmaroini, Menjaga Eksistensi Pancasila Dan Penerapannya bagi
Masyarakat di Era Globalisasi: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No.
2, Januari 2017.
Batubara Chuzaimah, Iwan, Hawari Batubara, 2018, Handbook Metodologi Studi
Islam, Jakarta Timur: Prenada Media Group.
Choirul Anwar, Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama Dalam Merawat
Perbedaan; Zawiyyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 4 No. 2 Desember 2018.
Khotimah, Agama dan Civil Society: Jurnal Ushuluddin, Vol. 21, No. 1, Januari 2014.
M. Asy’ari, Islam dan Seni: Jurnal Hunafa, Vol. 4, No. 2, Juni 2017.
Muhammad War’I, Inspirasi Pengelolaan Keragaman dalam Praktik Islam di
Indonesia; Fikri, Vol. 3, No. 1, Juni 2018.
Nasihudin, Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Perananya dalam Membingkai
Perbedaan; I’TIBAR, Vol. 07, No 13 Nopember 2019.

21
Poerwanto Koesdiyo, 2007, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Subar Junanto, 2015, Pendidikan Pancasila dan Implementasinya, Sukoharjo: Fataba


Press.

22

Anda mungkin juga menyukai