Anda di halaman 1dari 16

A.

Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3
– 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002).

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya’pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu
misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

C. Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia
dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Icterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak
bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf
simpatis yang terjadi secara kronik.

D. Patofisologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari
pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya
kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan
diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi
enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi,
misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat
indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada
otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya
bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada
bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau
infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan
pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu
Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam
air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan hipoglikemia.

E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke
lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti
dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
F. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
melengking.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb
direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B)
SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada
berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl
atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi
dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
l. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
H. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan
membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh
Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5
mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
- Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
- Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
- Menghilangkan Serum Bilirubin
- Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
- Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat
yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang
dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data
obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma
persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia,
gangguan saluran cerna dan hati (hepatitis)
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran
orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses
mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum
(reflek menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi
mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali,
atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh
berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat. Opistotonus
dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami
ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat
tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi
Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan
dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier,
fibrosis kistik. Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia
pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik,
kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah
(sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal,
salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau
nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit
infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm,
kelahiran dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan
pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi
2. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan
terpapar lingkungan panas.
3. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau
peningkatan kadar bilirubin.
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

C. Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik / normal.
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
NIC : Pressure Management
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2) Hindari kerutan pada tempat tidur
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6) Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
7) Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan
terpapar lingkungan panas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses
keperawatan diharapkan suhu dalam rentang normal.
NOC : Termoregulation
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan respirasi dalam batas normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit
d. Pusing berkurang/hilang.
NIC : Fever treatment
Intervensi :
1) Monitor suhu sesering mingkin
2) Monitor warna dan suhu kulit
3) Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
4) Monitor intake dan output
3. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau
peningkatan kadar bilirubin.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses
keperawatan diharapkan tidak ada resiko cidera.
NOC : risk control
Kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari cidera
b. Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera
c. Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri.
NIC : Pencegahan jatuh
Intervensi :
1) Kaji status neurologis
2) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan dari metode
pengamanan
3) Jaga keamanan lingkungan keamanan pasien
4) Libatkan keluiarga untuk mencegah bahaya jatuh
5) Observasi tingkat kesadaran dan TTV
6) Dampingi pasien
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama proses
keperawatan diharapkan keluarga dan pasien tidak cemas.
NIC : Penurunan Kecemasan
Kriteria Hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan.
b. Menyingkirkan tanda kecemasan.
c. Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
NOC : Control Cemas, peningkatan koping
Intervensi :
1) Tenangkan klien.
2) Jelaskan seluruh prosedur pada klien/keluarga dan perasaan
yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan.
3) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat
kecemasan.
4) Sediakan aktivitas untuk mengurangi kecemasan.
5) Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit.
6) Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan.
7) Dukung keterlibatan keluarga dengan cara tepat.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan keluarga dapat mendapat pengetahuan
mengenai penyakit yang diderita anaknya.
NIC : Teaching : Disease Process
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya
NOC : Knowledge : Disease Process
Intervensi :
1) Jelaskan patofisiolagi dari penyakit
2) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit dengan cara yang benar
3) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
4) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara
yang tepat
5) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan
proses pengontrolan penyakit.
Daftar Pustaka :

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter
Pratama. Jakarta.
Ngastiah. 200. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan
Maternal / Bayi. EGC. Jakarta
Smeltzer, S.C & Bare, B. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai