Anda di halaman 1dari 9

5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

Rumah Karya
Beranda Puisi Prosa Renungan Esai Resensi Film Fotogra Desain Gra s Penulis

Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya Author


diatas Cahaya” Ahfa Rahman Syah
POWERED BY

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 1/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

Archives
7/2/2014 0 Comments

September 2014

July 2014

June 2014

May 2014

April 2014

Judul Film
All

> Before Trilogi

> Crazy Little Thing (1)

> Crazy Little Thing (2)

> How I Met Your Mother

> Interpretasi Sufistik

> Into The Wild

Saya terpanggil untuk menulis lagi resensi tentang film Rayya setelah beberapa waktu > Notting Hill

yang lalu saya melihat dan menyimak video Ma’iyyah suluk (pengajian) Emha ainun Najib > Rayya Cahaya Diatas..

(Penulis naskah) yang diselenggarkan di Rumah Adab Indonesia Mulia di kota Pati pada > The Hours

Sabtu 20 Juli 2013. Mendengarkan ceramah Emha yang bernuansa tasawuf dengan > The Secret Life Of Walter..

membahas tema “Cahaya diatas cahaya” membuatku berpikir bahwa mungkin saja > Up In The Air

gagasan yang diangkat dala film Rayya bersifat sufistik. Namun tak apalah jika

sebelumnya saya menulis resensi film ini yang ide gagasannya saya tafsirkan ke arah

“sosial”. Interpretasi apapun saya kira sah-sah saja asal bermakna positif dan bisa

menelurkan manfaat kepada orang lain.

Melihat kalimat “Cahaya diatas cahaya” kita harus menyinggung firman Allah pada surah
POWERED BY

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 2/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

an-Nur:

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.

Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah

lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada

pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu

seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti

mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon

yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang

tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak

pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)

hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh

api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah

membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia

kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-

perumpamaan bagi manusia, dan Allah

Mahamengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)

Interpretasi “Cahaya diatas cahaya” oleh para mufassir sangat beragam, jika melihat

al-‘Aufi yang meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas , bahwa maksudnya adalah iman

seorang hamba dan amalnya. Menurut Ibnu Kasir’As-Saddi yang pernah berkata tentang

firman Allah tersebut, cahaya di atas cahaya adalah cahaya api dan cahaya minyak bila

bersatu akan memancarkan sinar, dan yang satu tidak akan memancarkan cahaya yang

lain. Demikian pula cahaya al-Qurán dan cahaya iman bersatu padu. Dan banyak tafsir

yang lainnya.

POWERED Namun
BY kita tidak akan jauh-jauh kesana kita akan berpedoman saja kepada inti

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 3/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

penjelasan Emha tentang “Cahaya diatas cahaya” lalu kita akan kembali kepada konteks

awal kita dengan mengorelasikan kepada film Rayya.

Menurut Cak Nun; Matahari yang selama ini kita percaya sebagai sumber cahayapun

sebenarnya tidak memancarkan cahaya. Matahari hanya memancarkan energi inti

sedemikian rupa sehingga ketika dia menimpa benda-benda alam tertentu akan membuat

mata kita menjadi kompatibel sehingga kita bisa melihat. Cahaya merupakan sesuatu

yang sangat misterius yang merupakan awal dari kehidupan kita, sekaligus sesuatu yang

sangat ghaib yang merupakan ujung dari kehidupan kita.

Big Bang (salah satu teori penciptana alam semesta) menyebabkan cahaya terbagi

menjadi tiga macam: cahaya yang dapat diindera, cahaya berupa gelombang, frekuensi,

dan energi yang tak kasat mata, dan cahaya esensial seperti wujud aslinya. Tiga padatan

atau gelombang inilah yang bekerja dalam hidup, baik di dalam maupun di luar diri kita.

Gelombang pertama adalah gelombang materialisme. Bentuknya bisa berupa bumi,

kekayaan, jabatan, negara, balsem, minyak tawon, macam-macam kuliner, dan semua

yang terindera. Gelombang pertama ini merupakan kerak atau ampas dari cahaya.

Setelah meninggal nanti, bentukan dari gelombang pertama ini tak mungkin kita bawa

untuk bisa berjodoh dengan cahaya yang lebih sejati. Sementara itu, sekarang rata-rata

manusia justru menyibukkan diri dengan materialisme.

Materialisme adalah alat pertama Dajjal dan Iblis untuk membalik pandangan manusia,

sehingga pada gilirannya manusia justru mengejar neraka dan meninggalkan surga.

Pertemuan-pertemuan Maiyah di manapun merupakan wujud kecemasan jamaah

terhadap gelombang pertama, terhadap gelombang yang paling kasar dan paling pendek

POWERED umurnya.
BY

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 4/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

Padahal yang nanti dipanggil Allah adalah mereka yang muthmainah, mereka yang

mampu merasakan ketenteraman sejati di dalam dirinya. Makan ya makan, tapi bukan

makannya yang utama.[1]

Saya menyimpulkan bahwa ada tiga sinar gelombang di alam semesta, gelombang

pertama adalah materi seperti yang diungkap oleh emha, seperti; kekayaan, popularitas,

uang, kecantikan, mobil mewah, dsb. Semua ini dianggap sinar paling rendah dan justru

menjadi ujian bagi manusia, apakah kita terkuasai atau justru kita menguasai materi-

materi itu. Sinar kedua saya anggap adalah “Virtue” nilai-nlai kebaikan/ atau kemuliaan

atau bisa disebut energi positif/ semangat kebaikan. Cak nun mengatakan; bekerja

adalah materi namun jika pekerjaan itu kita kemas dengan niat baik untuk mengabdi dan

menafkahi keluarga maka hal itu terupgrade menjadi sinar gelomang kedua. Bisa

disimpulkan pula sinar gelombang kedua adalah bagaimana kita memaknai positif materi

sebagai sinar pertama. Karena bagaimanapun Virtue adalah “abstrak” dan dalam

implementasinya selalu berhubungan dengan unsur unsur materi. Dan yang ketiga adalah

sinar Muhammad (nur Muhammad) sumber dari sinar itu sendiri karena Muhammad

didelegasikan kedunia memang untuk menyinari dunia dan menjadi panutan alam

semesta. Seperti firman Allah:

“Wahai ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu, Rasul Kami, yang

menjelaskan kepada kamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak

(pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu, cahaya dari Allah, dan

kitab yang menerangkan.” [Surah Al-Maidah: 15]

Bahkan dalam pemahaman lain umat Islam memiliki konsep "Nur Muhammad" yang

POWERED menyatakan
BY bahwa cahaya atau ruh dari Nabi Muhammad saw adalah makhluq pertama

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 5/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

yg diciptakan Allah swt, yg kemudian dari cahayanya, Allah menciptakan makhluq-

makhluq lainnya.

“Amati di dalam dirimu, mana yang merupakan gelombang pertama, kedua, dan ketiga.

Saat menjadi pegawai, absen pagi-sore, mengerjakan urusan-urusan pekerjaan, itu

merupakan pekerjaan gelombang satu. Dia bisa menjadi gelombang kedua tergantung

dari caramu memaknainya. Batas-batas hubunganmu dengan materialisme harus kamu

manage terus. Pokoknya cari terus gelombang ketiga (Nur Muhammad). Tiap hari Anda

harus bermain silat untuk tidak membiarkan diri Anda diperbudak gelombang

pertama.”[2]

Mengorelasikan kepada Filam Rayya: kita lihat keistimewaan Rayya menjadi seorang

aktris kelas atas dengan segala keindahan dan kelebihannya adalah potret dari sinar

gelombang pertama (materi). Begitu juga cinta dengan segala kegundahannya adalah

bagian dari itu dan dianggap keraknya cahaya, karena memang karakteristik dari materi

adalah kegundahan, keresahan, kesedihan dan ketidak tenangan. Itulah potensi yang

ditimbulkan materi yang mengarahkan kita kepada kesesatan sehingga pancaran dari

materi itu membuat Rayya menjadi pribadi yang kasar, neurotis, dan kegilaan-kegilaan

batin lainnya yang jauh dari konsep “annafsul muthmainnah”. Berbeda dengan kelas-

kelas masyarakat pinggiran yang dia temui dalam perjalanannya, mereka adalah orang-

orang yang tidak bergelimang harta namun bisa memaknai keadaannya, bisa memaknai

peluang-peluang dan keterbatasan kemampuannya kepada aspek-aspek kebaikan dan

kemuliaa. Nenek-nenek dan anak kecil pemecah batu walau lemah namun menguatkan

diri untuk mencari nafkah seadanya guna bertahan hidup dan membiayai keluarganya.

Rasa syukur mereka kepada keadaan dan peluangnya, pengorbanannya dan niat tulusnya

mencari nafkah adalah wujud dari sinar gelombang kedua. Budhe arya walau tuli mau

POWERED berbuat
BY untuk pendidikan anak autis guna kepentingan masa depannya, penjual karak

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 6/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

yang menjaga martabat dan kehormatan, serta buruh pabrik yang bangga dan syukur

akan pekerjaannya, dan yang masih banyak lagi adalah manusia-manusia yang sudah

mampu meraih gelombang yang lebih mulia yaitu gelombang kedua.

Kalau pada resensi sebelumnya saya mengatakan ini adalah “kisah perjalanan Rayya

mencari jati diri atau makna lain dari kebahagiaan yang diantar dan dimentori oleh Arya”

pada kali ini mungkin saya akan berkata “kisah perjalanan Rayya mencari pencerahan

dan mentransformasikan gelombang pertama menuju gelombang kedua yang dimentori

oleh Arya”. Arya mungkin lebih dulu dan lebih bisa melepaskan dari kekangan materi.

Dalam hal ini problematika cinta mereka menunjukkan itu (orang yang dicintai). Kegilaan

dan keresahan Rayya diakibatkan belum mampu memaafkan dan melupakan orang yang

dicintainya, berbeda dengan Arya yang lebih sabar dan mampu memaafkan istrinya. Jadi

orientasi materi adalah sumber keresahan dan kegelisahan. Jangan sampai kita

dikendalikan oleh gelombang ini. Justru “Virtue” yang merupakan gelombang kedua

adalah sumber dari ketenangan yang sejati. Bahkan ketika mereka berada di sebuah

bukit, Rayya menyebut dirinya dengan segala yang menyangkut padanya “gelombang

materi” adalah kegelapan, karena cahaya yang sejati adalah sinar gelombang kedua.

[1] http://www.caknun.com/2013/cahaya-di-atas-cahaya/

[2] Ungkapan Emha dalam Maiyahan Suluk Maleman di kota Pati, Sabtu 20 Juli 2013,

Ahfa Rahman

30 Juni 2014

Like 0 Tweet

0 Comments
POWERED BY

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 7/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

Leave a Reply.
Name (required)

Email (not published)

Website

Comments (required)

Notify me of new comments to this post by email Submit

POWERED BY

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 8/9
5/31/2019 Interpretasi sufistik “Rayya Cahaya diatas Cahaya” - Rumah Karya

POWERED BY

ahfarahman.weebly.com/resensi-film/interpretasi-sufistik-rayya-cahaya-diatas-cahaya 9/9

Anda mungkin juga menyukai