Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN INDIVIDU

INTERVENSI PERAWATAN INFUS UNTUK MENCEGAH TERJADI PHLEBITIS

DI RUANG RAWAT INAP ELISABETH RS IMMANUEL

BANDUNG

OLEH:

Nama : Maria Tesalonika Djaga

NIM : 1490119004

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat TYME yang telah mengaruniakan kasih-Nya

yang teramat besar bagi penulis sehingga dapat menyusun tentang “Laporan individu tentang

intervensi perawatan infus untuk mencegah terjadinya phlebitis. Adapun makalah ini dibuat

guna untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Kepemimpinan dan Manajemen

Keperawatan di samping itu juga menambah pengetahuan tentang Manajemen Keperawatan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besar nya kepada : Ci di ruang Elisabeth, Dosen

Pembimbing akademik, Kepala ruangan Ruangan ruang Elisabet, Pihak RS IMMANUEL dan

semua orang yang sudah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari, dalam penulisan makalah ini masih ada kemungkinan kekurangan –

kekurangan karena keterbatasan kemampuan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya.

Bandung, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL..........................……………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….iii

DAFTAR DIAGRAM……………………………………………………………………. .iv

DAFTAR TABLE…………………………………………………………………………..v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………...3
C. Tujuan Masalah……………………………………………………………………..3
D. Sistematika Penulisan……………………………………………………………….3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepemimpinan,……………………………………………………………4
B. Konsep Manajemen………………………………………………………………...6
C. Materi
- Kebutuhan cairan dan perawatan infus……………………………………….13
- Phlebitis………………………………………………………………………..15
D. Jurnal Pendukung………………………………………………………………….15

BAB III KAJIAN SITUASI

A. Analisa SWOT…………………………………………………………………….17
B. Assesment dan Analisis…………………………………………………………...18
C. Prioritas Masalah...............................................................................................19
D. Alternatif Pemecahan Masalah……………………………………………………20
E. Fishbone…………………………………………………………………………..21
F. Planning Of Action (POA)………………………………………………………..22

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

A. Implementasi……………………………………………………………………...23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..24

LAMPIRAN
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 3.1 “ sebelum implementasi perawatan infus” ……………………………………18


DAFTAR TABLE

Table 3.1 “ Prioritas Masalah”…………………………………………………………19

Table 3.2 “ Alternatif Pemecahan Masalah”……………………………………………20

Table 3.3 “ POA (Planing Of Action)………………………………………………….22


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks,
kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus perlu perhatian
dari para dokter (medical provider) tetapi juga untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
terapinya (upaya kuratif). Ditempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat
sembuh. Perawatan yang diberikan salah satunya adalah pemasangan infus atau terapi
interavena (Darmadi, 2008).
Menurut World Health Organization, infeksi nosokomial menyebabkan 1,4 juta
kematian per hari di seluruh dunia. Di Indonesia, infeksi nosokomial memperpanjang lama
perawatan di rumah sakit selama 5-30 hari dengan tingkat kematian 23,6% . Perawat harus
memiliki dasar pengetahuan dan kompetensi mengenai protokol pelaksanaan dan
implementasi untuk mencegah terjadinya komplikasi (Suprapto, 2015).
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang peranan penting
dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Keberhasilan pelayanan kesehatan
bergantung pada partisipasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas
bagi pasien. Hal ini terkait dengan keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam melayani
pasien, serta jumlah perawat yang mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu
berkisar 40–60%. Rumah sakit harus memiliki perawat dengan kinerja baik yang akan
menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau pasien.
Asuhan Keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (KDM), dengan menggunakan
metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan
etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggungjawab keperawatan (DPP PPNI,
2015).
Penelitian yang dilakukan Tippins (2006) pada sebuah rumah sakit pendidikan di London
didapatkan bahwa perawat tidak selalu memberikan tindakan keperawatan dengan hasil
yang optimal pada pasien, walaupun mereka memiliki pengalaman pengetahuan tentang
bagaimana melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan berbagai macam
tingkat kegawatan, namun terkadang masih ada yang mengalami.
Kegagalan yang membuat pasien mengalami perburukan kondisi klinis Salah satu
upaya untuk menjaga keselamatan pasien, dengan menerapkan Standard Operational
Prosedure (SOP) dan perawat yang belum optimal dalam setiap tindakan perawatan.
Keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan menghindari tuntutan
malpraktik. Standard Operational Prosedure (SOP) adalah standar yang harus di jadikan
acuan dalam memberikan setiap pelayanan (Riyadi S & Harmoko, 2012).
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) menjadi indikator standar dasar yang utama
dalam penilaian Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 (KARS, 2013). Ada enam
sasaran keselamatan pasien yaitu Ketepatan identifikasi pasien; Peningkatan komunikasi
yang efektif; Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; Kepastian tepat- lokasi,
tepat-prosedur, tepat-pasien operasi; Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan.
Keselamatan pelayanan di rumah sakit salah satunya dimulai dari ketepatan identifikasi
pasien dan ketepatan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan. Karena kedua hal
ini sebagai akar penyebab banyak kesalahan yang terjadi (WHO, 2007). Menurut
Mulyana (2013), data yang didapat dari rumah sakit “X” tercatat pada tahun 2009-
2011 jumlah Insiden Keselamatan Pasien berjumlah 171 kasus. Dari jumlah
tersebut 65,5% kasus terkait salah identitas (salah hasil laboratorium dan lain-lain). Dari
semua insiden yang terjadi di Rumah Sakit “X” tersebut sekitar 60 % terjadi di ruang
perawatan. Bidang spesialisasi unit kerja menemukan paling banyak pada unit anak,
penyakit dalam dan bedah yaitu sebesar 56,7% dibandingkan unit kerja yang lain
(Depkes RI, 2008).
Menurut Depkes setiap tenaga kesehatan di Rumah Sakit termasuk didalamnya
perawat wajib menerapkan keselamatan pasien (Patient safety) untuk mencegah insiden
keselamatan pasien. Joint Commission International (JCI) & Wolrd Health Organitation
(WHO) melaporkan beberapa negara terdapat 70% kejadian kesalahan pengobatan. JCI &
WHO melaporkan kasus sebanyak 25.000-30.000 kecacatan yang permanen pada pasien
di Australia 11% disebabkan karena kegagalan komunikasi.
Berdasarkan hasil kajian situasi yang dilakukan di ruang Elisabeth RS Immanuel
Bandung ditemukan perawat belum optimal dalam melakukan perawatan infus pada
pasien untuk mencegah terjadinya resiko phlebitis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah yang diangkat adalah “Bagaimana
perawatan infus untuk mencegah terjadinya resiko phlebitis di Ruang Elisabeth RS Immanuel
Bandung”.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh
mana perawat melakukan perawatan infus
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pelaksanaan tindakan perawatan infus kepada pasien di ruang Elisabeth
RS Immanuel Bandung

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini antara lain :
Judul
Subjudul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan : Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Sistematika
Penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB III Uraian Kegiatan
BAB IV Implementasi
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kepemimpinan


1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif
kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah
dilaksanakan. Maka, pemimpin itu harus mahir dalam melakukan kepemimpinananya, jika
dia ingin sukses dalam melakukan tugas-tugasnya (Kartono, 2011).
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan
diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (Kirsmana, 2011).

2. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan


Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilakupemimpin dan
konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-
sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas
pokok dan fungsinya serta etikaprofesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 2013).
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam
memimpin.Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom (2014).
Tipologi Kepemimpinan
Menurut Siagian (2012), Gaya kepemimpinan berkembang menjadi beberapa tipe
kepemimpinan, diantaranya adalah sebagian berikut :
a. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri
sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-
mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada
kekuasaan formalnya, dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan
pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin
tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat
berikut : dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan, dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang
tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan dari bawahannya, menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah
seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai
manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
d. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa
seseorang pemimpin memiliki karisma, umumnya diketahui bahwa pemimpin yang
demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu.Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi
pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur,
kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi
bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat,
John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya
masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil,
Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
e. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang
demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern, hal ini terjadi karena tipe
kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan
bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang
termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran,
pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama
dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar
bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

B. Konsep Manajemen
1. Pengertian menajemen
Menurut P. Siagian (2012) manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan
yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas – batas yang telah
ditentukan pada tingkat administrasi.
2. Tujuan Dan Sasaran Manajemen
a. Tujuan Menejemen
Menurut Gillies (2012) tujuan menejemen yakni:
1) Memiliki dan mengembangkan nilai serta sikap pengetahuan, kecerdasan,
keterampilan serta kemampuan sebagai tenaga pembangunan di bidang manajemen.
2) Memiliki, keuletan, kesabaran, dan kemandirian dalam bekerja baik secara individu
maupun berkelompok.
3) Mengamati dan menganalisa suatu masalah serta menerapkan ilmu pengetahuannya
untuk melaksanakan praktek dibidang manajemen, baik untuk kepentingan
usahanya ataupun peran sertanya menjadi seorang professional.
b. Sasaran Menajemen
Sasaran Manajemen (Gillies, 2012), adalah:
1) Human Resources.
Setiap aktivitas manajemen yang dilakukan seharusnya selalu memperhatikan
tentang potensi-potensi yang ada pada sumber daya manusia. Hal ini disebabkan
sumber daya manusia merupakan faktor yang paling penting dalam kegiatan
manajemen.Tanpa adanya pengelolaan sumber daya manusia yang baik, maka dapat
dipastikan kegiatan manajemen tidak dapat berjalan dengan maksimal.
Sasaran terhadap sumber daya manusia, bentuk kegiatanya dapat berupa
memimpin, memotivasi dan mengarahkan orang-orang agar aktivitasnya mengarah
pada tujuan yang akan dicapai.
2) Non Human Resources.
Sasaran manajemen yang kedua adalah non human resources atau segala bentuk
fasilitas yang ada untuk menunjang pencapaian tujuan manajemen. Bentuk kegiatan
non human resources adalah mengadakan dan memelihara serta mengendalilan
segala fasilitas yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan misalnya, tempat,
alat, metode kerja dan sebagainya.

3. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Manajemen Keperawatan


Menurut Nursalam (2011), prinsip–prinsipyang mendasari manajemen keperawatan adalah
a. Manajemen keperawatan seharusnya berlandaskan perencanaan karena melalui fungsi
perencanaan, pimpinan dapat menurunkan resiko pengambilan keputusan, pemecahan
masalah yang efektif dan terencana.
b. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang efektif. Manajer
keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun perencanaan yang terprogram
dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
sebelumnya.
c. Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan. Berbagai situasi
maupun permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan keperawatan
memerlukan pengambilan keputusan di berbergai tingkat manajerial.
d. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian manajer
perawat dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, fikir, yakini dan ingini.
Kepuasan pasien merupakan poin utama dari seluruh tujuan keperawatan.
e. Manajemen keperawatan harus terorganisir. Pengorganisasian dilakukan sesuai dengan
kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan.
f. Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputi proses
pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana yang telah
diorganisasikan.
g. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan penampilan
kerja yang baik.
h. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasin yang efektif. Komunikasi yang
efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah
dan pengertian diantara pegawai.
i. Pengembangan staf penting untuk dilaksanakan sebagai upaya persiapan perawat–
perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi atau upaya manajer untuk
meningkatkan pengetahuan karyawan.
j. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian
tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan
prinsip –prinsip melalui penetapan standar, membandingkan penampilan dengan standar
dan memperbaiki kekurangan.
4. Fungsi – Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen (Nursalam, 2011) sebagai berikut :
a. Perencanaan (Planning)
1) Fungsi
Misi, visi, tujuan, kebijakan, prosedur, dan peraturan-peraturan dalam pelayanan
keperawatan, perkiraan proyeksi jangka pendek & panjang serta menentukan
jumlah biaya dan mengatur adanya perubahan berencana.
2) Tujuan
Untuk menyusun suatu rencana yang strategis dalam mencapai tujuan, seperti
menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua pasien,
menegakkan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran  dan
tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang
dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan dan
prosedur operasional untuk mencapai visidan misi yang telah ditetapkan.
b. Mengontrol (Controling)
1) Fungsi
Pelaksanaan penilaian kinerja staf, pertanggung-jawaban keuangan, pengendalian
mutu, pengendalian aspek legal dan etik serta pengendalian profesionalisme
asuhan keperawatan.
2) Tujuan
Untuk melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada tahap
ini manajemen akan memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan
tugasnya dan mengidentifikasi faktor – faktoryang menghambat dan mendukung
dalam pelaksanaan.
c. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian ialah fungsi manajemen yang berhubungan dengan pembagian tugas.
Siapa mengerjakan apa dan siapa bertanggung jawab pada siapa.
1) Fungsinya :
Struktur organisasi, model penugasan keperawatan, Job descriptions dan
memahami serta menggunakan kekuasaan dan otoritas yang sesuai.
2) Tujuan:
a) Untuk membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih
kecil.
b) Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
telah dibagi-bagi tersebut.
c) Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang
harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas
tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut,
pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
d. Kepegawaian (Staffing)
1) Fungsi
a) Untuk mengrekrut pegawai yang berkualitas
b) Melatih dan pengembangan pegawai
c) Penempatan dan pemberian orientasi
d) Pembuatan sistem penggajian / insentif

2) Tujuan
Tujuan untuk mengklasifikasi pasien, penentuan kebutuhan staff, rekrutmen,
pemilihan orientasi,penjadwalan, penugasan, minimalisasi ketidakhadiran,
penurunan pergantian, pengembangan staff.
e. Mengarahkan (Directing)
1) Fungsi
a) Memberikan pengarahan kepada ketua Tim
b) Memberi pujian kepada anggota Tim yang melaksanakan tugas dengan baik.
c) Membimbing bawahan
d) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
e) Memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan yankep
diruangan
f) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2) Tujuan
Untuk membuat perawat atau staff melakukan apa yang diinginkan dan harus
mereka lakukan. Kepala ruang dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui :
saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan
pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan
koordinasi. Adapun unsur yang dikelola sebagai sumber manajemen adalah man,
money, material, method, machine, minute dan market.
5. Proses Manajemen Keperawatan
Menurut Suarti S (2014), proses manajemen keperawatan sesuai dengan pendekatan
sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling berhubungan dan berinteraksi dan
dipengaruhi oleh lingkungan. Hal tersebut merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari
lima elemen yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi, personal,
peralatan dan fasilitas. Proses dalam manajemen keperawatan adalah kelompok manajer
dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana yang
mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah
asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
6. Lingkup Manajemen Keperawatan
Menurut Nursalam (2011) mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri
besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan kemudian
menjadi hak yang paling mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan
yang memadai akan membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan
kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan
yang terdapat didalamnya.
Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis.Manajer keperawatan yang efektif
seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan
perawat pelaksana meliputi: menetapkan proses keperawatan, melaksanakan intervensi
keperawatan berdasarkan diagnosa, menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang
dilaksanakan oleh perawat, menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan,
mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer keperawatan
melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan melibatkan para perawat
pelaksana. Berdasarkan gambaran di atas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:
a. Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan yang terdiri
dari tiga tingkatan manajerial, yaitu: manajemen puncak, manajemen menengah dan
manajemen bawah. Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil
dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-orang tersebut
agar penatalaksanaannya berhasil.Faktor-faktor tersebut adalah kemampuan
menerapkan pengetahuan, ketrampilan kepemimpinan, kemampuan menjalankan peran
sebagai pemimpin, kemampuan melaksanakan fungsi manajemen.
b. Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang
menggunakan konsep–konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.
7. Proses Manajemen Keperawatan (Nursalam, 2011)
1) Pengkajian-pengumpulan data
Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya megumpulkan informasi tentang keadaan
pasien, melainkan juga mengenai institusi (rumah sakit/puskesmas), tenaga
keperawatan, administrasi dan bagian keuangan yang akan mempengaruhi fungsi
organisasi keperawatan secara keseluruhan.
Pada tahap ini harus mampu mempertahankan level yang tinggi bagi efisiensi salah satu
bagian dengan cara menggunakan ukuran pengawasan untuk mengidentifikasikan
masalah dengan segera, dan setelah mereka terbentuk kemudian dievaluasi apakah
rencana tersebut perlu diubah atau prestasi yang perlu dikoreksi.

2) Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana yang strategis dalam
mencapai tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada
semua pasien, menegakkan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan
ukuran  dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi
yang dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan dan
prosedur operasional untuk mencapai visidan misi yang telah ditetapkan.
3) Pelaksanaan
Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang lain, maka
tahap implementasi di dalam proses manajemen terdiri dari dan bagaimana memimpin
orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan.
4) Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakan.pada tahap ini manajemen akan memberikan nilai seberapa jauh staf
mampu melaksanakan tugasnya dan mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat
dan mendukung dalam pelaksanaan.

C. MATERI
a) KEBUTUHAN CAIRAN DAN PERAWATAN INFUS
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk berespon terhadap stressor fisiologi dan
lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan. Ketidakseimbangan yang berdiri
sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan dan kekurangan. Fungsi dari pemberian cairan
yaitu mempertahankan pengaturan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh, transport
nutrient ke sel. Pelumas antar organ dan mempertahankan tekanan hidrostatik dalam system
kardiovaskuler. (Tarwoto & Wartonah, 2006).
- Terapi cairan intravena atau pemasangan infus
Infus merupakan suatu prosedur memasukkan cairan dalam jumlah tertentu melalui jalur
intravena yang di terapkan pada pasien pda kondisi tertentu untuk memberikan cairan
atau elektrolit sebagai prosedur tindakan dalam pengobatan. Terapi intravena merupakan
cara yang digunakan untuk memberikan cairan dan memasukkan obat, vitamin dan
transfuse darah ke tubuh pasien dan bertujuan untuk mensuplai cairan melauli vena,
ketika pasien tidak mampu mendapatkan makan, cairan elektrolit lewat mulut serta
sebagai media dalam pemberian obat. (Smeltzer, 2002)
- Komplikasi pemasangan infus
Menurut Darmadi (2010) terdapat beberapa komplikasi dari pemasangan infus yaitu:
a) Hematoma, darah menggumpal dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh
darah vena arteri atau kapiler yang terjadi akibat penekanan yang kurang tepat
saat memasukkan jarum atau tusukan berulang pada pembuluh darah.
b) Infiltrasi, masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
c) Phlebitis atau bengkak pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang di pasang
tidak di pantau secara ketat dan benar.
- Hal-hal yang harus di perhatikan oleh pasien mengenai penggunaan infus yang aman dan
perawatannya dan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pesien dalam
membantu petugas kesehatan dalam melakukan perawatan infus untuk mencegah terjadi
phlebitis (Yunus, 2012).
a) Hal-hal yang perlu dilaporkan kepada petugas kesehatan
- Infus yang tidak jalan atau tidak menetes
- Nyeri pada area di infus
- Terdapat darah di selang infus
- Bengkak di area yang terpasang infus
- Kemerahan di area sekitar infus
b) Hal-hal yang harus di perhatikan pasien saat terpasang infus
- Tidak mengatur tetesan infus sendiri
- Pasien atau keluarga tidak di perkenankan merubah posisi klem infus
- Minta bantuan kepada perawat, jika infus tidak metes, terlalu cepat atau
terlalu lambat
- Posisi tangan harus sejajar dengan lantai
- Kurangi pergerakan di daerah yang terkena tusukan infus
Perawatan infus adalah perawatan yang dilakukan pada tempat pemasangan infus yang
bertujuan untuk mempertahankan teknik steril, mencegah masuknya bakteri kedalam aliran
darah, pencegahan atau meminimalkan timbulnya infeksi dan memantau area insersi sehingga
dapat mengurangi kejadian phlebitis (Wahyuni dkk, 2013). Salah satu yang dapat
menyebabkan kejadian phlebitia adalah pasien sering bergerak selama terpasang infus,
mengakibatkan phlebitis seperti, pembengkakan, kemerahan, nyeri di sepanjang vena.
Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan mengganti balutan/plester pada
area insersi infus. Frekuensi penggantian balutan ditentukan oleh kebijakan institusi. Dulu
penggantian balutan dilakukan setiap hari, tapi saat ini telah dikurangi menjadi setiap 48
sampai 72 jam sekali, yakni bersamaan dengan penggantian daerah pemasangan IV (Gardner,
1996).
b) PHLEBITIS

Phlebitis merupakan peradangan pada vena yang disebabkan oleh iritasi kimia,
bacterial, dan mekanis. Phlebitis dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain jenis
cairan, tempat penusukan vena, komplikasi sistemik, dan teknik insersi kateter intravena
(Smeltzer, 2002). Phlebitis mekanik berhubungan dengan penempatan kanula.
Pemasangan kanula pada vena metacarpal berada pada area tangan yang sering
digerakkan atau dekat dengan persendian dan mempunyai ukuran yang kecil. Setelah
posisi yang tidak lurus memungkinkan terjadinya gesekan pada dinding vena dengan
kateter vena. Jika di gerakkan maka kanula mengiritasi intema vena, menyebabkan
terjadinya luka dan menyebabkan phlebitis. Tanda dan gejala phlebitis adalah
kemerahan bengkak, nyeri tekan, atau nyeri pada sisi intravena (Febrianti, 2015).

D. JURNAL PENDUKUNG
 Berdasarkan Hasil Penelitian Imram Radne Rimba Putri, tahun 2016 “Pengaruh Lama
Pemasangan Infus dengan kejadian fhlebitis pada pasien rawat inap di bangsal penyakit
dalam dan syaraf.”. hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan lama
pemasangan infus <3 hari sebanyak 37 responden (32,8%) yang tidak mengalami flebitis
31 responden (10,8%) dan yang mengalami flebitis 6 responden (26,2%). Sedangkan
untuk responden dengan lama pemasangan infus ≥3 hari sebanyak 76 responden (67,2%)
yang mengalami flebitis 74 responden (53,8%) dan yang tidak mengalami flebitis 2
responden (22,2%). Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji Chi Square
didapatkan nilai p-value sebesar 0,000, yang berarti nilai signifi kan lebih kecil dari taraf
signifi kan α: 0,05, itu berarti hipotesis penelitian ini diterima. Kesimpulannya bahwa ada
pengaruh lama pemasangan infus terhadap kejadian flebitis. Oleh karena itu dapat
disarankan untuk tim kesehatan di rumah sakit untuk melakukan perawatan infus pasien
sesuai prosedur, terutama untuk pasien dengan pemasangan infus lebih dari 3 hari, untuk
menghindari terjadinya flebitis.
 Berdasarkan hasil penelitian Chairul Anam, tahun 2013, “perilaku universal precautions
dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis pasien rawat inap”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang universal
precautions dengan insiden phlebitis (ρ=0.003), ada hubungan yang signifikan antara
Sikap universal precautions dengan insiden phlebitis phlebitis (ρ=0.114 ¿ ada hubungan
yang signifikan antara tindakan universal precautions dengan insiden phlebitis (
ρ=0.000 ¿.
 Berdasarkan hasil penelitian Rita Rahmawati dkk, tahun 2013, “ pergantian infus set tiap
3 hari mengurangi resiko peningkatan jumlah leukosit” . hasil penelitian menunjukkan
bahwa hasil statistic memperlihatkan efek meningkatkan leukosit sebelum pergantian
infus set adalah 0.008 lebih kecil dari 0.005. tingkat pengaruh kejadian infeksi
nosocomial setelah pergantian infus set. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pergantian
infus set setiap 3 hari menurunkan kejadian infeksi yang di tandai dengan penurunan
jumlah kadar leukosit.
BAB III

URAIAN KEGIATAN

1) Analisa Swot
- Kekuatan (Strength)
a) Memiliki 13 perawat, dengan pendidikan terakhir D3 sebanyak 4 orang dan
S1 Ners 9 orang.
b) Memiliki kepala ruangan dengan jenjang pendidikan terakhir S1 Ners,
memiliki pengalaman kerja 12 tahun dan menjabat sebagai supervise
c) Lama kerja perawat 5 bulan – 31 tahun
d) Merupakan satu-satunya ruangan yang menyediakan perawatan one day care

- Kelamahan (Weakness)
a) Perawat belum optimal dalam melakukan perawatan infus
b) Belum adanya SOP perawatan Infus
c) Sebanyak 53% perawat belum melakukan perawatan infus secara optimal

- Peluang (Opportunities)
a) Adanya UU No 38 tahun 2014 tentang keperawatan
b) Adanya UU Pasal 32 No 44 tahun 2009 tetnang perlindungan hak pasien
c) Adanya perkembangan iptek mendorong tenaga keperawatan untuk
mengembangkan diri.

- Ancaman (Threat)
a) Adanya rumah sakit baru yang terletak di dekat RS Immanuel
b) Persaingan antar rumah sakit semakin kuat dan ketat tentang pelayanan prima
dan berstandar
c) Perbandingan pelayanan kesehatan
d) masyarakat dengan RS yang memiliki standar pelayanan yang kurang lebih
sama dengan standar pelayanan kesehatan dengan RS Immanuel Bandung.
2) Assesment dan Analisis
Kajian situasi dilakukan pada tanggal 9-11 Maret 2020 masalah yang di temukan di ruang
Elisabeth yaitu: belum optimalnya perawatan infus untuk mencegah terjadinya
phlebitis.penanggung jawab pada kegiatan ini adalah Maria Tesalonika Djaga. Setalah
dilakukan observasi selama 3 hari didapat bahwa 13 perawat di ruangan Elisabet jarang
melakukan perawatan infus. Perawat hanya melakukan perawatan infus ketika terjadi
sumbatan dan juga saat terjadi kebocoran pada infus set.

Diagram 3.1

Sebelum Implementasi tentang perawatan infus

Sebelum Implementasi tentang


perawatan infus
Dilakukan Belum Dilakukan

100%

Berdasarkan diagram di atas maka dapat disimpulkan bahwa 13 dari 7 perawat atau 53%
perawat Ruang Elisabeth belum optimal dalam melakukan perawatan infus. Hal ini di
dapat dari kajian situasi dan observasi yang dilakukan mulai tanggal 09-11 Maret 2020
sampel yang di gunakan selama kajian situasi adalah sebanyak 13 perawat di ruang
Elisabeth.
TABEL 3.1
PRIORITAS MASALAH

3) Prioritas Masalah

N MASALAH Mg Sv Mn Nc Af Skor Ket


O
1. Belum optimalnya 5 3 4 5 4 21 II
perawatan infus dalam
mencegah resiko plebitis

a) proses untuk mendapatkan masalah di atas dengan menggunakan metode


pembobotan yang memperhatikan aspek:
- Magnitude (Mg) : kecenderungan besar dan masalah sering terjadi
- Severity (Sv) : besarnya kerugian yang di timbulkan dari masalah ini
- Manageability (Mn) : berfokus kepada keperawatan sehingga dapat di atur
untuk perubahannya
- Nursing constent (Nc) : Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
- Affordability (Af) : Ketersediaan Sumber daya

b) Rentang nilai yang digunakan 1-5 dengan rincian:


5 : sangat penting
4 : penting
3 : cukup penting
2 : kurang penting
1 : sangat kurang penting

4) Metode Alternatif Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah dibawah ini menggunakan rumus CARL menurut Nursalam, 2011
yaitu:

CXAXRXL
Rentang nilai yang digunakan adalah 1-5:

5 : Sangat penting
4 : Penting
3 : Cukup penting
2 : Kurang penting
1 : Sangat kurang penting
C : Kemampuan melaksanakan alternatif

A : Kemudahan dalam melaksanakan alternatif

R : kesiapan dalam melaksanakan alternatif

L : Daya ungkit alternative tersebut dalam penyelesaian masalah

TABEL 3.2

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Scoring Alternatif Pemecahan Masalah dengan CARL Ruang Elisabeth

No Alternative Pemecahan Masalah C A R L Total Urutan


Nilai
1. Melakukan resosialisasi tentang 5 5 4 4 400 I
manfaat perawatan infus untuk
mencegah terjadinya phlebitis.
Analisis Fish Bone

MAN MONEY MATERIAL

Perawat belum
melakukan Belum ada SOP
perawatan infus Tidak Terkaji tentang Perawatan
sesuai SOP infus

Sebanyak 100% perawat


tidak melakukan perawatan
infus maksimal 3 hari
setelah pemasangan PROBLEM
Belum optimalnya
perawatan infus dalam
System mencegah resiko plebitis
Tidak adanya penjelasan server di
computer
maupun demonstrasi dari
yang
kepala ruangan mengenai bermaslaah Ruangan yang
perawatn infus yang baik sehingga sibuk
dan benar. tidak bisa
mengakses
SOP

ENVIRONMENT

MECHINE

METHODE
TABEL 3.3
PLANING OF ACTION

5) POA (Planing Of Action)

No Masalah Tujuan Strategi Kegiatan Sasaran Waktu PJ


1. Belum Mengoptimalkan perawatan - Melakukan -Melakukan Perawat 23 Maria
optimalnya infus dalam mencegah resiko Redemonstra resosialisasi
Ruangan maret- Tesalonika
perawatan plebitis si tentang tentang
infus dalam perawatan manfaat 13 orang 24 Djaga
mencegah infus perawatan
maret
resiko - melakukanRe infus untuk
plebitis sosialisasi mencegah 2020
terjadinya
phlebitis

-melakukan
Redemonstr
asi sesuai
dengan SOP
yang ada

-
BAB IV

IMPLEMENTASI

I. Resosialisasi
a. Pengertian
Menurut David A. Goslin berpendapat “sosialisasi adalah sebuah proses belajar
yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan keterampilan, nilai-nilai
dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok
masyarakatnya” (Marquis,2010). Jadi resosialisasi adalah mengulangi kembali
suatu proses pembelajaran kepada seseorang untuk memperoleh pengetahuan
keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai
anggota dalam suatu kelompok.
b. Tujuan
1) Mengembangkan keahlian/kemampuan seseorang didalam kehidupan untuk
berkomunikasi dengan sesame secara baik dan efektif.
2) Memberikan suatu keterampilan yang diperlukan oleh seseorang yang
memiliki tugas pokok didalam masyarakat.
3) Menanamkan nilai-nilai kepercayaan kepada seseorang yang memiliki tugas
pokok didalam masayarakat.
4) Membentuk suatu karakter dan juga kepribadian seseorang (Marquis, 2010).
c. Proses tahapan
Dalam hal ini, C harles H. Cooley menekankan peranan interaksi dalam proses
sosialisasi. Menurutnya konsep diri (self concept) seseorang berkembang melalui
interaksinya dengan orang lain atau dikenal dengan istilah looking-glass self. Diri
yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain terbentuk melalui tiga
tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap memahami diri kita dari pandangan orang lain
2) Tahap merasakan adanya penilaian dari orang lain
3) Tahap dampak dari penilaian orang lain
d. Strategi pelaksanaan
1) Melakukan kegiatan sosialisasi kepada kelompok
2) Melakukan pelatihan didalam kelompok
II. Redemonstrasi
a. Pengertian
Demonstrasi dadalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau
benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat
diketahui dan dipahami oleh suatu kelompok secara nayata atau tiruanya (Syaiful,
2011).
Demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada orang lain tentang suatu proses, situasi atau benda
tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarya maupun dalam
bentuk tiruan yang dipertunjukkan. Redemonstrasi adalah mempertunjukkan
kembali prosese terjadinya suatu peristiwa dan dicontohkan agar dapat dipahami
oleh suatu kelompok secara nyata.
b. Tujuan
- Untuk memudahkan penjelasan sebab penggunaan Bahasa lebih terbatas
- Untuk membantu anak dalam memahami dengan jelasnya suatu proses dengan
penuh perhatian
- Untuk menghindari verbalisme
- Cocok digunakan untuk memberikan keterampilan tertentu
c. Proses Tahapan
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a) Rumuskan tujuan yang harus dicapai
b) Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan
c) Lakukan uji coba demonstrasi.
2) Tahap pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
b) Langkah pelaksanaan demonstrasi
c) Langkah mengakhiri demonstrasi
3) Strategi Pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya:
- Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua dapat memperhatikan
dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
- Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai.
- Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan.
b) Langkah pelaksanaan demonstrasi
- Mulailah demonstrasi dengan kegiatan yang merangsang peserta untuk
berpikir.
- Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang
menegangkan.
- Yakinkan bahwa semua yang mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memerhatikan reaksi seluruh peserta.
- Berikan kesempatan kepada peserta untuk secara aktif memikirkan lebih
lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi.
c) Langkah mengakhiri demonstrasi
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan
memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan
demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA

Asmuji. (2014). Manajemen Keperawatn : Konsep dan Aplikasi. Jogyakarta : Ar Ruzz Media

Arwani (2011). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta : EGC

Bessie, at al, (2010). Kepemimpinan dan manajemen Keperawatan: Teori dan Aplikasi, Ed. 4.
Jakarta: EGC

Depdiknas RI. (2010). Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan.
Jakarta: Depdiknas RI

Depkes RI, (2009). Sistem kesehatan Nasional. Jakarta

Depkes RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


340/MENKES/PER/III tentang klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta

George P Terry. (2011). Dasar-Dasar Manajemen. Cetakan Kesebelas. Jakarta: PT Bumi


Aksara

Gillies, (2012). Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi kedua.


Philadelphia: W.B Saunders.

Hasibuan, Malayu S.P. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi. Revisi. Jakarta:
Penerbit PT Bumi Aksara

Kartono dan Kartini. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.

Liang Lie. (2010). Pengantar Manajemen Jakarta: Salemba Empat

Marquis (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Teori dan Aplikasi. Alih
Bahasa: Widyawati dan Handayani. Jakarta. Edisi 4. EGC

Marquis, L., & Huston, J. (2016). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan : Teori dan
Aplikasi. Jakarta : EGC

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta : salemba Medika

Smeltzer, Suzzane C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Siddarth.
Editor Suzzane C. Smeltzer. Alih Bahasa Monika Ester. Jakarta: EGC

Suarli S, Bahtiar. (2012). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis. Jakarta:


Erlangga
Wahyun, dkk. (2013). Pengetahuan Perawat Tentang Terapi Infus Memengaruhi Kejadian
Plebitis dan Kenyamanan Pasien. Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol 16(2), hal
128-157

Yankes Kemenkes. (2017). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RSJS Magelang.


Kemenkes

Imram Radne Rimba Putri.2016 Jurnal pengaruh lama pemasangan infus dengan kejadian
flebitis pada pasien Ranap di Bangsal penyakit dalam dan syaraf Rumah sakit Nur
Hidayah Bantul. Vol. 4 No 2

Chairul Anam, tahun 2013, “perilaku universal precautions dalam perawatan infus dengan
kejadian phlebitis pasien rawat inap”

Rita Rahmawati dkk, tahun 2013, “ pergantian infus set tiap 3 hari mengurangi resiko
peningkatan jumlah leukosit”
Lampiran 1

LEMBAR OBSERVASI

“ PERAWATAN INFUS “

NO PERTAYAAN DILAKUKAN TIDAK


DILAKUKAN
1 Mengatur posisi pasien (tempat tusukan infuse terlihat
jelas
2. Cuci Tangan
3. Memakai sarung tangan
4. Membasahi plester dengan alcohol/wash bensin dan
buka balutan dengan menggunakan pinset
5. Membersihkan berkas plester
6. Membersihkan daerah tusukan dan sekitarnya dengan
NaCl
7. Mengolesi tempat tusukan dengan iodine cair/ zalt
8 Menutup dengan kasa steril dengan rapi
9. Memasang plester penutup
10. Mengatur tetesan infus sesuai program
11. Periksa ulang label nama obat, dosis dan masa
kadaluarsa, lalu bandingkan dengan kartu obat.
12. Atur kembali posisi pasien sesuai kebutuhan
13. Cuci tangan
No P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 O BP
% %
1 Mengatur posisi pasien 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0
(tempat tusukan infuse
terlihat jelas
2. Cuci tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 100
3. Memakai sarung tangan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0
4. Membasahi plester dengan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 100
alcohol/wash bensin dan
buka balutan dengan
menggunakan pinset
5. Membersihkan berkas plester 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 6 46.1 7 53.8
6. Membersihkan daerah 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 6 46.1 7 53.8
tusukan dan sekitarnya
dengan NaCl
7. Mengolesi tempat tusukan 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 6 46.1 7 53.8
dengan iodine cair/ zalt
8. Menutup dengan kasa steril 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0
dengan rapi
9. Memasang plester penutup 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0
10. Mengatur tetesan infus sesuai 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0
program
11. Periksa ulang label nama 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 100
obat, dosis dan masa
kadaluarsa, lalu bandingkan
dengan kartu obat
12. Atur kembali posisi pasien 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0
sesuai kebutuhan
13. Cuci tangan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 100 0 0

Keterangan:

Dilakukan :1
Tidak dilakukan :0
Bp : Belum Optimal
O : Optimal

Anda mungkin juga menyukai