Anda di halaman 1dari 25

HIPERTENSI

Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum terjadi. Data dari
National Health and Nutrition Examination (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta atau
bahkan lebih penduduk Amerika mengalami tekanan darah tinggi. Angka kejadian hipertensi
di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta kematian akibat
hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003 dan Chobanian et.al, 2004).
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper=tinggi dan tensi=tekanan darah, merupakan
penyakit yang sudah lama dikenal. Menurut American Society of Hypertension (ASH),
pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang
progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani,
2008).
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya. Tubuh akan bereaksi lapar, yang mengakibatkan jantung harus bekerja
lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan
menetap, timbulah gejala yang disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi (Vitahealth,
2005).
Adanya pemahaman yang keliru bahwa hipertensi bukan merupakan penyakit akan
tetapi merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah dengan pertambahan usia. Hal ini
menyebabkan penanganannya menjadi terlambat. Hipertensi yang dibiarkan tanpa
penanganan akan mengakibatkan komplikasi berupa penyakit jantung dan pembuluh darah,
stroke, gangguan fungsi ginjal, kerusakan mata dan kematian dini
.

1.Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah


normal yaitu lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg (Ilmu Penyakit Dalam II,
2011).

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Kaplan N.M , 2006).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan


sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi
lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

2.Epidemiologi

Di negara berkembang, sekitar 80 persen penduduk negara mengidap


hipertensi. Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta
orang di seluruh dunia atau sekitar 13 % dari total kematian. The American Heart
Association memperkirakan tekanan darah tinggi mempengaruhi sekitar satu dari
tiga orang dewasa di Amerika Serikat yang berjumlah 73 juta orang. Tekanan darah
tinggi juga diperkirakan mempengaruhi sekitar dua juta remaja Amerika dan anak-
anak. Hipertensi jelas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Dalam
suatu data statistika di Amerika serikat pada populasi penderita dengan risiko
hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh pria daripada
wanita saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun, prevalensi hipertensi
menjadi lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan pada penderita wanita
prevalensi hipertensi akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia, hanya
sekitar 3% sampai 4 % wanita pada umur 35 tahun yang menderita hipertensi,
sementara >75% wanita menderita hipertensi pada umur ≥75 tahun.

Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan


penyakit kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi dan malnutrisi. Prevalensi
hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita (25%) dan pria (24%). Rata-rata
tekanan darah sistole 127,33 mmHg pada pria indonesia dan 124,13 mmHg pada
wanita indonesia. Tekanan diastole 78,10 mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada
wanita. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyakit hipertensi terus mengalami
kenaikan insiden dan prevalensi, berkaitan erat dengan perubahan pola makan,
penurunan aktivitas fisik, kenaikan kejadian stres dan lain-lain.
Pasien hipertensi yang tercatat pada poli ginjal dan hipertensi RSHS Bandung
tahun 2007 sebanyak 4.000 orang dan tahun 2008 naik menjadi 4.100 orang. Dari
4.000 penderita hipertensi, sekitar 17 persen diantaranya juga menyumbang
penyakit gagal ginjal. Kejadian hipertensi tertinggi ada pada usia di atas 60 tahun
dan terendah pada usia di bawah 40 tahun

3. Klasifikasi Hipertensi
a.Berdasarkan Nilai Tekanan Darah
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7)
mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg
adalah batas optimal untuk risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada
kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru
pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan
untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini
memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan
stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi
kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih
parah. Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi
dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah
peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah
penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti
merokok dan membatasi minum alkohol
b. Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :

a) Hipertensi Primer atau Esensial


Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau
idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui
etiologinya/penyebabnya. Paling sedikit 90% dari semua penyakit
hipertensi dinamakan hipertensi primer.
Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui.
Namun sebagian besar disebabkan oleh ketidaknormalan tertentu pada
arteri. Yakni mereka memiliki resistensi yang semakin tinggi (kekakuan
atau kekurangan elastisitas) pada arteri-arteri yang kecil yang paling jauh
dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali berkaitan
dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang olahraga, asupan garam
berlebih, bertambahnya usia, dll. Secara umum faktor-faktor tersebut
antara lain:

1) Factor Genetika (Riwayat keluarga)


Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu
keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang
tua yang tekanan darahnya normal (Kumar dan Clark, 2004).

2) Ras
Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi
secara merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara
berbeda

3) Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada
usia yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang
tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita
relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen. Kadar
estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria
dalam hal penyakit jantung.

4) Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi
daripada wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula
dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh
perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan
rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada wanita lebih berhubungan
dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat

5) Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress maka kelenjer pituitary
otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan hormon
adrenalin dan hidrokortison ke dalam darah sebagai bagian homeostasis
tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian
karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati
dan bunuh diri

6) Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk
memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh
tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra
dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot
total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan
7) Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah
bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga
memperkuat efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata
bahwa pada kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak
garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-orang yang
memakan hanya sedikit garam

8) Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal
ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-
paru dan disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10
detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin
dengan memberikan sinyal kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan
efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan
pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi

9) Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi
tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman keras
memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi daripada yang meminum
dengan jumlah yang sedikit.

b). Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi
sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa
disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi
pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi
tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin
mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara
lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal,
hiperaldosteronisme primer dan sindroma chusing feokromsitoma,
koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-obatan. (Ilmu
Penyakit Dalam II, 2011).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar
kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui
dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).

1). Krisis Hipertensi


Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan
darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget
organ dan memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan
atau keparahan target organ (Soemantri dan Nugroho, 2006).
The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis
hipertensi ini menjadi 2 golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat)
dan Hipertensi urgensi (mendesak). Kedua hipertensi ini ditandai nilai
tekanan darah yang tinggi, yaitu ≥180 mmHg/120 mmHg dan ada atau
tidaknya kerusakan target organ pada hipertensi (Saseen dan Carter,
2005).

Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya


TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada
seorang penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi
kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral,
miokardinal, dan ginjal. Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
perlu dibedakan karena cara penanggulangan keduanya berbeda (Majid,
2004).

1. Hipertensi emergensi (darurat)


Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai
beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau
(ICU) (Majid, 2004).
Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi
parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan
tekanan darah ≤ 140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata
(MAP) sebanyak 25 % dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila
tekanan darah sudah stabil, tekanan darah dapat diturunkan sampai 160
mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6 jam kemudian. Selanjutnya
tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan

2. Hipertensi urgensi (mendesak) Hipertensi mendesak ditandai


dengan TD diastolik >120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan
secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan
terapi oral hipertensi.
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di
rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang,
tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah
tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan.
Umumnya digunakan obat-obat oral antihipertensi dalam menggulangi
hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan (Majid, 2004).
Penanggulangan hipertensi urgensi :
Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan dengan
menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan
dosis antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan
penurunan tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang
sangat cepat menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80
mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari.
Hal ini disebabkan autoregulasi aliran darah pada penderita hipertensi
kronik terjadi pada tekanan yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan
darah normal, sehingga penurunan tekanan darah yang sangat cepat
dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident, infark miokard
dan gagal ginjal akut (Saseen dan Carter, 2005).
3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
essensial/primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial/primer adalah jenis
hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita
hipertensi menderita jenis hipertensi ini. Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi
yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal,
gangguan kelenjar tiroid, penyakit kelenjar adrenal atau pemakaian obat-obatan.
(Buku Ajar IPD Jilid II, 2011)
Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup
dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga
variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan
kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon
pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik
sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut
jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga
tidak meninbulkan hipertensi (Corwin,2002).
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal
dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma
akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan
volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan
peningkatan tekanan sistolik ( Amir,2002)
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi
pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang
berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial
Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian
menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh
darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan
afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi
(membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat
sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk
memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 ).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit ginjal
2. Stenosis arteri renalis
3. Pielonefritis
4. Glomerulonefritis
5. Tumor-tumor ginjal
6. Penyakit ginjal polikista (biasaanya diturunkan)
7. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
9. Kelainan hormonal
a. Hiperaldosteronisme
b. Sindroma cushing
c. Feokromositoma
10. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
11. Penyebab Lainnya
a. Koartasio Aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Keracunan Timbal Akut

4. Patofisiologi

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena


interaksi antara faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya
kenaikan tekanan darah tersebut adalah :
1. Faktor resiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetis.

http://physicianjobster.com/wp-content/uploads/2009/11/Renal-Sodium-Retention-
Compensatory-Mechanism-Diagram-in-Essensial-Hypertension.jpg

2. Sistem saraf simpatis


- Tonus simpatis
- Variasi durnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan
interstitium juga memberikan konstribusi akhir
4. Pengaruh system otokrin setempat yang berpengaruh pada system rennin,
angiotensin, dan aldosteron. (Sudoyo, 2009)
a. Renin
Renin adalah suatu hormone yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai
respons terhadap penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium
plasma. Sel-sel yang membentuk dan mengeluarkan rennin, dan mengontrol
pelepasannya, adalah sekelompok sel nefron yang disebut apparatus
jukstaglomerulus (JG). Kelompok sel ini mencakup sel-sel otot polos
mensintesis rennin dan berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau tekanan
darah. Sel-sel macula densa adalah bagian dari pars asendens nefron. Sel-sel ini
memantau konsentrasi natrium plasma. Sel-sel macula densa dan sel-sel arteri
aferen terletak berdekatan satu sama lain di titik di mana pars asenden tubulus
distalis hampir menyentuh glomerulus.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan
pelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik, maka sel-sel otot polos
mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka
sel-sel macula densa member sinyal kepada sel-sel penghasil rennin untuk
meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka
sel-sel macula densa member sinyal kepada sel-sel otot polos untuk menurunkan
pelepasan rennin.
Saraf simpatis juga merangsang apparatus JG untuk mengeluarkan
rennin. Dengan demikian, penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan
rennin baik secara langsung, melalui baroreseptor JG, dan tidak langsung
melalui saraf simpatis.
Setelah dikeluarkan, rennin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen, menjadi
angiotensin I suatu protein yang terdiri dari 10 asam amino. Angiotensinogen
dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di dalam darah tinggi. Dengan
demikian, pelepasan rennin adalah langkah penentu kecepatan reaksi. Perubahan
angiotensin menjadi angiotensin I berlangsung di seluruh plasma, tetapi
terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat bereaksi dengan
enzim lain yang sudah ada di dalam darah, enzim pengubah angiotensin
(angiotensin-converting enzyme, ACE). ACE menguraikan angiotensin I
menjadi angiotensin II sebuah peptide dan asam amino
b. Angiotensin II
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang bekerja pada seluruh system
vascular untuk meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi penurunan
garis tengah pembuluh dan peningkatan resistensi perifer total (TPR).
Peningkatan TPR secara langsung meningkatkan tekanan darah sistemik.
Angiotensin II juga merupakan suatu hormone kuat yang beredar dalam darah ke
kelenjar adrenal, menyebabkan sintesis hormone mineralkortikoid, aldosteron.

c. Aldosteron
Aldosteron beredar dalam darah dan berikatan dengan sel-sel duktus
pengumpul di korteks ginjal. Pengikatan dengan aldosteron menyebabkan
peningkatan reabsorpsi natrium dari filtrate urin dan menyebabkan natrium
masuk kembali ke kapiler peritubulus. Peningkatan reabsorbsi air sehingga
volume plasma meningkat. Peningkatan volume plasma akan meningkatkan
aliran balik vena ke jantung sehingga volume sekuncup dan curah jantung
meningkat. Peningkatan curah jantung, seperti peningkatan TPR, secara langsung
meningkatkan tekanan darah sistemik.
Rangsangan lain untuk pelepasan aldosteron, selain angiotensin II,
adalah kadar kalium plasma yang tinggi dan suatu hormone hipofisis anterior,
hormone adrenokortikotropik (ACTH). Selain mempengaruhi reabsorpsi natrium,
aldosteron juga merangsang sekresi (dan dengan demikian ekskresi) kalium dari
duktus pengumpul di korteks ginjal ke dalam filtrate urin.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar :
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Sudoyo, 2009).
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi
esensial antara lain :

1). Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh


terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial
curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan
darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer
yang irreversible (Kummar, et al. 2005).

2) Sistem Renin-Angiotensin

http://images.wikia.com/psychology/images/a/a2/Renin-angiotensin-aldosterone_system.png

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan


ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh
juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik .
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang
tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua
jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan


hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.

3) Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor
lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan
antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem
renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang
diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volume darah. Hal ini
dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat
meningkatkan retensi cairan dan hipertensi .

5) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding
pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi
dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan
semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah
dengan pemberian obat anti-hipertensi .

6) Disfungsi diastolik
Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium
kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

5. Tanda dan Gejala

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala


sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler,
dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi
sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai
paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan
(Wijayakusuma,2000 ).
Corwin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat
terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan
langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).
Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah
mereka meninggi. Selain itu adanya gejala pada orang tersebut juga dikarenakan
sikap acuh tah acuh penderita. Gejala baru timbul sesudah terjadi komplikasi pada
sasaran organ seperti ginjal, mata, sakit kepala, gangguan fungsi ginjal, gangguan
pengelihatan, gangguan serebral atau gejala akibat peredaran pembuluh darah otak
berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma. (Ganong, 1995).
Sedangkan menurut Sylvia Anderson (2005) gejala hipertensi sebagai berikut:
 Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk. Sulit tidur dan gelisah atau cemas
dan kepala pusing. Dada berdebar-debar.
 Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing. Selain itu, stres cenderung
menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah
berlalu, maka tekanan darah biasaanya akan kembali normal. Jika penyebabnya
adalah feokromositoma, maka didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan
hasil penguraian hormone epinefrin dan norepinefrin. Biasanya hormone tersebut
juga menyebabkan gejala sakit kepala, kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-
debar), keringat yang berlebihan, tremor (gemetar) dan pucat. Pemeriksaan untuk
menentukan penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada penderita usia
muda. Pemeriksaan ini bisa berupa roentgen dan radioisotope ginjal, roentgen
dada serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormone tertentu.

6. Penatalaksanaan
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah gaya
hidup penderita:
a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurutnkan berat badannya sampai batas ideal.
b. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol
darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium
atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak perlu
membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
e. Pemberian obat-obatan:
1. Diuretik thiazide biasaanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air,
yang akan mengurangi volume cairan diseluruh tubuh sehingga menurutnkan
tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah.
Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air, sehingga harus
diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.
2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang mengambat efek
system saraf simpatis. System saraf simpatis adalah system saraf yang
dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara
meningkatkan tekanan darah.
3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
5. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang benar-benar berbeda.
6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari
golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti
hipertensi lainnya.

Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang


menurunkan tekanan darah tinggi dengan segara. Beberapa obat bisa menurutnkan
tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena:
a) Diazoxide
b) Nitroprusside
c) Nitroglycerin
d) Labetalol.
Diberikan secara oral : Nifedipine, merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang
sangat cepat, tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya
harus diawasi secara ketat

First Line Therapy in Hypertension

Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Indikasi yang Dengan Indikasi


Tekanan Pola Hidup Memaksa yang Memaksa
(mmhg) (mmhg)
Darah

Normal <120 <80 Dianjurkan - -


mmhg mmhg

Pre 120-139 80-89 Ya Tidak indikasi obat Obat untuk


Hipertensi mmhg mmhg indikasi yang
memaksa

Hipertensi 140-159 90-99 Ya Pilihan utama yaitu Obat untuk


grade 1 mmhg mmhg Diuretika Thiazide, indikasi yang
pertimbangkan memaksa
ACEI,CCB,ARB pertimbangkan
Diuretika,
ACEI,ARB,CCB,B
B

Hipertensi >160 >100 Ya Kombinasi 2 obat Sesuai kebutuhan


grade 2 mmhg mmhg diuretik thiazide dan
ACEI/ARB/BB/CC
B
(Buku Ajar IPD Edisi V Jilid II hal 1084 ; www.ncbi.nlm.nih.gov ; www.annals2010.gov)

Second Line Therapy in Hypertension

Pilihan Obat Anti Hipertensi Untuk Kondisi Tertentu

Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal

Gagal Jantung Diuretika thiazide, BB, ACEI, ARB

Pasca Infark Miokard BB,ACEI

Penyakit Pembuluh Koroner Thiazide, BB, ACEI, CCB

Diabetes Melitus Thiazide, BB, ACEI, ARB,CCB

Penyakit Ginjal Kronis ACEI,ARB

Pencegahan Stroke Berulang Thiazide, ACEI

7. Pencegahan

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga


dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang
menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien
hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun
cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat
badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain
mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (Amir, 2002 ).
Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini
disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin
yang menyebabkan tekana darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga
terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin
meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang
sempit.Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan ,
disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja
secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat
( Santoso, 2001 ).
Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi
tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat
badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol (Fatmaningsih,
2007)
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone –hormon lain yang
membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan
air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan
kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium.Mengurangi alkohol dapat
menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg (Santoso, 2007)
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi,
tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat
yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit
kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau
minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni : diet rendah garam , diet
rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan
berat baadan ( Astawan,2002 ).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta
hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan
untuk mencegah edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang
disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi
mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium ( Na).Oleh karena itu yang
sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah
komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori,
protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium ( Gunawan, 2001).
Sumber sodium antaralain adalah makanan yang mengandung soda kue,
baking powder,MSG( Mono Sodium Glutamat ), pengawet makanan atau natrium
benzoat ( Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly ), makanan yang dibuat
dari mentega serta obat yang mengandung natrium ( obat sakit kepala ). Bagi
penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter
terlebih dahulu. ( Hayens, 2003).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian
lemak yaitu : kolestrol, trigliserida, dan fosfolipid.Tubuh memperoleh kolestrol dari
makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya
jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan
kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari
setiap makanan ( Amir, 2002).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari
dua jenis yaitu serat kasar ( Crude fiber ) dan serat kasar banyak terdapat pada
sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan
karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat
berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu
mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama
kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung
serat kasar yang cukup tinggi ( Mayo, 2005 ).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat
badan.Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi.
Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi.
Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal – hal berikut :
1. Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk
penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.

2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.

3. Perlu dilakukan aktivitas olah raga ringan.

Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi.
Jika periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh
darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Amir,2002).

Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki,
jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga
isotonik mampu menurunkan hormone noradrenalin dan hormone – hormone lain
penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban,
karena justru dapat menaikkan tekanan darah ( Mayer,1999).

Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam


tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak
berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi
kepatuhan.Meluangkan waku istiraha itu perlu dilakukan secara rutin diantara
ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan
rekreasi yang melelahkan,tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha
untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon
dan dalam tubuh ( Amir,2002).

8. Komplikasi

1. Stroke
Dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehinggA meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000).
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa
lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak
dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso,
2006).

2. Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai
cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3. Gagal Ginjal
Dapat terjadi kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler
ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). Penyakit ginjal dan saluran
kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya, hal ini berarti
meduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau peringkat terringgi ke-17
angka kecacatan. (Global Burden of Disease dan WHO, 2002)

4. Gagal Jantung
Atau bisa disebut kegagalan jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh,
sehingga mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering
disebut edema. Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan
cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir,
2002)

5. Ensefalopati
Dapat terjadi terutama pada Hipertensi Maligna (hipertensi yang cepat).
Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat.
Neron-neron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai