Anda di halaman 1dari 12

Dian Ika Aryani, dkk.

Kajian Prosedur Pembuatan Automatic DEM … 159

KAJIAN PROSEDUR PEMBUATAN AUTOMATIC DEM (DIGITAL


ELEVATION MODEL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT PLEIADES
(STUDI KASUS KOTA BANDUNG – JAWA BARAT)

Dian Ika Aryani1, Agung Budi Harto2, Budhy Soeksmantono3


1Magister Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung
2,3Peneliti Kelompok Keahlian Inderaja dan Sistem Informasi Geografi, ITB
1dian.haebaragi@gmail.com , 2abh.geodesi@gmail.com , 3budhy4771@gmail.com

ABSTRACT
The topographic maps can be derived from Digital Elevation Model (DEM), which can be
obtained from satellite imagery data extraction. This result might be achieved by using a Very
High-Resolution Satellites (VHRS) Imagery, such as Pleiades Satellite. The main objective of
this research is to review the procedures of Automatic DEM Extraction in order to obtain
minimum error. The systematic implementations of this research are modeling the sensor,
generating automatic tie point and performing automatic DEM extraction. The results of DEM
extraction can be either point cloud data or mesh data which are verified by comparing the
reference data. This is lead to acquire pairing combination of Pleiades imagery data which has
the smallest error value among all of them. The comparison showed that the tri stereo pairing
combination of the DEM extraction model has a lower accuracy than the backward – nadir
pairing combination.
Keywords: Digital Elevation Model, the Pleiades, DEM Automated, RFM, RPC, Tri Stereo

ABSTRAK
Peta topografi dapat diturunkan dari data Digital Elevation Model (DEM). Data DEM
dapat diperoleh dari ekstraksi data citra Satelit Pleiades. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengkaji prosedur dalam pembuatan DEM secara otomatis sehingga
menghasilkan DEM yang mempunyai error paling kecil. Tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam penelitian ini diantaranya melakukan pemodelan sensor, melakukan
generate tie point secara otomatis, kemudian melakukan ekstraksi DEM secara
otomatis. Hasil ekstraksi DEM berupa data point cloud dan data mesh yang kemudian
diuji dengan membandingkan dengan data model referensi untuk dicari kombinasi
data citra Pleiades mana yang mempunyai nilai error paling kecil diantara semuanya.
Hasil perbandingan menunjukkan bahwa kombinasi citra tri-stereo dalam ekstraksi
model DEM memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah daripada konfigurasi
pairing citra backward – nadir.
Kata Kunci: Digital Elevation Model, Pleiades, DEM Otomatis, RPC, Tri-Stereo

PENDAHULUAN mengatur bahwa Badan Informasi


Informasi Geospasial diperlukan Geospasial (BIG) bertanggung jawab
sebagai bahan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan Informasi
pengambilan keputusan dalam Geospasial Dasar (IGD). Salah satu
pembangunan, baik penataan produk dari IGD adalah Peta Topografi.
ruang/wilayah, kebencanaan, BIG dituntut untuk menyediakan peta
pengelolaan sumberdaya alam, topografi dalam berbagai skala untuk
sumberdaya manusia, dan sumberdaya seluruh wilayah Indonesia. Kebutuhan
lainnya. Di dalam Pasal 22 UU No 4 / 2011 peta topografi skala besar dalam jumlah
160 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017.
yang besar dan dalam waktu yang singkat toleransi yang ada untuk memetakan
merupakan sebuah tantangan tersendiri. permukaan bumi dalam skala 1:25.000
Peta topografi dapat diturunkan dari data atau lebih besar. Penggunaan titik kontrol
DEM. GCP akan membantu meningkatkan
Data DEM dapat diperoleh dari keakurasian orientasi satelit
ekstraksi data citra satelit. Penggunaan (Soeksmantono, 2015).
citra satelit beresolusi tinggi menjadi salah
satu alternatif untuk mendapatkan Satelit Pleiades
produk peta skala besar dalam waktu Pada tahun 2011, CNES (Center
singkat. Dengan kapasitas kemampuan Natioal d’Etudes Spatiales), badan dari
yang dimiliki oleh Satelit Pleiades negara Perancis mengembangkan satelit
kemudian menjadi salah satu alternatif luar angkasa yang dapat menghasilkan
pilihan yang dapat dipertimbangkan. citra dengan resolusi tinggi (Very High
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Resolution Satellite Imagery) atau
mengkaji prosedur dalam pembuatan selanjutnya dinamakan Pleiades. Satelit
DEM secara otomatis sehingga dapat Pleiades dilengkapi dengan sensor CMG
menghasilkan DEM yang mempunyai (Control Moment Gyroscope) sehingga
error paling kecil. mampu memaksimalkan cakupan luas
Digital Elevation Model (DEM) area yang direkamnya dari 20 km – 120
dapat digunakan dalam berbagai macam km (Astrium, 2012). Pada band
aplikasi, misalnya telekomunikasi, pankromatik citra satelit Pleiades ini
navigasi, manajemen bencana, memiliki resolusi spasial 0.5 m dan 2.8 m
perencanaan sipil, orthorektifikasi citra pada band multispektralnya.
satelit dan airbone. DEM dapat diperoleh Satelit Pleiades mampu merekam
melalui berbagai macam teknik seperti data secara tri-stereo. Perekaman data Tri-
stereo fotogrametri dari survey foto Stereo adalah kemampuan satelit untuk
udara, LiDAR, IFSAR, dan survey merekam suatu wilayah dari 3 (tiga) sudut
pemetaan. Metode lain yang dapat pandang yang berbeda pada waktu yang
digunakan dalam pembuatan DEM hampir bersamaan. Dalam model 3D, data
misalnya RTK-GPS, block adjustment dari stereo ini hasilnya lebih akurat dari data
citra satelit dan peta topografi. (Wan citra satelit stereo biasa, dengan data dari
Mohd, 2014). titik nadir yang mengurangi resiko
Seiring berkembangnya teknologi missing-hidden-object (Soeksmantono,
satelit, ekstraksi DEM juga dapat 2015).
dilakukan langsung dengan Adapun kelebihan dari tristereo
menggunakan citra satelit. Proses adalah dapat mengambil area yang lebih
ekstraksi dapat dilakukan secara otomatis besar dan mengolahnya ke dalam model
ataupun manual. Menurut Trisakti (2007), 3D (lihat Gambar 1). Secara khusus,
informasi topografi yang bersumber dari penelitian ini akan membahas mengenai
data DEM dapat dihasilkan langkah-langkah untuk melakukan
menggunakan citra satelit stereo. Citra ekstraksi DEM yang dihasilkan secara
stereo merupakan 2 (dua) atau lebih citra otomatis dari kombinasi stereo dan
yang diambil dari sudut perekaman yang tristereo citra satelit Pleiades dengan
berbeda untuk lokasi yang sama di menggunakan perangkat lunak LPS yang
permukaan bumi. Kombinasi citra stereo terintegrasi dengan perangkat lunak
tersebut dapat digunakan untuk ERDAS Imagine 2013.
menghasilkan DEM dengan keakurasian Metode Stereoplotting
yang baik dengan arti masih memenuhi menggunakan teknik Automatic Tie Point
Dian Ika Aryani, dkk. Kajian Prosedur Pembuatan Automatic DEM … 161
Generation digunakan untuk orientasi sensor kamera satelit secara
mempermudah proses Image Matching matematis dan geometris.
dan sebagai pendukung dalam proses Dalam penelitian ini pemodelan sensor
pembuatan otomatisasi DEM ini. kamera satelit yang dilakukan adalah
pemodelan secara generik. Pemodelan
secara generik dilakukan dengan
merepresentasikan transformasi antara
dimensi objek di lapangan dan di citra
dengan fungsi dan generik (Tao & Hu,
2001).
Metode yang digunakan dalam
Sumber: Astrium (2012) proses orientasi citra adalah RFM
Gambar 1. Pleiades data Tri-stereo (Rational Function Model) (Rudianto,
2011). Dalam penelitian ini proses
METODE PENELITIAN orientasi citra menggunakan parameter
Metodologi penelitian RPC dan data tie point baik yang
digambarkan pada diagram alir yang ada diperoleh secara otomatis maupun yang
pada Gambar 5. Penelitian diawali dengan diukur langsung di lapangan. Pada
memasukkan data input yang berupa 4 langkah pekerjaan orientasi citra
(empat) data citra Pleiades berupa, 1 (satu) diperlukan titik-titik yang well-defined
data citra Pleiades tri-stereo dan 3 (tiga) points, yaitu titik-titik yang terlihat
data citra Pleiades stereo. Langkah dengan jelas di citra dan dapat
selanjutnya proses koreksi geometrik diidentifikasi dengan jelas di lapangan.
yang dilakukan dengan melakukan Titik-titik tersebut kemudian diukur
proses orientasi citra. Orientasi citra koordinatnya, menggunakan metode
adalah proses merekonstruksi posisi dan DGPS.

Gambar 3. Hasil dari proses Image Matching


162 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017.
Semakin banyak tie point yang berhasil
di-generate menandakan bahwa semakin
banyak pula objek sama yang dapat
diidentifikasi dari ketiga data citra Satelit
Pleiades untuk kemudian dapat dihitung
nilai RMS-nya. Kemudian proses ekstraksi
DEM secara otomatis dapat dilakukan.
Proses ekstraksi DEM dilakukan
dengan menghitung nilai elevasi pada
objek tersebut pada kombinasi citra stereo
dan tri-stereo yang berbeda. Proses
ekstraksi DEM secara otomatis
menggunakan software LPS yang
Gambar 4. Footprint citra satelit Pleiades terintegrasi dengan software ERDAS
Imagine 2013. Hasil ekstraksi DEM data
Titik-titik yang well-defined dan citra satelit Pleiades yang berupa data
sudah diukur koordinatnya disebut tie- point cloud dan data mesh yang
point. Tie-point merupakan titiktitik yang kemudian diuji dengan membandingkan
koordinatnya digunakan untuk proses model yang satu dengan yang lain dan
refinement orientasi citra, disebut Ground mencari kombinasi data citra Pleiades
Control Point (GCP). Tie-point yang mana yang mempunyai nilai Error paling
koordinatnya digunakan untuk cek kecil diantara semuanya. Dengan
lapangan, yaitu membandingkan membandingkan antar model DEM
koordinatnya dengan koordinat peta hasil tersebut diharapkan dapat terlihat pola
refinement orientasi citra, disebut Error, sehingga dapat ditentukan
Independent Control Point (ICP) (Soetaat, kombinasi data citra satelit mana yang
2015). Di dalam model RFM terdapat paling baik dan bagus untuk pembuatan
berbagai macam parameter (RPC, model DEM.
Rigorous, atau Universal) yang dapat
diperhalus atau diperbaiki menggunakan Data
informasi tie-point tersebut. Data yang digunakan sebagai
Rational Function Model (RFM) bahan dalam penelitian ini antara lain,
digunakan untuk membangun hubungan citra satelit Pleiades (Forward – Nadir –
geometrik antara dimensi objek di Backward), tie point (GCP, ICP, automatic
lapangan dan di citra. Informasi titik tie point), DEM yang di-generate secara
control digunakan dalam penelitian ini otomatis dengan menggunakan tie point
untuk memperbaiki RFM dengan dari citra Satelit Pleiades tri-stereo dan
menggunakan parameter RPC. Titik stereo, dan DEM yang di-generate secara
kontrol dimasukkan ke dalam citra otomatis dari citra Satelit Pleiades tri
melalui beberapa eksperimen untuk stereo dan stereo tanpa menggunakan tie
menentukan konfigurasi jumlah dan point. Wilayah kajian pada penelitian ini
posisi distribusi GCP dan ICP. Proses adalah Kota Bandung (Gambar 4), dengan
selanjutnya adalah pembuatan tie point batas selatan adalah pusat kota dan batas
secara otomatis. utaranya berupa area yang curam. Luas
Automatic tie point generation areanya mencakup kurang lebih 110 km2.
dilakukan dengan mencocokkan objek Secara geografis lokasi terletak di -60o 50’
yang sama (Image Matching) diantara 3 10.68” LS 1070 34’ 38.64” BT dan -60 56’
(tiga) citra Satelit Pleiades yang ada. 10.32” LS 1070 40’ 17.40” BT.
Dian Ika Aryani, dkk. Kajian Prosedur Pembuatan Automatic DEM … 163

Gambar 5. Diagram Alir Metode Penelitian

Rational Polynomial Coefficient (RPC) disebut Rational Function Model (RFM).


Pemodelan hubungan geometris RFM merupakan salah satu tipe
direpresentasikan secara sistematis ke pemodelan sensor secara generik, yang
dalam suatu model sensor dengan digunakan pada citra Satelit Pleiades.
menggunakan ratio fungsi-fungsi Pemodelan sensor ini dilakukan
polinomial untuk menghubungkan secara untuk mendefinisikan hubungan
matematis koordinat citra dan koordinat geometrik antara objek di citra dan di
objek di lapangan. Pemodelan dengan lapangan dengan merepresentasikan
menggunakan parameter fungsi transformasi antara dimensi objek di
polinomial tersebut dinamakan Rational lapangan dan di citra dengan fungsi yang
Polynomial Coefficient (RPC), sedangkan generik (Tao & Hu, 2001). RFM adalah
bentuk general dari pemodelan tersebut model yang menggunakan rasio fungsi-
164 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017.
fungsi polinomial untuk menghubungkan
secara matematis koordinat citra dan
koordinat objek (Tao & Hu, 2001). Sebagai
ilustrasi diberikan di Gambar 2.
Persamaan RFM dibentuk dari
persamaan koordinat citra atau pixel (line,
sample) yang didefinisikan sebagai rasio
fungsi polinomial dari koordinat objek di
tanah (𝜑, 𝜆, ℎ). Model matematika yang
digunakan untuk orientasi satelit adalah
RPC dengan bias removal yang dapat
Gambar 2. Konsep pemodelan sensor
dilihat pada persamaan (1) dan affine
menggunakan RFM5
refinement yang secara matematis dapat
dilihat pada persamaan (2) (Kobzeva,
2004).

RPC Adjustment: bias removal


𝑙𝑖𝑛𝑒 = 𝑙𝑖𝑛𝑒𝑅𝑃𝐶 (𝜑, 𝜆, ℎ) + 𝑎0
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑅𝑃𝐶 (𝜑, 𝜆, ℎ) + 𝑏0 … (1)
RPC Adjustment: affine refinement
𝑙𝑖𝑛𝑒 = 𝑎𝑙𝑖𝑛𝑒 . 𝑙𝑖𝑛𝑒𝑅𝑃𝐶 + 𝑎𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 . 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑅𝑃𝐶 + 𝑎0
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 = 𝑏𝑙𝑖𝑛𝑒 . 𝑙𝑖𝑛𝑒𝑅𝑃𝐶 + 𝑏𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 . 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑅𝑃𝐶 + 𝑏0 … (2)

Dengan
𝑁 (𝜑 ,𝜆 ,ℎ )
𝑙𝑖𝑛𝑒𝑁 = 𝐷𝑙𝑖𝑛𝑒(𝜑𝑁,𝜆𝑁,ℎ𝑁) … (3.1)
𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑁 𝑁 𝑁
𝑁𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝜑𝑁 ,𝜆𝑁 ,ℎ𝑁 )
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑁 = 𝐷 … (3.2)
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝜑𝑁 ,𝜆𝑁 ,ℎ𝑁 )

Di mana, line N dan sample N adalah nilai yang telah dinormalisasi dari baris dan
kolom di dalam koordinat pixel pada citra, dan 𝜑, 𝜆, ℎ adalah nilai koordinat objek di
lapangan. Nilai-nilai koordinat citra dan nilai koordinat tanah terlebih dahulu
dinormalisasi agar memperkecil error dan menjaga stabilitas penyelesaian persamaan.
Normalisasi dilakukan dengan memberi nilai offset dan faktor skala. Nilai-nilai tersebut
diperoleh menggunakan persamaan 3 (Kobzeva, 2004).

𝑙𝑖𝑛𝑒−𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒−𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝑙𝑖𝑛𝑒𝑁 = , 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑁 =
𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝜑−𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡𝜑 𝜆−𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡𝜆 ℎ−𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡ℎ
𝜑𝑁 = , 𝜆𝑁 = , ℎ𝑁 = … (3)
𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝜑 𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒𝜆 𝑠𝑐𝑎𝑙𝑒ℎ

Dengan menggunakan persamaan- Image Matching


persamaan tersebut ditambah dengan Metode Pencocokan Citra (Image
parameter-parameter RPC-nya, Matching) merupakan metode yang
terbangun model matematik yang digunakan dalam berbagai aplikasi
menjelaskan hubungan geometrik antara pengolahan citra untuk keperluan
objek di citra dan di lapangan. otomatisasi proses. Metode pencocokan
citra adalah menentukan seberapa
mirip/sama bentuk objek baik secara
Dian Ika Aryani, dkk. Kajian Prosedur Pembuatan Automatic DEM … 165
semantik maupun geometrik antara citra yang lebih kecil itu berarti lebih teliti.
yang satu dengan citra yang lainnya. Pada Pengolahan citra yang memakai titik
fotogrametri, metode analog dan analitis kontrol GCP mempunyai nilai RMS Error
proses pengolahan tersebut dilakukan yang lebih besar karena nilai tersebut
secara manual, sementara pada sistem diukur dengan pengukuran absolut
digital hal ini dapat dilakukan secara dimana titik-titik koordinat pada citra
otomatis. satelit yang telah dikoreksi menggunakan
Pada literatur proses mencari RPC di referensikan ke dalam titik-titik
entitas yang sesuai secara otomatis pada koordinat asli lapangan yang diukur
beberapa scene citra satelit disebut dengan menggunakan pengukuran D-
sebagai Image Matching/Pencocokan GPS, sehingga letak posisi koordinat citra
citra atau sebagai masalah korespondensi sudah sesuai dengan keadaan di
(Schenk, 1999 dalam Potuckova, 2004). lapangan. Sedangkan pengolahan citra
yang tidak menggunakan titik kontrol
HASIL DAN PEMBAHASAN GCP mempunyai nilai RMS Error yang
Hasil RMS Error Triangulasi kecil karena nilai tersebut diukur dengan
Tabel 1. Nilai RMS Error Triangulasi pengukuran relatif yang didapat dari hasil
GCP RMSE Automatic Tie Point Generation yang
1. Uncheck 0,177 nilainya hanya dikoreksi dengan
2. Check 0,181 menggunakan RPC saja, tidak
3. Tanpa autorie 0,261 menggunakan titik kontrol asli di
Tanpa GCP lapangan. Sehingga letak posisi koordinat
1. Uncheck 0,092 citra masih ada sedikit perbedaan dengan
2. Check 0,092 keadaan di lapangan.
3. Tanpa autorie 0,292
Hasil Ekstraksi DEM
Tabel 1 dan Gambar 6 Hasil processing Data Citra Pleiades
menunjukkan bahwa pengolahan citra yang diolah output-nya berupa data DEM
yang menggunakan titik kontrol GCP dan Point Cloud. Data DEM ini terdiri atas
tie point memiliki nilai Error yang relatif jutaan point cloud atau titik-titik yang
lebih tinggi daripada yang tidak tersebar di seluruh area cakupan data citra
menggunakan titik kontrol GCP. Hal ini yang masing-masing titiknya
bukan berarti bahwa dengan nilai RMSE menginterpretasikan atau mewakili posisi
suatu objek di lapangan.

Gambar 6. Grafik Nilai RMSE Triangulasi


166 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017.
Titik-titik tersebut berisi informasi untuk pengolahan citra menggunakan
koordinat X, Y dan informasi Z yang titik kontrol GCP yang menggunakan tie
merupakan informasi ketinggian objek point ataupun yang tidak menggunakan
tersebut. Hasil ekstraksi otomatis data tie point.
DEM yang berupa Point Cloud dapat Pada pairing citra kanan – tengah
dilihat pada Gambar 7. Area yang dapat mempunyai nilai Error paling kecil, baik
direkam oleh Satelit Pleiades berukuran Nilai RMSE, Nilai LE90, dan Nilai Mean
sangat luas, yaitu ±100 km2. Semakin luas Error nya. Dan nilai Error paling besar
area yang direkam, semakin lama waktu dimiliki oleh pairing citra kiri – tengah.
yang dibutuhkan untuk melakukan Untuk data DEM yang tidak
processing data. menggunakan titik GCP dan titik ICP,
informasi nilai – nilai Error seperti RMSE,
DEM Extraction Report LE90, Mean Error tidak tersedia. Hal ini
Informasi yang dapat diperoleh dikarenakan tidak adanya titik kontrol
dari file DEM Extraction Report terdapat yang bisa dijadikan sebagai georeferencing
informasi Global Accuracy yang meliputi atau pemberian informasi referensi
nilai Root Mean Square Error (RMSE), spasialnya. Hasil Perbandingan 2 (dua)
Nilai LE90 (Linear Error 90), dan Nilai Model DEM Secara Absolut Pengujian
Mean Error dari data ekstraksi DEM. Nilai model secara absolut dilakukan dengan
dari informasi tersebut terangkum dalam menggunakan data kontur skala 1:5.000
Tabel 2. sebagai model referensinya. Proses
Dari informasi Tabel 2, untuk perhitungan menggunakan ekstraksi
mempermudah melihat dan melakukan model data Point Cloud sebagai model
analisa dapat dibuat tren grafik yang perbandingannya, sehingga perhitungan
dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan dilakukan antara data Mesh dengan data
Gambar 8. dapat dilihat bahwa tren grafik Point Cloud.
mempunyai pola. Polanya adalah pada Hasil dari perhitungan
pairing citra Forward - Nadir nilai – nilai perbandingan tersebut dapat dilihat
error, seperti nilai LE90, nilai RMS Error melalui grafik yang ada pada Gambar 9
melonjak tajam hampir 3 (tiga) kali lipat yang terdiri atas berbagai area
daripada pairing citra yang lainnya. Dan resampling, seperti Area Campuran,
itu berulang membentuk pola yang sama Open Area dan Area Pemukiman.

Tabel 2. Nilai Error pada Model DEM


Nilai Error pada Model DEM
Block GCP to DTM
Global Vertical Block Tie point to DTM
Pairi Vertical
Accuracy Vertical Accuracy
GCP ng Accuracy
Citra Mean Mean Mean
RMSE LE90 RMSE LE90 RMSE LE90
Error Error Error
1. check B-N 2.2165 3.7775 1.1348 2.1849 3.8269 1.1745 2.243 3.7735 1.101
F-B 2.4512 3.9926 1.7318 2.5439 3.9926 1.8059 2.3695 3.7081 1.6689
F-N 6.3229 10.569 3.9858 5.5666 9.9476 4.0255 6.901 10.6134 3.9521
2. uncheck B-N 2.2063 3.4213 1.1424 2.1273 3.9127 1.1392 2.2712 3.2043 1.1451
F-B 2.4512 3.9926 1.7318 2.5439 3.9926 1.8059 2.3695 3.7081 1.6689
F-N 6.3229 10.569 3.9858 5.5666 9.9476 4.0255 6.901 10.6134 3.9521
3. tanpa tie point B-N 2.2063 3.4213 1.1424 2.1273 3.9127 1.1392 2.2712 3.2043 1.1451
F-B 2.4524 3.9926 1.7328 2.5439 3.9926 1.8059 2.3719 3.7081 1.6706
F-N 6.3229 10.569 3.9858 5.5666 9.9476 4.0255 6.901 10.6134 3.9521
Dian Ika Aryani, dkk. Kajian Prosedur Pembuatan Automatic DEM … 167

Gambar 7. Hasil Ekstraksi Otomatis DEM

Gambar 8. Nilai Error pada Data Model DEM

Pada ketiga Gambar tersebut, tren deviasi terendah 3.052599 pada tie point
garis pada grafik memiliki pola yang uncheck pairing forward – nadir dan
hampir sama, yaitu melonjak sangat tajam tertinggi pada model DEM tanpa tie point
ketika model DEM yang digunakan tidak pairing citra forward – nadir dengan nilai
menggunakan titik kontrol GCP dan 8.749202.
konsisten berulang dengan nilai standar
deviasi terendah pada pairing citra KESIMPULAN
backward – nadir dan nilai standar deviasi Penggunaan titik kontrol GCP dan
tertinggi pada pairing citra forward – tie point sebagai titik ikat sangat
nadir. mempengaruhi hasil geometrik dari data
Sedangkan untuk model DEM citra. Dengan menggunakan titik kontrol
yang menggunakan GCP sebagai titik tersebut, tingkat keakurasian yang
kontrolnya mempunyai nilai standar dihasilkan dari model DEM yang
168 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017.
diekstraksi secara otomatis ini menjadi pengujian absolut ini data yang
lebih tinggi. Berbeda dengan model DEM dibandingkan tidak sejenis. Data model
yang tidak menggunakan titik kontrol DEM yang digunakan masih berupa DSM,
GCP ataupun tie point, tingkat sedangkan data konturnya sendiri sudah
keakurasian yang dihasilkan akan merupakan bentuk DTM. Diantara DSM
menjadi rendah. Hal ini dibuktikan dan DTM terdapat objek-objek misalkan
dengan informasi nilai RMS Error, nilai bangunan, pohon, semak – semak, dan
LE90, dan nilai Mean Error yang terdapat yang lainnya yang menyebabkan terjadi
pada file report data ekstraksi model gap atau selisih yang besar antara hasil
DEM. Sedangkan untuk model DEM yang perbandingan secara relatif dan absolut.
tidak menggunakan titik kontrol GCP dan Akan tetapi jika dilihat pola yang
tie point, informasi nilai RMS Error, nilai dihasilkan, pada perbandingan absolut ini
LE90, dan nilai Mean Error tidak ada atau polanya konsisten antara satu dengan
tidak tercantumkan pada file report data yang lainnya. Pada perbandingan absolut,
ekstraksi model DEM. Dan agar kualitas konfigurasi citra yang direkomendasikan
DEM lebih meyakinkan, dilakukan uji untuk ekstraksi model DEM adalah
model selanjutnya, yaitu pengujian secara pairing citra forward – nadir. Pairing ini
absolut. mempunyai nilai standar deviasi yang
Hasil pengujian model secara absolut rendah dibandingkan dengan konfigurasi
menunjukkan bahwa nilai perbandingan pairing citra yang lain.
yang didapat besar dikarenakan pada

Gambar 9. Hasil Perbandingan Absolut pada Resampling Area


Dian Ika Aryani, dkk. Kajian Prosedur Pembuatan Automatic DEM … 169
REKOMENDASI Durupt, Melanie; Flamanc, David; dkk.
Dari hasil penelitian ini dapat Evaluation of The Potential System
disarankan beberapa hal berkaitan For 3D City Models Production:
dengan prosedur pengolahan data Citra Building, Vegetation, and DTM
Satelit Pleiades Tri-stereo yang benar Extraction. France: Institut
sehingga dapat diperoleh model DEM Geographique National.
yang baik, sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi ulang objek Faizal, Muhammad. (2015): Kajian
di lapangan dengan data model Pembuatan DEM Secara Otomatis
DEM untuk menghilangkan data Dari Citra Satelit Pleiades.
outlier atau blunder sehingga hasil Bandung:ITB
yang didapat bisa lebih akurat.
Menggunakan data reference yang sama Jacobsen, K. (2011): Characteristics of Very
dengan data pembandingnya, misalnya High Resolution Optical Satellites
jika data pembanding menggunakan data for Topographic Mapping.
DSM, maka data reference lebih baik Germany: ISPRS Hannover 2011
menggunakan data DSM juga. Workshop

DAFTAR PUSTAKA Kobzeva, Elena. Malyaniva, Nadezhda.,


Astrium. (2012): Pleiades Geoelevation Titarov, Petr., (2013): A Case Study
Suite, ASTRIUM: 2013. of Pleiades Tri-Stereo Imagery.
France.
Astrium. (2012): Pleiades Imagery User
Guide, ASTRIUM Lapan. (2011): Informasi Satelit Pleiades.
Jakarta: LAPAN
Danoedoro, Projo. (1996): Pengolahan
Citra Digital. Yogyakarta. Fakultas Pakoksung, Kwanchai., Takagi, Masataka.
Geografi Universitas Gadjah Mada. (2016): Digital elevation models on
accuracy validation and bias
Deilami, Kaveh; Hashim, Mazlan. (2011): correction in vertical. Diakses dari
Very High Resolution Optical http://link.springer.com/article/1
Satellites for DEM Generation: A 0.1007/s40808-015-0069-3.12
Review. European Journal of
Scientific Research: Poli, D., Remondino, F.; dkk. (2015):
http://www.eurojournals.com/ejs Radiometric and Geometric
r.htm. Evaluation of GeoEye-1,
Delussy, F., Greslou, D. Geometrik WorldView-2, and Pleiades-1A
Calibration of PLEIADES Location stereo images for 3D information
Model. extraction. ISPRS Journal of
Photogrammetry and Remote
Delussy, F., Kubik Philippe; dkk. Pleiades- Sensing 100 (35-47).
hr image system products and
quality Pleiades-hr image system Potuckova, Marketa. (2004): Image
products and geometrik accuracy. Matching and Its Applications in
Diakses dari www.ipi.uni- Photogrammetry. Aalborg: Institut
hannover.de/fileadmin/institut/p for Samfundsudvikling og
df/075-delussy.pdf. Planlægning, Aalborg Universitet.
(ISP-Skriftserie; No. 314).
170 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017.

Rudianto, Bambang. (2011): Analisis Toutin, Thierry., Chenier, Rene. (2004):


Pengaruh Sebaran Ground Control GCP Requirement for High
Point terhadap Ketelitian Objek Resolution Satellite Mapping.
pada Peta Citra Hasil Proceedings, ISPRS 2004 Istanbul,
Ortorektifikasi. Institut Teknologi Turkey.
Nasional: Jurnal Rekayasa.
Tao, V., Hu, Y. (2001): A Comprehensive
Soeksmantono, Budhy., Harto, Agung Study of the Rational Function
Budi; dkk. (2015): A Study of Model for Photogrammetric
Pleiades Tri-Stereo Satellite Processing. Photogrammetric
Imagery for Large Scale Engineering & Remote Sensing Vol.
Topographic Mapping in 67, No. 12, 1347-1357.
Indonesia. Bandung: ITB.
Undang – Undang Negara Republik
Soetaat. (2015): Pemetaan Dengan Citra Indonesia, Nomor 4, Tahun 2011.
Satelit Resolusi Tinggi untuk
Mendukung Kebijakan Percepatan Wan Mohd, Wan Mohd Naim; Abdullah,
Pembuatan Peta Desa dan Tata Mohd Azhafiz; Hashim, Suhaila.
Ruang: Contoh Kasus Pemetaan di (2014): Evaluation of Vertical
Kecamatan Beji, Bangil, dan Accuracy of Digital Elevation
Kraton, Kabupaten Pasuruan, Models Generated from Different
Jatim. Yogyakarta: UGM. Sources: Case Study of Ampang
and Hulu Langat, Malaysia.
Trisakti, Bambang. (2007): Ekstraksi Malaysia: FIG Congress, June 2014.
Otomatis Informasi DEM Dari
Citra Stereo PRISM-ALOS. Jakarta:
LAPAN.

Anda mungkin juga menyukai