Anda di halaman 1dari 25

A.

Judul Percobaan
Asam Amino dan Protein

B. Tujuan Percobaan
Pada akhir percobaan mahasiwa diharapkan mahir mengenai hal-hal
berikut:
1. Mengetahui adanya ikatan peptide
2. Memahami reaksi xanthoproteat dan uji biuret terhadap bermacam-
macam kandungan dari protein
3. Memahami kelarutan dan sifat amfoter dari asam amino

C. Landasan Teori
Protein adalah polimer alam yang terbentuk dari unit-unit asam amino
yang berikatan satu dengan yang lainnya melalui ikatan peptida. Oleh karena
itu, pada hidrolisis protein akan menghasilkan asam-asama amino yang dapat
mencapai 25 jenis asam amino (Tim Dosen Kimia Organik, 2019: 18). Istilah
protein, yang dikemukakan pertama kali oleh pakar kimia Belanda, G.J.
Mulder pada tahun 1939, berasal dari bahasa Yunani “Proteios”. Proteios
sendiri mempunyai arti “yang pertama” Protein ternyata memegang peranan
yang sangat penting pada organisme, yaitu dalam struktur, fungsi, dan
reproduksi (Sumardjo, 2009: 161). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi
yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Asam karboksilat dan gugus fungsi amina secara bersamaan berada
dalam asam amino, dimana satu gugus bersifat asam dan gugus lainnya
bersifat basa. Sebagai senyawa yang memiliki gugus amino dan karboksil,
tersebut sangat disederhanakan. Asam amino denga satu gugus amino dan
satu gugus karboksil lebih baik digambarkan sebagai struktur ion dipolar.
H – CH – COO-
Struktur dipolar dari asam amino α
+
NH3

Gugus amino diprotonasi dan hadir sebagai ion amonium, sedangkan gugus
karboksil kehilangan protonnya dan hadir sebagai anion karboksilat. Struktur
dipolar ini konsisten dengan sifat amino yang seperti garam, yang memiliki
titik leleh agak tinggi (glisina meleleh pada suhu 233 oC) dan kelarutannya
dalam pelarut organik relatif rendah (Hart, 2003: 523)
Diantara sekian banyak jenis-jenis asam amino yang menyusun
protein, beberapa mempunyai rasa manis, rasa pahit, dan ada yang tidak
mempunyai rasa. Glisin, prolin, alanin, valin, hidroksi prolin dan serin
mempunyai rasa manis. Isoleusin dan arginin mempunyai rasa pahit,
sedangkan leusin tidak mempunyai rasa. Asam amino mempunyai titik lebur
yang tinggi. Pada umumnya, titik lebur asam amino di atas 200 0C. Titik lebur
yang tinggi ini menggambarkan besarnya energi yang diperlukan untuk
merusak kekuatan ionik yang dapat mempertahankan kisi-kisi kristal.
Sebagian besar dari asam amino mengalami sedikit peruraian apabila
dipanaskan mendekati titik lebur atau titik lelehnya. Kecuali glisin, semua
asam amino mempunyai sebuah atau lebih atom karbon yang asimetris. Oleh
karena itu, semua larutan asam amino, kecuali glisin, dapat menunjukkan
kegiatan optis. Struktur kimia asam amino mengandung gugus karboksil dan
gugus amino sehingga sifat kimia asam amino ditentukan oleh beberapa sifat
gugus karboksil, sifat gugus amino, dan gabungan antara sifat kedua radikal
(Sumardjo, 2008: 139).
Asam amino mengandung dua gugus fungsi yang berlainan, yakni
gugus amin (-NH2) dan gugus karboksilat (-COOH) asam-asam amino dalam
mengandung gugus amin yang terikat pada atom karbon ∝, terhadap gugus
karboksil. Asam – asam amino juga berfungsi sebagai basa atau asam yang
membentuk garam dengan asam kuat atau basa kuat. Rumus struktur yang
menggambarkan kandungan gugus fungsi asam amino, yakni gugus amin dan
gugus karboksil adalah sebagai berikut :
H H
-
R C COOH R C COO
+
NH 3 NH 3
A s a m a m in o A s a m a m in o b e n t u k d ip o la r

Kedua gugus amin dan karboksil didalam asam amino akan saling bereaksi
menghasilkan ion switter. Oleh karena struktur dipolar ini maka asam-asam
amino mudah larut dalam air (Tim Dosen Kimia Organik, 2019: 17).
Asam-asam amino yang terdapat dalam protein adalah asam α-amino
karboksilat, variasi struktur monomer-monomer terjadi dalam rantai samping
CO 2H Variasi struktur
Gugus α amino terjadi dalam rantau
H 2N H samping
R
Asam amino yang sederhana adalah asam amnioasetat
(H2NCH2CO2H) yang disebut glisilina yang tidak memiliki rantai samping
dan oleh karena itu tidak memiliki satu karbon kiral. Semua asam amino lain
memiliki rantai samping dank arena itu karbon α-nya bersifat kiral. Asam
amino larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut
non polar seperti dietil eter asam amino mempunyai momen dipol besar
( Fessenden, 1989 : 363-364)
Asam-asam amino dapat melangsungkan reaksi sebagai asam maupun
basa tergantung pada lingkungannya. Dalam pelarut air bersifat asam suatu
zwitter ion asam amino dapat menerima proton dan menghasilkan suatu
kation, sebalikny dalam pelarut air bersifat basa zwitter ion asam amino dapat
melepaskan proton dam membentuk anion. Anion karboksilat – COO - yang
bersifat sebagai basa yang menerima proton dari larutan asam, dan bukan
gugs amino. Sebaliknya dalam pelarut basa, gugus amino yang bersifat
sebagai asam mendonasikan proton dan bukan gugus karboksil yang bersifat
sebagai asam. Sifat inilah disebabkan zwitter ion tersebut (Parlan dan
Wahyudi, 2005: 116) Semua asam amino berada dalam bentuk asam α-amino.
Asam α-amino yang paling sederhana adalah asam amino asetat, yang disebut
glisina. Asam amino lainnya mempunyai rantai cabang yang terletak pada
atom karbon-α. Karena asam α-amino mempunyai dua gugus polar yang
berbeda, maka asam amino merupakan senyawa yang bersifat sangat polar
(Riswiyanto, 2009: 394).
Protein termasuk dalam kelompok senyawa yang terpenting dalam
organisme hewan. Dimana protein merupakan poliamida, dan hidrolisis
protein menghasilkan asam – asam amino. Hanya dua puluh asam amino
yang lazim dijumpai dalam protein tumbuhan hewan, namun kedua puluh
asam amino ini dapat digabungkan menurut berbagai cara, membentuk otot,
urat, kulit, kuku, bulu, sutera, hemoglobin, enzime, antibodi, dan masih
banyak hormon-hormon lainnya (Fessenden, 1986: 363).Jika larutan protein
encer yang dibuat basa dengan larutan NaOH ditambah dengan beberapa tetes
larutan CuSO4 encer, larutan tersebut akan terbentuk warna merah muda
sampai violet. Reaksi ini disebut reaksi biuret sebab warna senyawa yang
terbentuk sama dengan warna senyawa biuret bila ditambahkan dengan
larutan NaOH dan CuSO4. Reaksi biuret positif untuk semua jenis protein dan
hasil-hasil antara hidrolisisnya jika masih mempunyai dua / lebih ikatan
peptide, dan bersifat negarif untuk asam amino (Sumarjo, 2006: 186)
Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, yang
dibagi dalam dua kelompok,yaitu asam amino-esensial dan non-esensial.
Asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga sering
harus ditambahkan dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino non-
esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino esensial terdiri dari lysin,
methionin, valin, histidin, fenilalanin, arginin, isoleusin, threonin, leusin, dan
triptofan. Asam amino non-esensial terdiri dari asam aspartat, asam glutamat,
alanin, tirosin, sistin, glisin,serin, prolin, hidroksilin, glutamin, dan
hidroksiprolin (Muhsafaat, 2015:127). Asam amino terbagi menjadi dua
bagian yaitu asam amino essensial dan non essensial. Asam amino essensial
tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber
protein yang lain. Asam amino essensial terdiri dari hustiddin, arginin,
treonin, valin, metionin, isoleusin, dan leusin. Asam amino non essensial
adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh yang dimana terdiri dari
berbagai asam amino, contohnya asam aspartat, asam glutamate, serin, glisin,
alanin, prolin, tirosin, dan sistin (Sulistywibowo, 2013:101).
Beberapa asam amino dapat disintesis oleh suatu organisme dari
“persediaan” senyawa organik. Satu cara sintesis semacam itu adalah
pengubahan suatu asam amino yang terdapat berlebih menjadi asam amino
yang diinginkan oleh suatu reaksi transamisasi.

COOH COOH COO COOH


enzime transaminase H
H2NCH + C O H2NCH + C O
(banyak tahap)

R R" R" R

Tidak semua asam amino dapat diperoleh dengan antar pengubahan


(interkonvensi) dari asma amino lain atau dengan sintesis dari senyawa lain
dalam sistem binatang. Asam amino yang diperlukan untuk sintesis protein
dan ini tidak disintesis sendiri oleh organisme itu tetapi harus terdapat dalam
makanannya. Senyawa semacam ini dirujuk sebagai asam amino esensial.
Asam amino yang esensial bergantung pada spesi hewan itu dan bergantung
perbedaan individu (Fessenden, 1986: 366-367).
Penelitian protein pada umumnya menggunkan pelarut yang sering
digunakan dalam ekstraksi protein adalah pelarut asam. Hal ini disebabkan
karena pada waktu yang sama jumlah protein yang diekstraksi dengan
menggunakan larutan asam lebih banyak daripada dengan menggunakan
larutan basa. Selain itu, pada proses perendaman dengan larutan basa
dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengekstraksi protein. Sehingga
dalam ekstraksi protein pelarut yang sebaiknya digunakan adalah pelarut
bersifat asam (Mandila,2013: 104)
Peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau
lebih. Ikatan amida antara gugus α-amino dari satu asam amino dan gugus
karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida. Contoh peptida berikut
yang dibentuk dari alanina dan glisina, disebut alanilgisina, menggambarkan
suatu ikatan peptida.
O O O O
-H2 O
H2 NCHCOH + H2 NCH 2 COH H2 NCHC NHCH 2 COH

CH 3 CH 3

a n ilin a g lis in a a la n ilg lis in a


s u a t u d ip e p t id a

Tiap asam amino dalam suatu molekul peptida disebut suatu satuan (unit)
atau suatu residu. Alanilglisina mempunyai dua residu, residu alanina dan
residu glisina. Bergantung pada banyaknya satuan asam amino dalam
molekul itu, maka suatu peptida dirujuk sebagai dipeptida (dua satuan), suatu
tripeptida (tiga satuan), dan seterusnya (Fessenden, 1986: 375-376).

D. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Gelas kimia 250 mL (1 buah)
b. Gelas kimia 600 mL (1 buah)
c. Gelas kimia 100 mL (1 buah)
d. Batang pengaduk (1 buah)
e. Rak tabung (2 buah)
f. Bunsen (2 buah)
g. Tabung reaksi besar (9 buah)
h. Tabung reaksi kecil (2 buah)
i. Gelas ukur 25 mL (2 buah)
j. Corong biasa kecil (1 buah)
k. Erlenmeyer 250 mL (2 buah)
l. Labu semprot (1 buah)
m. Labu bulat 500 mL (1 buah)
n. Thermometer 110˚C (1 buah)
o. Hot plate (1 buah)
p. Kaki tiga (1 buah)
q. Kasa asbes (1 buah)
r. Kaca arloji (1 buah)
s. Pipet tetes (11 buah)
t. Lap kasar (1 buah)
u. Lap halus (1 buah)
v. Neraca digital (1 buah)
w. Penjepit tabung (1 buah)
x. Spatula (1 buah)
2. Bahan
a. Kasein (C9H10NO2)
b. L-Tirosin (C9H12NO3)
c. Gilisin (C3H7NO2)
d. L- Aspartat (C3H5NO4)
e. Urea (CH4N2O)
f. Tembaga Sulfat 2% (Cu(SO4)2)
g. Natrium Hidroksida 10% (NaOH)
h. Aquades (H2O)
i. Korek
j. Tissue
k. Asam klorida 10% (HCl)
l. Asam klorida 20% (HCl)
m. Asam nitrat pekat (HNO3)
n. Asam nitrit 5% (HNO2)
o. Alumunium foil
p. Kertas saring
q. Kertas lakmus
r. Batu didih
s. Es batu (H2O(s))
t. Kapas
E. Prosedur Kerja
1. Kelarutan dan sifat amfoterik
a. Sebanyak 0,1 gram glisin dilarutkan dalam 2 mL air kemudian diuji
keasamannya dengan kertas lakmus. Hal yang sama dilakukan pada L-
tirosin dan L-aspartat.
b. Sebanyak 0,1 gram L-tirosin dilarutkan dalam 2 mL air dan diuji
keasamannya dengan kertas lakmus. Selanjutnya, larutan ditambahkan
HCl 20% sebanyak 10 tetes dan kembali diuji dengan kertas lakmus.
Setelah itu, ditambahkan HCl 10% sebanyak 10 mL dan diuji
keasamannya dengan menggunakan kertas lakmus.
c. Sebanyak 0,1 gram kasein dilarutkan dalam 5 mL air dan diuji
keasamannya dengan kertas lakmus. Selanjutnya, ditambahkan 1 mL
NaOH 10% dan kembali diuji keasamannya dengan kertas lakmus.
2. Reaksi dengan asam nitrit
a. Sebanyak 2 tabung reaksi disediakan. Pada tabung pertama dimasukkan
0,1 gram glisin ditambahkan dengan 5 mL HCl 10% dan didinginkan.
Sedangkan pada tabung kedua sebagai pembanding dimasukkan 5 mL
HCl 10% dan didinginkan pula. Selanjutnya, pada masing-masing tabung
ditambahkan dengan 1 mL NaNO2 5% dan diamati yang terjadi.
b. Sebanyak 2 mL larutan kasein yang diperoleh pada percobaan (1.c)
didinginkan kemudian ditambahkan dengan 1 mL NaNO2 5% dan diamati
yang terjadi.
3. Uji biuret
a. Sebanyak 0,5 gram urea dipanaskan yang selanjutnya diuji keasamannya
dengan kertas lakmus. Setelah itu, urea didinginkan dan ditambahkan
dengan 3 mL air panas. Kemudian, urea disaring dan ditambahkan 2 mL
NaOH dan 3 tetes CuSO4 pada filtrat hasil saringan.
b. Sebanyak 0,5 gram urea dilarutkan dengan 3 mL air. Selanjutnya, larutan
urea ditambahkan dengan 2 mL NaOH dan 3 tetes CuSO4.
c. Sebanyak 2 mL kasein yang diperoleh pada percobaan (1.c) ditambahkan
dengan 2 mL air. Selanjutnya, larutan kasein ditambahkan dengan 3 tetes
CuSO4.
4. Uji xanthoproteat
a. Sebanyak 0,1 gram kasein ditambahkan dengan 2 mL HNO3 pekat.
b. Setelah itu, larutan dipanaskan diatas bunsen.
c. Selanjutnya, hasil pemanasan tersebut dinetralkan dengan NaOH 20%
dan ditambahkan dengan basa berlebih.
5. Hidrolisis protein
a. Sebanyak 0,5 gram kasein ditambahkan dengan 20 mL HCl 20%.
b. Selanjutnya disediakan 2 tabung reaksi.
c. Pada tabung reaksi pertama dimasukkan sampel pada poin (a) dan
didinginkan dengan air es.
d. Sedangkan pada tabung reaksi kedua, dimasukkan sampel pada poin (a)
dan didinginkan pada suhu ruangan. Selanjutnya, ditambahkan dengan
1,5 mL NaOH 10% dan 2 tetes CuSO4 2% kemudian dipanaskan.

F. Hasil Pengamatan

No Perlakuan Pengamatan
.
1. Kelarutan dan sifat amfoterik
a. 0,1 gram glisin + 2 mL H2O Larut
uji dengan lakmus Kertas lakmus biru menjadi merah
Kertas lakmus merah tetap merah
0,1 gram L-Aspartat + 2 mL H2O Ada endapan
uji dengan lakmus Kertas lakmus biru menjadi merah
Kertas lakmus merah tetap merah
0,1 gram L-tirosin + 2 mL H2O Ada endapan
uji dengan lakmus Kertas lakmus biru menjadi merah
Kertas lakmus merah tetap merah
b. 0, 1 gram L-Tirosin + 2 mL H2O Ada endapan
uji dengan lakmus Kertas lakmus biru menjadi merah
Kertas lakmus merah tetap merah
+ 1 mL NaOH 10% (diuji Kertas lakmus merah menjadi biru
dengan lakmus ) Kertas lakmus biru tetap biru
+ 10 tetes HCl (diuji dengan Kertas lakmus merah tetap merah
lakmus) Kertas lakmus biru menjadi merah

+10 mL HCl (diuji dengan Kertas lakmus merah tetap merah


lakmus) Kertas lakmus biru menjadi merah

c. 0,1 gr kasein + 5 mL H2O Ada endapan


Uji dengan lakmus Kertas lakmus biru menjadi merah
Kertas lakmus merah tetap merah
+2 mL NaOH 10% Ada endapan
Uji dengan lakmus Kertas lakmus biru tetap biru
Kertas lakmus merah menjadi biru
2. Reaksi dengan asam nitrit
a. Tabung 1
0,1 gram glisin + 5 ml HCl 10% Larut
didinginkan dengan air es Larutan bening, dingin
+ 1 mL NaNO2 5% Larutan bening, terdapat
gelembung
Tabung 2
5 mL HCl 10%
Didinginkan Larutan bening
+ 1 mL NaNO2 5% Larutan bening, dingin
Larutan bening, tak terdapat
gelembung
b. 2 mL larutan (1.c) Larutan bening
Didinginkan Larutan bening, dingin
+ 1 mL NaNO2 5% Larutan bening, tak terdapat
gelembung
3. Uji Biuret
a. 0,5 gram urea dipanaskan Bau menyengat
uji dengan lakmus Kertas lakmus biru tetap biru
Kertas lakmus merah menjadi biru

urea didinginkan + 3 mL air Larutan bening


panas Larutan bening
+disaring Larutan berwarna ungu
+ 2 mL NaOH + 3 tetes CuSO4
b. Larut
0,5 gram urea + 3 mL air Biru
+ 2 mL NaOH + 3 tetes CuSO4
c. Bening
2 mL larutan kasein(1.c) + 2 mL
Berwarna ungu
air
+ 3 tetes CuSO4
4. Uji xanthoproteat
0,1 gram kasein + 2 mL HNO3 Berwarna kuning
pekat dipanaskan Berwarna kuning
Netralkan dengan NaOH 20% Berwarna merah
Dan ditambahkan basa berlebih

5. Hidrolisis protein
a. 0,5 gram kasein + 20 mL HCl Berwarna putih (ada endapan)
20% Berwarna cokelat
dihidrolisis
Larutan berwarna cokelat
tabung 1 didinginkan pada air es
Larutan berwarna cokelat
tabung II didinginkan pada suhu Larutan berwarna cokelat
ruangan + 1.5 mL NaOH Larutan berwarna cokelat
10%
+ 2 tetes CuSO4 2%
Dipanaskan

G. Pembahasan
Prinsip dasar percobaan ini adalah mengidentifikasi asam amino dan
protein pada suatu larutan dengan pereaksi tertentu sedangkan prinsip
kerjanya adalah penimbangan, pencampuran, pengocokan, pemanasan,
penguapan dan penyaringan.
1. Kelarutan dan sifat amfoterik
Percobaan ini bertujuan untuk melihat kelarutan dan sifat amfoterik
dari asam amino. Amfoter adalah sifat suatu senyawa yang dapat berlaku
sebagai asam maupun basa (Parning, 2015: 122).Pada percobaan ini
digunakan glisin, Asam L-aspartat, dan L-tirosin. Kristal glisin ditambahkan
dengan aquades menghasilkan larutan bening. Fungsi dari H 2O yaitu sebagai
pelarut untuk melarutkan kristal. Kemudian diuji dengan menggunakan
lakmus menghasilkan larutan bersifat asam ditandai dengan perubahan kertas
lakmus menjadi warna merah pada hasil percobaan. Hal ini sesuai dengan
teori Riswiyanto (2009: 395) yang menyatakan bahwa asam amino glisin
bersifat polar sehingga dapat larut dalam air dan bersifat asam karena asam
amino bersifat amfoterik yang mana dapat bersifat asam jika dalam larutan
asam dan bersifat basa dalam larutan basa. Adapun reaksi yang terjadi:
H H
-
H C COOH + H2 O H C COO + H2 O
+
NH 2 NH 3
( G lis in ) ( I o n Z w it t e r G lis in )

Tabung kedua untuk asam L-aspartat setelah ditambahkan dengan


H2O, asam L-aspartat hanya larut sebagian dan terbentuk endapan putih.
Asam L- Aspartat sukar larut dalam air dikarenakan gugus R terdiri dari
banyak atom karbon (Tim Dosen Organik, 2019: 18). Setelah di uji dengan
lakmus menghasilkan larutan yang bersifat asam, dimana pada percobaan
kertas lakmus berubah menjadi warna merah.
Percobaan untuk L-tirosin setelah ditambahkan dengan H 2O Larutan
terdapat endapan putih, dan tidak larut dalam air dan bersifat netral. L- tirosin
tidak larut dalam air karena adanya gugus benzena yang terikat pada L-
tirosin, dimana sifat kepolaran air dan benzena berbeda. Air bersifat polar
sedangkan benzena bersifat nonpolar. Selain itu, perbedaan densitas juga
menyebabkan air dan benzena tidak dapat menyatu sebagaimana yang kita
ketahui bahwa densitas air adalah 1,00 g/mL sedangkan benzena yaitu 0,88
g/mL (Material Safety Data Sheet). Adapun reaksi yang terjadi :

- +
HO CH2 CHCOOH + H2 O HO CH2 CHCOO + H
+
NH 2 NH 3
( L - T ir o s in ) ( I o n z w it t e r L - T ir o s in )

Pengujian dengan L-tirosin ditambahkan air maka larutan berwarna putih


dan sedikit larut. kemudian ditambahkan dengan NaOH maka larutan tak
berwarna (larut), lakmus biru tetap berwarna biru (basa), dimana NaOH berfungsi
untuk memberikan suasana basa dan sebagai penerima proton sehingga larutan
bersifat basa. Setelah itu larutan ditambahkan HCl yang berfungsi untuk
memberikan suasana asam dengan menyumbangkan protonnya. Larutan tersebut
menjadi putih dan diuji dengan kertas lakmus biru, kertas lakmus biru tetap biru.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Riswiyanto (2009, 395) yang seharusnya
menunjukkan bahwa tirosin bersifat amfoterik karena dapat bersifat asam ataupun
basa. Diketahui L-tirosin bersifat amfoterik karena dapat bereaksi pada larutan
asam maupun basa karena asam amino mempunyai gugus bersifat asam COO-
dan basa NH2+ (Fessenden, 1982). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sifat
amfoterik merupakan suatu sifat yang dimiliki oleh suatu senyawa asam amino
yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat bersifat asam maupun basa.
Adapun reaksi yang terjadi, yaitu:

a. Reaksi L- tirosin
b. Reaksi L- Aspartat

Percobaan ini menggunakan kasein yang ditambahkan dengan air


dan NaOH terbentuk larutan koloid. Penambahan NaOH berfungsi untuk
memberikan suasana basa sehingga dapat melarutkan kasein. Dimana kasein
sukar larut dalam air bahkan tidak dapat larut karena banyaknya rantai
karbon yang terikat sehingga menyebabkan kelarutan kasein kecil. Hal ini
sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa R dari asam amino yang
terdiri dari banyak atom karbon atau aromatik sukar larut dalam air (Tim
Dosen Kimia Organik, 2019: 18). Adapun reaksi yang terjadi, yaitu:
a. Reaksi dengan air

O O O

HN CH C HN CH C HN CH C

CH2 CH2 CH2 + H2 O

OH OH OH n
K a s e in

b. Reaksi dengan NaOH

H O O O O

H2N C C NH CH C NH2 H2N CH C NH CH C ONa

CH2 CH2
CH2 CH2
+ NaOH
+ H2O

OH OH OH OH
(Kasein)
O O O

HN CH C HN CH C HN CH C

CH2 CH2 CH2 + H2 O

OH OH OH n
K a s e in

2. Reaksi dengan Asam nitrit


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui adanya gugus
amin bebas pada asam amino dan protein dengan uji positif yaitu
terbentuknya gas N2. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah
glisin dan kasein. Pada tabung I, glisin direaksikan dengan HCl 10 % yang
diperoleh adalah larutan bening. HCl berfungsi sebagai donor ion H + yang
akan berikatan dengan NO2- sehingga dapat diidentifikasi gugus aminnya dan
HCl juga berfungsi sebagai pemberi suasana asam pada larutan karena glisin
dapat bereaksi dengan baik dalam suasana asam. Larutan tersebut kemudian
didinginkan, fungsi dari pendinginan ini untuk mempercepat reaksi, dimana
HCl bereaksi pada suhu rendah. Larutan kemudian ditambahkan NaNO 2,
dihasilkan larutan bening dan terbentuk gelembung pada larutan, gelembung
tersebut adalah gelembung N2(g). NaNO2 disini berfungsi untuk melepaskan
gugus amin yang bebas. Gelembung yang dihasilkan menandakan terjadinya
pelepasan gugus amina yang ada pada glisin dapat bereaksi dengan asam
nitrit. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa asam amino,
karena ia mengandung gugus amin maka akan bereaksi dengan asam nitrit
(HNO2) menghasilkan gas N2 (Tim Dosen Kimia Organik, 2019: 19). Reaksi
yang terjadi adalah:
Adapun reaksi yang terjadi yaitu :
HCl + NaNO2 → HNO2 + NaCl

(Asam Klorida) (Natrium Nitrit) (Asam Nitrit) (Natrium Klorida)


H CH COOH + HCl + NaNO 2 H CH COOH + NaCl + N2

NH 2 NH 2
G as
G lis in A s a m H id r o k s il N it r o g e n
E ta n o a t

Tabung kedua dibuat larutan sebagai pembanding, HCl direaksikan


dengan NaNO2 diperoleh larutan bening. Lalu didinginkan untuk
mempercepat reaksi kerena HCl bereaksi pada suhu rendah. Namun larutan
tidak menghasilkan gelembung, ini menandakan bahwa pada HCl tidak
terdapat gugus amina bebas karena HCl tidak termasuk asam amino. Adapun
reaksi yang terjadi yaitu:
HCl + NaNO2 → HNO2 + NaCl

(Asam Klorida) (Natrium Nitrit) (Asam Nitrit) (Natrium Klorida)

Percobaan selanjutnya yaitu kasein dan NaNO2 yang didinginkan.


Tidak terbentuk gelembung gas yang berarti bahwa kasein tidak bereaksi
dengan asam nitrit karena gugus amina pada asam amino penyusunnya
membentuk ikatan peptida artinya kasein tidak mempunyai gugus amin yang
bebas Sehingga tidak terdapat gugus amina bebas yang bereaksi dengan asam
nitrit membentuk gas N2. Adapun reaksinya yaitu :
3. Uji Biuret
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada
protein. Uji positif dari percobaan ini yaitu adanya perubahan warna dari tak
berwarna menjadi warna ungu. Sampel yang digunakan pada percobaan ini
yaitu urea dan kasein. Tabung pertama, urea dipanaskan sampai membentuk
gas dan berbau tengik. Fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat proses
terjadinya reaksi dan untuk menguapkan gas amonia. Pemanasan dilanjutkan
sampai terbentuk padatan putih. Gas yang terbentuk adalah gas NH3 dan bau
yang ada berasal dari bau amonia. Reaksi yang terjadi:

+
+
H2N C NH2 H2N C NH2

H2N C NH C NH2 + NH 3
O O O O
(Urea) (Biuret) (gas amonia)
Uap yang terbentuk diuji dengan kertas lakmus, kertas lakmus merah
menjadi biru yang menandakan bahwa urea bersifat basa. Hal ini telah sesuai
dengan teori bahwa urea bersifat basa (Riswiyanto, 2009: 397). Selanjutnya
ditambahkan dengan air suling panas. Sehingga larutan dapat bercampur
homogen. Lalu dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dengan
endapannya. Filtrat kemudian ditambahkan NaOH yang bertujuan untuk
memberikan suasana basa, ini disebabkan intensitas ion Cu 2+ dalam suasana
basa akan bereaksi dengan ikatan peptida yang menyusun protein membentuk
senyawa kompleks ungu. NaOH juga dapat mencegah adanya endapan
Cu(OH)2, yang dapat mencegah ikatan peptida. Larutan ditambahkan dengan
CuSO4 sebagai pendonor ion Cu2+ yang bereaksi dengan ikatan peptida.
Sehingga diperoleh larutan berwarna ungu yang menandakan bahwa urea
memiliki ikatan peptida. Ini sesuai dengan teori bahwa ion tembaga (II) akan
menghasilkan ion kompleks yang berwarna merah ungu bila direaksikan
dengan biuret dalam suasana basa, atau senyawa lain yang mengandung
struktur yang sejenis (Tim Dosen Kimia Organik, 2019: 19).Reaksinya yaitu:

CuSO 4 + 2NaOH Cu(OH) 2 + Na 2 SO4

(T e m b a g a (II) S u lfa t) (N a triu m H id ro k s id a ) (T e m b a g a (II) H id ro k s id a ) ( N a triu m S u lfa t)

2+ -
Cu(OH) 2 Cu + 2OH

( T e m b a g a ( II) H id r o k s id a ) (Io n T e m b a g a ) ( I o n H id r o k s id a )

O O
2H2N - C - NH - C - NH2 - 2 NaOH + CuSO4 H2N - C - NH - C - NH2 + Na2SO4 + 2OH -
O O
H 2N NH2
O=C C=O
HN Cu 2+ NH
O=C C=O
H 2N NH2

H2N - C - NH - C - NH2
O O
(Senyawa kompleks)
Sebagai pembanding, urea dilarutkan dengan H2O menghasilkan larutan
tak berwarna (urea larut) dan ditambahkan larutan NaOH untuk mencegah
adanya Cu(OH)2 yang memecah ikatan protein dan CuSO4 sebagai donor
Cu2+ sehingga menghasilkan warna biru. Hal ini menandakan bahwa tidak
terdapat ikatan peptida karena urea tidak dipanaskan sehingga tidak terbentuk
biuret. Reaksinya yaitu:

HN C NH 2 + NaOH + CuSO4

O
U rea

Kasein ditambahkan air menhasilkan larutan bening, kemudian


ditambahkan dengan larutan CuSO4 menghasilkan larutan berwarna ungu.
Hal tersebut menandakan bahwa pada kasein terdapat ikatan peptida. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa protein yang mengandung gugus demikian akan
menghasilkan pengujian biuret yang positif, sedangkan asam-asam amino
tidak (Tim Dosen Kimia Organik, 201: 19). Reaksinya adalah:
NH CH C NH CH CO

CH2 O CH2
+ 2NaOH + 2CuSO 4

OH OH
(Kasein)
n

NH CH C NH CH C NH CH CO

CH2 O CH2 O CH2

OH OH
OH
2+ n -
Cu + Na 2SO 4 + 2OH
NH CH C NH CH C NH CH CO

CH2 O CH2 O CH2

OH OH
OH
(Senyawa kompleks)
n

4. Uji Xanthoproteat
Uji xanthoprotein dapat digunakan untuk menguji atau
mengidentifikasi adanya senyawa protein karena uji xantoprotein dapat
menunjukan adanya senyawa asam amino apabila larutan tersebut
mengandung protein maka endapat putih tersebut apabila dipanaskan
akan berubah menjadi warna kuning atau jingga. Uji xanthoprotein
merupakan uji kualitatif pada protein yang digunakan untuk
menunjukkan adanya gugus benzena (cincin fenil). Reaksi positif ada uji
xantoprotein adalah munculnya gumpalan atau cincin warna kuning.
Pada uji ini, digunakan larutan HNO3 yang berfungsi untuk memecah
protein menjadi gugus benzene. Tujuan pemanasan yaitu untuk
mempercepat berlangsungnya proses reaksi karena salah satu faktor dari
laju reaksi adalah suhu. Setelah dipanaskan, ditambahkan dengan NaOH
menghasilkan larutan berwarna kuning dan menghasilkan uap. Hal ini
menandakan bahwa adanya cincin aromatik pada kasein yang
mengalami nitrasi pada saat penambahan asam nitrat sehingga
menghasilkan nitro yang berwarna kuning. Fungsi penambahan NaOH
adalah memberikan suasana basa dalam larutan dan dapat bersifat
katalis.
Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa uji
xanthoprotein membuktikan, jika protein yang mengandung cincin
benzena ditambahkan asam nitrat pekat, maka akan terbentuk endapan
putih yang dapat berubah menjadi kuning sewaktu dipanaskan. Senyawa
nitro yang terbentuk dalam suasana basa akan terionisasi dan warna
menjadi jingga (Putri, dkk, 2016: 93).
Adapun reaksi yang terjadi, yaitu :

O O
HN - CH - C - NH - CH - CO + 4HNO3 HN - CH - C - NH - CH - CO + 4H2O
CH2 CH2 CH2 CH2
O2N NO2 O2N NO2

OH OH OH OH
(Larutan Kuning)
(Kasein)

O O
HN - CH - C - NH - CH - CO + NaOH HN - CH - C - NH - CH - COONa + H2O

CH2 CH2 CH2 CH2


O2N NO2 O2N NO2
O2N NO2 O2N NO2

OH OH OH OH
(Larutan Orange)
(Larutan Kuning)

Percobaan kedua, glisin direaksikan dengan HNO3 menghasilkan


larutan bening. Penambahan HNO3 berfungsi sebagai pendonor NO2-.
Penambahan HNO3 bertujuan untuk melarutkan glisin dan untuk bereaksi
dengan cincin benzena pada glisin membentuk nitro dengan proses nitrasi
benzena. Larutan lalu dipanaskan menghasilkan larutan bening,
pemanasan tersebut bertujuan untuk mempercepat reaksi berlangsung.
Larutan lalu didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 10% dan
menghasilkan larutan bening. Fungsi penambahan NaOH 10% untuk
memberikan sifat basa sehingga dapat terionisasi dan untuk membuat
warna nitrobenzena lebih pekat. Pada percobaan ini menghasilkan larutan
bening, percobaan ini memberikan uji negatif, yang menandakan bahwa
glisin tidak mempunyai gugus aromatik atau cincin benzena. Hal ini
dikarenakan glisin tidak mempunyai struktur cincin aromatik yang akan
mengalami nitrasi menghasilkan nitro yang berwarna kuning. Hal ini
sesuai teori, dimana protein yang mengandung residu asam amino dengan
radikal fenil (cincin aromatik) dalam struktur kimianya (protein yang
mengandung asam amino fenilalanin atau tirosin) jika ditambahkan
dengan asam nitrat pekat dan dipanaskan maka akan menghasilkan larutan
berwarna kuning dan akan lebih pekat jika dalam suasana basa (Sumardjo,
2008). Adapun reaksinya:

H - CH - COOH + HNO3+ NaOH


NH3
(Glisin)

Percobaaan ketiga yaitu tirosin direaksikan dengan HNO3. Tujuan


penambahan HNO3 yaitu sebagai pendonor NO2-. Menghasilkan larutan
merah bata. Penambahan HNO3 untuk melarutkan tirosin dan untuk
bereaksi dengan cincin benzena pada tirosin membentuk nitro dengan
proses nitrasi benzena. Larutan lalu dipanaskan sehingga diperoleh larutan
warna coklat, pemanasan tersebut bertujuan untuk mempercepat reaksi
berlangsung. Larutan lalu didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 10%
dan menghasilkan larutan kuning bening. Fungsi penambahan NaOH 10%
adalah untuk memberikan sifat basa sehingga dapat terionisasi dan untuk
membuat warna nitrobenzena lebih pekat. Hasil yang diperoleh
memberikan uji positif, dimana larutan yang dihasilkan berwarna kuning
bening, yang menandakan bahwa tirosin memiliki cincin aromatik. Hal ini
sesuai teori dimana, larutan asam nitrat pekat ditambahkan ke dalam
larutan protein secara hati-hati dan menjadi kuning apabila dipanaskan.
Peristiwa yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada
molekul protein. Jadi, reaksi ini positif untuk protein yang mengandung
gugus fenil seperti tirosin, fenilalanin, dan triptofan akan berwarna kuning.
Adapun reaksi yamg terjadi:

NO2
HO CH2 - CH - COOH + 2 HNO3 HO CH2 - CH - COOH + 2 H2O
NH2 NO2 NH2
(L-Tirosin) (Orange)

NO2 NO2

HO CH2 - CH - COOH + NaOH HO CH2 - CH - COONa + H2O


NO2 NH2 NO2 NH2

5. Hidrolisis Protein
Percobaan ini bertujuan untuk memutuskan ikatan peptida pada
protein. Pada percobaan ini kasein dilarutkan dalam HCl menghasilkan
larutan berwarna coklat keruh. Fungsi penambahan HCl adalah
memberikan suasan asam dalam larutan dan bersifat katalis untuk
mempercepat reaksi. Setelah itu larutan dipanaskan. Larutan dibagi dua
agar dapat membandingkan hasil hidrolisis pada protein. Pada larutan
tersebut dimana Bagian pertama didinginkan dengan air es dan bagian
kedua didinginkan pada suhu kamar. Fungsi pendinginan untuk
mempercepat berlangsungnya reaksi dalam larutan karena salah satu
faktor laju reaksi adalah suhu. Larutan kedua ditambahkan dengan
NaOH dan CuSO4. Fungsi penambahan NaOH untuk memberikan
suasana basa dan CuSO4 berfungsi untuk mengurai protein menjadi
asam-asam amino penyusunnya sehingga tidak ditemui lagi ikatan
peptidanya. Pada tabung pertama menghasilkan larutan berwarna coklat
dan pada tabung kedua juga berwarna coklat. Hal ini menandakan
bahwa pada kedua tabung proses hidrolisis ikatan peptidanya terputus.
Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hidrolisis
protein akan menghasilkan asam-asam amino (Tim Dosen Kimia
Organik, 2019: 18). Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
O O

H2N CH C NH CH C OH H2N CH C OH

CH2 O CH2 CH2


+ HCl + H2O

OH OH OH
n

HCl + NaNO2 NaCl + HNO2

O
H2N CH C OH + HNO2 HO CH COOH + N2 + H2O
CH2 CH2

OH OH

O
H2 N CH C N CH CH H2N CH COOH
CH2 O H CH2
H C l
+ H2O

OH
OH OH
O
H2N CH COOH + H2O + NaOH H2 N CH CONa + H2O
CH2

OH

OH

O O
H2N CH CONa + H2O + CuSO 4 H2N CH CONa + Cu(OH) 2+ H2SO4
CH2 CH2

OH OH

H. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
a. Ikatan peptida ditunjukkan dengan adanya perubahan warna pada larutan
yaitu ungu.
b. Reaksi Xanthoproteat adalah uji protein untuk membuktikan adanya cincin
benzena pada protein. Uji biuret adalah uji untuk membuktikan adanya
ikatan peptida pada protein. Reaksi xanthoproteat dibuktikan dengan larutan
berwarna kuning. Uji biuret dibuktikan dengan larutan berwarna ungu.
c. Asam amino muda larut dalam air apabila memiliki gugus R yang pendek,
dan akan sukar larut jika memiliki gugus R yang semakin panjang dan
bersifat aromatik. Asam amino bersifat amfoter yang dapat beraksi dengan
asam atau basa.
2. Saran
Diharapkan kepada praktikan agar berhati-hati dan teliti dalam
praktikum agar diperoleh hasil yang sesuai dengan teori dan lebih
menguasai prosedur kerja percobaan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, R J; Fessenden, Joan S. 1986. Kimia organik jilid 2. Jakarta: Erlangga

Hart, Harold. 2003. Kimia organik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mandila, Surya Putri dan Nurul Hidajati. 2013. Identifikasi asam amino pada
cacing sutra yang diekstrak dengan pelarut asam asetat dan asam laktat.
Jurnal Of Chemistry Vol. 2, No. 1

Muhsafaat, La Ode., Heri Ahmad Sukria dan Suryahadi. 2015. Kualitas Protein
dan Komposisi Asam Amino Ampas Sagu Hasil Fermentasi Aspergillus
niger dengan Penambahan Urea dan Zeolit. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. Vol 20 No 2.

Parlan dan Wahyudi. 2005. Kimia Organik II. Malang: Universitas Negeri Malang

Riswiyanto. 2009. Kimia Organik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Sumardjo. 2008. Pengantar Kimia. Jakarta: EGC

Sulityobowo, Wahyu. 2013. Analisis Asam Amino dan Mineral Essensial pada
Ubur-Ubur (Aorelia Avrita). JKK. Vol 2 No 2.

Tim Dosen Kimia Organik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Organik II.
Makassar: Jurusan Kimia FMIPA UNM

Anda mungkin juga menyukai