Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA


Untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengampu: Ida Rosidawati M.Kep

Disusun Oleh:
Program Studi Keperawatan Tingkat 3A
Kelompok 4

1. Ai Sarah S.K.I (C1714201002)


2. Miftah Fauzi (C1714201081)
3. Reza Nur Amalia (C1714201025)
4. Sri Rahayu (C1714201029)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
TA 2019/202
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SubhanahuWata’ala,


yang telah mengizinkan dan memberikan Rahmat serta hidayah-Nya, Sholawat
beserta Salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
kepada keluarga-Nya dan sahabat-sahabat yang taat kepada-Nya. Berkat Irodat-
Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunanMakalah, yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Trauma Kepala.”
Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas Keperawatan Gawat
Darurat.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
penulis miliki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat konstruktif untuk kesempurnaan penyusunan yang akan datang. Akhir
kata, semoga kebaikan yang telah diberikan dapat menjadi amal soleh dan ibadah
bagi kita semua, dan mendapatkan balasan lebih dari Allah SWT dari apa yang
telah diberikan.

Tasikmalaya, 16 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................. 1
1.3 Tujuan Penelitaian ................................................................ 2
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit.................................................................... 3
2.1.1 Pengertian................................................................ 3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi............................................. 3
2.1.3 Klasifikasi Trauma Kepala...................................... 4
2.1.4 Tanda dan Gejala.................................................... 6
2.1.5 Penyebab................................................................. 6
2.1.6 Patofisiologi............................................................ 7
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik......................................... 7
2.1.8 Pengobatan.............................................................. 8
2.2 Data Fokus ............................................................................ 9
2.3 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 12
2.4 Intervensi Keperawatan......................................................... 12
2.5 Implementasi Keperawatan.................................................... 17
2.6 Evaluasi Keperawatan............................................................ 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................. 20
3.2 Saran....................................................................................... 20
DAFTARPUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma Capitis adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak disertai perdarahan
interstitial dalam substansi otak tanpa terputusnya komunitas dari otak. Cedera kepala
adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang
menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi
fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.
Trauma capitis atau cedera kepala diakibatkan karena benturan pada kepala,
kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan kendaraan bermotor, terjatuh dari ketinggian
(misalnya pohon, gedung dan rumah), tertimpa benda, olahraga, trauma kelahiran, dan
korban kekerasan.
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun
psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan penting
terutama dalam pencegahan komplikasi.Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi,
perdarahan.Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat
trauma-trauma.Cedera kepala merupakan keadaan yang serius.Oleh karena itu,
diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan
mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan
keadaan penderita semakin memburuk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud traumakepala ?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi traumakepala ?
3. Bagaimana tanda dan gejala traumakepala ?
4. Apa penyebab terjadinya trauma kepala?
5. Bagaimana patofisiologi traumakepala ?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik traumakepala ?
7. Bagaimana pengobatan traumakepala ?
8. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan pada pasien traumakepala ?
9. Apa diagnosa keperawatanpada pasien trauma kepala?
10. Bagaimana intervensi keperawatan pada pasien traumakepala ?
11. Bagaimana implementasi keperawatan pada pasien traumakepala ?
12. Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien traumakepala ?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan trauma kepala
2. Unuk mengetahui bagaimanaanatomi dan fisiologi trauma kepala
3. Untuk menegtahui bagaimana tanda dan gejala trauma kepala
4. Untuk menegtahui apa penyebab terjadinya trauna kepala
5. Untuk menegtahui bagaimana patofisiologi trauma kepala
6. Untuk menegtahui pemeriksaan diagnostik trauma kepala
7. Untuk menegtahui bagaimana pengobatan trauma kepala
8. Untuk menegtahui pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma
kepala
9. Untuk menegtahui diagnosa keperawatan pada pasien trauma kepala
10. Untuk mengetahui bagaimana intervensi keperawatan pada pasien trauma kepala
11. Untuk mengetahui bagaimana implementasi keperawatan pada pasien trauma
kepala
12. Untuk menegtahui bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien trauma kepala

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Pengertian
Trauma kepala atau kapitis merupakan penyebab utama kematian akibat
trauma.Trauma kepala disebabkan benturan pada kepala baik langsung maupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi seperti adanya
penurunan kesadaran, gangguan motorik, dan sensorik.
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dari tengkorak kepala terdiri dari kulit kepala, tulang kepala, meninges,
otak, sistem ventikuler dan bagaian dalam kepala.
1. Kulit kepala (Scalp)
Adanya laserasi pada area ini dapat menyebabkan kehilangan darah dalam
jumlah banyak karena adanya suplai darah general ke kulit kepala.Hal
tersebut dapat menyebabkan syok hemoragik dan berakibat kematian. Kulit
kepala terdiri dari 5 laisan yaitu :
1) Skin/kulit
2) Connective tissue /jaringan penyambung
3) Aponeurosis/jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan
tengkorak
4) Loose areolar tissue/jaringan penunjang longgar
5) Perikarnium
2. Tulang/Tengkorak kepala (Skull)
Tengkorak kepala terdiri dari Kalvaria (atap tengkorak) dan Basis karnium
(dasar tengkorak).Bila terjadi patah tulang terbuka pada tulang kepala,
maka diperlukan tatalaksana segera untuk mencegah terjadinya komplikasi
selanjutnya seperti infeksi otak dan kejang.
3. Lapisan Pelindung Otak (Meningeas)
Lapisan pelindung otak terdiri dari tiga lapisan : durameter, arakhnoid, dan
piameter.

3
1) Durameter : lapisan terluar, lapisan yang paling tebal, di antara
semua lapisan. Durameter terdiri dari dua lapisan :
a. Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di
permukaan dalam cranium dan berperan sebagai periosteum
dalam pada tulang tengkorak.
b. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam sampai
ke dalam fisura otak dan terlipat kembali ke arahnya utuk
membentuk bagian-bagian falks serebrum, falks serebelum,
dan tentonium serebelum yang memisahkan serebrum dari
serebelum.
2) Araknoid
Terletak diantara durameter dan piameter dan mengandung sedikit
pembuluh darah.Ruang subaraknoid memisahkan lapisan araknoid
dari piameter dan mengandung cairan serebrospinal, pembuluh
darah serta jaringan penghubung seperti selaput yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.
3) Piameter
Piameter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat
erat pada otak.Lapisan ini mengandung banayak pembuluh darah
untuk mensuplai jaringan saraf.
4. Otak
Jika terjadi trauma kapitis cenderung terjadi peningkatan intra cranial
(TIK).TIK terdapat dalam keadaan konstan. Jika terjadi peningkatan yang
cukup tinggi, hal ini dapat mengakibatkan turunnya batang otak (herniasi
batang otak) yang akan berakibat kematian.
Klasifikasi Nilai TIK :
Klasifikasi Nilai
Normal 10 mmHg (136 mmH20)
Tidak Nornal >20 mmHg
TIK Berat 40 mmHg

2.1.3 Klasifikasi Trauma Kepala


1. Berdasarkan Mekanisme
Trauma kepala diabagi atas trauma kepala tumpul dan tembus.

4
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga, bekerja, dll.
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan
maupun tusukan benda-benda tajam.
2. Berdasarkan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
Setiap penderita dengan trauma kepala harus dilakukan penilaian tingkat
kesadaran kuantitatif dengan menggunakan GCS. Penilaian kesadaran ini
akan menentukan tatalaksana selanjutnya.
Nilai Total GCS sebesar 15 dan minimal 3.
a. GCS 3-8 : Cedera Kepala Berat (CKB)
Pasien koma, penurunan derajat kesadaran secara progresif,
kehilangan kesadaran atau amnesia >24 jam, tanda neurologis fokal,
cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
b. GCS 9-12 : Cedera Kepala Sedang (CKS)
Konfusi, lelargi dan stupor, pasien tampak kebingungan, mengantuk,
namun masih bisa mengikuti perintah sederhana, hilang kesadaran
atau amnesia >30 menit tetapi <24 jam konkusi, amnesia paska
trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda battle,
mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan
serebrospinal).
c. GCS 13-15 : Cedera Kepala Ringan (CKR)
Pasien sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia <
dari 30 menit, tidak ada intoksisasi alcohol atau obat terlarang, klien
dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak terdapat fraktur
tengkorak, kontusio, hematom, tidak ada criteria cedera sedang
sampai berat.
3. Berdasarkan Morfologi cedera kepala
Setiap penderita dengan cedera kepala sedang dan berat harus melalui tahap
pemmeriksaan CT-Scan kepala dengan bone window untuk menentukan
lokasi cedera dan tataklasana selanjutnya. Berdasarkan morfologi dapat
dibagi menjadi fraktur cranium dan lesi intracranial.
a. Fraktur Tengkorak

5
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka tidak
memerlukan tatalaksana segera.Yang lebih adalah kesadaran
intrakranialya.
b. Komosio Serebri
Tidak didapatkan adanya kelainan anatomis otak, hanya berupa
gangguan fisiologis.Dapat terjadi kehilangan kesadaran sesaat (<
10 menit), namun setelahnya kesadaran kembali pulih sempurna.
c. Kontusio Serebri
Pada kontusio serebri terjadi adanya gangguan anatomis struktur
otak mulai dari perdarahan hingga kerusakan aksonal.
d. Perdarahan Intra-Kranial
a) Perdarahan Epidural
b) Perdarahan Subdural
c) Perdarahan Intraserebral
2.1.4 Tanda dan gejala
1. Kehilangan kesadaran
2. Terlihat linglung atau pandangan kosong
3. Pusing
4. Kehilangan keseimbangan
5. Mual dan Muntah
6. Mudah Lelah
7. Mudah ngantuk dan tidur melebihi biasanya
8. Sulit tidur dan merasa depresi
9. Sensitive terhadap cahaya atau suara
10. Telinga berdenging
2.1.5 Penyebab
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom

6
2.1.6 Fatofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala.Cedera percepatan aselerasi terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.Cedera
perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang
terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.Pada cedera primer dapat terjadi gegar
kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik,
hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi /
komplikasi pada organ tubuh yang lain.
2.1.7 Pemeriksaan diagnostic
1. CT-Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.Catatan : Untuk mengetahui adanya infark /
iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
5. X-Ray

7
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
7. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial.
2.1.8 Pengobatan
Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat cidera yang dialami pasien.
1. Obat-obatan
Untuk meredakan rasa nyeri penderita dianjurkan untuk mengonsumsi
paracetamol.Tidak disarankan untuk mengonsumsi obat anti inflamasi, seperti
ibuprofen atau aspirin, tanpa intruksi dari dokter, karena dikhawatirkan dapat
meningkatkan potensi perdarahan dalam otak.Jika cidera tergolong sedang
atau berat dokter akan memberikan anti kejang untuk menekan resiko kejang
yang biasa terjadi setelah seminggu setelah trauma.
Jika tergolong parah, dokter akan memberikan obat penenang yang dapat
membuat pasien masuk dalam kondisi koma sementara ( induced coma).
2. Terapi
a. Fisioterapi untuk mengembalikan fungsi tubuh pasca trauma.
b. Terapi saraf untuk membantu memperbaiki disfungsi kognitif pasien dan
melatih pasien dalamm mengontrol emosi serta prilaku.
c. Terapi okupasi untuk membantu pasien kembali menyesuaikan diri dalam
menjalankan pekerjaan sehari-hari.
d. Terapi wicara untuk membeantu memperbaiki kemampuan berbicara dan
komunikasi.
e. Terapi rekreasi untuk melatih pasien menikmati waktu senggangnya dan
mengembangkan kemempuan hubungan sosial melalui kegiatan yang
menyenangkan.
3. Operasi
Tindakan operasi umumnya disarankan dalam kondisi darurat untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak pasien.
a. Membuka tulang tengkorak, tindakan ini dilakukan untuk meredakan
tekanan pada otak selain dengan mengeluarkan cairan tulang belakang

8
otak (CSF), sehingga memberi ruang untuk pembekakan pada jaringan
otak.
b. Mengangkat bekuan darah (hematoma), tindakan ini dilakukan untuk
menangani penekanan pada otak oleh gumpalan darah.
c. Memperbaiki tulang tengkorak yang patah, tindakan ini dilakukan untuk
memperbaiki kerusakan patah tulang yang parah.
2.2 Data Fokus
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
2. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.
3. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
 Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
 Riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau
keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena
dapat mempengaruhi prognosa klien.
4. Primary Survey
1. Airway, dengan kontrol vertikal: Yang pertama yang harus dinilai adalah
jalan nafas, meliputi permeriksaan adanya obstruksi jalan nafaas yang
dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula
atau maksila, fraktur laring atau trakea.
1) Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara –
jalan nafas bebas.
2) Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak
atau berkumur – ada obstruksi parsial.
3) Bila pendetita terlihat tidak dapat bernafas – obstruksi total.

9
a. Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atar GCS < 8
keadaan tersebut definitif memerlukan pemasangan selang
udara.
b. Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi pada leher.
c. Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita
datang dengan multiple trauma, maka harus dipasangkan alat
immobilisasi pada leher, sampai kemungkinan adanya fraktur
servikal dapat disingkirkan.
2. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat
1) Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh, ventilasi yang
baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
2) Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan
dan jumlah pernafasaan per menit, apakan bentuk dan gerak dada
sama kiri dan kanan.
3) Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam
rongga pleura.
4) Auskultasi dilakukan unutk memastikan masuknya udara kedalam
paru-paru.
5) Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail
chest, dengan kontusio paru, dan open pneumothoraks harus
ditemukan pada primary survey.
6) Hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya tulang iga dan
kontusio paru yang harus dikenali pada secondary survey.
2.2.2 Analisa Data
Data Etiologi
1. Nyeri Cedera kepala
2. Pusing
Ekstra Kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit,


otot dan vaskuler

-Perdarahan
-Hematoma

10
Peningkatan TIK

Nyeri
1. Napas pendek Trauma kepala
2. Lemas
3. Pusing Ekstra kranial
4. Kehilangan
kesadaran Terputusnya kontunuitas jaringan kulit,
otot dan vesikuler

Gangguan suplai darah

Iskemia

Hipoksia

Perubahan perfusi jaringan


1. Tingkat Cedera Kepala
kesadaran
menurun Intra Kranial
2. Penurunan
fungsi Jraingan Otak rusak (Kontusio,
penginderaan laserasi)
3. Respon tidak
sesuai Perubahan autoregulasi
Oedema serbral

Kejang

Gangguan neurologis fokal

Defisit neurologis

Perubahan persepsi sensori


1. Sesak napas Cedera Kepala
2. Adanya
cuping hidung Intra Kranial
3. Irama napas
tidak normal Cedera jaringan otak

Kerusakan neuromuskuler

Obstruksi trakeobronkial

Pola napas tidak efektif


1. Adanya Cedera kepala
spuntum
2. Masukan Intra kranial
cairan tidak
adekuat. Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)

Perubahan outoregulasi

11
Kejang

Penurunan kesadaran

Akumulasi cairan

Bersihan jalan napas tidak efektif


1. Keterbatasan Cedera kepala
rentang gerak
Intra kranial

Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)

Perubahan outoregulasi

Kejang

Penurunan kesadaran

Bedrest total

Gangguan mobilitas fisik

2.3 Diagnosa Keperawatan


 Nyeri akut
 Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hipoksia
 Perubahan persepsi sensori b.d defisit neurologis
 Pola napas tidak efektif bd kerusakan medula oblongata
 Bersiha jalan napas tidak efektif bd akumulasi cairan
 Gangguam mobilitas fisik

2.4 Intervensi Keperawatan


TUJUAN &
Dx INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
Nyeri akut Setelah dilakukan  Kaji tingkat  Menentukan
asuhan keperawatan nyeri pasien intervensi sesuai skala
selama 2X24 jam,  Monitor tanda- nyeri
diharapkan nyeri tanda vital  Mengetahui keadaan
berkurang dengan  Berikan posisi ttv pasien
kriteria hasil : nyaman  Memberikan
a. Mengetahui  Ajarkan teknik lingkungan yang
permulaan relaksasi dan nyaman
terjadinya nyeri distraksi  Pengalihan rasa nyeri
b. Melaporkan (mendengarkan yang dapat

12
nyeri berukrang murotal al- menurunkan skala
c. Frekuensi nyeri qu’ran) nyeri
berkurang  Kolaborasi  Mengurangi intensitas
pemberian obat nyeri
anti nyeri
Perubahan Setelah dilakukan  Kaji status
 Dapat diketahui
perfusi asuhan keperawata neurologis
secara dini adanya
jaringan selama 2X24 jam, yang
tanda-tanda
serebral b.d diharapkan klien berhubungan
peningkatan TIK
hipoksia mempunyai perfusi dengan tanda-
sehingga dapat
jaringan adekuat tanda
menentukn intervensi
dengan kriteria hasil : peningkatan
a. Tingkat kesadara TIK, terutama  Mengetahui keadaan
normal GCS ttv
b. TTV normal  Monitor ttv  Posisi kepala dengan
 Tingggikan sudut 15-45 derajat
posisi kepala dari kaki akan
dengan sudut meningkatkan dan
15-45o tanpa memperlancar aliran
bantal dan balik vena
posisi netral
 Monitor suhu  Deman menandakan
dan atur suhu adanya gangguan
lingkungan hipotalamus:
sesuai indikasi. peningkatan
Batasi kebutuhan metabolik
pemakaian akan meningkatkan
selimut dan TIK.
kompres bila  Mencegah kelibahan
demam. cairan yang dapat
 Monitor menambah edema
asupan dan serebri sehingga
keluaran setiap terjadi peningkatan
delapan jam TIK.
sekali.
 Mengurangi
 Berikan O2
hipokremia
tambahan
sesuai indikasi.  Manitol/gliserol
 Berikan obat- merupakan cairan
obatan hipertonis yang
antiedema berguna untuk
seperti manito, menarik cairan dari
gliserol dan intreseluler dan
losix sesuai ekstraseluler.
indikasi.
Perubahan
Setelah dilakukan  Kaji  Semua sistem
persepsi
asuhan keperawatan respon sensori sensori dapat

13
sensori b.d
selama 2X24 jam, terhadap panas terpengaruh
defisit
diharapkan klien atau dingin, raba dengan adanya
neurologis
mengalami atau sentuhan. perubahan yang
perubahan persepsi Catat perubahan- melibatkan
sensori dengan perubahan yang kemampuan
kriteria hasil: terjadi. untuk menerima
dan berespon
a. Tingkat  Kaji
sesuai stimulus.
kesadaran normal. persepsi klien,
 Membantu dalam
E4 M6V5. baik respon balik
pemberian
b. Fungsi alat-alat dan koneksi
intervensi
indera baik. kemampuan
klien  Merangsang
c. Klien kooperatif
beroerientasi kembali
kembali dan dapat
terhadap orang, kemampuan
berorientasi pada
tempat dan persepsi-sensori.
orang, waktu dan
waktu.  Gangguan
tempat.
persepsi sensori
 Berikan dan buruknya
stimulus yang keseimbangan
berarti saat dapat
penurunan meningkatkan
kesadaran. resiko terjadinya
 Berikan injury.
keamanan klien  Menciptakan
dengan rencana
pengamanan sisi penatalaksanaan
tempat tidur, terintregasi yang
bantu latihan berfokus pada
jalan dan peningkatan
lindungi dari evaluasi, dan
cidera. fungsi fisik,
kognitif dan
 Rujuk ketrampilan
pada ahli perseptual.
fisioterapi ,
terapi deuposi,
wicara, terapi
kognitif.
Pola
Setelah dilakukan  Pantau  Perubahan dapat
pernapasan
asuhan keperawatan frekuensi, menandakan awitan
tidak efektif bd
selama 2X24 jam, irama dan komplikasi pulmo
diharapkan klien kedalaman atau menandakan
mempunyai pola pernapasan. luasnya keterlibatan
pernapasan yang  Catat otak.
efektif dengan kompetensi  Kemampuan
kriteria hasil reflek GAG mobilisasi penting
 Tinggikan untuk pemeliharaaan

14
a. P
kepala tempat jalan napas.
ola napas nomal
tidur sesuai  Untuk memudahkan
(irama teratur, RR
indikasi ekspansi paru dan
= 16-24 x/menit).
 Anjurkan menurunkan adanya
b. T
kllien untuk kemugkinan lidah
idak ada
bernapas dalam jatuh menutupi jalan
pernapasan cuping
dan batuk napas.
hidung.
efektif.  Mencegah atau
c. P
 Beri terapi O2 menurunkan
ergerakan dada
tambahan. atelektasis.
simetris.
 Pantau analisa  Memaksimalkan O2
d. N
gas darah, pada darah arteri dan
ilai GDA normal.
tekanan membantu dalam
PH darah = 7,35-
oksimetri. mencegah hipoksia
7,45.
 Menentukan
PaO2 = 80-100 kecukupan
mmHg. pernapasan,
keseimbangan asam
PaCO2 = 35-45 basa.
mmHg.

HCO3- = 22-26
m.Eq/L

Bersihan jalan Setelah dilakukan  Kaji kepatenen  Ronki, mengi


nafas tidak asuhan keperawatan jalan napas menunjukan
efektif bd selama 3X24 jam, aktivitas sekret
 Beri posisi
akumulasi diharapkan klien yang dapat
semifowler
cairan dapat menimbulkan
 Lakukan
mempertahanakan penggunaan otot-
penghisapan
patensi napas dengan otot asesoris dan
lendir selama
kriteria hasil meningkatkan
10-15 menit
kerja pernapasan.
a. B  Berikan posisi
unyi napas pronelateral/mi  Membantu
vesikuler ring atau memaksimalkan
b. T telentang setiap ekspansi paru dan
idak ada spuntum 2 jam menurunkan
c. M  Berikan upaya
asukan cairan bronkhodilator pernapasan.
adekuat. IV dan aerosol  Pengisapan dan
sesuai indikasi membersihkan
jalan napas dan
akumulasi dari
sekret.
 Posisi semi prone
dapat membantu

15
keluarnya sekret
dan mencegah
aspirasi.
 Membantu
mengencerkan
sekret,
meningkatkan
pengeluaran
sekret.
Hambatan Setelah dilakukan
 Periksa  Mengidentifikasi
mobilitas fisik asuhan keperawatan
kembali kemungkinan
bd gangguan selama 2X24 jam,
kemampuan kerusakan yang terjadi
neuromuskular diharapkan klien
dan keadaan secara fungsional
mampu melakukan
secara
aktifitas fisik dan  Dengan kategori nilai
fungsional
ADL dengan kriteria 2-4 menpunyai resiko
pada kerusakan
hasil: yang terbesar untuk
yang terjadi
terjadinya bahaya.
 Klien mampu  Kaji tingkat  Dapat meningkatkan
pulih kembali kemampuan sirkulasi seluruh
pasca akut dlm mobilitas tubuh dan mencegah
mempertahankan dengan skala adanya tekanan pada
fungsi gerak 0-4 organ yang menonjol.
 Tidak terjadi
0: Klien tidak  Mempertahankan
komplikasi,
bergantung fungsi sendi dan
 Mampu
orang lain. mencegah resiko
mempertahankan
1: Klien butuh tromboplebitis.
keseimbangan
fungsi tubuh. sedikit  Meningkatkan
bantuan. sirkulasi dan
2: Klien butuh meningkatkan
bantuan elastisitas kulit dan
sederhana. menurunkan resiko
terjadinya ekskariasi
3: Klien butuh kilit
bantuan atau
peralatan yang  Mempertahankan
banyak. mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal
4: Klien butuh
ekstremitas dan
sangat
menurunkan
bergantung
terjadinya vena statis
pada orang lain
 Meningkatkan
 Atur posisi
kesembuhan dan
klien dan ubah
membentuk kekuatan
posisi secara
otot
teratur tiap dua
jam sekali

16
 Bantu klien
melakukan
gerakan sendi
secara teratur.
 Pertahankan
linen tetap
bersih dan
bebas kerutan
 Bantu untuk
melalukan
latihan rentang
gerak
aktif/pasif
 Anjurkan klien
untuk tetap ikut
serta dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADL sesuai
kemampuan
1.

2.5 Implementasi Keperawatan


NO Dx Keperawatan Implementasi
1 Nyeri akut  Mengkaji tingkat nyeri pasien
 Mengajarkan teknik relaksasi dan
distraksi (mendengarkan murotal
al-qu’ran)
2 Perubahan perfusi jaringan  Mengkaji status neurologis yang
serebral b.d hipoksia berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, terutama CGS.
 Memberikan obat-obatan
antiedema seperti manito, gliserol
dan losix sesuai indikasi

3 Perubahan persepsi sensori b.d  Mengkaji respon sensori terhadap


defisit neorologis panas atau dingin, raba atau
sentuhan.
 Berikan keamanan klien dengan
pengamanan sisi tempat tidur, bantu

17
latihan jalan dan lindungi dari
cidera.
4 Pola napas tidak efektif b.d  Memantau frekuensi, irama dan
kerusakan pusat pernapasan di kedalaman pernapasan.
medula oblongata  Melakukan terapi nasal kanul
5 Bersihan jalan nafas tidak
 Memberikan tindkan nebulisasi
efektif bd akumulasi cairan
penghisapan lendir Berikan posisi
pronelateral/m
 Berikan bronkhodilator IV dan
aerosol sesuai indikasi
6 Gangguan mobilitas fisik
 Kaji tingkat kemampuan mobilitas
dengan skala 0-4

 Bantu untuk melalukan gerakan


sndi secara teratur

2.6 Evaluasi keperawatan


A. Jangka pendek
1. Tercapai sebagian, pasien menunjukan prilaku tapi tidak sebaik yang ditetapkan
dalam pernyataan tujuan
2. Klien menunjukan perilaku dan respon yang baik dan sesuai dengan pernyataan
tujuan yang ditetapkan
a. Tingkat kesadaran normal
b. Tanda – tanda vital stabil
c. Fungsi alat indra baik
B. Jangka Panjang
1. Berhasil, perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang di tetapkan ditujuan.
a. Klien mampu pulih kembali pasca cedera dalam mempertahankan
fungsi gerak
b. Klien kembali koperatif dengan lingkungannya.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otak tersimpan di dalam cranium yang kaku. Cedera kepla apapun yang
menyebabkan pembengkakan atau perdarahan di dalam cranium akan mengakibatkan
kompresi otak, yang dapat mengakibatkan kerusakan neurologis yang permanen

19
bahkan kematian. Penilaian terhadap penderita trauma kepala dimulai dengan
penilaian tingkat kesadaran dan tanda lateralisasi.
Trauma kepala dapat mengakibatkan cedera mulai dari komosio sampai
perdarahan intracranial yang mengancam jiwa. Perdarahan pada wajah dan scalp serta
fraktur akan berhubungan dengan potensi cedera otak.
3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat menerapakan
perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera pada kepala.
Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik.
Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Cedera Kepala
dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan asuhan keperawatan pada
pasien penderita Cedera Kepala dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
 American College of Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support (ATLS) 10 th
Edition. Chinago: American College of Surgeons
 Campbell, J. E (2012). International Trauma Life Support 7 th Editon. United States of
America: Pearson Education, Inc.

20
 Askin. Z. 2011. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Peatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Nafas. Jakarta
 Ceicly. L & Linda A. 2017. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Holistik, Volume ii.
Jakata : EGC. Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu
Populer
 Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.

21

Anda mungkin juga menyukai