Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan kematian pada bayi dengan
memberikan vaksin. Dengan imunisasi, seseorang menjadi kebal terhadap penyakit
khususnya penyakit infeksi. Dengan demikian, angka kejadian penyakit infeksi akan
menurun, kecacatan serta kematian yang ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono,
2010).
Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox). Padatahun 1778,
Edward Jenner, berhasil mengembangkan vaksin cacar dari virus cacar sapi atau cowpox.
Sebelum ditemukan vaksin cacar, penyakit ini sangat ditakuti masyarakat karena sangat
mematikan, bahkan penyakit ini sempat menyebar ke seluruh dunia dan menelan banyak
jiwa (Achmadi, 2006). Namun saat ini, kejadian penyakit cacar jarang ditemukan karena
WHO telah berhasil memberantasnya melalui program imunisasi. Tidak hanya cacar
(smallpox), angka kejadian penyakit-penyakit infeksi lain juga menurun dengan
ditemukannya vaksin terhadap penyakit-penyakit tersebut (Depkes, 2006).
Strategisnya imunisasi sebagai alat pencegahan, menjadikan imunisasi sebagai
program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit
yang utama di dunia. Di Indonesia, imunisasi merupakan andalan program kesehatan
(Achmadi, 2006). Imunisasi bayi dan anak dipandang sebagai perlambang kedokteran
pencegahan dan pelayanan kesehatan. Angka cakupan imunisasi sering dipakai sebagai
indikator pencapaian pelayanan kesehatan (Marimbi, 2010). Pada tahun 1974, WHO
mencanangkan Expanded Programme on Immunization (EPI) atau Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), yaitu dengan cara meningkatkan cakupan
imunisasi pada anak-anak di seluruh belahan dunia. Hasil dari program EPI ini cukup
memuaskan, dimana terjadi peningkatan angka cakupan imunisasi dunia dari 5% menjadi
80% (Ali, 2003). Di Indonesia, PPI mulai diselenggarakan tahun 1977 dan berfokus pada
campak, tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio.

1
Sementara imunisasi hepatitis B dimasukkan terakhir karena vaksin hepatitis B baru
tersedia pada tahun 1980-an (Depkes, 2005).
Salah satu indikator keberhasilan program imunisasi adalah tercapainya Universal
Child Immunization (UCI). Pencapaian UCI merupakan gambaran cakupan imunisasi
pada bayi (0-11 bulan) secara nasional hingga ke tingkat pedesaan. WHO dan UNICEF
menetapkan indikator cakupan nisasi adalah 90% di tingkat nasional dan 80% di semua
kabupaten. Pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai target UCI, dimana paling sedikit
80% bayi di setiap desa telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebelum berumur
satu tahun (Depkes, 2005). Salah satu faktor yang berperan penting terhadap pemberian
imunisasi dasar secara lengkap pada bayi adalah orangtua, khususnya ibu. Menurut
penelitian Ningrum (2006), pengetahuan dan motivasi ibu memiliki hubungan yang
signifikan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ibu dengan pengetahuan dan
motivasi yang baik akan meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
Riskesdas (2010), juga menyebutkan bahwa pendidikan, pekerjaan, dan tingkat
pengeluaran per kapita berhubungan dengan persentase anak umur 12-23 bulan yang
mendapatkan imunisasi dasar. Semakin tinggi tingkat pendidikan, pekerjaan, dan
pengeluaran per kapita keluarga maka semakin tinggi cakupan imunisasi pada anak

B. RUMUSAN MASALAH
Menjelaskan kebutuhan Imunisasi pada neonatus,bayi,anak dan Prasekolah

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Neonatus,bayi,balita dan Anak Prasekolah
D. MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah mengetahui kebutuhan imunisasi Neonatus,bayi,anak
danPrasekola

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten Imunisasi.
Anak di Imunisasi berarti di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu.anak kebal terhadap suatu penyakit tertentu anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
(Kemenkes RI,
2013).
Vaksin adalah antigen berupa migroorganisme yang sudah mati,masih hidup tapi
sudah di lemahkan masih utuh atau bagiannya yang telah di olah berupa tosin
mikroorganisme yang telah di olah menjadi toksid,protein rekombinan yang apa
bila telah di berikan ke pada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara katif terhadap penyakit infeksi tertentu.
2. Tujuan Imunisasi
Tujuan umum dari imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan,kematian dan
kecatatan akibat penyakit yang bias di cegah dengan Imunisasi ( PD31)
a. Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010,)
a) Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
b) Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
c) Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan
mortalitas (angkakematian) pada balita
b. Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:
a) Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi
di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014
b) Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden
di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun
2013

3
c) Global eradikasi polio pada tahun 2018.
d) Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015 dan pengendalian
penyakit rubella 2020.
e) Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta
pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste
disposal management) (Kemenkes RI, 2013)
3. Manfaat Imunisasi
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya
dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan
oleh :
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani
masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga
yang terencana, agar sehat dan berkualitas
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.
4. Sasaran Imunisasi
Table sasaran Imunnisasi pada Anak Balita
Jenis Imunisasi Usia pemberian Jumlah pemberian Interval
pemberian
Hepatitis B 0-7 hari 1 -
BCG 1 bulan 1 -
POLIO/IPV 1,2,3,4 bulan 4 4 minggu
DPT-HB-Hib 2,3,4 bulan 3 4 minggu
CAMPAK 9 bulan 1 -
Sumber: dijen PP dan PL DEPKES RI .2013

Table sasaran Imunisasi anak balita

4
Jenis Imunisasi Usia pemberian Jumlah pemberian
DPT-HB-Hib 18 bulan 1
Campak 24 bulan 1
Sumber: dijen PP dan PL DEPKES RI .2013

Table sasaran Imunisasi pada sekolah dasar ( SD/SEDERAJA )


Sasaran Jenis Imunisasi Waktu pemberian keterangan
Kelas 1 SD CAMPAK Bulan Agustus BULAN
Kelas 1 SD DT Bulan November
IMUNISASI ANAK
Kelas 2 dan 3 SD Td Bulan Novemer
SEKOLAH ( BIAS )
Sumber: dijen PP dan PL DEPKES RI .2013

Tabel Sasaran Imunisai Wanita Usia Subur


Jenis Imunisasi Usia pemberian Masa perlindungan
TT1 - -
TT2 1 bulan setelah TT1 3 Tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 Tahun
TT4 12 Bulan setelah TT3 10 Tahun
TT5 12 bulan setelah TT4 25 Tahun
Sumber: dijen PP dan PL DEPKES RI .2013

5. Jenis Imunisasi
1) Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu.
terdiri dari :
Imunisasi rutin

Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus
menerus harus dilaksanakan pada periode tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi:

a. BCG
Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis
(TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama
Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama
menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh lainnya juga

5
dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu TBC). Mycobacterium
tuberculosis biasanya ditularkan melalui batuk seseorang.
Vaksi BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung ycrobacterium
bovis hidup yang di lemahkan ( basciilus calmette Guerin ) strain paris
Indikasi : untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis
a) Cara pemberian daan dosis :
1. Dosis pemberian 0,05 ml,sebanyak 1 kali
2. Di suntikkan secara Intrakutan de daerah lengan kanan atas
( Insersio musculus deltoeideus ), dengan menggunakan ADS
0,05
b) Kontra indikasi:
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi:
1. Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun,
seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
2. Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang
menderita TBC
c) Efek samping :
2-6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul
bisul kecil ( papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi
ulserasi dla waktu 2-4 bulan,kemudian menyembuh perlahan
dengannmenimbulakan jaringan parut dengan diameter 2-10mm

d) Penanganan efek samping:


Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu di kompres dengan
cairan antiseotic,apabila cairan bertambah banyak atau koreng
semakin membesar anjurkan orang tua membawa bayi ke dokter.

b. DPT-HB-Hib (Difteri, Pertusis, dan Tetanus- hepatitis)

Vaksin DPT-HB-Hib di gunakan untuk pencegahan terhadap difteri,


tetanus,pertussis ( batuk rejan ),nhepatitis B dan Haemophilus Influinsae
tipe b seacara stimulant

6
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga) kali
pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada bayi
yang belum pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah
pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB dosis pertama atau kedua, tetap
dilanjutkan dengan pemberian imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis
ketiga. Untuk mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan imunisasi
lanjutan kepada anak batita sebanyak satu dosis pada usia 18
a) Cara pemberian :
Vaksin harus di suntikkan secara Intramuskular pada anterolateral
paha atas. satu dosis anak adalah 0,5 ml
b) Kontra aiandikasi :
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahiratau kelainan
sarafseri
c) Efeksamping :
Reaksi local sementara seperti bengkak ,nyeri,dan kemerahan pada
lokasisuntikan di sertai demamdapat timbul dalam sejumlah yang
besar kasus kadang kadang reaksi berat seperti demam tinggi
irritabilitas ( rewel ),dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi
dalam 24 jam setelaah pemberian
d) Penanganan efek samping :
Orang tua di anjurkan untuk memberikan minum lebih banyak ASI
jika demam kenakan pakaian tipus.bekas suntikan yang nyeri dapat di
kompres air dingin.jika demam berikan paracetamol 15mg/kgBB
setiap 3-4 jam ( maksimal 6 kali dalam 24 jam ) bayi boleh mandi
atau cukup deseka dengan air hangat jika reaksi memberat dan
menetap bawa bayi ke dokter.
c. Hepatitis B
Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivaskan dan bersifat non-
infecious,berasal dari HBsAG.

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan


kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang
dapat merusak hati (Maryunani, 2010)
1. Cara pemberian :
7
Dosis 0,05 atau 1 ( buah ) HB PID secara Intramuskular
sebaiknya pada anterolateral paha,pemberian sebnyak 3 dosis dosis
pertama pada usia 0-7 hari dosis berikutnya interval minimum 4
minggu ( 1 bulan )
2. Kontra indikaasi ;
Penderita infeksi berat yang di sertai kejang
3. Efeksamping:
Reaksi local seperti rasa sakit,kemerahan dan pembengkakandi
sekitartempat penyuntikan.reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.
4. Penanganan Efek samping :
Orang tua di anjurkan untuk memberikan minum lebih
banyak ( ASI ) jika demam ,kenakan pakaian tipis.bekas suntikan
yang nyeri dapat di kompres air dingin.jika demam berikan
paracetamol 15mg/kgBB setiap 3-4 jam (maksimal 6 jam dalam 24
jam)
d. Polio
merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan
vaksin DPT
vaksi polio oral ( Oral polio Vaccine OPV )
vaksin polio Trivalent yang terdiri dari suspense viru poliomyelitis tipe 1,
2,dan 3 ( stain sabin) yang sudah di lemahkan.

1. Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis
2. Kontra indikasi
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang
yang menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya

yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Namun, jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka
dosis ulang dapat diberikan setelah sembuh.
3. Cara pemberian dan dosis:

8
Secara oral ,1 dosis ( dua tetes ) sebanyak 4 kali (polio I, II,
III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi
ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian
pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD
(12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
langsung kemulut anak atau dengan atau dengan menggunakan
sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus
menggunakan penetes (dropper) yang baru.
4. Efek samping :
Pada umunya tidak terdapat efek samping. Efek samping
berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin jarang terjadi.
5. Penanganan efek samping
Orang tua tidak perlu melakukan apa pun
e. Imunisasi campak
Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit
virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat
infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari
setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne)

1. Cara pemberian dan dosis


pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat
dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum
disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut
steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian
suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan.
2. Efek samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

3. Kontraindikasi
Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang
mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukimia, dan limfoma
6. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
9
Sesuai dengan Permenkes Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi, jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi dapat dilihat pada
tabel
dibawah ini :
Waktu Pemberian (usia) Jenis imunisasi yang diberikan
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

7. KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi)


a. Definisi KIPI
Kejadian ikutan paska imunisasi adalah sebagai reaksi simpangan yang
dikenal sebagai kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI) atau events
following immunization (AEFI) adalah kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek
samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau
kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal
yang tidak dapat ditentukan Pada keadaan tertentu lama pengamatan
KIPI dapat mencapai masa 42 hari (artritis kronik paska vaksinasi
rubela), atau bahkan sampai 6 bulan (infeksi virus campak vaccine-
strain pada pasien imunodefisiensi paska vaksinasi campak, dan polio
paralitik serta infeksi virus polio
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat
merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang
bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin
antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effect),

interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang


umumnya secara klinis sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Efek
farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi
karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan
kepekaan sesorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang
10
genetik. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin
campak, gendong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan
preservatif (neomisin, merkuri), atau unsur lain yang terkandung
dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat
terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi
serta penyimpangan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik
pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara
kebetulan.
b. Epidemiologi KIPI
kejadian ikutan paska imunisasi akan timbul setelah pemberian
vaksin dalam jumlah besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin
dihasilkan melalui fase uji klinis yang lazim, yaitu fase 1, 2, 3, dan 4.
Uji klinis fase 1 dilakukan pada binatang percobaan sedangkan fase
selanjutnya pada manusia. Uji klinis fase 2 untuk mengetahui
keamanan vaksin (reactogenicity and safety), sedangkan pada fase 3
selain keamanan juga dilakukan uji efektivitas (imunogenisitas) vaksin
c. Klasifikasi KIPI
Komnas Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (Komnas PP KIPI)
Mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi,
1. Klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pacific (1999) untuk petugas
kesehatan dilapangan. Sesuai dengan manfaatnya dilapangan maka
Komnas PP KIPI memakai kriteria WHO Western Pacific untuk memilah
KIPI dalam
lima kelompok penyebab, yaitu Kesalahan program/ teknik pelaksanaan
(programmatiu c errors) Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan
masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi
kesalahan program penyimpanan, penggelolaan, dan tata laksana

pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai


tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
a. Dosis antigen (terlalu banyak)
b. Lokasi dan cara menyuntik
c. Sterilisasi semprit dan jarum suntik
11
d. Jarum bekas pakai
e. Tindakan aseptik dan antiseptik
f. Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
g. Penyimpanan vaksin
h. Pemakaian sisa vaksin
i. Jenis dan jumlah pelarut vaksin
j. Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk emakaian, indikasi
kontra dan lain-lain
2. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara
klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis
hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan risiko kematian. Reaksi
simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk
pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus,
perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya
termasuk kemungkinan interaksi dengan obat ataupun vaksin lain.
Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanaggapi dengan baik oleh pelaksana
imunisasi
1. Reaksi local
a. Rasa nyeri ditempat suntikan
b. Bengkak kemerahan di tempat suntikan sekitar 10%
c. Bengkak pada suntikan DPT dan tetanus sekitar 50%
d. BCG scar terjadi minimal setelah 2 minggu kemudian
e. ulserasi dan sembuh setelah beberapa bulan
2. Reaksi sistemik
a. Demam pada sekitar 10%, kecuali DPT hampir 50%, juga reaksi lain
seperti iritabel, malaise, gejala sistemik

b. MMR dan campak, reaksi sistemik disebabkan infeksi virus vaksin.


Terjadi demam dan atau ruam dan konjungtivitis pada 5%-15% dan
lebih ringan dibandingkan infeksi campak tetapi berat pada kasus
imunodefisiensi.

12
Pada mumps terjadi reaksi vaksin pambengkakan kelenjar parotis,
rubela terjadi rasa nyeri sendi 15% dan pembengkakan limfe
3. Reaksi vaksin berat
a. kejang
b. Trombositopenia
c. Hypotemic hyperesponsive episode/ HHE
c. Persistent inconsolable csreaning bersifat self-imiting dan tidak
merupakan masalah jangka panjang
d. sefalopati akibat imunisasi campak atau DPT

Daftar pustaka
Cahyono suharjo.B. 2010 Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi
Noordiatih.2018 Asuhan kebidanan Neonatus,bayi balita,dan anak prasekolah
URNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012,

13
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing

factor factor yang berhubungan dengan pemberian Imunisasi dasar lengkap pada bayi

jurnal endurance februari 2018

14

Anda mungkin juga menyukai