Anda di halaman 1dari 38

Makalah Persalinan

DISUSUN OLEH :
1. David kurniawan
2. Indah putriana
3. Nola silvanda
4. Nurul fitri
5. Rini rosani
6. Risma indah meilina
7. Runanda novianti maulita

DOSEN PEMBIMBING
Hj. Yessi Aprihatin A.Md.Kep.SKM.M.M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PIALA SAKTI PARIAMAN
S1 KEPERAWATAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk dan isi yang
sederhana. Melalui makalah ini, pembaca dapat mengetahui Apa itu persalinan .
            Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
            Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Pariaman, 22 November 2019

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................1
B. Tujuan rumusan masalah ...................................................................2
C. Rumusan masalah ..............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi persalinan .............................................................................4
B. Proses persalinan...............................................................................4
C. Mekanisme persalinan........................................................................7
.............................................................................................................
D. Langkah asuhan persalinan normal................................................... 8
E. Tanda tanda plasenta.........................................................................15
F. Pengertian pastus prisipitatus ..........................................................16
G. Masa nifas ........................................................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................35
B. Saran ................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan merupakan suatu proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya,
tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu
maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan
fasilitas yang memadai. Persalinan dibagi menjadi empat tahap penting dan kemungkinan
penyulit dapat terjadi pada setiap tahap tersebut ( Manuaba, IG, 2011)
Pada persalinan terjadi perubahan fisik yaitu : ibu akan merasa sakit pinggang, sakit
perut, merasa kurang enak, capai, lesu, tidak nyaman, tidak bisa tidur nyenyak. Dan
perubahan psikis yang terjadi yaitu merasa ketakutan sehubungan dengan diri sendiri, takut
kalau terjadi bahaya terhadap dirinya pada saat persalinan, takut tidak dapat memenuhi
kebutuhan anaknya, takut yang dihubungkan dengan pengalaman yang sudah lalu, misalnya
mengalami kesulitan pada persalinan yang lalu, ketakutan karena anggapan sendiri bahwa
persalinan itu merupakan hal yang membahayakan ( Ibrahim,C, 2010 )
Ibu merupakan kesatuan dari Bio Psikososial Spiritual maka perlu perhatian khusus
dari bidan yang dalam menyiapkan fisik dan mental guna meningkatkan serta mencegah
komplikasi lebih lanjut. Bidan merupakan salah satu tenaga dari team pelayanan kesehatan
yang keberadaannya paling dakat dengan ibu yang mempunyai peran penting dalam
mengatasi masalah melalui asuhan kebidanan. Dalam melaksanan asuhan kebidanan bidan
dituntut memiliki wawasan yang luas, trampil dan sikap profesional, karena tindakan yang
kurang tepat sedikit saja dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karenanya diharapkan semua
persalinan yang dialami ibu dapat berjalan normal dan terjamin pula keselamatan baik ibu dan
bayinya. Dalam hal ini Penulis mencoba melakukan study kasus pada Ny. A G1PoA0 umur 28
tahun di BPS Siti Musa’adah, Beringin, Ngaliyan, Semarang.
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang. Kematian pada saat melahirkan biasanya menjadi  faktor utama
mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia atau World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa angka kematian ibu (AKI)
dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara
ASEAN.
Berdasarkan penelitian WHO, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi
(AKB) di seluruh dunia tercatat sebesar 500.000 jiwa pertahun dan Kematian Bayi khususnya
neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak diharapkan mampu
menurunkan angka kematian. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan ibu dan
anak adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKABA), berdasarkan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Angka Kematian Ibu (AKI)
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. (Kementrian Kesehatan RI,2011). Memasuki tahun
2012, Angka Kematian Ibu (AKI) telah menjadi sorotan terkait sulitnya mencapai target
MDGs 2015. Salah satu target MDGs yang ingin dicapai adalah sasaran MDGs ke-5 yaitu
menurunkan sampai dua per tiga rasio AKI dari tahun 1990. Target MDGs tahun 2015 yang
ingin dicapai adalah menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI,
2012)

2. TUJUAN RUMUSAN MASALAH


1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara nyata dan mengembangkan pola pikir ilmiah dalam
memberikan asuhan kebidanan pada kasus persalinan normal sesuai standart Asuhan
Persalinan Normal ( APN ) melalui penerapan manajemen kebidanan
2. Tujuan Khusus
A. Mampu melakukan anamnesa dengan menggunakan komunikasi yang baik dan benar
kepada ibu bersalin, serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
B. Mampu melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara lengkap
dengan benar dan tepat pada ibu bersalin.
C. Mampu menganalisa masalah berdasarkan data atau informasi yang telah diperoleh
melalui anamnesa dan pemeriksaan yang dilakukan.
D. Mampu membuat suatu perencanaan tindakan berdasarkan analisa yang telah
ditentukan.
E. Mampu melaksanakan asuhan secara komprehensif sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun.
F. Mampu melakukan evaluasi dari prosedur pemeriksaan yang dilakukan
G. Mampu membuat pendokumentasian menggunakan metode SOAP.
  

3. RUMUSAN MASALAH
A. Apa yang dimaksud dengan persalinan ?
B. Bagaimana proses persalinan ?
C. Bagaimana mekanisme pada persalinan ?
D. Bagaimana langkah asuhan persalinan normal ?
E. Apa itu tanda tanda plesenta ?
F. Apa itu yang dimaksud pastus presipatatus ?
G. Apa itu masa nifas ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERSALINAN
1.  Persalinan adalah  suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina atau jalan lahir ke dunia luar (Prawiroharjo,S,2011).
2.   Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hidup cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput
janin dari tubuh ibu (UNPAD,2010).
3.   Persalinan adalah  proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
B. PROSES PERSALINAN
Pada proses persalinan menurut (Mochtar,R, 2011) di bagi 4 kala yaitu :
          1).Kala 1  : Kala pembukaan
                          Waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap
(10 cm). Dalam kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase :
a).  Fase laten
  Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks secara bertahap
  Pembukaan kurang dari 4 cm
  Biasanya berlangsung kurang dari 8 jam
b).  Fase aktif
  Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi
adekuat / 3 kali atau lebih dalam 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih)
 Serviks membuka dari 4 ke 10, biasanya dengan kecepatan 1cm/lebih perjam
hingga pembukaan lengkap (10)
  Terjadi penurunan bagian terbawah janin
  Berlangsung selama 6 jam dan di bagi atas 3 fase, yaitu :
Berdasarkan kurva friedman :
  Periode akselerasi, berlangsung selama 2 jam pembukaan menjadi 4cm
   periode dilatasi maksimal, berlangsung selama 2 jam pembukaan berlangsung
cepat dari 4 menjadi 9cm
  Periode diselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan 9cm
menjadi 10cm / lengkap
2). Kala II : Kala pengeluaran janin
Waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengejan mendorong janin hingga
keluar.
Pada kala II ini memiliki ciri khas :
 His terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3menit sekali
 Kepala janin telah turun masuk ruang panggul dan secara reflektoris menimbulkan
rasa ingin mengejan
  Tekanan pada rektum, ibu merasa ingin BAB
 Anus membuka
Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum
meregang, dengan his dan mengejan yang terpimpin kepala akan lahir dan diikuti
seluruh badan janin.
Lama pada kala II ini pada primi dan multipara berbeda yaitu :
      Primipara kala II berlangsung 1,5  jam - 2 jam
      Multipara kala II berlangsung  0,5 jam - 1 jam
Ada 2 cara ibu mengejan pada kala II yaitu menurut dalam letak berbaring,
merangkul kedua pahanya dengan kedua lengan sampai batas siku, kepala diangkat sedikit
sehingga dagu mengenai dada, mulut dikatup; dengan sikap seperti diatas, tetapi badan
miring kearah dimana punggung janin berada dan hanya satu kaki yang dirangkul yaitu
yang sebelah atas . (JNPKR dan Depkes, 2012)
3). Kala III : Kala uri
Yaitu waktu pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah bayi lahir kontraksi
rahim berhenti sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi
plasenta  yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his
pengeluaran dan pelepasan uri, dalam waktu 1 – 5 menit plasenta terlepas terdorong
ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan (brand
androw, seluruh proses biasanya berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir. Dan pada
pengeluaran plasenta biasanya disertai dengan pengeluaran darah kira – kira 100-200cc.
Tanda kala III terdiri dari 2 fase :
      1) Fase pelepasan uri
Mekanisme pelepasan uri terdiri atas:
a.     Schultze
Data ini sebanyak 80 % yang lepas terlebih dahulu di tengah kemudian terjadi
reteroplasenterhematoma yang menolak uri mula – mula di tengah kemudian
seluruhnya, menurut cara ini perdarahan biasanya tidak ada sebelum uri lahir dan banyak
setelah uri lahir.
b.     Dunchan
Lepasnya uri mulai dari pinggirnya, jadi lahir terlebih dahulu dari pinggir (20%)
Darah akan mengalir semua antara selaput ketuban
c.    Serempak dari tengah dan pinggir plasenta
      2) Fase pengeluaran uri
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu :
        1)   Kustner
Meletakkan tangan dengan tekanan pada / diatas simfisis, tali pusat diregangkan, bila
plasenta masuk berarti belum lepas, bila tali pusat diam dan maju (memanjang) berarti
plasenta sudah terlepas.
        2)  Klien
Sewaktu ada his kita dorong sedikit rahim, bila tali pusat kembali berarti belum lepas, bila
diam/turun berarti sudah terlepas.
        3)  Strastman
Tegangkan tali pusat dan ketuk pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti  belum lepas, bila
tidak bergetar berarti sudah terlepas.
      4)  Rahim menonjol diatas symfisis
      5)  Tali pusat bertambah panjang
      6)  Rahim bundar dan keras
      7)  Keluar darah secara tiba-tiba
         4). Kala IV:  Kala pengawasan
Yaitu waktu setelah bayi lahir dan uri selama 1-2 jam dan waktu dimana untuk
mengetahui keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum.

C. MEKANISME PERSALINAN
Mekanisme persalinan merupakan gerakan-gerakan janin pada proses persalinan yang
meliputi langkah sbb :
a) Turunnya kepala, meliputi :
 Masuknya kepala dalam PAP
  Dimana sutura sagitalis terdapat ditengah – tengah jalan lahir tepat diantara
symfisis dan promontorium ,disebut synclitismus.Kalau pada synclitismus
os.parietal depan dan belakang sam tingginya jika sutura sagitalis agak kedepan
mendekati symfisis atau agak kebelakang mendekati promontorium disebut
Asynclitismus.
 Jika sutura sagitalis mendekati symfisis disebut asynclitismus posterior jika
sebaliknya disebut asynclitismus  anterior.
b) Fleksi
Fleksi disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan
dari pinggir PAP serviks, dinding panggul atau dasar panggul.
c) Putaran paksi dalam
Yaitu putaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari
bagian depan memutar ke depan ke bawah symfisis.
d) Ekstensi
Setelah kepala di dasar panggul terjadilah distensi dari kepala hal ini disebabkan
karena lahir pada intu bawah panggul mengarah ke depan dan keatas sehingga kepala
harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya.
e) Putaran paksi luar
Setelah kepala lahir maka kepala anak memutar kembali kearah punggung anak
torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
f) Ekspulsi
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar sesuai arah punggung dilakukan
pengeluaran anak dengan gerakan biparietal sampai tampak ¼ bahu ke arah anterior dan
posterior dan badan bayi keluar dengan sangga susur.

D. LANGKAH ASUHAN PERSALINAN NORMAL


1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
a. Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
b. Ibu merasa takanan yang semakin meningkat pada rektum dan
vagina
c.  Perineum tampak menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru
lahir. Untuk asfiksia 
a. tempat yang datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering,
lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
b. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal
bahu bayi
c. Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partus set
3. Pakai celemek plastik.
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan
handuk yang bersih dan kering.
5. sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai
sarung tangan  DTT atau steril) dan letakkan di partus set/wadah DTT atau
steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan
ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi dengan
DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan
dan rendam larutan klorin 0,5 %)
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
a. Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap
maka lakukan amniotomi.
9.  Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan
dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5 % selama
10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa DJJ setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa
DJJ  dalam batas normal (120 – 160x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ  tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua
hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
11.  Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman
penatalaksanaan fase aktif)
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka
untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran
dengan benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk
atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13. Laksanakan bimbingan meneran saat ibu marasa ada dorongan kuat untuk
meneran.
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara baik dan efektif
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
c. Bantu ibu mengambil posisi nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
f. Berikan cukup asupan cairan per oral (minum)
g.  Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
h. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah
120  menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam)
meneran (multigravida)
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi di perut ibu, jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm).
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan tangan yang dilapisi dnegan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk meneran perlahan atau
bernafas cepat dan dangkal.
20.  Seka dengan lembut muka, mulut, dan hidung bayi dengan kasa/kain bersih.
21. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a.  Jika tali pusat melilit leher secara  longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi
b. Jika tali pusat  melilit leher secara kuat, klem tali pusat  di
dua tempat dan potong diantara dua klem tersebut
22. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
23. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparetal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala
ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
24. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
25. Seteleh tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara mata kaki dan pegang masing-masing mata kaki ibu jari
dan jari-jari lainnya).
26. Penilaian segera bayi baru lahir.
27.  Keringkan tubuh bayi, bungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian tali
pusat.
28. Jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali
pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2cm distal dari
klem pertama.
29.  Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit dan lakukan
pengguntingan (lindungi perut bayi) tali pusat diantara 2 klem tersebut.
30. Ganti handuk yang basah dengan handuk/kain baru yang bersih dan kering,
selimuti dan tutup kepala bayi dan biarkan tali pusat terbuka. Tali pusat tidak
perlu ditutup dengan kassa atau diberi yodium tapi dapat dioles dengan
antiseptik.
a.  Jika bayi mangalami kesulitan bernafas, lihat penatalaksanaan
asfiksia
31.  Berikan bayi  kepada ibunya dan anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan
untuk memulai pemberian ASI.
32. Letakkan kain bersih dan kering pada perut ibu, periksa kembali uterus untuk
memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
33. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik agar uterus berkontraksi baik.
34.  Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan
oksitosin).
35. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
36. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simpisis untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
37. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorsokranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir
setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
a. Jika uterus tidak segera  berkontraksi minta ibu, suami datau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu
38. Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas.
Minta ibu meneran sambil  penolong  menarik tali pusat dengan arah sejajar
lantai dan kemudian ke arah atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorsokranial).
39. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada tempat yang telah disediakan.
a.  Jika selaput ketuban robek, pakai serung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari
tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput
yang tertinggal.
40. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras)
a.  Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik masase.
41. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian meternal maupun fetal dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan palsenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus.
42. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
panjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
44.  Celupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5 %, bilas kedua tangan tersebut dengan air DTT dan keringkan
dengan kain yang bersih dan kering.
45. Selimuti bayi dan tutupi bagian kepalanya dengan handuk atau kain bersih
dan kering.
46.  Minta ibu memulai pemberian ASI secara dini (30-60 menit setelah bayi
lahir).
47. . Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
a.  2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang
sesuai untuk penatalaksanaan atonia uteri
48. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
49.  Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
50. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15menit selama
1jam pertama pascapersalinan dan setiap 30menit selama jam kedua
pascapersalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pascapersalinan
b. Melakukan tindakan ynag sesuai untuk temuan yang tidak normal.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5 % untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir, dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5 %.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 %, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58.  Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV dan lakukan penimbangan bayi, beri tetes mata profilaksis
dan vitamin K 0,

E. TANDA TANDA PLESENTA

Tanda-tanda lepasnya placenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah


ini :

A. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya dibawah pusat.
B. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear dan fundus berada diatas pusat (seringkali
mengarah kesebelah kanan)
C. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(Tanda Ahfeld).
D. Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang
plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya
gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang
diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yant terlepas.

F. PENGERTIAN PASTUS PRESIPITATUS


Adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat dari persalinan,
berakhir kurang dari 3 jam dari awal kelahiran, dan melahirkan di luar rumah sakit adalah
situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko komplikasi dan/atau hasil
yang tidak baik pada klien/janin. (Doenges, 2011).
Partus presipitatus yaitu persalinan yang sangat cepat-dapat terjadi akibat resistensi
jaringan lunak jalan lahir yang terlalu kuat, atau yang sangat jarang, akibat tidak adanya
rasa nyeri sehingga pasien tidak menyadari partusnya terlalu kuat.menurut Hughes
(1972), partus presipitatus berakhir dengan pengeluaran janin dalam waktu kurang dari 3
jam. Persalinan singkat, yang didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan serviks 5
cm/jam atau lebih untuk nulipara dan 10 cm/jam untuk multipara, menyertai solusio (20
persen), mekonium, perdarahan postpartum (20 persen), penyalahgunaan kokain, dan
skor APGAR yang rendah. sebagian besar (93 persen) wanita adalah multipara dan
biasanya memperlihatkan kontraksi uterus yang lebih sering dari 2 menit sekali

1.EFEKPADAIBUPARTUSPRESIPITATU
jarang disertai penyulit serius pada Ibu apabila serviks sudah mengalami pendataran
dan mudah membuka, vagina sudah mudah teregang sebelumnya, dan perineum dalam
keadaan lemas (relaksasi).Sebaliknya, kontraksi uterus yang terlalu kuat disertai serviks
yang panjangserta jalan lahir yang kaku, dan vagina, vulva atau perineum yang tidak
teregang dapat menyebabkan ruptur uteri atau laserasi luas di serviks, vagina, vulva atau
perineum.Dalam keadaan yang terakhir, emboli cairan ketuban yang langka itu besar
kemungkinannya untuk terjadi. Uterus yang berkontraksi terlalu kuat sebelum janin lahir
lebih besar kemungkinannya mengalami hipotonia setelah melahirkan disertai perdarahan
dari tempat perlekatan plasenta sebagai akibatnya
2. EFEK PADA JANIN
Mortalitas dan morbiditas perinatal akibat partus presipitatus mungkin meningkat
secara bermakna karena beberapa hal.Pertama, kontraksi uterus yang amat kuat dan
sering dengan interval relaksasi yang sangat singkat akan menghalangi aliran darah
uterus dan oksigenasi darah janin. Kedua, tahanan yang diberikan oleh jalan lahir
terhadap proses ekspulsi kepala janin dapat menimbulkan trauma intrakranial meskipun
keadaan ini seharusnya jarang terjadi. Ketiga, pada proses kelahiran yang tidak
didampingi, bayi bisa jatuh ke lantai dan mengalami cedera atau memerlukan resusitasi
yang tidak segera tersedia.
3. PENATALAKSANAAN
Kontraksi uterus spontan yang kuat dan tidak lazim, tidak mungkin dapat diubah
menjadi derajat kontraksi yang bermakna oleh pemberian anastesi. Jika tindakan anastesi
hendak dicoba, takarannya harus sedemikian rupa sehingga keadaan bayi yang akan
dilahirkan itu tidak bertambah buruk dengan pemberian anastesi kepada ibunya.
Penggangguan anastesi umum dengan preparat yang bisa mengganggu kemampuan
kontraksi rahim, seperti haloton dan isofluran, seringkali merupakan tindakan yang
terlalu berani. Tentu saja, setiap preparat oksitasik yang sudah diberikan harus dihentikan
dengan segera. Preparat tokolitik, seperti ritodrin dan magnesium sulfat parenteral,
terbukti efektif. Tindakan mengunci tungkai ibu atau menahan kepala bayi secara
langsung dalam upaya untuk memperlambat persalinan tidak akan bisa dipertahankan.
Perasat semacam ini dapat merusak otak bayi tersebut.
g. MASA NIFAS
1. Definisi Nifas Masanifas (Puerperium) adalah mulai partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti
sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Prawirohardjo, 2005). Masa nifas yaitu
masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti prahamil. Lama pada masa ini berkisar sekitar 6 – 8 minggu. (Bahiyatun, 2009)

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan,
dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya
minggu atau 40 hari pascapersalinan. (Jannah, 2011)
Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran.Lamanya “perode” ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara
sampai 6 minggu walaupun merupakan masa relatif tidak kompleks dibandingkan dengan
kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan
tersebut mungkin hanya sedikit menganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga
dapat terjadi.(Williams, 2013)
1. Aspek Anatomis, Fisiologis, dan Klinis
a. Vagina dan Ostium Vagina Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya
membentuk saluran yang berdinding halus dan lebar yang ukurannya b erkurang
secara perlahan namun jarang kembali ke ukuran saat nulipara. Rugae mulai
muncul kembali pada minggu  ketiga namun tidak semenonjol sebelumnya.
Himen tinggal berupa potong-potongan kecil sisa jaringan, yang membentuk
jaringan parut disebut carunculae myrtiformes.Epitel vagina mulai berproliferasi
pada minggu ke-4 sampai ke-6, biasanya bersamaan dengan kembalinya produksi
estrogen ovarium.Laserasi atau peregangan perineum selama pelahiran dapat
menyebabkan relaksasi ostium vagina.Beberapa kerusakan pada dasar panggul
mungkin tidak dapat dihindari, dan kelahiran merupakan predisposisi prolapsus
uteri, inkontinensia uri dan alvi. Ini merupakan masalah yang mendapat perhatian
besar pada saat ini dan didiskusikan .(Williams, 2013)
b. Uterus
Pembuluh darah terdapatnya peningkatan aliran darah uterus masif yang penting
untuk mempertahankan kehamilan, dimungkinkan oleh adanya hipertofi dan
remondeling signifikan yang terjadi pada semua pembuluh darah pelvis.
(Williams, 2013).
c. Segmen serviks dan uterus bagian bawah Selama persalinan, batas serviks bagian
luar, yang berhubungan dengan ostium externum, biasanya mengalami laserasi,
terutama di lateral.Pembukaan serviks berkontraksi secara perlahan dan selama
beberapa hari setelah persalinan masih sebesar dua jari.Di akhir minggu pertama,
pembukaan ini me nyempit, serviks menebal dan kanalis endoservikal kembali
terbentuk.(Williams, 2013).
d. Involusi uteri Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang berkontraksi
tersebut terletak sedikit di bawah umbillikus.Bagian tersebut sebagian besar terdiri
dari miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua basalis.
Dinding posterior dan anterior, dalam jarak yang terdekat, masing-masing
tebalnya 4 sampai 5 cm. Segera setelah postpartum berat uterus menjadi kira-kira
1.000 g, karena pembuluh darah ditekan oleh miometrium yang berkontraksi,
maka uteus pada bagian tersebut tampak iskemik di bandingkan dengan uterus
hamil yang hiperemsis berwarna ungu-kemerahan.(Williams,2013).

e. Nyeri setelah melahirkan Pada primipara uterus cenderung tetap berkontraksi


secara tonik setelah pelahiran. Akan tetapi pada multipara , uterus sering
berkontraksi dengan kuat pada inversal tertentu dan menimbulkan nyeri setelah
melahirkan, yang mirip dengan nyeri pada saat persalinan tetapi lebih ringan.
Nyeri ini semakin terasa sesuai dengan meningkatnya paritas dan menjadi lebih
buruk ketika bayi menyusi, kemungkinan besar karena pelepasan
oksitosin.Biasanya, nyeri setalah melahirkan berkurang intensitasnya dan menjadi
lebih ringan pada hari ketiga.(Williams, 2013).
f. Lokia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan timbulnya duh
vagina dalam jumlah yang beragam.Duh tersebut dinamakan lokia dan terdiri dari
eritosit, potongan jaringan desidua, sel epitel, dan bakteri. Pada beberpa hari
pertama setalah pelahiran, duh tersebut berwarna merah karena adanya darah
dalam jumlah yang  cukup banyak. Lokia rubra setelah 3 atau 4 hari,lokia menjadi
semakin pucat- lokia serosa setelah  kira-kira pada hari ke-10  karena campuran
leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia berwarna putih atau putih
kekuningan- lokia alba lokia bertahan selama 4 sampai 8 minggu setelah pelahiran
(Williams, 2013).
g. Payudara dan Laktasi
1. Kolostrum
Setelah pelahiran, payudara mulai menyekresi kolostrum, suatu cairan yang
berwarna kuning lemon tua.Cairan ini biasanya keluar dari papila mammae
pada hari kedua pascapartum. Dibandingkan dengan air susu biasa,
kolostrum mengandung lebih banyak mineral dan asam amino. Kolostrum
juga mengandung lebih banyak protein, sebagian besarnya adalah globulin,
namun sedikit gula dan lemak. Sekresi berlanjut selama kira-kira 5 hari,
dengan berubah secara perlahan menjadi air susu matang selama 4 minggu
berikutnya. Kolostrum mengandung antibodi , dan immunoglobulin A (IgA)
yang dikandungkan memberikan perlindungan bagi neonatus terhadap
patogen enterik. Faktor pertahanan tubuh lainnya yang ditemukan
dikolostrum dan susu mencakup komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin,
laktoperoksidase, dan lisozim. (Williams, 2013).
2. ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan
karbonhidrat mineral. Ibu yang menyusui dapat dengan mudah
menghasilkan 600 ml susu per hari, dan berat badan badan ibu sewaktu
hamil tidak mempengharuhi kuantitas atau kualitasnya. Air susu bersifat
isotonik terhadap plasma, dan setengah dari nilai tekanan osmotik di
timbulkan oleh laktosa. (Williams, 2013).
3. Perawatan Ibu pada Masa Nifas
1. Perawatan Puskesmas Dalam jam pertama setelah pelahiran, tekanan
darah dan nadi harus diperiksa setiap 15 menit, atau lebih sering jika
ada indikasi. Jumlah perdarahan per vaginam diawasi, dan palpasi
fundus untuk memastikan kontraksi yang baik.Jika teraba
melemedema danmas, uterus harus dipijat melalui dinding abdomen
sampai tetap berkontraksi.(Williams, 2013)
2. Ambulasi Awal Ibu turun dari tempat tidur dalam beberapa jam
setelah pelahiran. Pendamping pasien harus ada selama paling kurang
pada jam pertama, mungkin saja ibu mengalami sinkop. Keuntungan
ambulasi awal yang terbukti mencakup komplikasi kandung kemih
yang jarang terjadi dan yang .lebih jarang lagi, kontipasi.Ambulasi
awal telah menurunkan frekuensi trombosit vena peurperal dan
embolisme paru.(Williams,2013).
3. Perawatan Perineal Ibu diberitahu untuk membersihkan vulva dari
anterior ke posterior dari vulva ke arah anus. Aplikasi kantung es ke
perineum dapat membantu mengurangi edema yang
ketidaknyamanan selama beberapa jam pertama jika terdapat laserasi
episiotomi. Sebagian besar wanita juga reda neyrinya dengan
pemberian semprotan anstetik lokal.Perasaan yang sangat tidak
nyaman biasanya menandakan suatu masalah, seperti hematoma
dalam hari pertama atau lebih, dan infeksi setelah hari ketiga atau
keempat.(Williams,2013).

4. Fisiologis dan Perawatan pada Masa Nifas


1. Menentukan masa nifas dan pascanatal
Setelah kelahiran bayi dan keluarganya plasenta, ibu memasuki
masa penyembuhan fisik dan psikologis (Ball 1994, Hytten
1995).dari sudut pandang medis dan fisiologis, masa ini disebut
dengan nifas, yang dimulai sesaat setelah keluarnya plasenta dan
selaput janin serta berlanjut hingga 6 minggu. rasional yang
menjelaskan waktu 6 minggu tersebut, atau 42 hari, masih belum
jelas, tetapi tampaknya berkaitan dengan kisaran kebisaan budaya
dan tradisi selain proses fisiologis yang terjadi pada masa ini.
perkiraan pastinya adalah bahwa 6 minggu setelah persalinan,
semua system tubuh ibu akan pulih dari efek kehamilan dan
kembali pada kondisi mereka saat sebelum hamil.(Myles, 2009).
2. Pemberian perawatan pascanatal Ibu pascapartum secara teratur
selama 4-5 hari pertama, baik dirumah sakit maupun
dirumah.selama kontak ini, praktik kebidanan yang dilakukan
adalah melakukan pemeriksaan fisik untuk mengkaji pemulihan
ibu baru dari persalinannya.(Myles 2009). Perawatan pascanatal
adalah perubahan fisiologis yang luar biasa terjadi selama
kehamilansehingga tidak mengherankan bila periode penyesuaian
fisiologis dan pemulihan setelah akhir kehamilan merupakan hal
yang kompleks dan berkaitan erat dengan status kesehatan
induvidu secara keseluruhan.(Myles, 2009).
3. Observasi Fisiologis Keterampilan asuhan bidan bertujuan untuk
mencapai keseimbangan ketika menentukan observasi yang tepat
sehingga ia tidak gagal mendeteksi aspek morbiditas potensial.
Bagian berikutnya dari bab ini akan mengindetifikasi area
fisiologis yang kemungkinan paling mencemaskan  wanita atau
menimbulkan morbiditas.(Myles, 2009).
4. Fisik dan Komplikasi pada Masa Nifas
Perlunya perawatan pascapartum yang berpusat pada ibu dan
dilakukan oleh ibu.pendekatan yang berpusat pada ibu dalam
asuhan selama periode pascapartum membantu proses pemulihan
fisik dan psikologis dengan berfokus pada kebutuhan ibu sebagai
individu bukannya memaksakan ibu untuk menjalani paket
perawatan rutin. konteks perawatan pascapartum dalam
lingkungan social dan etnis ibu harus mempertimbangkan
persepsi ibu dan pengalamannya mengenai kehamilan dan
persalinan. bidan harus merasa terbiasa dengan latar belakang ini
dan mewaspadai dampak yang mungkin muncul pada saat
mengkaji apakah kemajuan ibu mengikuti pola pascapartum yang
diharapkan. Dampak komplikasi  obstetric atau medis akan
dideskripsikan dalam konteks tinjauan berkelanjutan yang
dilakukan oleh bidan terhadap kesehatan ibu selama
periodepascanatal. peran bidan dalam kasus ini yang pertama
adalah mengindetifikasikan apakah terdapat potensi kondisi
patofisioloigis, dan jika memang ada, bidan merujuk ibu untuk
mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang tepat(Myles,
2009).
5. Rawat Gabung
1. Merawat ibu bersama bayinya atau rawat gabung
2. Petugas mengajarkan kepada ibu cara memposisikan dan melekatkan bayi
pada payudara bagi mereka yang belum dilatih selama pemeriksaan antenatal.
Seringkali kegagaln menyusui disebabkan oleh kesalahan memposisikan dan
melekatkan bayi. Puting ibu jadi lecet sehingga ibu jadi segan menyusui,
produksi ASI berkurang dan bayi jadi malas menyusui.Langkah menyusui
yang benar: (Sarwono, 2010).
1. Cuci tangan dengan air bersih yang mengali
2. Ibu duduk dengan santai, kaki tidak boleh menggantung
3. Perah sedikit ASI dan oleskan keputing dan aerola sekitarnya.
Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting
susu.
4. Posisikan bayi dengan benar
a. Bayi dipegang dengan satu lengan.Kepala bayi diletakkan dekat
lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu
b. Perut bayi menempel ke tubuh ibu
c. Mulut bayi berada di depan puting ibu
d. Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara
tubuh ibu dan bayi.Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau
diletakkan diatas dada ibu
e. Telinga dan lengan yang diatas berada dalam satu garis lurus
f. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar,
kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan
puting serta aerola dimasukkan kedalam mulut bayi.
g. Tahapan Postpartum Tahapan Postpartum dibagidalam 3 tahapanyaitu
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu suatu masa dimana kepulihan dari
organ-organ reproduksi lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk  pulih
dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna
bias berminggu-minggu, bulanan atau tahunan. postpartum dibagi
menjadi 3 yaitu:\
a. Immediate Puerperium Keadaan yang terjadi segera setelah
persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam
sesudah melahirkan)
b. Early Puerperium Keadaan yang terjadi pada permulaan
puerperium. Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari
( 1 minggu pertama
c. Late Puerperium Satu minggu sesudah melahirkan sampai 6
minggu(Saleha, 2009).
4. Kebijakan Program Nasional Postpartum
Kebijakan program nasional pada postpartum yaitu paling sedikit
empat kali melakukan kunjungan pada postpartum, dengan tujuan
untuk :
a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada
masa nifas.
d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan
mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya..

Macam – macam lochea, diantaranya:


a. Lochea rubra: lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa
plasenta, dinding raim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
b. Lochea sanguinolenta: cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan
berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
c. Lochea serosa: lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14
postpartu
a. Lochea alba/putih: mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2
sampai 6 minggu postpartum
b. Lochea rubra yang menetap pada awal periode postpartum menunjukkan adanya
perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya
sisa/selaput plasenta.
c. Lochea serosa/alba berlanjut bisa menandakan adanya endometritis, terutama jika
disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen.
Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan lochea
purulenta.Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut lochea statis. (Jannah,
2011)
2. .Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin. Setelah tiga hari mulai rata kembali. (Saleha, 2009)
3. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga
seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin.Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. (Saleha,
2009) Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong,
berwarna merah kehitaman, konsistennya lunak.Setelah bayi lahir tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7
hari hanya dapat dilalui 1 jari.
4. Vulva dan vagina Kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi
lebih menonjol. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan
saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga
tingkat tertentu dengan latihan harian senam keagel. (Saleha, 2009)
5. Ligamen-ligamen
Ligamen, vasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu kehamilan dan
persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi
karena ligamentum rotundum menjadi kendur
6. Bayi Baru Lahir
Bayi Baru lahir (BBL) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan
harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstra uterin.
(Depkes,2004).
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi
tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. (Saifuddin, 2002). Pembagian
umur bayi baru lahir adalah :
a. Umur 0 – 7 hari disebut neonatal dini.
b. Umur 8 – 28 hari disebut neonatal lanjut.
Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi yaitu:
1. Neonatus cukup bulan  (37-42 minggu)      
2. Neonatus kurang bulan (37 minggu
3. Neonatus Lebih  bulan  (42 minggu)
Klasifikasi Neonatus menurut Berat lahir yaitu:
1. Sesuai masa kehamilan (2500-4000)
2. Kecil  masa kehamilan (<2500)
3. Besar masa kehamilan (>4000)
Klasifikasi Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan
1. Berat antara 2500-4000 gram
2. Panjang badan 45-54cm
3. Lingkar kepala 33-37cm
4. Lingkar dada biasanya 2cm lebih kecil dari lingkar kepala.
Tanda-tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir Tanda bahaya pada bayi baru
lahir, diantaranya
1. Pernafasan  sulit atau lebih dari 60 per menit.
2. Kehangatan  terlalu panas (>38C atau terlalu dingin <36C
3. Warna kulit, kuning (terutama pada 24 jam pertama dan hari ke 11),
4. biru atau pucat, memar
5. Pemberian ASI  hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak
muntah.
6. Tali pusat, merah, bengkak, keluar cairan, bauk busuk, berdarah.
7. nfeksi ; suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau
busuk, pernafasan sulit.
8. Tinja / kemih ; Tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering,
hijau tua ada lendir atau darah pada tinja.
9. Aktivitas ; Menggigil, atau tangis tidak biasa, sangat mudah
tersinggung, lemas-lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang halus,
tidak bisa tenang, menangis terus menerus. (Saifuddin. 2006).

Salah satu kasus persalinan


1. Bayi Terlilit Tali Pusar di Dalam Kandungan

Bayi terlilit tali pusar atau nuchal cord merupakan salah satu komplikasi yang kerap


terjadi saat melahirkan. Kondisi ini tidak boleh disepelekan. Pasalnya, dalam beberapa
kasus, leher bayi bisa tercekik tali pusarnya sendiri. Namun pada kondisi lainnya, kasus
bayi terlilit tali pusar mungkin juga tidak terlalu berbahaya seperti yang Anda bayangkan
selama ini. ( IBRAHIM, 2010)

Apa gejala ketika bayi terlilit tali pusar?

Sebenarnya kondisi bayi terlilit tali pusar sulit diketahui sendiri, karena tidak akan
menimbulkan gejala yang khas. Sebagai ibu yang sedang mengandung

Apa penyebab bayi bisa terlilit tali pusar?


Sebanyak apa pun pergerakan yang dilakukan bayi di dalam kandungan, bisa saja
membuatnya terlilit oleh tali pusar. Akan tetapi, tali pusar yang sehat sebenarnya
dilindungi oleh lapisan jeli bernama jeli Wharton atau Wharton’s jelly. Jeli ini berfungsi
penting sebagai penjaga agar tali pusat tidak gampang melilit tubuh bayi, tidak peduli
seberapa aktifnya bayi di dalam kandungan. Bukan itu saja, jeli juga berperan dalam
menjaga agar tali pusar tidak mudah tertekan oleh pembuluh darah.

Di sisi lain, penyebab bayi terlilit tali pusar juga bisa dikarenakan ukuran tali pusar yang
lebih panjang dari rata-rata normalnya. Berikut berbagai kondisi lainnya juga dapat
menyebabkan bayi terlilit tali pusar tubuhnya sendiri:

 Struktur tali pusar yang lemah.


 Jumlah cairan ketuban terlalu banyak.
 Sedang hamil bayi kembar dua, tiga, empat, atau lebih.

Apakah bayi terlilit tali pusar selalu berbahaya?

Seperti yang sempat disinggung sebelumnya, ketika bayi terlilit tali pusar tubuhnya
sendiri tidak selalu akan berakibat buruk. Hal ini tergantung dari kondisi tali pusar yang
melilit bayi.

Sementara dalam kasus lainnya, lilitan dari tali pusar pada tubuh bayi bisa sangat
kencang. Kondisi ini otomatis dapat berakibat buruk karena membuat bayi tercekik,
bahkan bisa melemahnya detak jantungnya.

Apa komplikasi yang bisa muncul jika bayi terlilit tali pusar?

Lagi-lagi, komplikasi atau dampak buruk dari kasus bayi terlilit tali pusar sebenarnya
jarang terjadi. Jika lilitan tali pusar pada bayi sudah mulai terlihat sebelum persalinan
dengan USG, biasanya dokter akan rutin memantau kondisi bayi selama proses
melahirkan berlangsung.

Komplikasi yang paling terjadi selama persalinan akibat bayi terlilit tali pusar yakni
adanya penurunan detak jantung saat dilahirkan. Melemahnya detak jantung bayi ini
dapat disebabkan oleh kurangnya kadar oksigen dan aliran darah yang didapatkan bayi,
karena tali pusarnya terlilit saat kontraksi.

Tali pusar adalah salah satu organ yang sangat penting dalam kehamilan. Adanya tali
pusar ini membuat janin bisa mendapatkan berbagai nutrisi dan oksigen yang sangat
membantu dalam perkembangan fisik dan kecerdasannya.

Menurut dr. Boy Abidin, SpOG (K) (2017) jika bayi terlilit tali pusar cenderung ringan,
ibu hamil sebaiknya hanya perlu mewaspadainya dan tetap melakukan pemeriksaan
kehamilan. Hanya saja, jika kasus lilitan tali pusar ini cukup berat, dikhawatirkan janin
bisa mengalami gangguan asupan nutrisi dan oksigen atau bahkan tercekik yang
menyebabkan kematian janin.

Penelitian menunjukkan, umumnya bayi terlilit tali pusar tidak selalu membahayakan,


dan tidak mencekik bayi, karena tali pusar yang sehat dilindungi oleh jelly yang
disebut Wharton’s jelly. Jelly ini berfungsi menjaga tali pusar tetap elastis, meski bayi
aktif bergerak dalam kandungan. Hampir separuh kasus lilitan tali pusar umumnya cukup
longgar, sehingga dengan pergerakan atau perpindahan posisi bayi dalam rahim dapat
melepaskannya dari lilitan sebelum dilahirkan

Penanganan Bayi Terlilit Tali Pusar

Meskipun bayi terlilit tali pusar umumnya tidak berbahaya, namun lilitan itu bisa
menyebabkan masalah ketika tali pusar melilit leher bayi saat persalinan. Dokter perlu
memerhatikan apakah lilitan tali pusar tersebut erat atau tidak, karena dikhawatirkan
dapat menghalangi aliran darah.

Jika tali pusar tidak terlalu erat melilit leher bayi, dokter dapat dengan mudah melepasnya
dengan cara melonggarkan tali pusar melewati kepala. Akan tetapi jika tali pusar melilit
lebih dari 1 kali lilitan, atau jika tali pusar melilit pada leher bayi dengan sangat erat,
maka kemungkinan tali pusar akan dijepit dan dipotong sebelum bahu bayi keluar dari
vagina.

Sebenarnya ada tanda-tanda yang bisa Anda rasakan kalau leher bayi Anda terlilit tali
pusar saat dalam kandungan, di antaranya:

 Perhatikan gerakan bayi dalam kandungan. Bayi yang terlilit tali pusar bisa
mendadak bergerak dengan cepat, namun setelahnya amat melambat.
 Bayi bergerak dengan lambat di minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran.

Namun, Anda tidak perlu khawatir berlebihan mengenai leher bayi Anda yang terlilit tali
pusar, karena umumnya kondisi ini dapat ditangani oleh dokter dan bayi tetap bisa lahir
melalui persalinan normal.

Terakhir diperbarui: 8 Mei 2018

Ditinjau oleh: dr. Allert Benedicto Ieuan Noya

1.Jurnal robek Rahim 2015

 Menjalani persalinan normal setelah operasi Caesar memang memungkinkan,


asalkan usia kehamilan sudah cukup bulan, kondisi kehamilan dinyatakan sehat,
ketebalan rahim cukup, juga tenaga dan fasilitas kesehatannya menunjang. Jika
tidak, melahirkan normal setelah Caesar bisa menimbulkan risiko.

Jurnal New England Journal of Medicine terbitan Juni 2008 menyebutkan secara


umum risiko rahim robek pada ibu hamil yang melahirkan normal setelah Caesar adalah
4,5%. Data lain menunjukkan, angka rahim robek terjadi kurang dari 2% pada yang lahir
normal setelah Caesar.Penelitian lain tahun 2004, di 19 rumah sakit pendidikan di
Inggris, pada 3.000 ibu yang melahirkan normal setelah pernah Caesar lebih
tinggi risiko terjadinya rahim robek, kesehatan bayi terganggu, dan infeksi rahim.
Disebutkan pula, risiko rahim robek akan bertambah signifikan bila ibu melahirkan
dengan induksi. Bahkan, kemungkinan robek rahim lebih besar pada ibu yang pernah
Caesar lebih dari satu kali.

Mengenal Ruptur Uterus

Ruptur uterus adalah kondisi yang mengindikasikan “robek” nya otot dinding
rahim. Menurut dr. Indra Anwar, SpOG, dari RS Bunda, Jakarta, pada kasus ringan,
terlihatnya satu titik calon robekan. Tetapi pada kondisi yang sangat serius, robek uterus
ini bisa menyebabkan pembuluh-pembuluh darah di dinding rahim ikut robek/putus,
akibatnya terjadi perdarahan pada sang ibu.

Menjalani persalinan normal setelah operasi Caesar memang memungkinkan,


asalkan usia kehamilan sudah cukup bulan, kondisi kehamilan dinyatakan sehat,
ketebalan rahim cukup, juga tenaga dan fasilitas kesehatannya menunjang. Jika
tidak, melahirkan normal setelah Caesar bisa menimbulkan risiko.

Jurnal New England Journal of Medicine terbitan Juni 2008 menyebutkan secara


umum risiko rahim robek pada ibu hamil yang melahirkan normal setelah Caesar adalah
4,5%. Data lain menunjukkan, angka rahim robek terjadi kurang dari 2% pada yang lahir
normal setelah Caesar.

Penelitian lain tahun 2004, di 19 rumah sakit pendidikan di Inggris, pada 3.000 ibu
yang melahirkan normal setelah pernah Caesar lebih tinggi risiko terjadinya rahim
robek, kesehatan bayi terganggu, dan infeksi rahim. Disebutkan pula, risiko rahim
robek akan bertambah signifikan bila ibu melahirkan dengan induksi.
Bahkan, kemungkinan robek rahim lebih besar pada ibu yang pernah Caesar lebih dari
satu kali.

Jika hal itu terjadi, janin harus segera diselamatkan dengan cara operasi. Robekan yang
besar atau dalam kondisi parah dapat menyebabkan janin, plasenta, dan darah keluar dari
rahim dan masuk ke rongga perut. Adapun beberapa tanda atau gejala rahim robek:

 Nyeri yang sangat pada perut bawah saat kontraksi.


 Kadang terjadi perdarahan vagina.
 Terdapat gejala syok, terjadi muntah, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan napas pendek (sesak).
 Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun.
 Detak jantung janin mungkin hilang.

Dengan mengetahui risiko rahim robek saat melahirkan normal setelah Caesar,


semoga Mama dapat lebih hati-hati dalam memilih metode persalinan. Konsultasikan
dulu dengan dokter kandungan Mama, untuk memastikan kondisi kehamilan Mama
memungkinkan untuk melakukan persalinan normal setelah Caesar.

2. JURNAL 2016

ABSTRAK
Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik
menggunakan alat
maupun tidak menggunakan alat. Menurut World Health Menurut (WHO)terdapat 2,7
juta kasus rupture
perineum pada ibu bersalin, diperkirakan akan mencapai 6,3 juta ditahun 2050. Di Asia
rupture perineum
dalam masyarakat, 50% dari kejadian rupture perineum di dunia.Tujuan penelitian untuk
mengetahui Faktor
Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Peda Ibu Bersalin Di
Rsu Imelda Pekerja
Indonesia Medan. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian survei analitik
dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin dari bulan Juni-
Oktober 2017 sebanyak 97
orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan total populasi. Analisa data
menggunakan analisis univariat
menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan data sekunder
dengan hasil uji chi
square. Hasil penelitian di ketahui bahwa dari hasil uji chi-square diperoleh nilai ρ-value
0,022 < α (0,05),
artinya ada hubungan paritas dengan rupture perineum. hasil uji chi-square
diperoleh nilai ρ-value
0,038<0,05. berarti ada hubungan umur rupture perineum. Hasil uji chi-square
diperoleh nilai ρ-value
0,043<0,05. berarti ada hubungan jarak kehamilan dengan rupture perineum. Hasil uji
chi-square diperoleh
nilai ρ-value 0,019<0,05. berarti ada hubungan berat badan bayi lahir dengan rupture
perineu. di RSU Imelda
Pekerja Indonesia Medan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada
Hubungan Paritas, Umur,
Jarak Kehamilan, berat badan bayi lahir dengan rupture perineum di RSU Imelda
Pekerjaan
Indonesia Medan.

3. JURNAL 2018

Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik
menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Menurut World Health Menurut
(WHO)terdapat 2,7 juta kasus rupture perineum pada ibu bersalin, diperkirakan akan
mencapai 6,3 juta ditahun 2050. Di Asia rupture perineum dalam masyarakat, 50% dari
kejadian rupture perineum di dunia.Tujuan; penelitian untuk mengetahui Faktor Yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Rupture Perineum Peda Ibu Bersalin Di Rsu Imelda
Pekerja Indonesia Medan. Metode; Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian
survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu bersalin dari bulan Juni-Oktober 2017 sebanyak 97 orang. Teknik
pengambilan sampel menggunakan total populasi. Analisa data menggunakan analisis
univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan data
sekunder dengan hasil uji chi square. Hasil; Hasil penelitian di ketahui bahwa dari hasil
uji chi-square diperoleh nilai ρ-value 0,022 < α (0,05), artinya ada hubungan paritas
dengan rupture perineum. hasil uji chi-square diperoleh nilai ρ-value 0,038<0,05. berarti
ada hubungan umur rupture perineum. Hasil uji chi-square diperoleh nilai ρ-value
0,043<0,05. berarti ada hubungan jarak kehamilan dengan rupture perineum. Hasil uji
chi-square diperoleh nilai ρ-value 0,019<0,05. berarti ada hubungan berat badan bayi
lahir dengan rupture perineu. di RSU Imelda Pekerja Indonesia Medan. Kesimpulan;
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada Hubungan Paritas, Umur,
Jarak Kehamilan, berat badan bayi lahir dengan rupture perineum di RSU Imelda Pekerja
Indonesia Medan.
BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
1.        Bahwa dalam menegakkan diagnosa yang tepat maka haruslah dilakukan pengkajian pad
ibu yang akan brsalin secara menyeluruh yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan laboratorium.
2.        Dalam memberikan asuhan kebidanan pada proses bersalin penolong  (bidan) harus
memahami kondisi psikologi ibu dan langkah pada memberikan pertolongan dengan
harapan persalinan berlangsung aman, nyaman, dan bersih tanpa adanya komplikasi yang
mungkin terjadi.
3.        Bahwa psikoogi ibu dalam bersalin juga perlu diperhatikan yaitu dengan
mengikutsertakan orang terdekat sehingga ibu mendapat support selama persalinan,
karena dengan psikologi ibu yang baik juga berpegaruh baik dengan proses persalinan  

B.     SARAN
1.   Untuk Bidan
Dalam menolong persalinan agar berpedoman pada 58 langkah asuhan persalinan normal
serta tidak mengabaikan aseptik dan antiseptik dalam penanganannya lebih
memperhatikan kebutuhan klien baik fisik dan mental yaitu dengan melakukan
pengkajian menyeluruh sehinga dapat memberikan asuhan kebidanan yang komprehensif.
2.   Untuk Keluarga
Hendaknya selalu memberikan dorongan dan semangat kepada ibu, dan selalu membantu
ibu dalam proses persalianan dan  memenuhi kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

Saadong Djuhadiah.2010.Asuhan Kebidanan Persalinan Normal: Makassar

http://aa-aamas.blogspot.com/2011/03/makalah-asuhan-  persalinan.html.

http://anakamak07.blogspot.com/2010/07/bab-i-pendahuluan-i.html.

Anda mungkin juga menyukai