Anda di halaman 1dari 5

Orang yang tidak keluar rumah dapat pahala syahid?

Semakin hari, sepertinya Wabah Covid-19 atau Virus Corona terus menyebar dan mewabah di
berbagai negara, termasuk di negara Indonesia tercinta. Mirisnya, vaksin untuk virus ini sampai
saat belum juga ditemukan. Sehingga salah satu upaya yang efektif yang sudah dan sedang
dilakukan di beberapa negara untuk menghentikan penyebaran wabah virus Corona adalah
penguncian (lockdown) ataupun isolasi, untuk berdiam di rumah (Stay at Home) dan MENJAGA
JARAK FISIK (Physical Distancing).

Dalam kasus ini, Pemerintah Indonesia mewajibkan warganya untuk senantiasa tinggal di rumah,
menjauhi keramaian, bahkan tidak boleh melaksanakan perkumpulan, berupa kegiatan-kegiatan
keagamaan. Intruksi pemerintah tersebut membuat banyak orang bingung dan ragu, menganggap
bahwa hal itu melanggar ketentuan Allah (takdir).seharusnya bagi semua warga negara
mengikuti arahan dan petujuk pihak terkait, dalam hal ini Dinkes (dinas kesehatan) karena
merekalah yang lebih tahu dan mengerti. Kemudian Dinkes, selaku perwakilan dari
pemerintahan akan bekerjasama dengan MUI, dalam hal ini komisi fatwa untuk membuat
putusan hukumterkait kondisi saat ini. Hal ini diambil adalah untuk membatasi penyebaran virus
Corona yangsemakin hari semakin menyebar luas.

Keputusan pemerintah untuk melarang warganya keluar rumah kecuali dalam keadaan terpaksa
sesuai dengan fatwa ulama al-Azhar, dimana isi fatwanya adalah kewajiban tunduk patuh dan
taat pada larangan pemerintah untuk keluar rumah dan berdiam diri di rumah. Dalam pendangan
mereka,orang yang bersabar dan berdiam diri di dalam rumahnya dengan sabar dan ridho dengan
takdir Allah saat mewabahnya virus corona maka orang tersebut mendapatkan pahala orang yang
mati syahid, walaupun matinya bukan karena virus Corona.

perintah melakukan isolasi area wabah pernah dianjurkan pada zaman Rasulullah SAW, apabila wabah
sudah menyebar di suatu tempat, maka isolasi adalah langkah yang diajarkan oleh Rasulullah.

‫ض َوأَ ْنتُ ْم بِهَا فَاَل ت َْخ ُرجُوا ِم ْنهَا‬


ٍ ْ‫ض فَاَل تَ ْد ُخلُوهَا َوإِ َذا َوقَ َع بِأَر‬
ٍ ْ‫إِ َذا َس ِم ْعتُ ْم بِالطَّاعُو ِن بِأَر‬
“Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke
dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka
janganlah kalian keluar dari negeri tersebut” (HR. al-Bukhari).

Wabah lepra dalam hadis tersebut hanyalah sekedar contoh sebab di masa lalu, wabah yang
populer dan memakan banyak korban jiwa adalah lepra. Sedangkan hukum isolasi itu sendiri
berlaku bagi semua wabah, termasuk Corona.

Muslim yang terkena wabah dan bersabar akan mendapatkan pahala mati syahid.
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن الطَّاعُو ِن فَأ َ ْخبَ َرنِي‬
َ ِ‫ت َرسُو َل هللا‬ ُ ‫ت َسأ َ ْل‬ْ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَال‬
َ ‫ج النَّبِ ِّي‬ ِ ْ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهَا زَ و‬
ِ ‫ع َْن عَائِ َشةَ َر‬
‫صابِرًا ُمحْ ت َِسبًا يَ ْعلَ ُم‬
َ ‫ث فِي بَلَ ِد ِه‬ُ ‫ْس ِم ْن أَ َح ٍد يَقَ ُع الطَّاعُونُ فَيَ ْم ُك‬ َ ‫أَنَّهُ َع َذابٌ يَ ْب َعثُهُ هللاُ َعلَى َم ْن يَ َشا ُء َوأَ َّن هللاَ َج َعلَهُ َرحْ َمةً لِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ لَي‬
‫َب هَّللا ُ لَهُ إِاَّل َكانَ لَهُ ِم ْث ُل أَجْ ِر َش ِهي ٍد‬ ِ ُ‫” أَنَّهُ اَل ي‬
َ ‫صيبُهُ إِاَّل َما َكت‬

Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anhu, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata; “Aku pernah
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang masalah tha’un lalu beliau
mengabarkan aku bahwa tha’un (penyakit sampar, pes, lepra) adalah sejenis siksa yang Allah
kirim kepada siapa yang Dia kehendaki dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai
rahmat bagi kaum Muslimin dan tidak ada seorangpun yang menderita tha’un lalu dia bertahan di
tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala dan mengetahui bahwa dia tidak
terkena musibah melainkan karena Allah telah menakdirkannya kepadanya, maka dia
mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid” (HR. al-Bukhari).

Demikian pula Nabi Muhammad, meskipun beliau mengajarkan bahwa tak ada penyakit yang
dapat menular dengan sendirinya tanpa kontrol dari Allah, namun di waktu yang sama beliau
juga menginstruksikan agar yang sakit tidak bercampur baur dengan yang sehat supaya tak
terjadi penularan.

ِ ‫ض َعلَى ْال ُم‬


ِّ‫صح‬ َ ‫وردُوا ْال ُم ْم ِر‬ َ ‫ْت أَبَا هُ َري َْرةَ ع َْن النَّبِ ِّي‬
ِ ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اَل ت‬ ُ ‫قَا َل أَبُو َسلَ َمةَ بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن َس ِمع‬

“Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan
yang sehat” (HR. al-Bukhari).
Selayaknya bagi seorang muslim untuk tidak bersikap takut dan panik yang berlebihan dalam
menghadapi wabah dan ujian yang terjadi padanya dan lingkungan sekitarnya.

Dan hendaklah ia tetap berhusnudzan kepada Tuhan dan Penciptanya serta berkeyakinan bahwa
Allah Swt akan menyelamatkannya dari musibah ini.

Jika seorang muslim mendapatkan musibah ini, maka hendaklah dia bersabar dan berikhtiar
dalam mengambil jalan pengobatan.

Dan hendaklah dia memahami bahwa musibah yang ia alami merupakan wasilah untuk
mengampuni dosa-dosanya dan meninggikan derajatnya.

Seorang muslim juga hendaknya mengusahakan jalur pengobatan dan keselamatan yang
dianjurkan oleh pihak berwenang, karena ini merupakan bagian dari sikap ihsan.

Allah Swt berfirman, “… dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
al-Baqarah: 195)

Mengacu pada kondisi sekarang, Ustadz Ziyad mengimbau umat Islam di Indonesia tetap tinggal
di rumah sebagai ikhtiar terbaik menghindari penyebaran virus corona. "Menghindarkan diri dari
kemudaratan untuk menyelamatkan jiwa dari bahaya virus corona merupakan bagian dari inti
ajaran Islam dalam maqashid syari'ah, yaitu menjaga/menyelamatkan jiwa (hifz al-Nafs),"
ujarnya.

Pandemi virus corona jenis baru yang menyebabkan penyakit Covid-19 masih melanda dunia,
tak terkecuali Indonesia. Namun demikian, masih saja ada masyarakat yang enggan berdiam diri
di rumah untuk mencegah penularannya sebagaimana diminta pemerintah.

Padahal, berdiam diri di rumah saat wabah melanda suatu negeri pernah disampaikan oleh Nabi
Muhammad SAW. Bahkan, disebutkan mereka yang mau berdiam diri di kediaman masing-
masing akan mendapatkan pahala setimpal dengan seorang yang mati syahid.

َ ‫ « َل‬:‫قول سيدنا رسول هللا ﷺ‬


‫يس مِنْ َر ُج ٍل يَقَ ُع‬
ِ ُ‫سبًا يَ ْعلَ ُم أَنَّهُ اَل ي‬
‫صيبُه إاَّل َما َكت ََب هللاُ لَهُ؛ إاِّل‬ َ ‫ فَيَ ْم ُكث فِي بَيتِ ِه‬F، ُ‫الطَّاعُون‬
ِ َ‫صابِ ًرا ُم ْحت‬
‫ش ِهي ِد» أخرجه أحمد‬ َّ ‫ان لَهُ ِم ْث ُل أَ ْج ِر ال‬
َ ‫َك‬
Artinya: “tidaklah orang yang pada saat musim wabah tha’un melanda dan dia berdiam diri di
rumah dengan sabar dan berharap pahala kepada Allah, meyakini bahwa dia tidak akan terkena
bencana kecuali sesuai dengan apa yang telah tertulis untuknya di lauhul mahfuzh, maka dia
akan mendapatkan pahala seperti orang yang syahid” (HR Ahmad).
Hukum tetap berada di dalam rumah selama wabah mematikan ini menjangkit adalah wajib, kecuali jika
benar-benar ada keperluan penting. Hal ini tidak akan sia-sia jika dilakukan dengan sabar dan ridho
terhadap ketetapan Allah SWT, kenapa? Karena Allah telah menjanjikan pahala layaknya syahid,
walaupun dia tidak meninggal disebabkan wabah tersebut.

Islam jelas melarang kita membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti peringatan Nabi
Muhammad SAW: 

‫(أخرجه‬ »‫ق هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ َّ ‫ َو َمنْ شَا‬،ُ ‫ضا َّرهُ هَّللا‬


َّ ‫ق شَا‬ َ ‫ضا َّر‬
َ ْ‫ َمن‬،‫ار‬ ِ ‫ض َر َر َواَل‬
َ ‫ض َر‬ َ ‫«اَل‬
)‫الحاكم‬
“tidak boleh melakukan (perbuatan) yang merusak diri sendiri dan orang lain, siapa yang berbuat
kerusakan, Allah akan membuatnya sengsara. Siapa yang menyusahkan orang lain, maka Allah
akan menjadikannya kesusahan”. (HR Hakim)
Dengan ini jelaslah bahwa mematuhi pemerintah dalam rangka melindungi manusia dari segala
macam wabah dan penyakit wajib hukumnya secara agama maupun kenegaraan, dengan imbalan
pahala orang yang syahid tidak hanya bagi yang meninggal karena wabah ini, tapi juga bagi
mereka yang memutus rantai penyebaran wabah ini dengan cara mengarantina diri. Adapun bagi
siapa yang melanggarnya, maka ia berdosa.

Jadi, masih ngotot keluar rumah? tidak tertarikkah kita dengan pahala syahid yang dijanjikan
Allah?

Sebagaimana fatwa yang dikeluarkan Pusat Fatwa Internasional Al-Azhar tentang haramnya
menentang instruksi medis dan segala upaya pencegahan yang bersumber dari lembaga
berwenang dan dokter, karena ini dapat mencelakai diri sendiri dan orang lain, Rasulullah SAW
bersabda:

َ ‫ «اَل يَ ْنبَ ِغي لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن أَنْ يُ ِذ َّل نَ ْف‬:‫قال ﷺ‬


:‫ قَالُوا‬،»ُ‫سه‬
‫ض ِم َن ا ْلبَالَ ِء لِ َما الَ يُ ِطيقُ» أخرجه الترمذي‬ َ ‫ف يُ ِذ ُّل نَ ْف‬
ُ ‫ «يَتَ َع َّر‬:‫سهُ؟ قَا َل‬ َ ‫َو َك ْي‬
Artinya: “Tidaklah pantas bagi seorang mukmin menghinakan dirinya”, para sahabat bertanya :
“menghinakan diri sendiri bagaimana ya Rasulullah?”, beliau menanggapi: “menghadang
bencana padahal dia tidak memiliki kemampuan untuk itu.” (HR Tirmidzi).

Apapun ajakan untuk berkumpul saat ini, dimanapun dan apapun alasannya merupakan
perbuatan yang salah lagi haram menurut syariat. 
Islam menempatkan hifzh an-nafs (memelihara kehidupan) sebagai tujuan pertama dan utama
syariat Islam itu sendiri. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla:

Anda mungkin juga menyukai