Anda di halaman 1dari 5

Lagi, OJK Temukan 120 Fintech

Ilegal

Athika Rahma
31 Jan 2020, 11:30 WIB




17

Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satuan Tugas


Waspada Investasi (SWI) kembali menemukan ratusan fintech peer to peer
lending atau platform pembayaran pinjaman online yang dinilai ilegal.

Kali ini, ada 120 entitas fintech peer to peer lending dan 28 entitas penawaran
investasi tanpa izin yang dimusnahkan oleh OJK.
"Banyak kegiatan fintech peer to peer lending ilegal pada website, aplikasi atau
penawaran melalui sms yang beredar. Masyarakat selalu kami minta waspada
agar memanfaatkan daftar fintech peer to peer lending yang terdaftar di OJK,”
ujar Ketua SWI Tongam Lumban Tobing, mengutip keterangan resmi, Jumat
(31/1/2020).

Adapun rincian 28 entitas penawaran ilegal yang dihentikan operasionalnya


terdiri dari 13 Perdagangan Forex tanpa izin, 3 penawaran pelunasan hutang, 2
Investasi money game, 2 Equity Crowdfunding Ilegal, 2 Multi Level Marketing
tanpa izin, 1 Investasi sapi perah 1 Investasi properti, 1 pergadaian tanpa izin, 1
platform iklan digital, 1 Investasi cryptocurrency tanpa izin dan 1 Koperasi tanpa
izin.

BACA JUGA

 Kepolisian Tangkap 2 Bos Fintech Ilegal Warga China


 Setahun Beroperasi, Fintech Ilegal Ini Raup Rp 33 Miliar
 Korban Fintech Ilegal Diminta Tetap Bayar Utang

SWI juga menyampaikan bahwa terdapat 3 entitas yang ditangani Satgas telah
mendapatkan izin usaha yaitu PT Dxplor Duta Media, PT Indonesia Wijaya
Sejahtera, dan PT Makin Jaya Agung. Perusahaan telah memperoleh izin usaha
untuk melakukan kegiatan penjualan produk dengan sistem penjualan langsung.

Sementara, 1 entitas juga telah membuktikan bahwa kegiatannya bukan


merupakan fintech lending yaitu Yayasan Beruang Cerdas Indonesia, sehingga
dilakukan normalisasi atas aplikasi yang telah diblokir.

Lanjut Tongam, masyarakat juga harus terus diinformasikan untuk berhati-hati


memanfaatkan mudahnya penawaran meminjam uang dari perusahaan fintech
peer to peer lending.

“Meminjam uang dimanapun harus bertanggungjawab untuk membayarnya.


Bahayanya jika meminjam di fintech peer to peer lending ilegal masyarakat bisa
jadi korban ancaman dan intimidasi jika menunggak pinjaman,” imbuhnya.

Sebelumnya, pada tahun 2019, SWI berhasil menghentikan kegiatan 1494


entitas fintech peer to peer lending ilegal. Dengan begitu, sejak tahun 2018
sampai dengan Januari 2020 SWI telah menangani 2018 entitas pinjaman dan
investasi ilegal.

2 dari 4 halaman

OJK Kembali Temukan 297 Fintech Ilegal

Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com


Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali
menemukan fintech peer to peer lending atau pinjaman online ilegal sebanyak
297 aplikasi. Dengan demikian, jumlah fintech lending ilegal yang telah
dilaporkan sejak 2018 telah mencapai 1.773 perusahaan.  

Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing mengungkapkan fintech


lending yang telah mengantongi izin OJK hanya 127 perusahaan. Sementara
sisanya adalah ilegal dan jumlahnya terus bertambah.
Dia menjelaskan suburnya fintech ilegal sebab saat ini membuat aplikasi cukup
mudah. Bahkan banyak diantaranya merupakan pembuat aplikasi fintech ilegal
yang sudah terciduk dan membuat aplikasi baru dengan nama berbeda.

“Kenapa masih muncul? pada saat dihentikan muncul nama baru karena
memang kemajuan teknologi informasi saat ini sangat memudahkan setiap
orang untuk membuat situs aplikasi web,” kata dia dalam acara konferensi pers
di Gedung OJK, Jakarta, Kamis (31/10).

Selain itu, Tongam mengungkapkan pergerakan pelaku fintech ilegal kian masif.
Tidak hanya lewat sosial media namun sudah menyasar short message service
(SMS) atau pesan singkat.

Hal itu membuat aplikasi fintech ilegal tidak hanya dapat diunduh melalui


playstore namun mereka juga menyebarkan link unduhan melalui pesan SMS.
Sehingga masyarakat banyak yang dapat mengunduh aplikasi fintech ilegal
tersebut karena tergiur oleh iklan yang ditawarkan.

“(Sehingga) merambah ke semua lapisan masyarakat,” ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Jalin Kerja Sama


Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta,(4/11/2015). Pengawas Pasar
Modal OJK mengatakan pembahasan enam beleid sudah final karena tidak ada lagi perdebatan dari
segi substansi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Oleh karena itu, OJK sata ini juga telah menjalin kerjasama dengan Google untuk
mendeteksi sejak dini pergerakan aplikasi fintech ilegal tersebut.

Tak hanya dengan Google, OJK juga menjalin kerjasama dengan Kemenkominfo
serta Bareskrim Polri untuk penindakan.

“Pada kenyataannya memang niat jahat atau para pelaku ini yang melakukan
kegiatan membuat aplikasi-aplikasi ilegal dalam rangka fintech lending ini
sangat sulit diatasi,” ujarnya.

“Kami melakukan deteksi sejak dini saat muncul fintech ilegal yang baru dapat
info dari kominfo dan bareskrim saya minta hentikan,” tutupnya.

Berdasarkan data OJK, penyaluran pinjaman P2P lending per 31 Agustus 2019
mencapai Rp 54,7 triliun dengan jumlah peminjam 530.385 peminjam di mana
207.507 merupakan entitas serta untuk jumah pemberi pinjaman 12,8 juta di
mana 4,4 juta merupakan entitas.

Anda mungkin juga menyukai