Anda di halaman 1dari 33

TUGAS 7

MAKALAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI


Pengambilan Keputusan Etis Praktis

Nuning Sri Noviani ( C 301 13 041 )


Adina Putri ( C 301 13 042 )
M. Ardiansyah Kemal ( C 301 13 043 )
Muhammad Ihsan ( C 301 13 044 )
Fitri Insiani ( C 301 13 045 )
Nikmatus Sholikah ( C 301 13 047 )
Ayudya Arumsari ( C 301 13 048 )
Isti Endang Humairah ( C 301 13 049 )
Wayan Artanayasa ( C 301 13 050 )
Rusni ( C 301 13 051 )

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat yang
tidak terhingga kepada kami selaku kelompok kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah etika bisnis dan profesi ini.
Makalah etika bisnis dan profesi ini disusun untuk memenuhi tugas. Selain itu,
makalah etika bisnis dan profesi ini juga merupakan sebagai output dari mata kuliah
etika bisnis dan profesi yang telah dipelajari dalam proses belajar mengajar di
kampus.
Kami menyadari bahwa makalah etika bisnis dan profesi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari
pihak pembaca demi penyempurnaan makalah yang akan datang.

Palu, 12 Mei 2014

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar 2
Daftar Isi
3
BAB I PENDAHULUAN
4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah
5
1.3. Tujuan Penulisan
5
BAB II ISI
6
2.1.
Pendahuluan 6
2.1.1. Memotivasi Perkembangan
6
2.1.2. Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis 6
2.1.3. Pendekatan Filosif
7
2.1.4. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
7
2.1.5. Deontologi
8
2.1.6. Etika Kebajikan
9
2.2. Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum Tes Awal Etikalitas sebuah
Keputusan
10
2.3. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan
11
2.3.1. Gambaran Umum
11
2.3.2. Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan
12
2.3.3. Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur
13
2.3.4. Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi
18
2.3.5. Analisi Dampak Pemangku Kepentingan
19
2.3.6. Pendekatan 5-Pertanyaan Tradisional 20
2.3.7. Pendekatan Standar Moral Tradisional 20
2.3.8. Pendekatan Pastin Tradisional 22
2.3.9. Memperluas dan Memandukan Pendekatan Tradisional 22
2.4. Pendekatan filosifis dan Analisis Dampak Pemangku Kepentingan
2.5. Memodifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku
Kepentingan: Menilai Motivasi, Kebajikan yang diharapkan, dan Sifat
Karakter
23
2.5.1. Mengapa Mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku
2.5.2. Peniaian Etis Motivasi dan Perilaku
15
2.6. Permasalahan lainnya dalam Pengambilan Keputusan Etis
26
2.6.1. Masalah Bersama
26
2.6.2. Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis 26
2.6.3. Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis 27
2.7. Sebuah Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis
2.7.1. Ringkasan Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis
BAB III PENUTUPAN 32
3.1. Kesimpulan
32
3.2. Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34

23

23

31
31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Ketika prinsip-prinsip atau peraturan tertentu yang terkandung dalam kode
etik tidak sepenuhnya berlaku untuk masalah tertentu yang dihadapi oleh seorang
akuntan profesional, para pembuat keputusan dapat berpedoman pada prinsip-prinsip
umum untuk sampai pada keputusan etis yang dapat dipertahankan. Apakah yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip umum etika dan bagaimana penerapannya?
Dibutuhkan suatu pembahasan tentang prinsip-prinsip etika dan bagaimana
mengembangkan sebuah kerangka keputusan menyeluruh yang praktis dan
komprehensif berdasarkan pada bagaimana tindakan yang diusulkan akan
mempengatuhi pemangku kepentingan utuk membuat keputusan.
Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat suatu topik yang berjudul
Pengambilan Keputusan Etis Praktis menjadi pokok pembahasan dalam
makalah kali ini. Penulis berusaha untuk menyusun makalah ini semenarik mungkin
agar para masyarakat khususnya mahasiswa dan pelajar lainnya dapat memahami
serta dapat menerapkan kerangka keputusan menyeluruh yang praktis dan
komprehensif berdasarkan pada bagaimana tindakan yang diusulkan akan
mempengatuhi pemangku kepentingan utuk membuat keputusan.

1.2.Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:


1. Bagaimana cara mengambil keputusan yang etis praktis
2. Apa saja pendekatan dalam mengambil keputusan yang etis
3. Apa saja peran pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan etis
praktis
4. Apa yang dimaksud dengan etikalitas sebuah keputusan
5. Apa saja masalah dalam pengambil keputusan etis
1.3.Tujuan Penulisan
Apapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi dan melengkapi tugas etika bisnis dan profesi yang bermuatan
softskill
2. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai materi etika bisnis dan
profesi

BAB II

ISI
5

2.1.
Pendahuluan
2.1.1. Memotivasi Perkembangan
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan kemarahan
publik, runtuhnya pasar modal, dan akhirnya Sarbanes-Oxley Act 2002, yang
membawa reformasi tata kelola tersebar luas. Skandal perusahaan berikutnya yang
melibatkan Adelphia, Tyco, Health-South, dan lainnya mengingatkan kita untuk lebih
meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa eksekutif perusahaan dapat membuat
keputusan yang lebih baik, dan harus melakukannya untuk mempertahankan
profitabilitas dan kelangsungan hidup perusahaan mereka. Kasus pengadilan
berikutnya serta denda terkait, hukuman penjara, dan penyelesaiannya menekankan
pada keputusan untuk mengurangi kekebalan terhadap tindakan hukum.
2.1.2. Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis,
makalah ini menyajikan kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka
ragam untuk pengambilan keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan
tradisional untuk profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan
filosofis secara penting dan yang baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal
ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang

harus dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.


Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang
relevan ke dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making-EDM)

menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak:


Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau

biaya
Hak dan kewajiban terkena dampak
Kesetaraan yang dilibatkan
Motivasi atau kebijakan yang diharapkan

2.1.3. Pendekatan Filosofis --- Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme


(Utilitarianisme), Deontologi, dan Etika Kebajikan

Dorongan untuk meningktkan pendidikan etika dan EDM karena skandal


Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, serta reformasi tata kelola, AACSB Ethics
Education Task Force (2004) menghimbau para mahasiswa bisnis untuk mengenali
tiga pendekatan filosofis untuk pengambilan keputusan etis: konsekuensialisme
(utilitarianisme), deontologi, dan etika kebajikan. Masing-masing dari tiga
pendekatan memberikan kontribusi yang berbeda-beda dalam menghasilkan
pendekatan yang berguna dan dapat dipertahankan untuk pengambilan keputusan etis
dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, karena beberapa prinsip dan teori
filosofis bertentangan dengan aspek lain dan tampak berntentangan dengan praktik
bisnis yang dapat diterima, khususnya dalam beberapa budaya sudut pandang
(pertimbangan) yang ditunjukkan oleh ketiga pendekatan filsafat untuk menentukan
etikalitas suatu tindakan, dan panduan pilihan yang harus dibuat.
2.1.4. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah
keputusan. Bagi mereka, kebenaran dari suatu perbuatan bergantung pada
konsekuensinya. Pendekatan ini sangat penting bagi keputusan etis yang baik dan
pemahaman itu akan menjadi bagian dari pendidikan sekolah bisnis terakreditasi
AACSB

di

masa

depan.

Menurut

AACSB,

pendekatan

konsekuensialis

mengharuskan pelajar untuk menganalisis keputusan dalam hal kerugian dan


manfaatnya bagi pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah keputusan yang
menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar.
Konsekuensialisme berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral
jika dan hanya jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih.
Dengan kata lain, tindakan dan sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi
positif lebih besar dari konsekuensi negatifnya.
Utilitarianisme klasik yang terkait dengan utilitas secara keseluruhan
mencakupp keseluruhan varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam
pengambilan keputusan etis dalam konteks sebuah bisnis, professional, atau
organisasi. Konsekuensialisme mengacu pada subbagian dari varian yang
didefinisikan untuk menghindari pengukuran yang salah atau permasalahan lain, atau
dalam rangka membuat proses menjadi lebih relevan dengan tindakan, keputusan,
7

atau konteks yang terlibat. Oleh karena konsekuensialisme dan utilitarianisme


berfokus pada hasil atau akhir dari suatu tindakan, teori-teori tersebut sering dianggap
sebagai teleologis.
2.1.5. Deontologi
Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologis
berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada
konsekuensi dari tindakan. Etika deontologi mengambil posisi bahwa kebenaran
bergantung pada rasa hormat yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan keadilan
yang dicerminkan dari tugas-tugas tersebut. Akibatnya, suatu pendekatan deontologis
mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan tugas, hak, serta pertimbangan keadilan
dan mengajarkan para mahasiswa untuk menggunakan standar moral, prinsip, dan
aturan-aturan sebagai panduan untuk membuat keputusan etis yang terbaik.
Penggunaan pendekatan yang sama juga dapat menghasilkan rasa hormat
terhadap hak asasi manusia dan perlakuannya yang adil bagi semua. Hal ini dapat
dicapai dengan mengadopsi posisi bahwa seseorang harus memenuhi kewajiban atau
tugas yang menghormati moral atau hak asasi manusia dan hukum atau kontrak.
Lebih jauh lagi, hal tersebut juga dapat dicapai jika para individu bertindak dengan
kepentingan pribadi yang terkendali daripada kepentingan pribadi semata. Di bawah
kepentingan pribadi yang terkendali, kepentingan individu juga diperhitungkan dalam
keputusan dimana kepentingan tersebut tidak dapat diabaikan atau dikesampingkan.
Individu dianggap sebagai akhir daripada sebagai sarana untuk mencapai akhir atau
tujuan.
2.1.6. Etika Kebajikan
Konsekuensialisme menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan, dan
deontologi menggunakan tugas, hak, dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk
memperbaiki prilaku moral sedangkan etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang
memotivasi karakter moral yang ditunjukkan oleh para pengambil keputusan.
Tanggung jawab khususnya kesalahan atau layak dianggap salah baik moralitas dan
hukum, memiliki dua dimensi: actus reus (tindakan yang salah) dan mens rea (pikiran
yang salah)

Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat
orang tersebut menjadi manusia yang bermoral. Kebijaksanaan adalah kunci
kebajikan dalam menentukan pilihan yang tepat diantara pilihan-pilihan yang
ekstrem. Tiga kebajikan penting atau kebajikan cardinal lainnya adalah keberanian,
kesederhanaan, dan keadilan. Watak lain yang sering disebut sebagai kebajikan
meliputi: kejujuran, integritas, kepentingan, pribadi yang terkendai, belas kasih,
kesetaraan, ketidakberpihakan, kemurahan hati, kerendahan hati, dan kesedrhanaan.
Kebajikan harus selalu ditanamkan sepanjang waktu, sehingga mereka
menjadi tertanam/melekat dan bisa menjadi referensi yang konsisten. jika anda
memiliki kebajikan, itu adalah bagian dari karakter anda, suatu sifat atau watak yang
biasa anda tunjukka dalam. Hal ini bukan hanya sesuatu yang dapat anda tnjukkan,
tetapi sesuatu yang biasanya atau selalu anda tunjukkan. Untuk ahli etika kebajikan,
memiliki kebajikan adalah persoalan derajat.
Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan
untuk EDM.sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses pengambilan
keputusan yang menggaubungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian, dan
beberapa mengklaim bahwa hal ini tidak mengarah pada prinsip-prinsip EDM yang
mudah digunakan. Kritik lainnya yang relevan, termasuk bahwa:

Interprestasi kebajikan adalah hal yang sensitive terhadap budaya

Seperti juga penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar.

Persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi
oleh ego atau kepentingan pribadi.

2.2.

Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum


Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan

Pendekatan filosofi memberikan dasar bagi pendekatan keputusan praktis dan


bantuan yang berguna, meskipun sebagian besar eksekutif dan akuntan professional
tidak menyadari bagaimana dan mengapa demikian.
Sniff Test Untuk Pengambilan Keputusan Etis
Akankah sya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul
dihalaman depan surat kabar nasional besok pagi?
Akankah saya bangga dengan keputusan ini?
Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini?
Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dank ode etik
perusahaan?
Apakah hal ini terasa benar bagi saya?
Aturan Praktis Untuk Pengambilan Keputusan Etis
Golden Rule: Perlakuan orang lain seperti anda ingin diperlakukan
Peraturan pengungkapan: jika anda merasa nyaman dengan tindakan atau
keputusan setelah bertanya pada diri sendiri apakah anda akan keberatan jika
semua rekan, teman, dan keluarga anda meyadari hal itu, maka anda harus
bertindak atau memutuskan.
Etika intuisi: lakukan apa yang firasat anda katakana untuk anda lakukan.
Imperatif Kategoris: jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan, kecuali
prinsip-prinsip tersebut dapat, tanpa adanya inkonsistensi, diadopsi oleh orang
lain.
Etika profesi: lakukan hanya apa yang bisa anda jelaskan didepan komite dari
rekan-rekan professional anda.

10

Prinsip Utilitarian: lakukan yang terbaik untuk jumlah terbesar


Prinsip kebajikan: lakukan apa yang menujukkan kebajikan yang diharapkan.
2.3.

Analisis Dampak Pemangku Kepentingan

Perangkat Komprehensif untuk Menilai Keputusan dan Tindakan


2.3.1. Gambaran Umum
Sejak john stuart mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada tahun
1861, suatu pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang
dihasilkan telah dipakai untuk mengevaluasi atau konsekuensi dari tindakan. Bagi
kebanyakan pengusaha, evaluasi ini sebelumnya didasarkan pada dampak keputusan
itu terhadap kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya
dampak tersebut telah diukur dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul,
karena laba telah menjadi ukuran tingkat kebaikan yang ingin di maksimalkan oleh
para pemegang saham.
Padangan tradisional megenai akuntabilitas perusahaan baru-baru ini telah
dimodifikasi menjadi dua cara. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham
hanya ingin dimaksimalkan keuntungan jangka pendek tampaknya merupakan fokus
yang terlalu sempit. Kedua, hak-hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan
pemegang saham, seperti karyawan, konsumen, pemasok, kreditor, pemerhati
lingkungan, masyarakat lokal, dan pemerintah yang memiliki kepentingan atau
interes dalam hasil keputusan atau pada perusahaan itu sendiri, telah diselaraskan
dengan status dalam pengambilan keputusan perusahaan.
Asumsi dari kelompok pemegang saham monolitis yang hanya tertarik pada
keuntungan jangka pendek sedang mengalami perubahan karena perusahaan modern
menyatakan pemegang saham mereka juga terdiri atas orang-orang dan investor
institusi awal yang tertarik pada horizon waktu jangka panjanag dan bagaimana bisnis
dilakukan secara etis.
Investor etis dan investor lainnya, serta kelompok pemangku kepentingan,
cenderung tidak mau memaksa mengeluarkan laba tahun berjalan jik itu berarti
merugikan lingkungan

atau hak-hak pemangkun kepentingan lainnya. Mereka

percaya pada pengelolaan perusahaan secara lebih luas dari pada keuntungan jangka
pendek. Biasanya, memaksimalkan keuntungan dalam jangka wakyu lebih dari satu
11

tahun membjutuhkan hubungan yang harmonis dengan sebagian besar kelompok


pemangku kepentingan dan kepentingan mereka. Eksekutif dan direktur yang melihat
jauh kedepan menginginkan kekhawatiran ini diperhitungkan sebelum pemangku
kepentingan yang tersinggung harus mengingatkan mereka. Perusahaan menemukan
bahwa di masa lalu mereka telah secara sah dan pragmatis bdertanggung jawab
kepada pemegang saham, tetapi mereka juga makin bertanggung jawab kepada para
pemangku kepentingan.
2.3.2. Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan
Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi
etika:
1. Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan
tersebut.
2. Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
3. Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku
kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusan.
4. Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaikbaiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan
keempat dari deontologi dan etika kebajikan.
Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung dengan
kenyataan yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Dalam syarat pemangku untuk
perdagangan dan untuk memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan kekayaan
semua pemangku kepentingan sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu
secara pribadi menerima efek yang buruk, kepentingan dasar ini harus dimidifikasi
untuk berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan dari pada hanya perbaikan
mereka. Modifikasi ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme menjadi
konsekuensilianisme.
Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan, kebuthna untuk
menganalisis dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat kepentingandasar

12

menjadi jelas. Keputusan yang tidak menunjukkan karakter, integritas, atau


keberanian yang diharapkan akan dicurigai(secara etis) oleh para pemangku
kepentingan. Akibatnya, keputusan yang diusulkan dapat dinyatakan tidak etis jika
tidak memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau meninggung hak pemangku
kepentingan termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku bajik. Pengujian terhadap
keputusan yang diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik, dan biasanya
menghasilkan diagnosis yang salah.
2.3.3. Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur
2.3.3.1.
Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat
penting untuk kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan kita. Di masa inflasi,
laba merupakan hal yang penting untuk menggantikan inventori pada harga tinggi
yang diperlukan. Untungnya, pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan hanya
dibutuhkan beberapa pendapat tentang penggunaannya dalam pengambilan keputusan
etis. Memang benar, bagaimanapun, bahwa keuntungan merupakan ukuran jangka
pendek, dan beberapa dampak penting tidak terungkap dalam penentuan laba. Kedua
kondisi ini dapat diperbaiki dalam bagian berikut.
2.3.3.2.

Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba:


Dapat Langsung Diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan

dalam penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh, ketika
sebuah perusahaan melakukan pencemaran, biaya pembersihan biasanya dikeluarkan
oleh individu, perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah angin. Biaya
tersebut disebut sebagai eksternalitas, dan dampaknya dapat diukur langsung oleh
biaya pembersihan yang dilakukan oleh orang lain.
Untuk melihat gambaran lengkap tentang dampak dari sebuah keputusan,
laba atau rugi yang muncul dari transaksi harus dimodifikasi oleh eksternalitas yang
ditimbulkannya. Sering kali, perusahaan yang mengabaikan eksternalitas menyadari
bahwa mereka telah meremehkan biaya sebenarnya dari keputusan saat muncul denda
dan biaya pembersihan, atau muncul pemberitaan yang kurang baik.

13

2.3.3.3.

Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba:


Tidak Dapat Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan

laba perusahaan, tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang diluar


perusahaan. Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan
menarik untuk memasukkan perkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan
evaluasi keputusan yang diusulkan. Masalahnya adalah bahwa baik keuntungan
maupun biaya beberapa dampak negatif, seperti berkurangnya kesehatan yang
diderita orang karena menyerap polusi, dapat diukur secara langsung, tetapi mereka
harus dimasukkan dalam penilaian secara keseluruhan.
Meskipun tidak mugkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara
langsung, ada kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan
menggunakan alternatif pengganti atau bayangan cermin. Pada kasus beasiswa,
pengganti keuntungan dapat berupa peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima.
Nilai kerugian dari berkurangnya kesehatan dapat diperkirakan sebagai pendapatan
yang hilang ditambah biaya perlakuan medis ditambah dengan produktivitas yang
hilang di tempat kerja sebagaimana diukur dengan biaya penambahan pekerja.
Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan
cermin. Ada kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan
mengecilkan dampak yang terlibat; dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan
yang dibuat untuk keuntungan intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh
beasiswa atau rasa sakit dan penderitaan yang dihadapi sebagai akibat dari hilangnya
kesehatan. Meskipun demikian, jauh lebih baik jika membuat estimasi yang akurat
secara umum, daripada membuat keputusan atas dasar tindakan langsung yang diukur
dengan tepat hanya sebagian kecil dari dampak keputusan yang diusulkan.
2.3.3.4.

Membawa Masa Depan ke Masa Kini


Teknik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam analisis

tidak sulit. Hal ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, di
mana nilai-nilai masa depan didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan
tingkat suku bunga yang diharapkan di masa mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan
sebagai bagian dari analisis biaya-manfaat (ABM) dalam Brooks (1979).

14

Pendekatan nilai bersih masa kini:


Niali Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Bersih Masa Kini Nilai Biaya Masa
Kini Usulan Tindakan
Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada
keuntungan jangka pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas
dalam analisis mereka. Bagaimanapun, apa yang dianjurkan di sini bukan berarti
mereka meninggalkan keuntungan jangka pendek sebagai sebuah ukuran, tetapi
mereka juga mempertimbangkan dampak bahwa eksternalitas saat ini memiliki
kesempatan besar dalam memengaruhi perusahaan baru di masa depan. Apa yang
diperkenankan pada analisis biaya-manfaat bagi pembuat keputusan adalah untuk
membawa manfaat dan biaya masa depan ke masa kini agar dapat dianalisis secara
lebih lengkap dari sebuah keputusan.
2.3.3.5.

Menangani Ketidakpastian Hasil


Sama seperti dalam analisis penganggaran modal, ada perkiraan yang tidak

pasti. Namun, berbagai teknik telah dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian


ini ke dalam analisis keputusan yang diusulkan. Sebagai contoh, analisis dapat
didasarkan pada perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis,
dan perkiraan terbaik), atau nilai-nilai yang diharapkan, di mana dikembangkan dari
sebuah simulasi komputer. Semua ini merupakan nilai-nilai yang diharapkan, yang
merupakan kombinasi dari nilai dan kemungkinan terjadinya. Hal ini biasanya
dinyatakan sebagai berikut:
Nilai Hasil yang Diharapkan = Nilai Hasil x Kemungkinan Terjadinya Hasil
Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja
analisis biaya-manfaat dapat dimodivikasi untuk menyertakan risiko yang terkait
dengan hasil. Pendekatan baru ini disebut sebagai analisis risiko-manfaat (RBA), dan
dapat diterapkan di mana hasil berisiko ditemukan dalam kerangka berikut:
Nilai yang Diharapkan dari Manfaat Bersih atau yang = Nilai Masa Kini yang
Diharpkan - Nilai Masa Kini dari Biaya Masa Datang Disesuaikan dengan Risiko

15

2.3.3.6.

Identifikasi dan Petingkat Pemangku


Kepentingan
Pengukuran laba, yang ditambahkan oleh eksternalitas yang didiskontokan

ke masa sekarang dan difaktorkan oleh resiko hasil, lebih berguna dalam menilai
keputusan yang diusulkan jika dibandingkan dengan hanya darikeuntungan saja.
Namun demikian, manfaat dari analalisis dampak pemangku kepentingan bergantung
pada identifikasi penuh semua pemangku kepentingan dan kepentingan mereka, serta
apresiasiyang penuh terhadap signifikansi dampaknya pada posisi masing masing.
Ketika penambahan manfaat sederhana dan biaya tidak sepenuhnya mencerminkan
pentingnya pemangku kepentingan atau dampak yang terlibat. Dalam situasi ini, nilai
nilai yang termasuk dalam ABM atau RBA dapat ditimbang, atau nilai
bersihsekarang dapat dibuat peringkat sesuai dengan dampak yang dibuat pada
pemangku kepentingan yang terlibat. Peringkat pemangku kepentingan dan dampak
yang terjadi atas mereka bergantung pada ketahanan situasional mereka dalam
menahan dampak juga digunakan ketika dampak yang tidak bisa diukur sedang
dipertimbangkan.
Kekuatan keuangan yang relatif tidak hanya memberikan alasan untuk
membuat peringkat kepentingan para pemangku kepentingan. Bahkan, ada beberapa
alasan, termasuk dampak dari tindakan yang diusulkan pada kehidupan atau
kesehatan pemangku kepentingan, atau pada beberapa aspek flora, fauna, atau
lingkungan kita yang lebih berada pada ambang bahaya atau kepunahan. Biasanya,
masyarakat mempunyai prasangka buruk pada perusahaanyang mengambil
keuntungan atas kehidupan, kesehatan, atau habitat kita. Di samping itu, membuat isu
isu ini sebagai prioritas utama sering kali justru akanmemicu adanya pemikiran
ulang

terhadap

tindakan

yang

menyinggung

agar

diperbaii

dengan

menghilangkannya.
Mitchell, Agle, dan Wood (1997) menyatakan bahwa pemangku kepentingan
dan kepentingan mereka dinilai dalam tiga dimensi : legitimasi atau hak hukum
dan/atau moral untuk mempengaruhi organisasi; kekuatan untuk memengaruhi
organisasi melalui media, pemerintah atau cara yang lain; serta urgensi (urgensitas)
yang dirasakan nyata dari persoalan yang muncul. Analisis semacam ini memaksa

16

pertimbangan terhadap dampak yang dianggap sangat merusak (khususnya untuk


pemangku kepentingan eksternal) terdahulu, sehingga jika seorang eksekutif
memutuskan untuk terus maju dengan rencana suboptimal, setidaknya kerugian
potensial akan dikenali.
Logika menunjukkan bahwa klaim dari tiga lingkaran yang saling tumpang
tindih (yaitu sah dan/atau dianggap sah, darurat, dan dipegang oleh penguasa) akan
selalu menjadi yang paling penting. Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Klaim yang
mendesak dari pemangku kepentingan lain dapat menjadi yang paling penting jika
mereka mengumpulkan lebih banyak dukungan dari penguasa dan mereka yang
mempunyai klaim yang sah, dan akhirnya dianggap mempunyai legitimasi.
Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang
Diajukan
A.
B.
C.
D.

Hanya laba atau rugi


A. ditambah eksternalitas (dengan kata lain, Analisis Biaya-Manfaat/ABM)
B. ditambah probabilitas hasil (dengan kata lain, Analisis Risiko-Manfaat/RBA)
ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan

2.3.4. Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi


2.3.4.1.
Keadilan di Antara Para Pemangku
Kepentingan
Kepedulian atas perlakuan yang telah adil telah menjadi perhatian
masyarakat baru baru ini mengenai isu isu seperti diskriminasi terhadap
perempuan dan hal lainnya yang menyangkut perekrutan, promosi, dan pembayaran.
Akibatnya, keputusan akan dianggap tidak etis kecuali jika dipandang wajar oleh
semua pemangku kepentingan.
2.3.4.2.

Hak Pemangku Kepentingan


Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak menggagu

hak para pemangku kepentingan, dan hak si pembuat keputusan. Pemangku


kepentingan individu maupun kelompok umumnya berharap dapat menikmati hak
hak sebagai berikut :
Hak Pemangku Kepentingan

17

Kehidupan
Kesehatan dan Keselamatan
Perlakuan adil
Penggunaan hati nurani
Harga diri dan privasi
Kebebasan berbicara
Beberapa hak ini telah dilindungi undang undang dan peraturan hukum,

sedangkan yang lain ditegakkan melalui hukum umum atau melalui sanksi publik
bagi yang melanggar. Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi undang
undang kesehatan dan keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindungi
hukum umum, dan efek jera menjadi subjek dari sanksi publik.

2.3.5. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Pendekatan Tradisional


Pengambilan Keputusan
Beberapa (pendapat) telah dikembangkan yang memanfaatkan analisi
dampak pemangku kepentingan untuk menyediakan panduan tentang etikalitas
tindakan yang diajukan pada pengambil keputusan. Diskusi dari tiga pendekatan
tradisional akan dibahas kemudian. Memilih pendekatan yang paling berguna
bergantung pada apakah dampak eputusan bersifat jangka pendek jika dibandingkan
dengan jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan garis mirin atau probabilitas ,
atau terjadi dalam situasi perusahaan . pendekatan mungkin digabungkan kedalam
penyesuaian pendekatan gabungan yang dirancang khusus untuk dapat mengatasi
situasi tertentu dengan baik.
Penting untuk diakui, bahwa ketika masing-masing pendekatan berhubungan
dengan perkembangan deontologist terhadap dampak pada hak-hak, keadilan, dan
tugas-tugas yang diharapkan, tidak ada yang secara khusus memasukkan kajian
mendalam tentang motivasi bagi keputusan-keputusan yang terlibat, sifat kebajikan
atau karakter yang diharapkan di era akuntabilitas pengku kepentingan modern. Suatu
analisis etika yang konprehensif harus keluar dari odel tradisional Tucker, velasquez,
dan Pastin untuk memasukkan penilaikan tentang motivasi, kebijakan,dan karakter

18

yang ditampikan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh para pemangku


kepentingan.

Apakah keputusan itu ?


1. menguntungkan ?
2. sah dimata hukum?
3. adil?
4. benar ?
5. mendukung pembangunan berkelanjutan lebih

Interes pemangku kepentingan yang di periksa


pemegang saham-biasanya jangka pendek
masyarakat luas-hak yang dapat ditegakkan oleh hukum
keadilan bagi semua
hak-hak lain bagi semua
hak khusus

lanjut ?

2.3.6. Pendekatan 5-Pertanyaan Tradisional


Keputusan yang diusulkan ditantang dengan mengajukan semua pertanyaan.
Jika respons negatif timbul (atau lebih dari satu) ketika semua lima pertanyaan
diajukan/dipertanyakan, maka pengambil/pembuat keputusan dapat mencoba untuk
merevisi tindakan yang diusulkan untuk menghapus dan/atau mengimbangi jawaban
negatif itu. Apabila proses revisi berhasil, maka usulan menjadi etis. Jika tidak,
proposal harus ditinggalkan karena tidak etis. Bahkan, jika tidak ada tanggapan
negatif ketika pertanyaan ditanyakan diawal, sebuah upaya harus dilakukan untuk
memperbaiki tindakan yang diusulkan menggunakan lima pertanyaan sebagai
panduan.
Urutan mengajukan pertanyaan tidak penting, tapi semua dari empat
pertanyaan pertama harus ditayangkan untuk memastikan bahwa pengambil
keputusan tidak mengbaikan dampak dari bidang yang penting. Beberapa
permasalahan etika tdak rentan terhadap pemeriksaan dengan 5-pertanyaan jika
dibandingkan dengan pendekatan lain yang diuraikan dalam bagian berikutnya.
2.3.7. Pendekatan Standar Moral Tradisional
Pendekatan standar moral untuk analisis dampak pemangku kepentingan
membangun secara langsung atas tiga kepetingan mendasar dari para
pemangku kepentingan yang diidentifikasi.

19

Standar moral
utilitarian
memaksimalkan keuntungan bersih bagi

Pertanyaan dari keputusan yang diusulkan

seluruh masyarakat
hak-hak individu
dihormati dan dilindungi

meminimalkan luka sosial ?

apakah tindakan tersebut memaksimalkan manfaat sosial dan

apakah tindakan tersebut konsisten dengan hak setiap orang ?


keadilan
distribusi manfaat dan beban yang adil

apakah tindakan (tersebut) membawa (kita) pada sebuah distribusi


yang adil dari manfaat dan beban ?

Pada tabel di atas, hal ini agak lebih umum dari pada focus dari pendekatan 5
pertanyaan,dan mengarahkan pengambil keputusan untuk membuat analisis yang
berbasis lebih luas pada manfaat bersih bukan hanya profitabilitas,sebagai tantangan
pertama keputusan yang diusulkan. Akibatnya ,pendekatan ini menawarkan kerangka
kerja yang lebih sesuai dengan pertimbangan keputusan yang memiliki dampak yang
signifikan diluar perusahaan dari kerangka 5 pertanyaan.
Pertanyaan ang berfokus pada keadilan distributive, atau kejujuran, ditangani
dengan cara yang sama seperti pada pendekatan 5-pertanyaan. Untuk perlakuan
lengkap dari pendekatan standar normal, lihat Business Ethics : Concepts and Cases
oleh Manual G. Velasquez, (1992). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
Pendekatan Standar Moral Tradisional I tidak secara khusus memberikan kajian
yang mendalam tentang motifasi bagi keputusan yang terlibat, kebijakan atau
karakter yang diharapkan.
ASPEK KUNCI
Etika aturan dasar

TUJUAN PEMERIKSAAN
Untuk menjelaskan sebuah organisasi dan/atau aturan dan nilai-nilai
individu

etika titik-akhir
etika peraturan

untuk menentukan manfaat bersih yang paling baik untuk semua pihak
untuk menetukan batasan-batasan yang harus dipertimbangkan seseorang

etika kontrak social

atau organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip etis


untuk menetukan cara bagaimana memindahkan batasan-batasan demi
menghapus kekhawatiran atau konflik

20

2.3.8. Pendekatan Pastin Tradisional


Dalam bukunya, The Hard Problrms of Management: Gaining the Ethical
Edge,Mark Pastin(1986) menyajikan gagasannya tentang pendekatan yang tepat
untuk analisi etika, yang melibatkan pemeriksaan terhadap empat aspek kunci etika
seperti yang terlihat pada Tabel di atas.
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar utnuk menangkap gagasan
bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar untuk nilai-nilai
pundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diharapkan. Jika
keputusan dianggap menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan kan terjadi
kekecewaan atau balas dendam. Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan
pemberhentian atau pemutusan kerja seorang pegawai yang bertindak tanpa
memahami dengan baik aturan dasar etika organisasi tempat dia bekerja. Untuk
memahami aturan dasar yang berlaku, mengatur komitmen organisasi secara benar
atas proposal, dan melindungi para pembuat keputusan, Pastin mengusulkan agar
dilakukan pemeriksaan terhadap keputusan atau tindakan dimasa lalu. Ia menyebut
pendekatan ini sebagai rekayasa balik sebuah keputusan , karena dilakukan usaha
untuk membongkar pengambilan keputusan masa lalu selain untuk melihat
bagaimana dan mengapa keputusan tersebut dibuat. Pasti menunjukan bahwa individu
sering dibatasi (secara sukarela maupun tidak) dalam mengungkapkan nilai-nilai
mereka, dan rekayasa balik menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakantindakan mereka dimasa lalu, dan apa nilai-nilai mereka sebenarnya.
2.3.9. Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional
Dari waktu ke waktu, masalah etika akan muncul yang mungkin tidak sesuai
dengan salah satu pendeatan yang telah diuraikan. Sebagai contoh, isu yang diangkat
oleh permasalahan etika dapat diperiksa dengan pendekatan 5 pertanyaan, kecuali jika
ada dampak jangka panjang yang signifikan atau hal lain yang lebih membutuhkan
analisis biaya-manfaat dari pada keuntungan sebagai pertanyaan tingkat pertama.
Untungnya, anaisis biaya-manfaat dapat diganti atau ditambahkan untuk memperkaya
pendekatan tersebut. Mungkin pula, konsep etika aturan dasar dapat dipindahkan
kependekatan non-Pastin, jika diperlukan dalam keputusan yang berhubungan dengan
keadaan perusahaan. Harus hati-hati ketika memperluas dan menggabungkan
21

pendekatan yang ada. Namun, untuk memastikan bahwa masing-masing bidang


kebaikan, keadilan, dan dampaknya terhadap hak-hak individu telah diperiksa dalam
analisis yang komprehensif-jika tidak, keputusan akhir kemungkinan salah.
2.4.

Pendekatan Filosofis dan Analisis Dampak


Pemangku Kepentingan
Pendekatan filosofis konsekuensialisme, deotologi, dan ektika kebajikan

merupakan landasan, dan harus selalu diingat untuk menginformasikan dan


memperkaya, analisis ketika mengguanakan tiga pendektatan dampak pemangku
kepentingan. Pendekatan analissi dampak pemangku kepentingan yang digunakan
harus memberikan pemahaman tentang fakta-fakta, hak, kewajiban, dan keadilan
yang terlibat dalam keputusan atau tindakan yang penting untuk analisis etika yang
tepat dari motivasi, kebajikan, dan karakter yang diharapkan.
Pada analisis yang efektif dan koperhensif terhadap etikalitas suatu
keputusan atau tindakan yang diusulkan, pendekatan-pendekatan filosofis tradisonal
harus meningkatkan model pemangku kepentingan, dan sebaliknya.
2.5.

Memodifikasi Pendekatan Tradisional


Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Menilai Motivasi, Kebijakan

yang Diharapkan, dan Sifat Karakter


2.5.1. Mengapa Mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku?
Suatu analisis etika yang komperhensif harus melebihi pendekatan
tradisional Tucker, Velasquez, dan pastin untuk menggabungkan penilaian tentang
motivasi, kebajikan, dan karakter yang terllibat dalam perbandingan dengan apa yang
diharapkan oleh para pemangku kepentingan.
Namun, seperti yang terrlihat dalam skandal yang baru-baru ini terjadi, para
pengambil keputusan di masa lalu tidak mengenali pentingnya harapan pemangku
kepentingan akan kebajikan. Jika mereka mengenalinya, keputusan yang dibuat oleh
eksekutif perusahaan, akuntan m dan pengacara yang terlibat dalam Enron, arthur
andersen, WorldCom, Tyco, Adephia, dan lain-lain mungkin telah menghindari
tragedi pribadi dan organisasi yang terjadi. Beberapa eksekutif dimotivasi oleh
keserakahan , bukan oleh kepentingan pribadi yang berfokus pada kebaikan semua
orang.

22

Intinya adalah mereka lupa mempertimbangkan kebajikan (dan tugas )


secara tepat yang seharusnya mereka tunjukkan. Apabila suatu tugas fidusia
merupakan utang kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya
dimasa depan .
Sifat karakter, seperti integritas, profesionalisme , keberanian , dan
seterusnya tidak diperhitungkan dengan pantas. Dalam peninjauan kembali
(retrospect), akan sangat bijaksana jika menyertakan penilaian etika kebajikan yang
diharapkan sebagai langkah terpisah dalam setiap proses EDM untuk memperkuat
tata kelola dan sistem manajemen risiko serta menjaga dari kepututsan tidak etis dan
berorientasi jangka pendek.
Dilihat pada karyawan yang terus-menerus membuat keputusan untuk alasan
yang salah, bahkan jika konsekuensi hasil adalah benar dapat menimbulkan risiko tata
kelola yang tinggi . Terdapat banyak contoh dimana eksekutif yang hanya termotifasi
oleh keserakahan tergelincir ke dalam praktik tidak etis, dan yang lainnya tersesat
oleh sistem insetif yang salah.
Motivasi yang didasarkan pada kepentingan pribadi yang terlalu sempit
dapat menghasilkan keputusan yang tidak etis ketika pedoman diri dan pengawasan
eksternal yang pantas tidak mencukupi. Pemantauan ekternal tidak mungkin
menangkap semua keputusan sebelum pelaksanaan, maka penting bagi semua
karyawan untuk memahami motibasi yang luas akan membela kepentingan diri dan
organisasi mereka dari perspektif pemangku kepentingan. Akibatnya para pembuat
keputusan harus mempertimbankan motivasi dan perilaku yang diharapkan oleh para
pemangku kepentingan dalam pendekatan EDM komperhensif, dan organisasi harus
meminta akuntabilitas dari karyawan atas harapan itu melalui mekanisme tata kelola.
2.5.2. Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku
Etika kebijakan, beberapa aspek perilaku etis diidentifikasi sebagai indikasi
mens rea (pikiran bersalah), yang merupakan salah satu dari dua dimensi tanggung
jawab, kemungkinan melakukan kesalahan, atau perasaan bersalah.
Perilaku pribadi atau perusahaan tidak memnuhi harapan , mungkin akan
berdampak negatif pada reputasi dan kemampuan untuk mencapai tujuan strategis
yang berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang, proses penilaian dampak

23

pemangku kepentingan akan menawarkan kesempatan untuk menilai motivasi yang


mendasari kepututsan atau tindakan yang diusulkan.
Harapan harapan motivasi , kebajikan , sifat karakter , dan proses
Motivasi yang diharapkan,
Pengendalian diri atas keserakahan
Pertimbangan kesetaraan atau keadilan
Kebaikan , kepedulian, kasih sayang , dan kebajikan
Kebajikan yang diharapkan
Loyalitas penuh
Integritas dan trasparansi
Ketulusan bukan bermukan dua
Sifat karakter yang diharapkan
Keberanian untuk melakukan hal yang benar setiap individu dan standar profesional
Keandalan
Objektifitas , ketidakberpihakkan
Kejujuran , kebenaran
Mementingkan diri sendiri bukan egoisme
Menyeimbangkan pilihan di antara pebedaan besar

Kesimpulannya, dalam rangka untuk memastikan analisis EDM yang


komperhensif, penilaian motivasi, kebajikan, dan sifat karakter yang diharapkan,
harus ditambahkan pada pendektatan tradisional sehingga menghasilkan 5
pertanyaaan modifikasi atau analisis tucker, pendekatan standa moral yang
dimodifikasi, pendekatan pastin yang dimodifikasi, atau kombinasi turunan dari
pendekatan yang dimodifikasi.

2.6.

Permasalahan Lainnya dalam

Pengambilan Keputusan Etis


2.6.1. Masalah Bersama
Istilah masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui
penggunaan aset atau sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan. Namun,
dalam praktiknya sering kali pengambil keputusan tidak peka terhadap masalah
bersama, sehingga tidak akan memberikan atribut nilai yang cukup tinggi untuk
penggunaan aset atau sumber daya, dan karena itu mereka membuat keputusan yang
salah. Kesadaran akan masalah ini dapat memperbaiki hal tersebut dan memperbaiki
pengambilan keputusan. Jika seorang eksekutif dihadapkan pada penggunaan suatu

24

aset atau sumber daya yang berlebihan, mereka akan melakukan dengan baik untuk
menggunakan solusi yang diterapkan di zaman dahulu.
2.6.2. Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis
Perbaikan yang berulang-ulang adalah salah satu keuntungan dari
menggunakan kerangka kerja EDM yang diusulkan. Menggunakan serangkaian
pendekatan filosofis, 5-pertanyaan, standar moral, Pastin, atau pendekatan bersama
yang memungkinkan aspek-aspek tidak etis dari sebuah keputusan dapat
diidentifikasi, kemudian dimodifikasi secara berulang-ulang untuk memperbaiki
dampak keseluruhan dari keputusan tersebut. Pada akhir setiap pendekatan EDM,
harus ada pencarian yang spesifik untuk hasil sama-sama untung. Proses ini
melibatkan pelaksanaan imajinasi moral. Terkadang, direktur, eksekutif, atau akuntan
profesional akan mengalami kelumpuhan keputusan akibat dari kompleksitas analisis
atau ketidakmampuan untuk menentukan pilihan maksimal karena alasan ketidak
pastian, kendala waktu, atau sebab lainnya. Herbert Simon mengusulkan konsep
satisficing untuk memecahkan masalah ini. Ia berargumen bahwa seseorang tidak
boleh membiarkan kesempurnaan menjadi musuh kebaikan perbaikan yang harus
terus menerus sampai tidak ada kemajuan lebih lanjut yang dibuat seharusnya
menghasilkan solusi yang dianggap cukup baik dan bahkan optimal pada titik waktu
tersebut.
2.6.3. Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis
Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangatlah
penting. Pengalaman menunjukkan bahwa para pengambil keputusan secara
berulang-ulang membuat kesalahan berikut:

Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis. Ada banyak contoh dimana
budaya perusahaan yang tidak didasarkan pada nilai-nilai etika telah
memengaruhi

atau

memotivasi

eksekutif

dan

karyawan

untuk

membuat/mengambil keputusan yang tidak etis. Dalam banyak kasus tidak


adanya etika kepemimpinan merupakan penyebabnya.di lain kasus, perusahaan
itu diam atau kurang jelas tentang nilai-nilai inti mereka, atau ini disalah artikan,

25

untuk memungkinkan diambilnya tindakan tidak etis dan ilegal. Pada kesempatan
lain, sistem penghargaan yang tidak etis memotivasi karyawan untuk
memanipulasi hasil keuangan atau berfokus pada kegiatan yang tidak dalam

kepentingan terbaik organisasi.


Salah menafsirkan harapan masyarakat. Banyak eksekutif salah mengira bahwa
tindakan tidak etis dapat diterima karena:
a. semua orang melakukannya, atau
b. jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya, atau
c. saya bebas dari beban tanggung jawab karena atasan memerinahkan saya
untuk melakukannya,.
Dalam dunia sekarang ini, pembenaran bagi keputusan yang tidak etis sangat
mencurigakan. Setiap tindakan harus dipikirkan dengan saksama dari sisi standar

etika.
Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham.
Sering kali, dampak yang paling signifikan (bagi para pemangku kepentingan
yang bukan pemegang saham) dari tindakan yang diusulkan adalah apa yang
akan terjadi di masa depan akan terlebih dahulu menimpa pemangku kepentingan
yang bukan pemegang saham. Hanya setelah kelompok-kelompok ini bereaksi
barulah pemegang saham menanggung biaya untuk kelakuan buruk mereka.
Sarana bagi pemikiran yang dangkal ini adalah untuk memastikan pandangan
yang tepat untuk melakukan analisis, dan untuk memperhitungkan eksternalitas
atas dasar biayadampak dari manfaat yang diukur pada awalnya dirasakan oleh

sekelompok non-pemegang saham.


Berfokus hanya pada legalitas. Banyak manajer hanya peduli dengan suatu
tindakan yang sah secara hukum. Mereka berpendapat, Jika sah secara hukum,
maka tindakan tersebut etis. Sayangnya, banyak ditemukan perusahaan yang
dikenai boikot konsumen, karyawan yang mundur, meningkatnya regulasi
pemerintah untuk menutup celah, dan denda. Beberapa tidak peduli karena
mereka hanya berniat untuk bekerja di perusahaan ini untuk sementara waktu.
Faktanya adalah undang-undang dan peraturan tidak seperti yang diinginkan
masyarakat, tetapi reaksi bisa datang jauh sebelum undang-undang dan peraturan
yang baru dibuat. Salah satu alasannya adalah bahwa perusahaan mencoba

26

memengaruhi perubahan aturan tersebut. Hanya karena tindakan yang diusulkan

sah secara hukum, tidak berarti itu membuatnya menjadi tindakan yang etis.
Batas keberimbangan. Terkadang, pengambil keputusan memiliki sikap bias atau
ingin bersikap adil hanya untuk kelompok yang mereka suka. Sayangnya, mereka
tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan opini publik dan biasanya
harus membayar kekeliruan mereka di akhir. Banyak eksekutif telah mengalah
pada organisasi-organisasi aktivis, tetapi juga belajar bahwa jika isu-isu
lingkungan diabaikan maka akan berbahaya bagi mereka. Sebuah kajian penuh
tentang keadilan untuk semua pemangku kepentingan adalah satu-satunya cara

untuk memastikan sebuah keputusan akan menjadi etis.


Batas untuk meneliti hak. Bias tidak terbatas pada keadilan saja. Para pembuat
keputusan harus meneliti dampak pada keseluruhan hak semua kelompok
pemangku kepentingan. Selain itu, para pembuat keputusan harus didorong untuk

mempertimbangkan nilai-nilai mereka sendiri saat membuat keputusan.


Konflik kepentingan. Bias yang didasarkan atas prasangka bukan satu-satunya
alasan penilaian keliru dari tindakan yang diusulkan. Penilaian dapat menutupi
kepentingan

pribadi

yang

saling

bertentangankepentingan

pengambil

kepuutusan versus kepentingan terbaik perusahaan, atau kepentingan kelompok


dimana pembuat keputusan bersikap parsial versus kepentingan terbaik
perusahaan, keduanya dapat menyebabkan penilaian dan keputusan yang keliru.
Kadang-kadang, karyawan terjebak pada apa yang disebut dengan slippery slope,
dimana mereka mulai dengan keputusan kecil yang bertentangan dengan
kepentingan majikan mereka, diikuti oleh keputusan lain yang tumbuh secara
signifikan, dan akan menjadi sangat sulit untuk mengoreksi atau mengakui

keputusan yang mereka buat sebelumnya.


Keterkaitan di antara pemangku kepentingan. Sering kali, para pengambil
keputusan gagal mengantisipasi apa yang mereka lakukan untuk sau kelompok
akan berkontribusi memicu tindakan orang lain. Sebagai contoh, pencemaran
lingkungan di negara yang jauh dari perusahaan dapat menyebabkan reaksi
negatif dari pelanggan dalam negeri dan pasar modal.

27

Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan.


Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan dan
kepentingan mereka sebelum menilai dampaknya pada masing-masing kelompok
merupakan bukti pribadi. Namun, hal ini merupakan langkah yang sering diambil
tanpa pemahaman, dengan hasil bahwa isu-isu penting menjadi tidak diketahui.
Pendekatan yang berguna untuk membantu masalah ini adalah untuk
berspekulasi pada kemungkinan buruk yang mungkin terjadi dari tindakan yang

diusulkan, dan mencoba untuk menilai bagaimana media akan bereaksi.


Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku
kepentingan. Kecenderungan yang umum adalah untuk memperlakukan
kepentingan seluruh pemangku kepentingan menjadi sama pentingnya. Namun,
mereka yang mendesak biasanya menjadi yang terpenting. Mengabaikan hal ini
benar-benar picik, dan dapat menghasilkan keputusan yang suboptimal dan tidak

etis.
Mengacuhkan kekayaan, keadilan, atau hak. Seperti yang ditunjukkan
sebelumnya, keputusan etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika salah
satu dari ketiga aspek ini ada yang terlupakan. Namun, berulang kali para

pembuat keputusan mengambil jalan pendek dan menderita akibatnya.


Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan. Selama
bertahun-tahun, pengusaha dan profesional tidak khawatir tentang motivasi untuk
sebuah tindakan, selama konsekuensinya dapat diterima. Sayangnya, banyak
pengambil keputusan kehilangan kebutuhan untuk meningkatkan manfaat bersih
secara keseluruhan bagi semua (atau sebanyak mungkin orang), dan
mengambil/membuat keputusan yang dibuat untuk menguntungkan dirinya, aau
hanya beberapa di antaranya, yang bermanfaat dalam jangka pendek dan
merugikan orang lain pada jangka panjang. Keputusan picik ini, yang diambil
demi keuntungan pribadi pengambil keputusan, mencerminkan risiko tata kelola

yang tinggi bagi organisasi.


Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk
ditunjukkan. Anggota dewan, eksekutif, dan akuntan profesional diharapkan
untuk bertindak dengan itikad baik dan melaksanakan tugas fidusia bagi orang28

orang yang bergantung pada mereka. Mengabaikan kebajikan yang diharapkan


dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran, kurangnya integritas dalam
penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama pemangku
kepentingan, dan kegagalan untuk menunjukkan keberanian dalam menghadapi
orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis, atau whistle-blowing saat
dibutuhkan. Akuntan profesional yang mengabaikan kebajikan yang diharapkan
dari mereka cenderung melupakan bahwa mereka diharapkan untuk melindungi
kepentingan umum.

2.7.

Sebuah Kerangka Kerja Komprehensif


Pengambilan Keputusan Etis
Pendekatan terbaik EDM akan bergantung pada sifat dari tindakan yang

diusulkan atau dilema etikan dan pemangku kepentingan yang terlibat . Sebagai cotoh
, sebuah masalah yang melibatkan dampak jangka pendek dan tidak ada eksternalitas
mungkin cocok untuk analisis 5 pertanyaan yang dimodifikasi , Masalah dengan
dampak jangka panjang dan ekternalitas ini mungkin lebih cocok dengan pendekatan
standar moral yang dimodifikasi, atau pendekatan pastin yang dimodifikasi . Masalah
signifikansi bagi masyarakat dari pada bagi perusahaan kemungkinan akan baik jika
dianalisis menggunakan pendekatan filosofis , atau pendekatan standar moral yang
dimodifikasi. Pendekatan EDM apaun yang digunakan , pembuat keptursan harus
mepertimbangkan semua isu yang diangkat .
2.7.1. Ringkasan Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis
Pendekatan dan isu-isu yang telah dijelaskan sebellumnya dapat digunakan
secara terpisah atau dalam kombinasi gabungan untuk membantu dalam mengambil
keputusan etis. Pengalaman menunjukan bahwa dengan menyelesaikan tiga langkah
berikut menyediakan dasar untuk menantang keputusan yang diusulkan .
1. Identifikasi fakta dan semua kolompok pemangku kepentingan serta
kepentingan yang mungkin akan terpengaruhi

29

2. Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka,


identifikasi yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam
analisis
3. Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepeentingan
kelompok pemangku kepentingan berkenaan dengaan kekayaan mereka,
keadilan perlakuan, dan hak-hak lainnya, termasuk harapan kebajikan ,
menggunakan pertanyaan kerangka kerja yang komperhensif , dan memastikan
bahwa perangkap umum yang dibahas nanti tidak masuk kedalam analisis.

BAB III

PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Analisis dampak pemangku kepentingan menawarkan cara formal dalam
membawa kebutuhan dari organisasi dan individu konsikuennya (masyarakat) kepada
sebuah keputusan. Perdagangan merupakan hal yang sulit dan dapat memperoleh
keuntungan dari kemajuan teknik semacam itu. Penting untuk tidak melupakan fakta
bahwa konsep analisis dampak pemangku kepentingan yang dibahas dalam makalah
ini perlu diterapkan bukan merupakan teknik tunggal, tetapi (teknik) bersama-sama
sebagai suatu perangkat. Hanya dengan begitulah suatu analisis yang komprehensif
akan dicapai dan keputusan etis dapat dibuat. Bergantung pada sifat dari keputusan
yang akan dihadapi, dan pemangku kepentingan yang akan terpengaruhi, analisis
yang tepat dapat didasarkan pada konsekuensialisme, deontologi, dan etika kebajikan
sebagai kumpulan, atau salah satu dari 5-pertanyaan yang dimodifikasi, standar
moral, atau pendekatan Pastin, dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya
masalah bersama yang timbul. Setiap pendekatan EDM yang komprehensif harus

30

menyertakan tidak hanya sebuah pemeriksaan dampak keputusan atau tindakan, tetapi
juga analisis gap dari motivasi kebajikan, dan sifat karakter yang terlihat.
Seorang akuntan profesional dapat menggunakan analisis pemangku
kepentingan dalam membuat keputusan tentang akuntansi, audit, hal-hal praktik, dan
harus siap untuk memperisapkan atau membantu majikan atau klien dalam analisi
tersebut seperti yang saat ini menjadi kasus di area lain. Meskipun banyak eksekutif
berorientasi angka dan akuntan waspada jika terlibat dengan analisi subjektif lunak
yang menggambarkan analisis kebijakan dan harapan para pemangku kepentingan,
mereka harus ingat bahwa dunia telah berubah dengan menempatkan nilai yang jauh
lebih tinggi pada informasi non-angka. Mereka harus berhati-hati menempatkan
bobot terlalu banyak dalam analisis numerik, jika tidak mereka jatuh ke dalam
perangkap ekonom, yang, sebagaimana dikatakan Oscar Wilde: ketahuilah harga
dari segala sesautu dan nilai dari sesuatu yang sebenarnya tidak bernilai.
Direksi, eksekutif, dan akuntan juga harus mengerti bahwa teknik-teknik yang
dibahas dalam makalah ini menawarkan pemahaman berarti yang lebih baik dalam
hal interaksi di antara organisasi mereka dan/atau profesi dan potensi pendukung.
Penilaian dampak terhadap pemangku kepentingan bila dikombinasikan dengan
peringkat kemampuan setiap pemangku kepentingan untuk melawan aksi akan
mengarah pada pencapaian sasaran strategis yang lebih baik berdasarkan pemangku
kepentingan yang puas. Operasi yang berhasil dalam jaringan pemangku kepentingan
global akan memerlukan tindakan di masa depan yang tidak hanya sah secara hukum,
tetapi juga dapat dipertahankan secara etis.
3.2.Saran
Diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun
penyusun dapat mengambil keputusan etis praktis yang baik dalam kehidupan seharihari. Dalam menjalankan usaha/bisnisnya, seorang pengusaha haruslah mengambil
keputusan yang etis. Melalui kasus diatas diharapkan pula memberikan kesadaran
yang jauh lebih besar dari masalah-masalah dan tren etika yang sedang berjalan,
termasuk konflik kepentingan dan kontrol kepentingan pribadi. Kita harus mampu

31

melakukan persaingan yang bebas dari segala bentuk kecurangan dan tidak hanya
untuk mencari keuntungan semata dengan menghalalkan segala cara atau perbuatan
setiap haruslah mencerminkan tata kelola dan etika yang ia junjung. Sebaiknya
usahanya memulai sebelum pengetahuan atau pelatihan dasar-dasar yang harus
dipatuhi seperti yang terdapat dalam kode menjadi landasan dasarnya.

32

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J dan Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur,
Eksekutif, dan Akuntan. Jakarta; PT Salemba Empat.

33

Anda mungkin juga menyukai