“SIPADAN-LIGITAN”
Oleh :
XII IPS 2
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada
hadi Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa
kedaulatan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia.
Kekalahan Indonesia di Sipadan dan Ligitan (sebelah utara Ambalat) adalah karena
Indonesia tidak bisa menunjukkan bukti bahwa Belanda (penjajah Indonesia) telah
memiliki kedua pulau itu; sementara Malaysia bisa menunjukkan bukti bahwa Inggris
(penjajah Malaysia) memiliki dan mengelola kedua pulau itu. Dalam Hukum Internasional
dikenal istilah “Uti Possidetis Juris” yang artinya negara baru akan memiliki wilayah atau
batas wilayah yang sama dengan bekas penjajahnya. Dalam sengketa Sipadan-Ligitan,
Indonesia dan Malaysia bersepakat istilah “warisan penjajah” itu berlaku untuk wilayah-
wilayah yang dikuasai sebelum tahun 1969. Jadi Mahkamah Internasional memenangkan
Malaysia saat itu bukan karena Malaysia pada tahun 1990-an telah membangun resort di
kedua pulau itu; tetapi karena Inggris sebelum tahun 1969 telah menununjukkan
penguasaan yang efektif atas kedua pulau itu berupa pungutan pajak atas pemungutan telur
penyu, operasi mercu suar, dan aturan perlindngan satwa.
Dari pernyataan diatas yang menjadi penyebab utama kekalahan Indonesia adalah
Indonesia kurang memiliki data dan bukti historis yang dapat menunjukan bahwa Belanda
juga memiliki kehendak dan tindakan menjalankan fungsi negara yang malahan lebih kuat
dari Inggris pada masanya. Lebih dari itu,sebenarnya Mahkamah Internasional sudah
mengetahui kalau Belanda adalah pemilik pulau itu dahulunya. Tetapi, belanda tidak
pernah melakukan tindakan yang nyata apapun di Pulau itu. Justru sebaliknya Inggris-lah
yang banyak melakukan pembangunan dan invasi di kedua pulau itu. Kemudian,
Mahkamah Internasional menolak pembelaan dan argumen Indonesia yang bersandar pada
konvensi 1891. Argumen ini hanya mengatur batasan wilayah di Kalimantan (darat) tidak
di perairan. Jauh dari pada itu Konvensi 1891, hanya menarik 3 mil dari titik pantai (kalau
sekarang 12 mil) dan penarikan 3 mil itu tidak sampai ke sipadan dan Ligitan.
Dengan memperhatikan posisi dan letak Sipadan dan Ligitan serta ambisi
strategis/ekonomis Belanda adalah sulit dibayangkan kalau Belanda tidak melakukan
kegiatan pengawasan dan pemanfaatan kedua pulau tersebut pada waktu itu. Disamping
itu, nampaknya Indonesia memang agak mengabaikan Sipadan dan Ligitan. Sebelum 1969
barangkali karena Indonesia tidak menyadari keberadaan posisi kedua pulau itu, atau
mungkin juga karena terlalu banyak persoalan yang dihadapi. Tetapi sesudah tahun 1969
pada saat mulai muncul sengketa klaim, meskipun disepakati status quo atas Sipadan dan
Ligitan, justru Malaysia tetap melanjutkan kegiatannya berupa penangkapan ikan,
pariwisata, dan kehadiran penduduk yang terus meningkat.
KONFLIK ASIA TENGGARA
“LAUT CHINA SELATAN”
Oleh :
XII IPS 2
B. Upaya Penyelesaian
ASEAN dan China dalam upaya menyelesaikan konflik LCS dengan menciptakan
Declaration on The Conduct of The Parties in the South China Sea pada tahun 2002,
dalam menyelesaikan konflik secara damai DOC akan mengimplementasikan melalui
suatu code of conduct in the South China Sea. Dalam kaitan ini, ASEAN-China Working
Group on the Implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South
China Sea menyepakati 6 proyek kerjasama dalam rangka confidence building measure.