Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN KONSEP AGROWISATA UNTUK MENGHADAPI

TANTANGAN KONSERVASI LAHAN PERTANIAN

Disusun oleh:

Amelia Nabila Ardiningrum

(18/424301/PN/15341)

Mata Kuliah :

Dasar-dasar Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (Kelas I)

Dosen Pengampu:

Ratih Ineke Wati, S.P., M.Agr., Ph.D.

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
Indonesia merupakan negara agraris di mana lapangan pekerjaan utama
penduduk berada di sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari
pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran
penting dalam perekonomian Indonesia. Besarnya peran sektor pertanian di
Indonesia tidak langsung membuat sektor ini bebas dari berbagai masalah, salah
satunya adalah konversi lahan dari pertanian menjadi nonpertanian. Konversi
lahan yang terjadi di negara berkembang seperti di Indonesia disebabkan oleh
adanya transformasi struktural ekonomi dan demografi (Harini et al., 2019).
Transformasi struktural dalam perekonomian terjadi didasarkan pada pertanian
yang lebih mengarah ke industri, sedangkan transformasi demografi terjadi karena
pertumbuhan populasi secara cepat (Kustiawan, 1997).
Berkurangnya luas lahan pertanian akibat konversi lahan akan berdampak
pada beberapa aspek, salah satunya aspek ekonomi yaitu penurunan produksi
pertanian (padi). Lahan merupakan salah satu faktor produksi, yaitu tempat
dihasilkan produk pertanian yang memiliki sumbangan terhadap usaha tani di
mana banyak sedikitnya produksi dari usaha tani salah satunya dipengaruhi oleh
luas sempitnya lahan yang digunakan (Mubyarto, 1989). Lahan pertanian
khususnya sawah sangat rentan mengalami perubahan penggunaan lahan atau
konversi lahan. Laju konversi lahan sawah berada pada tingkat yang
menghawatirkan, tanpa ada langkah pencegahan yang signifikan dan tanpa
pencetakan lahan sawah baru maka akan mengancam swasembada pangan.
Kesenjangan pembangunan yang bias ke perkotaan memunculkan konsep-
konsep pengembangan wilayah yang terfokus pada perdesaan. Agrowisata
merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah perdesaan yang
mengedepankan aktivitas pertanian dan suasana pedesaan yang masih alami
sebagai daya tarik wisatanya, serta mengedepankan aspek kehidupan masyarakat,
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Selain itu, konsep agrowisata dapat
memberi peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan pendapatan, membuka
peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat dengan mengoptimalkan
sumberdaya lahan.
Kapasitas petani dalam mengoptimalkan fungsi lahan merupakan kunci
peningkatan kualitas hidup melalui kegiatan pengelolaan agrowisata. Kapasitas
dalam hal ini merupakan kemampuan untuk dapat melihat serta memanfaatkan
peluang dan potensi yang ada di kawasan kegiatan berusaha tani. Petani yang
berada di kawasan wisata dapat memanfaatkan peluang dari banyaknya wisatawan
yang berkunjung. Terlebih lagi saat ini Yogyakarta menjadi pusat destinasi wisata.
Kabupaten Sleman dan Bantul, yang terdiri atas berbagai kecamatan, mata
pencaharian penduduknya berasal dari hasil memanfaatkan usaha pertanian
(agro) dengan sistem pengolahan tanah yang sangat sederhana. Bila kemajuan
teknologi pertanian diajarkan kepada mereka niscaya kelak petani di Kabupaten
Sleman dan Bantul akan menjadi tulang punggung perekonomian guna
meningkatkan pendapatan asli daerah, melalui komoditas pertanian yang
mencakup antara lain: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai
tinggi, serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang amat beragam, mempunyai
daya tarik kuat sebagai agrowisata. Keseluruhannya sangat berpeluang besar
menjadi andalan dalam meningkatkan perekonomian.
Jenis agrowisata yang dapat diusahakan seperti agrowisata berbasis
usahatani padi sawah tradisional, agrowisata perkebunan baik perkebunan buah-
buahan lokal maupun perkebunan tanaman dataran tinggi seperti teh dan kopi, dan
agrowisata komoditas tanaman hias (bunga). Secara ekonomi, agrowisata berbasis
usahatani padi sawah tradisional dapat meningkatkan pendapatan petani dan
masyarakat, sedangkan secara sosial budaya, agrowisata ini turut menjaga
kelestarian dan kearifan lokal dalam pengelolaan usahatani padi sawah tradisional
(Handayani, 2016). Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi,
dan fungsi ekologis masing-masing lahan, akan berpengaruh langsung terhadap
kelestarian sumberdaya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya.
Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan pendapat positif petani
serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan
pertanian. Lestarinya sumberdaya lahan akan memberi dampak positif terhadap
pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Pada kasus ini diperlukan suatu inovasi dalam transfer pengetahuan antara
penyuluh dan petani. Salah satu inovasi pertanian yang dapat dikembangkan
adalah penggunaan model komunikasi konfergen yakni saluran komunikasi dari
penyuluh selanjutnya penyuluh menyalurkan pesan pada ketua- ketua kelompok
tani dan tahap selanjutnya ketua-ketua kelompok tani menyampaikan pesan-pesan
tentang materi penyuluhan pada sesama anggota kelompok tani. Para anggota
kelompok tani setelah memperoleh pesan dari ketua-ketua kelompok tani
kemudian sesama anggota kelompok tani melakukan interaksi antar sesama petani
lainnya dalam kelompoknya. Sesama anggota kelompok tani secara otomotis akan
terjadi proses sosialisasi tentang pesan-pesan dari ketua kelomok tani, karena
secara otomatis mereka pasti melakukan hubungan komunikasi dengan sesama
mereka dalam melakukan aktifitas bercocok tanam.
Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kapasitas petani
pengelola agrowisata adalah karakteristik internal dan dukungan lingkungan
eksternal. Karakteristik internal diindikasikan oleh pendidikan formal
bahwasannya pendidikan formal mempengaruhi kecenderungan petani untuk
meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan pengelolaan agrowisata.. Tingkat
pendidikan formal tersebut memberikan dampak pada sikap terbuka terhadap
perubahan akan mudah berinteraksi baik dengan penyuluh ataupun stakeholder
lainnya. Dari latar belakang pendidikan tersebut, diharapkan petani memiliki daya
analisis yang baik untuk menyelesaikan permasalahan karena memiliki hubungan
yang baik dengan para stakeholder pendukung pengelolaan agrowisata. Hal ini,
berpengaruh terhadap mutu kerja tidak hanya dalam hal keefisienan sistem
produksi, melainkan juga kemampuannya menyertakan segenap warga
masyarakat.
Lingkungan eksternal yang direfleksikan oleh dukungan penyuluhan,
dukungan kelompok, dan pemerintah desa. Peran penyuluhan harus dapat
melakukan transformasi perilaku petani. Pada kondisi petani masih berada pada
kategori baru (pemula) dalam melakukan pengelolaan agrowisata, penyuluh dapat
memberikan dukungan informasi potensi agrowisata bersama dengan pelatihan
keterampilan dasar yang diperlukan dalam pengelolaan agrowisata. Walaupun
secara langsung dukungan penyuluhan yang berkaitan tentang pengelolaan
agrowisata, penyuluh melakukan pendampingan secara partisipatif dengan tidak
membiarkan petani sendiri dalam mengakses informasi, melakukan perkiraan
kedepan, meningkatkan pengetahuan, hingga memutuskan tindakan penyelesaian
masalah. Pengalaman selama mengelola kegiatan usahatani akan membentuk
sikap petani terhadap kegiatan pengelolaan agrowisata yang disampaikan oleh
penyuluh. Kerjasama merupakan kegiatan penting yang mempengaruhi hubungan
penyuluh untuk peningkatan kapasitas petani pengelola agrowisata. Kerjasama
yang dapat dilakukan seperti kegiatan promosi, membuat forum pertemuan
dengan pelaku usaha industri jasa pariwisata, hingga kerjasama pembuatan
souvenir khas agrowisata Kabupaten Sleman.
Dukungan kelompok merupakan indikator yang dilaksanakan berupa
tindakan-tindakan bersama yang disusun berdasarkan pokok permasalahan dan
potensi pengembangan agrowisata. Dalam hal ini petani melakukannya melalui
kelompok tani dan kelompok sadar wisata secara kolektif. Praktik pengelolaan
agrowisata secara kolektif menjadikan kegiatan pendampingan melalui program
penyuluhan menjadi lebih terstruktur dalam hal peningkatan intensitas kegiatan
penyuluhan yang berkaitan langsung tentang manajemen agrowisata hingga
pelestarian lingkungan. Dukungan kelompok untuk menyediakan informasi
tentang kegiatan pengelolaan agrowisata merupakan salah satu bentuk dukungan
untuk meningkatkan kapasitas petani dan pengembangan agrowisata. Selain itu,
keaktifan kelompok memfasilitasi kerjasama dengan media promosi dianggap
perlu bagi petani pengelola agrowisata untuk mengenalkan kegiatan usahatani
yang ada sebagai objek daya tarik wisata (ODTW). Kelompok juga dapat
membantu kebutuhan sarana dan prasarana kepada anggota kelompok, dan
mendukung kemudahan melakukan pengelolaan agrowisata. Dalam hal ini
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau kelompok penggerak pariwisata
sebagai bentuk kelembagaan informal yang dibentuk anggota masyarakat
(khususnya yang memiliki kepedulian dalam mengembangkan agrowisata di
Kabupaten Sleman), merupakan salah satu unsur pemangku kepentingan dalam
masyarakat yang memiliki keterkaitan dan peran penting dalam mengembangkan
dan mewujudkan Sadar Wisata dan Sapta Pesona di Kabupaten Sleman dan
Bantul. Peran dan kontribusi Pokdarwis tersebut perlu terus didukung dan
dikembangkan baik secara kualitas maupun kuantitas dalam turut menopang
perkembangan dan pertumbuhan destinasi agrowisata, maupun khususnya
peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di daerahnya.
Dukungan pemerintah desa dalam hal memperlancar akses pengunjung
berupa fasilitas jalan, lahan parkir, dan fasilitas umum lainnya merupakan bentuk
dukungan yang diperlukan. Pemerintah desa tentunya perlu memfasilitasi aspirasi
kebutuhan pengembangan agrowisata kepada dinas dan pihak terkait. Sehingga
program pemerintah dalam pengembangan pariwisata dapat dengan tepat
dimanfaatkan oleh petani pengelola agrowisata untuk melakukan pengelolaan dan
pengembangan usaha agrowisata. Pemerintah desa sampai saat ini sudah dinilai
memfasilitasi informasi yang dibutuhkan terkait pengelolaan agrowisata, sehingga
petani dapat dengan mudah mengakses kebutuhan informasi. Pemerintah desa
memfasilitasi kerjasama dengan pelaku pariwisata diluar gapoktan setempat. Hal
ini telah ditunjukkan dengan aktif mendorong para petani pengelola agrowisata
untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata bersama
dengan Pemerintah Kabupaten Sleman maupun Bantul.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh petani pengelola agrowisata dengan
baik akan menjadi aktifitas yang produktif dalam pengembangan agrowisata. Hal
ini dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan masyarakat untuk menyediakan
souvenir, bekerjasama dengan masyarakat untuk keamanan area agrowisata.
Petani pegelola agrowisata juga dapat bekerjasama dengan pemuda desa melalui
karang taruna aktif untuk turut serta dalam pengelolaan agrowisata. Bekerjasama
dengan masyarakat untuk pengelolaan area parkir kendaraan pengunjung di
kawasan agrowisata. Saling berkordinasi dengan petani lain untuk menentukan
waktu tanam dan informasi panen komoditi di lokasi agrowisata. Bersama
masyarakat menjaga kenyamanan lingkungan. Kegiatan pengembangan
agrowisata, sebagaimana halnya pembangunan di sektor lainnya, pada hakekatnya
melibatkan peran dari seluruh pemangku kepentingan yang ada dan terkait.
Pemangku kepentingan yang dimaksud meliputi 3 (tiga) pihak yaitu: Pemerintah,
swasta, dan masyarakat dengan segenap peran dan fungsinya masing-masing.
Masing-masing pemangku kepentingan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun
harus saling bersinergi.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, S.M. 2016. Agrowisata berbasis usahatani padi sawah tradisional


sebagai edukasi pertanian (studi kasus desa wisata pentingsari). Jurnal
Habitat, 27(3):133-138.

Harini, R., R.D. Ariani, dan Supriyati. 2019. Analisis luas lahan pertanian
terhadap produksi padi di kalimantan utara. Jurnal Kawistara, 9(1):15-
27.

Kustiawan, I. 1997. Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara Jawa. Prisma, 1:


15–18

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LPSE,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai