Anda di halaman 1dari 11

TEKNOLOGI FLAVOR

RESUME JURNAL METODE EKSTRAKSI


“MASERASI DAN SOXHLETASI”

OLEH:
KELOMPOK 10

NI KETUT AYU KRISNA DEVI (1710511021)

NI KOMANG DEWI CINDERELA (1710511026)

LUH YULI TIRTAYANI (1710511040)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
RESUME JURNAL METODE EKSTRAKSI “MASERASI”
“Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap Komponen Volatil yang Terlibat
pada Ekstraksi Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC)”

Tanaman andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) merupakan salah


satu jenis semak atau pohon kecil yang termasuk kedalam famili Rutaceae dan
genus Zanthoxylum dengan ciri buah muda berwarna hijau dan apabila matang
berwarna merah. Bentuk buahnya bulat dan kecil dan apabila digigit akan
mengeluarkan aroma dan rasa yang tajam serta khas. Di Indonesia, andaliman
dapat ditemukan di daerah Sumatera Utara dan biasanya umum digunakan
masyarakat sebagai bumbu masakan tradisonal suku Batak. Menurut Sabri (2007),
Sebagian masyarakat menggunakan Andaliman sebagai tuba untuk mempermudah
menangkap ikan. Selama ini, andaliman telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat luar menjadi bahan untuk pengobatan karena kandungannya.
Andaliman saat ini telah diperhitungkan oleh karena kandungan senyawa aromatik
dan minyak esensial di dalamnya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
kandungan terpenoid di dalam andaliman memiliki aktivitas antioksidan,
antimikroba dan juga mempunyai efek imunostimulan (Hasairin, 1994; Wijaya,
2000). Hal ini memberikan peluang yang besar untuk industri pangan dan industri
farmasi dalam hal penyediaan bahan baku senyawa antioksidan atau antimikroba.
Berdasarkan fungsinya di bidang pangan, sifat antioksidan dan antimikroba buah
andaliman memiliki potensi sebagai bahan pengawet alami menggantikan
pengawet sintetik yang telah diketahui membahayakan bagi kesehatan manusia
(Miftakhurohmah & Suhirman, 2009). Beberapa metode ekstraksi terhadap
andaliman telah dilakukan oleh Wijaya et al. (2002) dan telah diketahui pula
kandungan jenis komponen volatil dan komponen kunci aroma dari andaliman.
Salah satunya adalah metode ekstraksi maserasi. Maserasi merupakan proses
perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada suhu ruangan. Metode ini
digunakan untuk mengekstrak zat aktif yang mudah larut dalam cairan
pengekstrak, tidak mengembang dalam pengekstrak, serta tidak mengandung
benzoin. Lama maserasi yang dilakukan pada proses akan memengaruhi kualitas
ekstrak yang akan diteliti. Lama maserasi pada umumnya adalah 4-10 hari
(Setyaningsih, 2006). Menurut Voight (1995), maserasi akan lebih efektif jika
dilakukan proses pengadukan secara berkala karena keadaan diam selama
maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Akyla (2014)
melaporkan bahwa ekstrak andaliman memiliki flavor yang mirip serta memiliki
karakteristik trigeminal sebagaimana bahan bakunya pada ekstrak yang diperoleh
melalui proses maserasi menggunakan etil asetat : etanol (1 : 1) sebagai pelarut,
dengan rendemen ekstraksi 4,22% dibandingkan dengan jumlah andaliman segar
yang digunakan. Pada jurnal yang ditelaah, penelitian ekstraksi terhadap
komponen andaliman bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan waktu
ekstraksi dengan pelarut terhadap komponen volatil yang terlibat.
Metode penelitian yang dilakukan meliputi persiapan bahan hingga analisis
komponen. Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi: buah andaliman
(Zanthoxyylum acanthopodium), pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi
yaitu etil asetat dan etanol (1:1), serta natrium sulfat anhidrat. Peralatan yang
digunakan yaitu neraca, waring blender, labu ukur, Erlenmeyer, pipet volumetric,
bejana untuk maserasi, rotary vacuum evaporator, dan gas chromatography-mass
spectrometry (GC-MS) (Shimadzu GC 9AM) dan gas chromatography
olfactometry (GC-O) (Shimadzu QP). Ekstraksi andaliman dilakukan pada suhu
ruang (25oC) dan suhu 40oC. Adapun waktu ekstraksi dilakukan dengan perlakuan
selama 2, 4, dan 6 jam. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan campuran
pelarut etanol : etil asetat (1:1). Setiap hasil ekstraksi dipekatkan dengan rotary
vacuum evaporator pada suhu 5oC. natrium sulfat dimasukkan ke dalam hasil
ekstraksi untuk menghilangkan air dari ekstrak. Selanjutnya dilakukan
penyaringan ekstrak dengan kertas saring. Selanjutnya dilakukan analisis dengan
GC-MS dan GC-O, analisis dengan GC-MS digunakan untuk menganalisis
komponen volatil dari ekstrak andaliman. Untuk analisis dengan GC-O dilakukan
dengan menyuntikkan ekstrak volatil andaliman ke dalam kromatogradi gas yang
dilengkapi dengan sniffing port, pengujian dilakukan dengan 2 orang panelis
terlatih. Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Hasil Ekstraksi Andaliman
Berdasarkan penampakan ekstrak secara visual, andaliman yang diekstrak
menggunakan suhu 40 °C memiliki warna ekstrak yang lebih pekat dibandingkan
dengan ekstrak yang dimaserasi pada suhu ruang. Semakin lama waktu maserasi
yang dilakukan juga menunjukkan warna ekstrak yang lebih pekat. Namun perlu
digaris bawahi bahwa proses maserasi flavor berbeda dengan proses maserasi
untuk komponen aktif lain atau ekstraksi oleoresin karena sifat flavor alami
sebagian besar bersifat non polar yang bersifat sangat volatil.
Analisis komponen volatil
Komponen flavor yang terdeteksi pada andaliman yang diekstrak berkisar
antara 29 – 46 komponen flavor dimana terdapat 8 – 12 komponen flavor yang
mempunyai relative peak area lebih dari 1 % yang mempunyai berkontribusi
lebih dari 92 % relative peak area terhadap keseluruhan komponen flavor.
Rekapitulasi data komponen flavor dengan relative peak area lebih dari 1 % pada
perlakuan maserasi pada suhu ruang, sedangkan andaliman yang diekstrak pada
suhu 40 °C. Komponen volatil dominan pada ekstrak andaliman yang
menggunakan bahan baku andaliman segar adalah geranyl acetate baik yang
dimaserasi pada suhu ruang maupun suhu 40 °C. Pada andaliman yang dimaserasi
pada suhu ruang, geranyl acetate (35,12 %), citronellol (15,64 %), dan D-
Limonene (11,87 %) merupakan komponen volatil dominan pada 2 jam maserasi.
Setelah 6 jam maserasi terjadi pergeseran dominasi komponen aroma yang
dominan yaitu berasal dari D-Limonene (37,87 %) dan diikuti dengan geranyl
acetate (23,97 %). Andaliman yang dimaserasi pada suhu 40 °C, geranyl acetate
masih menjadi komponen volatil dominan yang teridentifikasi pada 3 jam
maserasi (44,16%), namun pada 4 jam maserasi pada suhu 40 °C terjadi
perubahan komponen volatil yang dominan yaitu Citronellol (21,63 %), diikuti
dengan dl-6-Methyl-5-hepten-2-ol (15,81 %), 5-hepten-2-one, 6 methyl (14,61 %),
dan geranyl acetate (11,67 %), sedangkan pada 6 jam maserasi pada suhu 40 °C
D-Limonene menjadi komponen volatil yang dominan (37,87 %) diikuti dengan
geranyl acetate (31,30 %). Secara umum geranyl acetate merupakan komponen
volatil yang dominan pada setiap perlakuan maserasi pada andaliman, namun
dengan perubahan suhu dan waktu maserasi dapat mempengaruhi persentase
relative peak area terhadap komponen yang teridentifikasi. Komponen flavor
utama (yang memiliki relative peak area > 10 %) berbeda-beda tergantung
perlakuan yang diberikan, kecuali senyawa geranyl acetate selalu merupakan
komponen flavor utama pada setiap perlakuan, dengan relative peak area berkisar
antara 11.67 – 48.15 %.
Aroma yang terdeskripsikan pada ekstrak andaliman yang dimaserasi pada
suhu ruang tidak berasal dari komponen volatil dominan yang terdeteksi pada GC-
MS. Komponen volatil yang memiliki relative peak dominan untuk setiap
perlakuan adalah geranyl acetate, diikuti dengan limonene dan citronellal.
Sementara aroma yang teridentifikasi pada uji olfactory bukan berasal dari
komponen volatil yang paling dominan pada GC MS. Aroma yang terdeskripsikan
pada andaliman yang dimaserasi pada suhu ruang adalah green, sweet, sour,
flowery, dan andaliman-like. Komponen volatil yang juga terdeskripsikan dengan
GC-O adalah 5-hepten-2-one, 6-methyl dengan aroma andaliman dan sour. Hasil
uji olfactory juga menunjukkan bahwa aroma yang terdeskripsikan lebih banyak
pada 2 jam pertama maserasi, sedangkan pada 4 jam dan 6 jam maserasi aroma
yang terdeskripsikan menjadi lebih sedikit, yang dapat juga diartikan menjadi
lebih spesifik. Namun dapat dilihat bahwa waktu maserasi dapat mengubah aroma
yang terdeskripsikan pada ekstrak andaliman.
Andaliman yang dimaserasi pada suhu 40 °C aroma yang terdeskripsikan
lebih banyak pada 4 jam maserasi. Namun bila membandingkan antara andaliman
basah yang dimaserasi pada suhu ruang dan suhu 40°C juga tidak dapat
menunjukkan adanya korelasi karena dari aroma yang terdeskripsikan dan
komponen volatil yang terlibat berbeda satu sama lain. Pada andaliman basah
yang dimaserasi pada suhu 40 °C komponen volatil dominan yang terdeteksi pada
GC-MS yang juga terdeskripsikan dengan menggunakan GC-O adalah acetic
acid. Untuk aroma andaliman yang terdeskripsikan pada jam ke-4 maserasi pada
suhu 40 °C berasal dari komponen Butyrolactone. Aroma yang terdeskripsikan
dari andaliman yang diekstrak pada suhu 40 °C beberapa berasal dari senyawa
yang tidak diketahui yaitu pada waktu retensi 4,92 menghasilkan aroma
andaliman dan sour, pada waktu retensi 23,57 menghasilkan aroma flowery dan
green pada 4 jam maserasi, serta pada waktu retensi 23,18 menghasilkan aroma
green dan spicy pada 4 jam maserasi, dan aroma sweet dan spicy pada 6 jam
maserasi. Wijaya et al. (2001) yang melakukan analisis komponen kunci aroma
pada andaliman menggunakan metode Aroma Extract Dillution Analysis (AEDA)
melaporkan bahwa citronellal merupakan komponen kunci aroma pada andaliman
yang dimaserasi dengan dietil eter dengan memberikan aroma sitrus, kuat dan
hangat. Hal ini menunjukkan, perlakuan maserasi yang berbeda (penggunaan
pelarut, suhu dan waktu maserasi) dapat menghasilkan aroma yang berbeda yang
terdeskripsikan dari sniffing port.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suhu dan waktu
maserasi yang berbeda dapat menyebabkan perubahan pada komponen flavor
yang dominan pada ekstrak andaliman. Komponen flavor utama yang dihasilkan
dari proses ekstraksi andaliman dengan metode maserasi pada suhu ruang
didominasi oleh senyawa geranyl acetate, sedangkan maserasi pada suhu 40 °C
juga menunjukkan geranyl acetate sebagai komponen volatil dominan pada 2 jam
maserasi. Setelah 4 jam maserasi 40 °C, citronellol merupakan komponen volatil
dominan, sedangkan setelah 6 jam maserasi 40 °C komponen volatil yang
dominan adalah D-Limonene diikuti oleh geranyl acetate.
RESUME JURNAL METODE EKSTRAKSI “SOXHLETASI”
“Uji Kualitas Minyak Biji Adas (Foeniculum vulgare) yang diperoleh dengan
Metode Soxhletasi”

Tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill) atau lebih dikenal dengan sebutan
„aneis‟ oleh masyarakat Sulawesi Utara merupakan tanaman yang secara
tradisional dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Biji adas dikenal sebagai salah satu
all round flavouring agent karena memilki aroma yang khas dan menarik,
sehingga banyak digunakan dalam bidang farmasi maupun industri. Minyak adas
merupakan minyak yang dihasilkan dari tanaman adas melalui proses penyulingan
atau destilasi (Prakosa et al., 2013). Selain menggunakan proses destilasi, minyak
adas juga dapat diperoleh dengan menggunakan ekstraksi dengan pelarut menguap
(Mondello et al., 1997). Ekstraksi pelarut yang umumnya dilakukan yaitu
ekstraksi dengan cara Soxhlet (Liestiyani, 2000). Keuntungan metode ini adalah
dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan langsung (Suradikusumah dalam Fitri, 2013). Inneke (1995) dalam
penelitiannya tentang karakteristik sifat fisik dan kimia minyak adas menyatakan
bahwa minyak adas yang dihasilkan dengan menggunakan metode destilasi
memiliki mutu yang baik. Minyak yang dihasilkan dengan metode destilasi
berupa minyak atsiri. Berbeda dengan minyak yang dihasilkan dengan
menggunakan metode soxhletasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan
penelitian untuk menguji kualitas minyak biji adas hasil soxhletasi dengan
menentukan bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, dan kelarutan dalam alkohol
berdasarkan Food chemical codex (FCC) (Damayanti dan Setiawan, 2012).
Adapun metode yang diterapkan adalah metode ekstraksi soxhlet yang
diawali dengan tahap persiapan alat dan juga bahan. Adapun bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel biji tanaman adas yang berasal dari
Tomohon, akuades, alkohol 90%, fenolftalein1%, kalium hidroksida 0,1 M, 2-
propanol dan toluen. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
piknometer, refraktometer, desikator, cawan petri, erlenmeyer, labu takar, labu
penyabunan, kertas saring, buret, gelas beker, tabung reaksi dan satu set alat
soxhlet. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu,persiapan sampel,
soxhletasi dan uji kualitas minyak biji adas. Persiapan sampel dilakukan dengan
mengambil biji tanaman adas dan dihaluskan sampai menjadi bubuk dengan
menggunakan blender. Kemudian tahap ekstraksi menggunakan soxhlet
dilakukan. Pelarut yang digunakan adalah petroleum eter. Ditimbang 50 g biji
adas yang telah dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring, selanjutnya
dimasukkan dalam alat Soxhlet dan diekstrak selama 8 jam. Minyak hasil ekstrasi
dipisahkan dari pelarut dengan cara diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator. Uji kualitas minyak biji adas hasil soxhletasi melalui proses yang
meliputi analisis rendemen (menghitung perbandingan berat minyak adas yang
dihasilkan dengan berat biji adas yang digunakan dan dikalikan 100%), bobot
jenis (menggunakan alat piknometer sesuai dengan referensi Ketaren,1986),
indeks bias (menggunakan refraktometer), kelarutan dalam alkohol (SNI dalam
Sihite,2009) dan bilangan asam (BSN, 1998).
Hasil rendemen minyak biji adas yang dihasilkan dengan metode soxhletasi
menggunakan pelarut petroleum eter menghasilkan persentase rendemen rata-rata
sebesar 34,95%. Rendemen minyak bervariasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti daerah asal atau tempat tumbuh, waktu pemanenan,varietas, lama
penyulingan dan perlakuan terhadap bahan (Guenther, 1987). Metode ekstraksi
minyak atsiri juga dapat mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan.
Menurut Guenther (1987), rendemen minyak yang dihasilkan dengan metode
ekstraksi pelarut menguap biasanya lebih baik dibandingkan dengan metode
penyulingan. Hal ini dikarenakan metode ekstraksi pelarut menguap menghasilkan
rendemen yang lebih banyak. Pemilihan pelarut dalam metode ini pun harus
diperhatikan. Dalam penelitan ini digunakan pelarut petroleum eter. Pelarut ini
mempunyai sifat yang stabil dan juga bersifat mudah menguap. Selain itu, pelarut
ini memiliki keuntungan karena bersifat selektif dalam melarutkan zat. Rendemen
minyak adas yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh waktu pemanenan. Minyak
adas yang diekstrasi dari biji adas yang tua menghasilkan rendemen minyak yang
lebih banyak dibandingkan dengan minyak adas yang diekstraksi dari biji adas
muda. Hal ini disebabkan pada biji adas yang masih muda hanya memiliki anetol
dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan kadar anetol buah yang sudah tua
(Inneke, 1995).
Hasil pengukuran indeks bias minyak biji adas dalam penelitian ini adalah
1,4779. Menurut Guenther (1990), nilai indeks bias minyak adas berada dalam
kisaran 1,4689-1,5592. Nilai indeks bias ini menunjukkan bahwa minyak adas
yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Sedangkan, untuk hasil pengukuran
bobot jenis minyak biji adas adalah sebesar 0,9873. Menurut Guenther (1990),
bobot jenis minyak adas dalam kisaran 0,951–0,991. Sedangkan menurut Food
Chemical Codex, bobot jenis minyak adas berada pada kisaran nilai 0,978-0,988.
Nilai bobot jenis yang dihasilkan ini menunjukkan bahwa minyak adas memiliki
kualitas yang baik. Taurini (1989) menyatakan bahwa semakin tinggi rendemen,
nilai berat jenis akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
komponen yang berhasil teresktrak dalam minyak adas. Untuk kelarutan minyak
biji adas dalam alkohol 90% adalah pada perbandingan 1:3, yaitu 1 mL minyak
biji adas dan 3 mL alkohol 90%. Setelah penambahan 7 mL alkohol 90% larutan
semakin jernih. Menurut Guenther (1987), kelarutan minyak tergantung pada
kecepatan daya larut dan kualitas minyak. Tetapi dalam penelitian ini, 1 mL
minyak biji adas dalam 3 mL alkohol hanya larut sebentar. Hal ini dikarenakan
komponen utama penyusun minyak adas adalah anetol (Mulyani et al.,1996).
Walaupun termasuk dalam golongan hidrokarbon teroksigenasi, anetol tidak
mudah larut dalam alkohol karena menurut Guenther (1987), anetol dan safrol
memiliki kelarutan yang rendah dalam alkohol. Sehingga untuk melarutkan 1 mL
minyak adas membutuhkan lebih dari 7 mL alkohol. Sedangkan untuk hasil
analisis bilangan asam, minyak biji adas yang diperoleh dari metode soxhletasi
memiliki bilangan sebesar 2,81. Menurut Guenther (1990), batas maksimum
bilangan asam minyak biji adas adalah 1,33. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan
asam minyak adas melewati batas maksimum yang ditetapkan. Hal ini disebabkan
oleh lamanya penyimpanan minyak adas. Minyak adas telah disimpan selama dua
bulan dalam desikator sebelum dianalisis, sehingga mengakibatkan terjadinya
proses oksidasi aldehida dan hidrolisa ester pada minyak adas (Guenther, 1987).
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa rendemen
minyak adas yang diekstrak dengan petroleum eter sebesar 34,95%. Indeks bias
minyak adas yang dihasilkan sebesar 1,4779, bobot jenis 0,9873, larut dalam
alkohol dengan perbandingan 1 : 3 dan semakin jernih dengan perbandingan 1 : 7,
dengan nilai bilangan asam sebesar 2,81. Hal ini menunjukkan dengan
menggunakan metode soxhletasi rendemen minyak adas yang dihasilkan cukup
tinggi dan minyak adas yang dihasilkan pun memilki kualitas yang baik
berdasarkan Food Chemical Codex dilihat dari bobot jenis, indeks bias dan
kelarutan dalam alkohol.
DAFTAR PUSTAKA

Asbur, Y., & Khairunnisyah, K. (2018). Pemanfatan Andaliman (Zanthoxylum


acanthopodium DC) sebagai Tanaman Penghasil Minyak Atsiri.
Kultivasi, 17(1).
Damayanti, A dan E. Setyawan. 2012. Essential Oil Extraction of Fennel Seed
(Foeniculum vulgare) Using Steam Distillation. Int. J. Sci. Eng.3: 12-
14
Kojong, V. C. O., Sangi, M. S., & Pontoh, J. (2013). Uji Kualitas Minyak Biji
Adas (Foeniculum vulgare) yang diperoleh dengan Metode Soxhletasi.
Jurnal MIPA, 2(2), 124-127.
Meutia, Y. R., Wardayanie, N. I. A., Mahardini, T., & Wirawan, I. (2015).
Pengaruh Suhu dan Waktu Maserasi terhadap Komponen Volatil yang
Terlibat pada Ekstraksi Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC).
Warta Industri Hasil Pertanian, 32(01), 9-15.

Anda mungkin juga menyukai