Anda di halaman 1dari 108

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan

lingkungan di mana anak berada, akibatnya peserta didik tidak mampu

menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan

yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan seakan mencabut peserta

didik dari lingkungannya sehingga menjadi asing di masyarakatnya sendiri

(Blazely, dalam Dirjen pendidikan Dasar dan Menengah, 2002:1).

Lebih lanjut Blazely menyatakan agar pendidikan dapat berhasil maka

peserta didik perlu membekali diri dengan kecakapan hidup, yaitu keberanian

menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan,

kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.

Pendidikan diharapkan dapat mensinergikan berbagai mata pelajaran menjadi

kecakapan hidup yang diperlukan seseorang. Tujuan pendidikan kecakapan hidup

adalah dapat memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu

mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya di

masa mendatang. Jadi secara umum manfaat pendidikan yang berorientasi pada

kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan

memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri,

warga masyarakat, maupun sebagai warga negara.


2

Biologi merupakan salah satu bagian dari kelompok IPA yang berkembang

selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dalam

perkembangan IPTEK yang demikian pesat mengakibatkan inovasi pengetahuan

begitu melimpah, sehingga banyak informasi baru yang harus dipelajari dengan

berbagai cara. Salah satunya mengenai sistem pembelajaran biologi di kelas yang

memerlukan pengembangan, khususnya mengenai strategi pembelajaran yang

berdasarkan konsep pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup.

Sukmadinata (2001:194) menyatakan bahwa dalam konsep pendidikan

klasik, guru berperan sebagai penyampai informasi, sedangkan dalam konsep

teknologi pendidikan, guru adalah pelatih kemampuan. Dalam konsep intruksional

guru berperan sebagai mitra belajar, sedangkan dalam konsep pendidikan pribadi,

guru lebih berperan sebagai pengarah, pendorong dan pembimbing. Tetapi

kenyataannya dalam praktik pendidikan di sekolah, jarang sekali digunakan satu

konsep pendidikan secara utuh. Pada umumnya pelaksanaan pendidikan bersifat

eklektik, mungkin mencampurkan dua, tiga bahkan mungkin keempat-empatnya.

Model-model konsep pendidikan tersebut dalam praktik tidak lagi dipandang

sebagai model pendidikan yang masing-masing eksklusif, tetapi dapat dipadukan

atau minimal dihubungkan satu dengan yang lainnya.

Beberapa hal yang menjadi penyebab kurangnya pemahaman siswa

terhadap suatu konsep, salah satu di antaranya adalah pembelajaran yang hingga

kini masih terpusat pada guru (Hartono dalam Yuwono, 2000:2). Umumnya guru

mengajar hanya sebagai penyampai informasi dan siswa hanya menerima apa

yang disampaikan oleh guru tanpa memahami dan mengetahui makna apa yang

diterimanya tersebut, sehingga siswa sering lupa dan kurang dapat menggunakan-
3

nya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Maka kiranya perlu dilakukan

konsolidasi, agar pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan

hidup, yaitu keberanian menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar

tanpa merasa tertekan, kemudian secara kreatif dapat menemukan solusi serta

mampu mengatasinya. Bently (dalam Dirjen pendidikan Dasar dan Menengah,

2002:6) menyatakan untuk mewujutkan hal tersebut, perlu diterapkan prinsip

pendidikan berbasis luas yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau

vokasional semata, tetapi juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus

learning how to unlearn, tidak hanya belajar teori, tetapi juga mempraktekkannya

untuk memecahkan problema kehidupan sehari-hari.

Berg (dalam Sa'dijah, 2000:3) mengemukakan bahwa “penyampaian

informasi dalam pembelajaran, di mana guru harus menyadari pengetahuan awal

yang ada dalam pikiran siswa dan harus menyesuaikan pelajaran dan cara

mengajarnya dengan pengetahuan awal tersebut”. Selanjutnya Novak (1985:40)

menyatakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi belajar anak

adalah apa yang diketahuinya. Maka guru hendaknya mengetahui dan

memanfaatkan pengetahuan awal yang telah ada dalam pikiran siswa sebelum

siswa mempelajari suatu konsep atau pemahaman baru.

Menurut Ausubel (1963:22) agar pemahaman materi pelajaran dapat lebih

mudah dipelajari hendaknya setiap orang belajar secara bermakna yaitu dengan

mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah diketahui

sebelumnya. Dengan adanya kemampuan guru mengaitkan pengetahuan awal

dengan pengetahuan yang akan dipelajari, dapat diharapkan bahwa siswa akan

terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Selanjutnya Dahar (1989:119)


4

mengatakan bahwa "belajar akan mempunyai kebermaknaan yang tinggi dengan

menjelaskan hubungan antara konsep". Jadi konsep dapat dipahami melalui

hubungan atau interaksinya dengan konsep lain.

Nurhadi (2002:1) menyatakan sebagai berikut.

Belajar secara bermakna dapat dilakukan dengan pendekatan


kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)), yang
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata bagi siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
pembelajarannya diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Maka strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada
hasil.

Salah satu cara untuk menjelaskan kepada siswa adanya hubungan antara

konsep-konsep adalah dengan menggunakan peta konsep. Novak (1984:15) dalam

bukunya "Learning How to Learn" memandang peta konsep sebagai suatu alat

yang efektif untuk menghadirkan secara visual hirarki generalisasi-generalisasi

dan untuk mengekspresikan keterkaitan proporsi dalam sistem konsep-konsep

yang saling berhubungan. Novak mengklaim bahwa pemetaan konsep akan

membantu para siswa untuk membangun kebermaknaan konsep-konsep yang baru

dan lebih kuat pada suatu bidang studi.

Dewasa ini para ahli telah banyak melakukan penelitian tentang

penggunaan peta konsep dalam pembelajaran khususnya dalam bidang sains.

Sebagai contoh, Horton, dkk. (1993:107-108) melakukan investigasi keefektifan

peta konsep sebagai alat pembelajaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

strategi pembelajaran dengan peta konsep berpengaruh positif pada prestasi dan

sikap siswa. Sedangkan hasil penelitian Novrianto (2000:68) menunjukkan


5

strategi pengajaran menggunakan peta konsep guru-siswa merupakan strategi

pengajaran yang paling efektif untuk meningkatkan prestasi dan retensi belajar

siswa pada materi senyawa karbon.

Hasil penelitian Cliburn (1990:215) menunjukkan bahwa penggunaan peta

konsep memberikan berbagai dampak yang positif dalam proses belajar mengajar

kimia. Selanjutnya hasil penelitian Widyastuti (1997:55) menunjukkan terdapat

perbedaan yang signifikan antara pengajaran yang menggunakan peta konsep

dengan pengajaran tanpa menggunakan peta konsep terhadap prestasi belajar.

Sedangkan menurut Jailani (2001:65) hasil belajar siswa pokok bahasan

pertumbuhan dan perkembangan yang mengalami pembelajaran dengan strategi

peta konsep yang disertai dengan kerja kelompok secara signifikan lebih baik

dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mengalami pembelajaran dengan

strategi peta konsep tanpa kerja kelompok dan siswa menunjukkan sikap netral

terhadap metode belajar (ceramah) yang selama ini digunakan guru. Berdasarkan

beberapa pendapat ahli di atas menunjukkan hasil penelitiannya memberi

gambaran penggunaan peta konsep dalam bidang sains dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

Pembelajaran biologi di MA/SMU tentang konsep Lingkungan dan

Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati (SDAH) merupakan salah satu

pembelajaran yang paling penting, karena peserta didik dan lingkungan dimana

mereka berada mempunyai keterkaitan yang sangat erat dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari, dengan adanya penguasaan wawasan tentang Lingkungan

dan Pelestarian SDAH, maka siswa menjadi tidak asing dengan lingkungannya.
6

Beberapa bahan kajian dalam GBPP kurikulum biologi MA/SMU

(1994:15-17) adalah: Konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH. Konsep

Lingkungan membahas tentang:

(1) Lingkungan mencakup segala sesuatu di sekitar kita yang terdiri dari

faktor biotik dan abiotik serta dipengaruhi budaya manusia.

(2) Polusi terhadap lingkungan perlu di deteksi secara dini dan ditangani

segera dan terpadu.

(3) Perubahan lingkungan mengakibatkan berbagai dampak.

(4) Etika Lingkungan melibatkan perilaku manusia terhadap kelestarian

lingkungan

Sedangkan konsep Pelestarian SDAH membahas tentang:

(1) Sumber daya alam hayati berupa mikroba, tumbuhan, dan hewan

dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia

(2) Sumber daya alam hayati mempunyai nilai-nilai biologi, ekonomi,

dan budaya yang berkaitan

(3) Pelestarian sumber daya alam hayati dilaksanakan secara terpadu dan

melibatkan berbagai pihak.

Kesulitan yang umum dihadapi oleh guru tentang penanaman konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH adalah kurangnya pemanfaatan

ketersediannya sarana lingkungan sekolah yang dapat melibatkan siswa belajar

secara langsung, sehingga guru hanya menjelaskan konsep Lingkungan dan

Pelestarian SDAH dengan metode ceramah saja. Penyampaian materi pelajaran

dengan metode ceramah dapat menyebabkan pemahaman siswa tentang konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH kurang mendalam, dalam arti siswa hanya
7

mendengar dari guru tetapi mereka tidak mampu menghubungkan antara konsep

yang satu dengan konsep yang lain Hasil evaluasi nilai siswa kelas 1 berjumlah

40 siswa (kelas bawah) MAN 3 Malang yang didapatkan pada tahun ajaran

2001/2002, konsep Lingkungan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 42 dengan

rata-rata kelas 65. Sedangkan konsep Pelestarian SDAH nilai tertinggi 59 dan

nilai terendah 33 dengan rata-rata kelas 54, secara lengkap terlampir (Lampiran

15). Kesulitan ini kemungkinan dapat diatasi dengan pembelajaran menggunakan

peta konsep. Hal ini sesuai dengan hasil evaluasi dari Tim Action Research

Biologi Gugus Blitar (2000:156) yang menggunaan peta konsep dan bimbingan

yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk menemukan konsep dari suatu

bacaan dan menyusun menjadi peta konsep, memberi kesempatan kepada siswa

untuk berdiskusi dan mempresentasikan peta konsep yang telah disusun.

Pembelajaran dengan penggunaan peta konsep sangat menyenangkan dan

menarik, memudahkan siswa dalam memahami konsep, sehingga meningkatkan

minat siswa untuk belajar biologi dan juga mudah dilakukan oleh guru sehingga

sangat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Guru biologi MAN 3 Malang ada yang sudah pernah mendapatkan pelatihan

pembelajaran biologi dengan menggunakan peta konsep namun sampai saat ini

belum menerapkan dalam pembelajaran biologi, maka peneliti merasa perlu

dilakukan pembelajaran kontekstual dengan menggunakan peta konsep. Karena

itu dilakukan penelitian tindakan kelas, dengan penggunaan peta konsep dalam

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH untuk meningkatkan

hasil belajar siswa di kelas I MAN 3 Malang.


8

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bagaimana bentuk pembelajaran dengan menggunakan peta konsep untuk

peningkatan hasil belajar konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH di MAN

3 Malang?

2. Apakah penggunaan peta konsep dalam pembelajaran konsep Lingkungan dan

Pelestarian SDAH dapat meningkatkan hasil belajar siswa MAN 3 Malang?

3. Bagaimana respon siswa terhadap penggunaan peta konsep dalam

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH di MAN 3 Malang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan

penelitian, yaitu memperoleh paparan yang jelas, rinci dan mendalam tentang:

1. Bentuk pembelajaran menggunakan peta konsep yang dapat membantu siswa

MAN 3 Malang memahami konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH.

2. Hasil belajar siswa MAN 3 Malang setelah menggunakan peta konsep dalam

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH.

3. Respon siswa MAN 3 Malang terhadap penggunaan peta konsep dalam

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH di MAN 3 Malang.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

berbagai pihak, antara lain sebagai berikut.


9

1. Bagi guru, dapat memperluas pengetahuan mengenai pembelajaran dengan

menggunakan peta konsep, dan diharapkan menjadi salah satu alternatif

bentuk pembelajaran untuk mengajarkan konsep Lingkungan dan Pelestarian

SDAH di MA/SMU

2. Bagi siswa, belajar bermakna dapat lebih lama dikuasai dalam ingatan,

sehingga dapat membantu siswa untuk meningkatkan penguasaannya

terhadap konsep-konsep biologi serta dapat meningkatkan hasil belajarnya.

3. Bagi peneliti, dapat memperbaiki/meningkatkan praktek pembelajaran secara

berkesinambungan. Sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian

lebih lanjut.

E. Definisi Istilah

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap istilah-istilah

yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini dikemukakan beberapa

batasan istilah sebagai berikut

1. Konsep adalah sejumlah sebagai regularitas (keteraturan) di dalam kejadian-

kejadian atau objek-objek yang diarahkan oleh satu kata-kata, tanda atau

simbol, (Novak 1984). Maka konsep dapat dinyatakan merupakan satuan arti

yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama.

2. Peta konsep adalah gambaran yang menyatakan hubungan antara konsep-

konsep dalam bentuk proposisi-proposisi untuk dapat mengetahui konsep-

konsep yang telah dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat

berlangsung, untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep pada siswa, dan

untuk menolong para siswa belajar bagaimana belajar (Dahar, 1988:161).


10

3. Proposisi adalah dua konsep atau lebih yang dihubungkan oleh kata-kata

penghubung sehingga membentuk suatu kalimat yang bermakna (Novak,

1985:15).

4. Respon siswa terhadap penggunaan peta konsep adalah pendapat siswa

tentang penggunaan peta konsep dalam pembelajaran Lingkungan dan

Pelestarian SDAH serta tentang manfaat yang diperoleh dari pembelajaran

dengan menggunakan peta konsep.

5. Pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH dengan

menggunakan peta konsep adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan

peta konsep sebagai alat belajar untuk memahami materi Lingkungan dan

Pelestarian SDAH.

6. Hasil belajar adalah Angka kemajuan yang diperoleh siswa dalam proses

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH, berupa pembuatan

peta konsep, presentasi, keaktifan, mengerjakan LKS, dan juga hasil tes pada

setiap siklus.

7. Bentuk pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran dengan menggunakan

peta konsep yang berupa segala kegiatan/tindakan guru dan siswa dengan

mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan

kehidupan sehari-hari.
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar Bermakna

Belajar bermakna adalah belajar dimana siswa harus mengaitkan konsep

baru dengan konsep yang diperolehnya dalam bentuk proposisi (hubungan antar

konsep) yang benar. Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) menyatakan “belajar

bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-

konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita

tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpankannya

pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu

dalam otak”.

Irawan (2001:13) menyatakan Ausubel percaya bahwa “Advance

Organizer” dapat memberikan tiga macam manfaat, yaitu

(1) dapat menyediakan suatu karangka konseptual untuk materi pelajaran yang

akan dipelajari oleh siswa.

(2) dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang

sedang dipelajari siswa “saat itu” dengan apa yang “akan” dipelajari;

(3) dapat membantu mahasiswa untuk memahami bahan belajar secara lebih

mudah.

Menurut Ausubel siswa dalam mengasimilasi pelajaran dapat dilakukan

dengan cara-cara seperti dalam Tabel 2.1 berikut.


12

Tabel 2.1. Bentuk-bentuk Belajar Menurut Ausubel

DIMENSI II
HAFALAN BERMAKNA
DIMENSI I
Penerimaan  Materi disajikan dalam  Materi disajikan dalam
bentuk final bentuk final
 Siswa menghafal  Siswa memasukkan
materi yang disajikan informasi ke dalam
struktur kognitif

Penemuan  Materi ditemukan oleh  Siswa menemukan


siswa materi
 Siswa menghafal  Siswa memasukkan
materi informasi ke dalam
struktur kognitif

Sumber: Arifin, 1995:83.

Selanjutnya Ausubel menjelaskan perbedaan antara belajar bermakna

dengan belajar hafalan, belajar bermakna merupakan suatu proses dalam belajar

yaitu informasi baru dikaitkan pada konsep-konsep relevan yang telah ada dalam

struktur kognitif seseorang. Sedangkan belajar secara hafalan terjadi jika siswa

mempelajari konsep-konsep baru secara semuanya dan tidak dihubungkan dengan

konsep-konsep relevan yang sudah diketahuinya.

Belajar bermakna berarti belajar dengan memperoleh pemberitahuan yang

bermakna. Menurut Ausubel yang diadopsi (dalam Dahar, 1988: 142) prasyarat-

prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut: (1) materi yang akan

dipelajari harus bermakna secara potensial yaitu dengan memperhatikan

kemampuan awal siswa, dan (2) anak yang akan belajar atau siswa harus

bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan

niat untuk belajar bermakna (meaningful learning set). Tujuan siswa merupakan

faktor utama dalam belajar bermakna. Selanjutnya kebermaknaan materi pelajaran

secara potensial tergantung pada dua faktor: (1) materi itu harus memiliki
13

kebermaknaan logis, (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam

struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan

materi yang non-arbitrar dan substantif.

Oleh karena itu agar terjadi belajar bermakna, materi pelajaran harus

bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu ke

dalam struktur kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsur-

unsur yang cocok untuk mengaitkan atau menghubungkan materi baru secara non-

arbitrer dan substantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada, maka materi itu

kalaupun dipelajari, akan dipelajari secara hafalan (Rosser dalam Dahar,

1988:143).

Sukmadinata (2001:135) menyarankan agar pembelajaran dapat bermakna

bagi siswa, maka ada dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: pertama, suatu

materi memiliki kebermaknaan logis berarti materi tersebut dapat dihubungkan

dengan konsep-konsep yang telah ada pada siswa, maka siswa harus memiliki

materi yang sesuai dengan hal yang akan dipelajari. Bila siswa dalam struktur

kognitifnya telah memiliki materi, ide-ide yang sesuai, yang memungkinkan

materi baru dapat dihubungkan padanya secara subtantif dan non-arbitrer, maka

materi tersebut telah memiliki kebermaknaan potensial. Kedua, sesuai dengan

materi yang memiliki kebermaknaan potensial, sebab siswa dapat memberikan

makna, hal ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk memberi makna atau

tidak. Apabila siswa mempunyai kesiapan untuk memberi makna maka terjadilah

belajar bermakna (meaningful learning). Sedangkan Ausubel dan Novak 1978

(dalam Susilo, 89:7) menjelaskan cara berlajar bermakna yang baik ialah melalui

“subsumption” yaitu dengan mengaitkan konsep baru yang khusus ke konsep lain
14

yang lebih umum atau lebih inklusif, yang membentuk sebagian dari struktur

pengetahuan siswa saat itu, yaitu yang sudah ada dalam ingatannya. Pada saat

terjadi “subsumption” itu, struktur pengetahuan siswa menjadi lebih

terdiferensiasi, sehingga mempermudah terjadinya asimilasi konsep-konsep lain

yang lebih baru.

B. Peta Konsep Untuk Belajar Bermakna

Ausubel dalam teorinya sangat menekankan agar guru mengetahui konsep-

konsep yang telah dimiliki oleh siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung.

Namun demikian Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi para guru

untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh siswa.

Menurut Susilo (2001:6) peta konsep adalah alat untuk mewakili adanya

keterkaitan secara bermakna antar konsep sehingga membentuk proposisi,

proposisi yaitu dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan garis yang diberi

label (kata penghubung) sehingga memiliki suatu arti. Pendapat lain menyatakan

(Dahar 1988: 153) peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-

konsep dan proposisi suatu bidang studi (biologi), dengan membuat sendiri peta

konsep, siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi

lebih bermakna.

1. Pengertian Konsep

Definisi konsep yang diadopsi dari Novak (1984) adalah sebagai

regularitas (keteraturan) di dalam kejadian-kejadian atau objek-objek yang

diarahkan oleh satu tanda atau simbol. Konsep-konsep di dalam satu peta konsep

berkaitan antara satu dengan yang lain oleh garis-garis penghubung yang
15

mendefinisikan proposisi-proposisi hubungan-hubungan spesifik antara konsep-

konsep tersebut. Misalnya "Fotosintesis menghasilkan oksigen". Pemerolehan

hubungan-hubungan itu adalah elemen kunci di dalam pembelajaran bermakna.

Oleh karena konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian internal dari

sekelompok stimulus-stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati: konsep-

konsep harus disimpulkan dari perilaku. Selanjutnya Dahar (1988:116)

menyatakan "konsep merupakan dasar berfikir, untuk belajar aturan-aturan, dan

akhirnya untuk memecahkan masalah". Dengan demikian konsep merupakan

dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-

prinsip dan generalisasi-generalisasi maupun untuk pemecahan masalah.

Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988:98) ada dua cara perolehan

konsep, yaitu pembentukan konsep, dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep

disebut sebagai abstraksi dari pengalaman-pengalaman yang melibatkan contoh-

contoh konsep. Asimilasi konsep merupakan cara untuk memperoleh konsep

dengan menggunakan konsep lain yang terbentuk. Selanjutnya Ausubel (dalam

Hadikoswara, 1998:76) menjelaskan bahwa pengembangan konsep akan

berlangsung dengan baik, bila unsur-unsur yang paling inklusif/umum dari suatu

konsep diperkenalkan terlebih dahulu, diikuti oleh konsep-konsep yang lebih

khusus secara vertikal ke bawah atau disebut juga sebagai konsep-konsep yang

disusun dalam bentuk bagan yang mengandung beberapa proposisi yang dikenal

sebagai peta konsep.

2. Pengertian Peta Konsep

Novak dan Gowin (1984:15) menyatakan bahwa peta konsep dapat

membuat jelas gagasan pokok bagi guru dan siswa yang sedang memusatkan
16

perhatian pada tugas pelajaran yang spesifik. Peta konsep dapat menunjukkan

secara visual berbagai jalan yang dapat ditempuh dalam menghubungkan

pengertian konsep di dalam permasalahannya. Selanjutnya Novak menjelaskan

bahwa peta konsep dimaksudkan untuk menyajikan hubungan yang bermakna

antar konsep dalam bentuk proposisi dimana seperangkat konsep tersebut harus

menyatu dalam bentuk proposisi sehingga dapat dikatakan bahwa peta konsep

adalah alat untuk menyatakan secara eksplisit konsep dan proposisinya.

Menurut Suparno (1997:56) peta konsep merupakan suatu bagan skematik

untuk menggambarkan suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu

rangkaian pernyataan. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep

yang penting, melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu.

Untuk membentuk suatu peta konsep dari suatu materi atau pokok bahasan

di dalam suatu kelas maka akan menghasilkan model peta konsep yang berbeda-

beda di antara masing-masing siswa, dengan demikian sejumlah konsep yang

sama dapat tersusun dengan hirarki yang berbeda-beda, yang dapat

memperlihatkan kaitan konsep yang bermakna bagi siswa yang menyusunnya.

3. Cara Menyusun Peta Konsep

Untuk menyusun peta konsep dapat disesuaikan dengan tujuan pengajaran.

Misalnya penyusunan peta konsep pada konsep Lingkungan dan Pelestarian

Sumber Daya Alam Hayati maka siswa dapat membaca dengan teliti materi

pelajaran tersebut, setelah itu siswa dapat menentukan konsep-konsep yang

penting. Konsep-konsep yang sudah dipilih disusun secara berurutan, untuk

konsep yang paling umum diletakkan paling atas dan diurut ke bawah sesuai

tingkat inklusifnya, dan disusun secara vertikal. Untuk menghubungkan dua atau
17

lebih konsep yaitu konsep yang inklusif dengan konsep yang kurang inklusif

digambarkan di bawahnya, maka akan diperoleh suatu bentuk hirarki pada peta

konsep. Kata penghubung harus digunakan untuk menghubungkan antara konsep

secara horizontal yang menggunakan garis tanda panah yang menuju pada konsep

yang terkait dengannya.

Strategi memperkenalkan peta konsep yang diadopsi dari Novak (1984:32-

34), memiliki tahap-tahapnya sebagai berikut.

(1) Memperkenalkan sifat-sifat konsep, belajar bermakna dan belajar hafalan.

Menekankan pada keuntungan belajar bermakna, dan bagaimana pemetaan

konsep berbeda dari teknik belajar lainnya seperti garis besar, paraphrasa dan

garis bawah.

(2) Mendemonstrasikan beberapa contoh pada peta konsep untuk topik yang telah

dikenal

(3) Memperkenalkan 6 langkah pembuatan peta konsep, yaitu:

(a) Membaca bahan bacaan.

(b) Mengidentifikasi konsep-konsep utama

(c) Mengurutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang kurang

inklusif

(d) Menulis, mengaitkan, dan memberi kata penghubung untuk membentuk

peta

(e) Mengembangkan cabang

(f) Membuat kaitan silang.

(4) Memberi latihan-latihan pada siswa menyusun peta konsep untuk materi yang

telah diajarkan dan disarankan siswa untuk memperbaiki petanya.


18

(5) Menyampaikan kriteria penilaian, bahwa peta konsep yang baik adalah peta

yang mempunyai banyak konsep, banyak tingkat hiraki, dan banyak kaitan

silang. Tidak ada dua peta konsep yang sama/identik, setiap peta

mencerminkan pemahaman pengetahuan seseorang yang membuatnya.

4. Kegunaan, Kelebihan dan Kekurangan dari Peta Konsep

Ausubel (dalam Dahar,1998:141) menyatakan ada tiga kegunaan dari

belajar bermakna, yaitu sebagai berikut.

(1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

(2) Informasi yang tersubsumsi mengakibatkan peningkatan diferensiasi dari

subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi

pelajaran yang mirip.

(3) Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek

residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip,

walaupun telah terjadi "lupa".

Gibson (1996:138) menyatakan bahwa pendekatan peta konsep dapat

bermanfaat dalam pembelajaran konsep pada perkuliahan biologi. Dengan

pendekatan ini, konsep-konsep kunci ditata dalam sebuah tatanan hirarkis dengan

hubungan yang menunjukkan keterkaitan konsep. Harapannya adalah bahwa hal

ini akan membantu para guru dan yang sedang memusatkan perhatian pada tugas

pelajaran yang spesifik. Peta konsep dapat menunjukkan secara visual berbagai

cara yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam

permasalahannya, sehingga terjadi keterkaitan antara konsep dalam bentuk

proposisi dimana seperangkat konsep tersebut harus menyatu dalam bentuk


19

proposisi sehingga dapat dikatakan bahwa peta konsep adalah alat untuk

menyatakan secara eksplisit konsep dan proposisinya.

a. Kelebihan Peta Konsep

Adapun kelebihan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep yang

dinyatakan Novak dan Gowin (1984:41-42) sebagai berikut:

1) Bagi guru

 Pemetaan konsep dapat menolong guru mengorganisir seperangkat

pengalaman belajar secara keseluruhan yang akan disajikan.

 Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal

ini disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek

verbal bagi siswa, karena siswa dengan mudah melihat, membaca dan

mengerti makna yang diberikan.

 Pemetaan konsep menolong guru memilih aturan pengajaran berdasarkan

karangka kerja yang hirarki, hal ini mengingat banyak materi pelajaran yang

disajikan dalam urutan yang acak.

 Membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengajarannya.

2) Bagi siswa

 Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan proses

belajar bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman siswa dan daya ingat

belajarnya.

 Dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas berfikir siswa, hal ini

menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih pada siswa.

 Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi dengan baik, yang akan

memudahkan belajar.
20

 Dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara lebih

komprehensif dalam setiap komponen konsep-konsep dan mengenali

hubungan antara konsep-konsep berikut.

b. Kekurangan Peta Konsep

Beberapa kekurangan atau hambatan yang kemungkinan di alami oleh

siswa dalam menyusun peta konsep, antara lain:

 Perlu waktu yang cukup lama untuk menyusun peta konsep, sedangkan waktu

yang tersedia di kelas sangat terbatas.

 Sulit menentukan konsep-konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari.

 Sulit menentukan kata-kata untuk menghubungkan konsep yang satu dengan

konsep yang lain.

Jadi hambatan yang kemungkinan dialami siswa akan dapat diatasi dengan

melakukan hal-hal sebagai berikut.

(a) Siswa diminta untuk membuat peta konsep di rumah, dan pada pertemuan

berikutnya didiskusikan dalam kelas.

(b) Siswa diharapkan dapat memebaca kembali materi dan memahaminya, agar

dapat mengenali konsep-konsep yang ada dalam bacaan sehingga dapat

mangaitkan konsep-konsep tersebut dalam peta konsep.

C. Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Kontekstual

Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-

siswa dari TK sampai dengan MA/SMU untuk menguatkan, memperluas, dan

menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik meraka dalam berbagai

macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-
21

masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (University of

Washington, 2001 dalam Nur, 2001:1). Lebih lanjut dijelaskan pembelajaran

kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang

diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan

dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga

negara, siswa, dan tenaga kerja.

Peta konsep merupakan salah satu alat ukur dalam Assessmen

pembelajaran kontektual (CTL), yang mana pada prinsipnya adalah tidak hanya

menilai apa yang diketahui siswa, namun juga menilai apa yang dapat dilakukan

oleh siswa. Penilaian tersebut sangat mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja

siswa dalam menyelesaikan tugas. Sistem ini sesuai dengan sistem performance

assessment. Adapun komponen-komponen dari suatu performance assessment

meliputi empat hal berikut ini:

(a) Tugas-tugas yang dikehendaki siswa menggunakan pengetahuan dan proses

yang telah mereka pelajari

(b) Ceklis yang mengindentifikasi elemen-elemen tindakan atau hasil yang

diperiksa

(c) Seperangkat deskripsi dari suatu proses dan atau suatu kontinuum nilai

kualitas (rubik) yang digunakan sebagai dasar untuk menilai keseluruhan

kerja

(d) Contoh-contoh dengan mutu yang sangat baik sebagai model dari tugas yang

harus dikerjakan.

CTL menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi, transper pengetahuan

lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisis dan pensintesisan informasi dan


22

data dari berbagai sumber dan pandangan. Selanjutnya University of Washington,

2001 (dalam Nur 2001:2) menyatakan enam kunci CTL sebagai berikut.

(a) Pembelajaran bermakna

(b) Penerapan pengetahuan.

(c) Berfikir tingkat tinggi:

(d) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar

(e) Responsive terhadap budaya

(f) Penilaian Autentik.

Pendekatan kontektual didasarkan pada kecenderungan pemikiran tentang

belajar yang diadopsi dari Nurhadi (2002:3-5) sebagai berikut:

1. Proses Belajar

Beberapa pendekatan yang berkaitan dengan proses belajar, antara lain

sebagai berikut.

(a) Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi

pengtahuan dari benak mereka sendiri.

(b) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari

pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

(c) Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi

dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan

(subject matter).

(d) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi

yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.

(e) Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
23

(f) Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.

(g) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu

berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan

ketarampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah

dan terus menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada

akhirnya mempengruhi cara seseorang berprilaku.

2. Transfer Belajar

Transfer belajar dapat terjadi melalui berbagai cara, antara lain sebagai

berikut.

(a) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain

(b) Ketrampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas

(sempit), sedikit demi sedikit.

(c) Penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan ‘bagaimana’ ia

menggungganakan pengetahuan dan ketrampilan itu.

3. Siswa Sebagai Pembelajar

Belajar merupakan hal yang penting bagi siswa dalam mengikuti

pelajaran, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai

berikut.

(a) Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan

seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal

baru.
24

(b) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang

baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.

(c) Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara ‘yang baru’ dan

yang diketahui.

(d) Tugas guru memfalitasi: agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan

kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan

menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar sangat menentukan bagi siswa dalam mengikuti

pembelajaran, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai

berikut.

(a) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa.

Dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa akting bekerja

dan berkarya, guru mengarahkan”.

(b) Pengajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara’ siswa menggunakan

pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan

hasilnya,

(c) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian

(assessment) yang benar.

(d) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

D. Elemen Belajar yang Kontruktivistik

Zahorik (dalam Nurhadi 2002:7) menyebutkan ada lima elemen yang

harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontektual yaitu sebagai berikut.


25

(1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)

(2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara

mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

(3) Pemahaman pengetahuan (undesrtanding knowledge ) yaitu dengan cara

menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada

orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3)

konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

(4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge )

(5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan tersebut.

Sedangkan Nurhadi (2002:10) menyatakan komponen utama CTL ada

tujuh yaitu: 1) konstruktivisme (Constructivism), 2) menemukan (Inquiri), 3)

bertanya (Questioning), 4) masyarakat belajar (Learning Community), 5)

pemodelan (Modeling), 6) refleksi (Reflection) dan 7) penilaian sebenarnya

(Authentic Assessment).

Jadi pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar agar dapat membantu

siswa mengaitkan antar materi yang didapatkan dengan situasi nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif tersebut.

Penggunaan peta konsep dalam pendekatan kontekstual di kelas harus

memiliki ketujuh komponen utama di atas, maka baru dikatakan menggunakan

pendekatan CTL. Nurhadi (2002:10) menyebutkan secara garis besar langkah

penerapan CTL di dalam kelas, langkahnya sebagai berikut.


26

(1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara

bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan menkonstruksi sendiri pengetahuan

dan ketrampilan barunya!

(2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik!

(3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!

(4) Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok)!

(5) Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran!

(6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan!

(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!

E. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian tentang penggunaan peta konsep dalam

pembelajaran dapat membuktikan keunggulan penggunaan peta konsep. Antara

lain adalah sebagai berikut.

Zubaidah, (2000:23) membuktikan bahwa dengan pemberian pra tes dan

pembuatan peta konsep dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan motivasi

belajar siswa. Siswa berpendapat bahwa mereka lebih menerima pelajaran biologi

dengan pembuatan peta konsep dan mereka lebih senang diadakan pra tes dulu

sehingga waktu diterangkan siswa sudah memiliki bekal pengetahuan.

Selanjutnya disebutkan dengan pemberian pra tes dan pembuatan peta konsep

dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan prestasi siswa yang ditunjukkan

oleh skor sub-sumatif yang juga meningkat.

Tim Action Research Biologi Gugus Blitar (2000:156) menyimpulkan

bahwa strategi penggunaan peta konsep, disertai bimbingan yang diberikan oleh

guru kepada siswa untuk menemukan konsep dari suatu bacaan dan menyusunnya
27

menjadi peta konsep, dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi

dan mempresentasikan peta konsep yang telah disusun. Guru kemudian

memberikan ulasan dan penguatan konsep dengan menggunakan peta konsep

buatan guru. Strategi penggunaan peta konsep sangat menyenangkan dan menarik,

memudahkan siswa dalam memahami konsep, sehingga meningkatkan minat

siswa untuk belajar biologi dan juga mudah dilakukan oleh guru sehingga sangat

membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Hadikoswara (1998:83) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif

antara kemampuan menyusun peta konsep dan hasil belajar mahasiswa dalam

mata pelajaran Mikrobiologi. Berarti bahwa semakin kuat kemampuan mahasiswa

dalam menyusun peta konsep semakin bertambah kemampuan mahasiswa dalam

menguasai materi dalam mata pelajaran Mikrobiologi yang dinyatakan dalam

bentuk hasil belajarnya.

Jailani (2001:65) menyimpulkan bahwa hasil belajar pokok bahasan

pertumbuhan dan perkembangan yang mengalami pembelajaran dengan strategi

peta konsep yang disertai dengan kerja kelompok secara signifikan lebih baik

dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mengalami pembelajaran dengan

strategi peta konsep tanpa kerja kelompok. Dan secara keseluruhan siswa

menunjukkan sikap yang positif baik terhadap strategi pembelajaran dengan

menggunakan peta konsep maupun terhadap strategi pembelajaran dengan peta

konsep yang disertai kerja kelompok.

F. Tinjauan Konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH

Suyitno (dalam Umniyatie, 2001:212) menyatakan bahwa ada tiga aspek

pokok yang hendak dikembangkan melalui proses pembelajaran IPA (Biologi)


28

yakni aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Proses pembelajaran biologi

hendaknya dapat menghasilkan siswa yang memiliki ketiga kemampuan tersebut

secara komprehensif, sehingga sebagai seorang guru yang baik tidak cukup hanya

memiliki pengetahuan biologi saja, tetapi harus pula menguasai tentang

karakteristik siswanya dan menguasai aspek kependidikan.

Pembelajaran konsep Lingkungan, dan Pelestarian Sumber Daya Alam

Hayati sangat memerlukan kecakapan hidup, karena siswa tentu juga akan

memiliki permasalahan sendiri dalam mempelajarainya, maka sangat diperlukan

pemecahannya. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (2002:1) mengelompok-

kan kecakapan hidup menjadi lima jenis yaitu sebagai berikut.

(1) kecakapan mengenal diri (self awareness), yang juga sering disebut kecakapan

personal (personal skill).

(2) Kecakapan berfikir rasional (thinking skill)

(3) Kecakapan sosial (social skill)

(4) Kecakapan akademik (academic skill)

(5) Kecakapan vokasional (vocasional skill)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa kecakapan hidup personal skill, thingking

skill, dan sosial skill masih bersifat umum (general life skill/GLS), hal ini sangat

diperlukan oleh siswa yang sedang menempuh pendidikan, sedangkan academik

skill, dan vocasional skill (specifik skill/SLS) sangat erat kaitannya dengan materi

pelajaran tertentu dan pendekatan pembelajarannya seperti dalam pengembangan

biologi molekuler. Namun demikian perlu disadari bahwa di dalam kehidupan

nyata antara GLS dan SLS tidak berfungsi secara terpisah-pisah, atau tidak

terpisah secara eksklusif, tetapi pada kenyataannya adalah peleburan antara semua
29

kecakapan tersebut, sehingga menyatu menjadi sebuah tindakan individu yang

melibatkan aspek fisik, mental, emosional dan intelektual. Jadi kualitas siswa

dalam pembelajaran biologi sangat dipengaruhi oleh kualiltas kematangan

berbagai aspek pendukung tersebut diatas.

Bertitik tolak dari masalah di atas, maka pada kurikulum MA/SMU,

pendidikan kecakapan hidup difokuskan untuk mengembangkan kecakapan

akademik dan juga terus memantapkan General Life Skill (GLS), dan juga tidak

tertutup kemungkinan untuk dapat dikembangkan Vokasional Skill (VS).

Pengembangan tersebut dapat dilakukan secara integratif di kecakapan akademik

yang menjadi fokusnya. Untuk mata pelajaran biologi di MA/SMU disebutkan

pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses, yang pada dasarnya

indentik dengan kecakapan berpikir rasional dan kecakapan akademik, sehingga

dituangkan dalam bentuk kurikulum.

Materi Konsep Lingkungan, dan Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati

merupakan salah satu bagian dari materi biologi yang diajarkan di MA/SMU.

Berdasarkan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) tahun 1994, tujuan

pengajaran biologi di MA/SMU adalah siswa memahami konsep-konsep biologi

dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah dengan

dilandasi sikap dan nilai ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang

dihadapi sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya.

Sedangkan tujuan dipelajarinya biologi di MA/SMU menurut Kurikulum

Berbasis Kompetensi biologi SMU (2001:11) adalah sebagai berikut.

(1) Meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan.


30

(2) Meningkatkan kebanggaan nasional dan mensyukuri kebesaran serta

kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa

(3) Memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitannya

(4) Mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari

(5) Mengembangkan keterampilan dasar biologi untuk memperoleh konsep-

konsep biologi dan menumbuhkan nilai serta sikap ilmiah

(6) Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi

sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia

(7) Memberikan bekal pengetahuan dasar untuk melanjutkan kejenjang

selanjutnya.

Mulyasa (2003:29) menyatakan diharapkan tamatan Madrasah Aliah dan

Sekolah Menengah Atas memiliki kemampuan sebagai berikut.

(1) Memiliki kenyakinan dan ketaqwaan sesuai dengan ajaran agama yang

dianutnya.

(2) Memiliki nilai dasar humaniora untuk menerapkan kebersamaan dalam

kehidupan.

(3) Menguasai pengetahuan dan keterampilan akademik serta beretos belajar

untuk melanjutkan pendidikan.

(4) Mengalihgunakan kemampuan akademik dan keterampilan hidup

dimasyarakat lokal dan global.

(5) Berekspresi dan menghargai seni.

(6) Menjaga kebersihan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.


31

(7) Berpartisipasi dan berwawasan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara secara demokratis.

Proses pembelajaran biologi sangat tergantung pada tujuan yang akan

dicapai dalam pembelajaran tersebut. Menurut Djohar (dalam Umniyatie,

2001:212) orang belajar biologi dapat bermacam-macam tujuannya antara lain

ditujukan untuk memperoleh konsep, untuk memperoleh manfaat ekonomi, untuk

memperoleh manfaat keindahan, untuk memperoleh kepuasan, untuk memperoleh

manfaat penelitian atau untuk manfaat kemanusiaan, itu tergantung pada minat

masing-masing. Pernyataan tersebut memberi suatu pengertian bahwa sebagai

upaya untuk meningkatkan pembelajaran dalam belajar biologi di MA/SMU,

sehingga dapat mengembangkan potensi manusiawi dalam menghadapai

perannya dimasa datang. Maka proses pembelajaran biologi dapat membangkitkan

motivasi dan minat bagi subjek didik untuk belajar biologi dan diharapkan dapat

mengaitkan dengan kecakapan hidup dalam kehidupan sehari-hari.


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena peneliti berupaya mengkaji lebih

mendalam tentang penggunaan peta konsep dalam pembelajaran yang dapat

membantu siswa memahami konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH yaitu

ingin mengetahui bagaimana respon siswa terhadap penggunaan peta konsep

tersebut. Di samping itu pendekatan ini dipilih karena penelitian ini memenuhi

kriteria penelitian kualitatif seperti yang disebutkan oleh Moleong (2002:4-7)

yaitu sebagai berikut.

(1) Latar alami, dalam hal ini peneliti kualitatif melakukan penelitian pada latar

alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Dan memaparkan data

secara alami seperti apa adanya di lapangan.

(2) Manusia sebagai alat (instrument), maksudnya peneliti sebagai instrumen

utama, jadi di samping sebagai pengumpul data dan penganalisis data, peneliti

terlibat langsung dalam proses penelitian.

(3) Metode kualitatif, maksudnya metode kualitatif ini digunakan karena beberapa

pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, menyajikan secara langsung


33

hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, peka dan lebih

dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

(4) Adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”, maksudnya menghendaki

ditetapkannya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai

masalah dalam penelitian.

Rancangan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini

dipilih karena adanya permasalahan yang terjadi pada situasi nyata, yaitu dalam

kegiatan pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH di sekolah yang

diteliti dengan pemecahan masalahnya segera diperlukan. Dengan penelitian

tindakan ini diharapkan dapat diperoleh bentuk pembelajaran dengan

menggunakan peta konsep yang dapat membantu siswa memahami konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH.

B. Kehadiran Peneliti

Berdasarkan pendekatan dan jenis penelitian yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka kehadiran peneliti di lapangan sangatlah diperlukan. Dalam

penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen dan perancang tindakan.

Peneliti sebagai instrumen mengandung arti bahwa peneliti sebagai pengajar,

pengamat, pewawancara dan pengumpul data. Peneliti sebagai perancang tindakan

maksudnya peneliti yang membuat rancangan pembelajaran selama

berlangsungnya penelitian. Di samping itu, dilibatkan pula guru pelajaran

(praktisi) yang bertindak sebagai pemberi tindakan atau penyaji bahan ajar. Guru

pelajaran dilibatkan sebagai pemberi tindakan dengan maksud agar suasana

pembelajaran tidak berubah dan juga agar guru dapat memperoleh manfaat dari
34

penelitian ini yaitu pengetahuan tentang salah satu alternatif pembelajaran yang

sudah pernah dilaksanakan atau dipraktikkan secara langsung sehingga

diharapkan pada saat peneliti meninggalkan lokasi penelitian, guru dapat

melaksanakan pembelajaran tersebut pada kelas lain atau pada konsep lain.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MAN 3 Malang. Lokasi penelitian

ditetapkan dengan pertimbangan bahwa di sekolah ini belum pernah dilaksanakan

pembelajaran dengan menggunakan peta konsep khususnya untuk konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH, sehingga pihak sekolah sangat memberikan

dukungan terhadap pelaksanaan penelitian ini.

D. Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 3 yaitu: 1). Catatan

lapangan, 2) Transkripsi wawancara, dan 3). Dokumentasi. Sedangkan sumber

data adalah siswa kelas I MAN 3 Malang Tahun Pelajaran 2002/2003 semester 2.

Siswa yang diambil sebagai subjek penelitian adalah 1 kelas berjumlah 39 orang

siswa. Sedangkan untuk memperoleh pengamatan yang lebih terfokus maka

dipilih 8 (delapan) siswa dengan kualifikasi: 2 orang berkemampuan tinggi, 4

orang berkemampuan sedang, dan 2 orang berkemampuan rendah, ditinjau dari

kemampuan akademik secara keseluruhan anggota kelas (Lampiran 14). Alasan

pengambilan 8 siswa sebagai subjek penelitian adalah karena karakteristik

penelitian kualitatif yang lebih mengutamakan pengungkapan yang mendalam

tentang pemahaman terhadap konsep materi pelajaran, maka 8 subjek penelitian

dianggap memenuhi. Sugiono (1999:56) menyatakan bila populasi penelitian


35

banyak, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi,

misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat

mengambil subjek penelitian dari populasi itu. Sehingga apa yang dipelajari dari

subjek itu dapat diambil kesimpulannya yang akan diberlakukan untuk populasi.

Maka subjek penelitian yang diambil dari populasi harus betul-betul

representative (mewakili). Jadi pengambilan subjek dari ketiga kelompok tersebut

bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan menggunakan peta

konsep dapat diterapkan pada ketiga kelompok tersebut.

.
E. Instrumen

Untuk Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan

sebagai berikut:

1. Prosedur Penggunaan Instrumen

a. Uji Coba Tes

Uji coba tes dilakukan untuk memperoleh instrumen yang dapat digunakan

untuk menjaring data secara akurat. Hal-hal yang diuji coba tes dalam instrumen

adalah: a) uji validitas isi, b) uji relibialitas, c) uji tingkat kesukaran dan d) uji

daya beda.

1) Uji Validitas Tes

Validitas berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian terhadap konsep

yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai, (Sudjana,

2001:12), dan (Surakhmad, 1986:155). Berarti tes tersebut mampu mengungkap-

kan isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Penyusunan tes

bersumber pada kurikulum 1994. Untuk menguji validitas butir soal objektif
36

digunakan teknik korelasi product moment (Arikunto,2001:72) yang dikemukakan

oleh Pearson, rumusnya sebagai berikut.

N  XY    X   Y 
rXY =
N  X 2
  X 
2
 N  Y 2
 Y 
2

keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y, dua variabel yang
dikorelasikan.
N = jumlah sampel

Adapun interpretasi mengenai koefesien korelasi adalah sebagai berikut.

 Antara 0,80 sampai dengan 1,00 = sangat tinggi

 Antara 0,60 sampai dengan < 0,80 = tinggi

 Antara 0,40 sampai dengan < 0,60 = cukup

 Antara 0,20 sampai dengan < 0,40 = rendah

 Antara 0,00 sampai dengan < 0,20 = sangat rendah.

Berdasarkan data (Lampiran 1, 2, 3) maka instrumen dalam penelitian ini

memiliki nilai uji validitas tes adalah: rXY untuk Tes tindakan siklus I = 0,83

(sangat tinggi), rXY untuk Tes tindakan siklus II = 0,79 (tinggi), dan rXY untuk

Tes tindakan siklus III = 0,82 (sangat tinggi).

2) Uji Reliabilitas Tes

Realibilitas tes adalah ketetapan alat tes tersebut dalam menilai apa yang

dinilainya, artinya kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan

hasil yang relatif sama, (Sujana, 2001:16), dan (Surakhmad, 1986:153). Untuk

menguji reliabilitas tes pada penelitian ini di gunakan rumus K-R 20 (Arikunto,

2001:100) sebagai berikut.


37

 n  S   pq 
2

r11=   
 n  1  S2 

keterangan:
r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = populasi subjek yang menjawab item dengan benar
q = populasi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)
 pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item
S = standar devisiasi dari tes (Standar devisiasi adalah akar varians).

Adapun interpretasi harga rxy mengikuti ketentuan (Arikunto, 2001)

sebagai berikut.

 Antara 0,80 sampai dengan 1,00 = reliabilitas sangat tinggi

 Antara 0,60 sampai dengan < 0,80 = reliabilitas tinggi

 Antara 0,40 sampai dengan < 0,60 = reliabilitas cukup

 Antara 0,20 sampai dengan < 0,40 = reliabilitas rendah

 Antara 0,00 sampai dengan < 0,20 = reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan data (Lampiran 1,2,3), maka diperoleh nilai uji reliabilitas tes

dalam penelitian ini adalah: r11 untuk Tes tindakan siklus I = 0,60 (tinggi), r11

untuk Tes tindakan siklus II = 0,65 (tinggi), dan r11 untuk Tes tindakan siklus III

= 0,63 (tinggi).

3) Uji Tingkat Kesukaran Soal (Tes)

Tingkat kesukaran butir soal adalah proposi peserta tes menjawab benar

butir soal tersebut. Makin besar proporsi yang menjawab benar butir soal tersebut,

makin rendah tingkat kesukaran butir soal tersebut. (Arikunto, 2001: 208).
38

B
P=
JS

Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Dalam menentukan berapa besar tingkat kesukaran butir soal, sebagai

patokan dapat digunakan Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat Kesukaran Soal Nilai P

Sukar 0,00-0,30
Sedang 0,31-0,70
Mudah 0,71-1,00
Sumber: (Arikunto, 2001: 210).

Selanjutnya Arikunto (2001:210) menyatakan soal yang baik adalah soal

yang berada pada katagori sedang, yaitu soal yang mempunyai tingkat kesukaran

berkisar antara 0,30 sampai dengan 0,70. Soal dengan tingkat kesukaran (P) 0,00

sampai dengan 0,30 berada pada katagori sukar, dan pada rentangan 0,71 sampai

dengan 1,00 menunjukkan soal tersebut berada pada katagori mudah.

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesulitan soal seperti yang terdapat

pada (Lampiran 1,2,3) adalah: Tes tindakan siklus I adalah terdapat 2 soal yang

tergolong mudah yaitu soal nomor 2 dan 13, sedangkan yang lainnya tergolong

sedang. Sedangkan tes tindakan siklus II dan III adalah semua soal tergolong

sedang.

Menurut (Arikunto, 2001:207) menyatakan soal yang baik adalah soal

yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Dengan demikian secara
39

keseluruhan soal instrumen ini memenuhi syarat digunakan untuk mengukur

prestasi siswa.

4) Uji Daya Beda Soal (Tes)

Daya beda butir soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan

antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang

pandai (Arikunto,2001:211). Angka yang menunjukkan daya pembeda disebut

indeks diskriminasi (D). Soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai

maupun siswa yang kurang pandai, maka soal tersebut tidak baik karena tidak

mempunyai tanda pembeda. Demikian pula jika semua siswa pandai maupun yang

kurang pandai tidak dapat menjawab dengan benar, maka soal tersebut disebut

tidak memiliki daya pembeda.

Rumus yang digunakan untuk mencari daya beda menurut Arikunto adalah

sebagai berikut.

B A BB
  PA  PB
D = JA JB

Keterangan:

D = daya beda
BA = jumlah kelompok atas yang menjawab benar
BB = jumlah kelompok bawah yang menjawab benar
JA = banyaknya kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Untuk menentukan berapa besar daya beda dari butir soal dapat dikontrol
pada Tabel 3.2 berikut.
40

Tabel 3.2. Klasifikasi Daya Beda Butir Soal

Daya Beda (D) Kategori

0,00 – 0,20 Kurang baik


0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Sangat baik
Sumber: (Arikunto, 2001:218).

Berdasarkan hasil perhitungan daya beda soal seperti yang terdapat pada

(Lampiran 1,2,3) adalah: Tes tindakan siklus I, adalah: didapatkan 14 soal dengan

kualifikasi daya beda cukup, dan 1 soal dengan kualifikasi daya beda baik. Tes

tindakan siklus II juga didapatkan 14 soal dengan kualifikasi daya beda cukup,

dan 1 soal dengan kualifikasi daya beda baik. Sedangkan tes tidakan siklus III

didapatkan 17 soal dengan kualifikasi daya beda cukup, dan 3 soal dengan

kualifikasi daya beda baik. Dengan demikian secara keseluruhan daya beda butir

soal instrumen ini memenuhi syarat untuk digunakan.

2. Instrumen pengumpulan data

a. Alat Pengumpulan Data

1) Tes

Sudjana (2001:35) menjelaskan tes sebagai alat penilaian adalah

pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari

siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam

bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk memulai

dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan

dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan


41

pengajaran. Sungguhpun demikian, dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan

untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.

Penelitian ini sangat mengutamakan proses, sehingga pengambilan nilai

sangat beragam sumbernya seperti disebut diatas. Instrumen tes yang akan

digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dan guru biologi yang

mengajar pada kelas yang diteliti. Alat tes yang dibuat terdiri atas tiga siklus,

yaitu siklus I dan II terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda dan 5 soal essai

(Lampiran 8,9), dan siklus III terdiri dari 20 butir soal pilihan ganda dan 5 soal

essai (Lampiran 10) yang dipergunakan pada setiap akhir tindakan.

2) Peta Konsep

Peta konsep hasil kerja siswa pada tiap siklus akan di nilai dengan

menggunakan lembaran penilaian khusus (Lampiran 16). Dan juga akan di nilai

pada saat melakukan presentasi baik secara individual maupun kelompok.

Penilaian tidak hanya pada hasil belajar tetapi lebih ditekankan pada proses yang

dilakukan oleh siswa, misalnya cara menyusun peta konsep, kegiatan diskusi, dan

proses presentasinya, tingkah laku siswa pada waktu belajar, partisipasi siswa

dalam diskusi, dan penggunaan alat bantu (peta konsep) pada waktu presentasi.

3) Angket

Angket diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk memperoleh respon

siswa terhadap penggunaan peta konsep dalam pembelajaran. Angket diberikan

setelah keseluruhan pembelajaran selesai.

Angket diberikan kepada siswa dengan tujuan untuk mengukur motivasi

siswa terhadap penggunaan peta konsep dalam pembelajaran konsep Lingkungan


42

dan Pelestarian SDAH. Angket diberikan setelah keseluruhan pembelajaran

selesai. Angket disusun oleh peneliti. Jadi dalam menyusun angket perlu disusun

definisi operasional serta indikatornya, menyusun kisi-kisi dan pertanyaan-

pertanyaannya (Lampiran 11,12).

Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pertanyaan untuk dinilai oleh

responden (siswa), apakah pertanyaan itu didukung atau ditolak, melalui

rentangan nilai tertentu. Pertanyaan yang diajukan dibagi ke dalam dua katagori,

yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Dalam skala

Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun

negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (RR),

tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS), (Sudjana, 2001:80).

b. Metode Pengumpulan Data

1) Wawancara

Wawancara digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar. Kelebihan

wawancara ialah bisa kontak langsung dengan siswa sehingga dapat

mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Selain itu, hubungan

dapat dibina lebih baik sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya melalui

wawancara data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif, (Sudjana,

2001:68).

Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk menelusuri kedalaman

pemahaman siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara ini

tidak dibuat instrumen, tetapi berpandu pada hasil peta konsep yang dibuat siswa

dan pekerjaan siswa pada waktu mengikuti tes. Wawancara ini bersifat diagnosis
43

karena pada saat wawancara, pertanyaan yang diajukan diarahkan kepada

perbaikan dari kesalahan konsep yang dibuat siswa sehingga diharapkan siswa

dapat menyadari sendiri kesalahannya dan dapat membangun pemahaman konsep

yang benar. Hasil wawancara tersebut ditarik kesimpulan.

2) Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa selama kegiatan

pembelajaran, sebagai upaya untuk mengetahui adanya kesesuaian antara

perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan secara menyeluruh

satu kelas, akan tetapi lebih difokuskan pengamatan pada subjek (8 orang siswa).

Observasi ini dilakukan oleh dua orang pengamat yaitu peneliti dan satu

orang teman sejawat dengan berpedoman pada instrumen atau lembar observasi

(Lampiran 16). Pengamat dapat mengamati aspek-aspek yang sesuai dengan yang

tertera pada lembar observasi sehingga dapat mengukur atau menilai hasil dan

proses belajar antara lain: tingkah laku siswa pada waktu belajar, kegiatan diskusi

siswa, partisipasi siswa dalam diskusi, dan penggunaan alat bantu (peta konsep)

pada waktu presentasi. Jadi melalui pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap

dan perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, tingkat partisipasi salah satu

kegiatan, proses kegiatan yang dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang

diperoleh dari kegiatannya. Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan

itu berlangsung, (Sudjana, 2001:85).

3) Catatan lapangan

Catatan lapangan dilakukan untuk mendeskripsi kegiatan pembelajaran.

Adapun tujuannya untuk memperoleh data secara objektif, yang tidak tertulis
44

dalam lembar observasi selama pemberian tindakan. Catatan lapangan dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaan pada tindakan

selanjutnya. Catatan lapangan dilakukan oleh peneliti dan pengamat.

F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam suatu proses, yang

berarti bahwa pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data

dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meninggalkan lapangan

(Moleong, 2002:104). Sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik analisis

data kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:18) yang

terdiri dari 3 tahap kegiatan yang dilakukan secara berurutan. Tahap-tahap

kegiatan analisis data tersebut adalah 1) mereduksi data, 2) menyajikan data, 3)

menarik kesimpulan dan verifikasi.

1. Mereduksi data

Pada tahap kegiatan ini, data yang telah terkumpul berupa hasil tes, hasil

angket, wawancara, catatan lapangan, dan hasil pengamatan disederhanakan dan

diabstraksikan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi

yang jelas dari data tersebut, yang memungkinkan peneliti untuk membuat

kesimpulan.

2. Menyajikan data

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengorganisasikan hasil reduksi,

dengan cara menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang diperoleh dari

hasil reduksi hingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Informasi yang dimaksud adalah uraian proses kegiatan


45

pembelajaran respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, serta hasil yang

diperoleh sebagai akibat dari pemberian tindakan. Penyusunan informasi tersebut

memadukan data dari berbagai isi catatan lapangan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Kegiatan penarikan kesimpulan mencakup pencarian arti atau makna data

serta memberi penjelasan. Makna dan arti yang diperoleh tersebut harus diuji

kebenaran serta kecocokannya melalui kegiatan verifikasi. Verifikasi tersebut

merupakan validasi data yang disimpulkan (Miles dan Huberman, 1992:19)

Kriteria keberhasilan diukur dengan ketuntasan belajar dan daya serap.

Untuk mengetahui ketuntasan belajar dan daya serap, maka diperlukan adanya

analisis hasil tes ulangan setiap akhir tindakan dengan pengertian sebagai berikut.

(1) Seorang siswa disebut telah tuntas belajar bila ia telah mencapai skor 65%

atau nilai 6,5

(2) Suatu kelas disebut telah tuntas belajar bila di kelas tersebut telah terdapat

85% yang telah mencapai daya serap 65% (kurikulun GBPP 1994)

G. Pemeriksaan Keabsahan data

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik

pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan atas kriteria derajat

kepercayaan (credibility). Adapun teknik yang digunakan adalah teknik

triangulasi dan pengecekan teman sejawat seperti yang disarankan Moleong

(2002:175)

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
46

sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2002:178). Penelitian ini

menggunakan triangulasi metoda, yaitu membandingkan data hasil pengamatan

lapangan, hasil wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data yang dimaksud

difokuskan pada penggunaan peta konsep dalam pembelajaran konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH.

Teknik pengecekan teman sejawat dilakukan dalam bentuk diskusi. Hal

ini dimaksudkan untuk membicarakan proses maupun hasil penelitian. Teman

sejawat yang dimaksud adalah teman mahasiswa program studi pendidikan

Biologi Program Pascasarjana UM dan dari guru bidang studi Biologi kelas I

MAN 3 Malang. Diskusi dilaksanakan untuk memperoleh masukan-masukan baik

dari segi metodologi, konteks penelitian, maupun pelaksanaan tindakan yang

dilakukan.

H. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap yang ditempuh dalam penelitian ini mencakup 1) tahap

pendahuluan (pra-tindakaan), dan 2) tahap tindakan. Rincian kegiatan dari tahap-

tahap itu adalah sebagai berikut.

1. Tahap Pendahuluan (Pra-Tindakaan)

a. Pemberian Keterampilan Dasar Membuat Peta Konsep

Subjek penelitian belum pernah mengenal tentang peta konsep, maka

sebelum tindakan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemberian keterampilan

dasar pemetaan konsep oleh peneliti. Adapun langkah-langkah yang ditempuh

dalam kegiatan ini diadopsi dari Novak (1984:32-34). Langkah-langkahnya

adalah sebagai berikut:


47

(1) Memperkenalkan tentang konsep, belajar bermakna dan belajar hafalan, serta

menekankan pada keuntungan belajar bermakna.

(2) Mendemonstrasikan contoh peta konsep untuk topik yang telah dikenal.

(3) Memperkenalkan langkah-langkah pembuatan peta konsep sebagai berikut:

(a) membaca materi

(b) mengindentifikasi konsep-konsep utama,

(c) mengurutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang kurang

inklusif,

(d) menyusun konsep-konsep tersebut dalam bagan, mulai dengan konsep

yang paling inklusif pada bagian atas, ke konsep yang paling tidak

inklusif,

(e) Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata penghubung tertentu

untuk membentuk proposisi.

(4) Memberi latihan menyusun peta konsep pada subjek penelitian untuk materi

yang telah diajarkan

(5) Menyampaikan pada subjek bahwa tidak ada 2(dua) peta konsep yang identik,

sebab setiap peta mencerminkan pemahaman pengetahuan individu.

Susilo (1989:8) menyatakan tidak ada dua peta konsep yang sama persis.

Setiap peta konsep yang dibuat oleh seseorang merupakan gambaran

pengertiannya yang unik dalam bidang pengetahuan tertentu. Kebermaknaan

konsep-konsep itu khas bagi setiap orang jadi sifatnya idiosinkratik.

2. Tahap tindakan

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan jenis

penelitian yang dipilih yaitu penelitian tindakan dengan pendekatan kualitatif.


48

Kegiatan penelitian akan melalui tiga putaran (siklus) kegiatan. Setiap siklus

terdiri dari empat fase, yaitu 1) rencana tindakan (plan) , 2) pelaksanaan (act), 3)

observasi (observe), 4) refleksi (reflect). Model semacam ini mengikuti model

yang dikembangkan oleh Kemmis & Mc.Taggart (dalam Madya, 1994:25).

Adapun kegiatan-kegiatan dalam siklus dan fase tersebut adalah sebagai berikut.

a. Siklus 1

1) Rencana tindakan

Pada siklus 1 ini, rencana tindakan yang dibuat adalah: a) menyusun

rencana pembelajaran, b) menyiapkan materi pembelajaran yang akan disajikan,

c) menyiapkan lembar pengamatan yang akan digunakan pada saat mengamati

pembelajaran.

2) Pelaksanaan tindakan

Pada tahap ini dilakukan kegiatan pembelajaran yang terdiri dari:

(a) Penyajian materi

Materi yang disajikan adalah konsep Lingkungan, dengan sub konsepnya

adalah sebagai berikut.

 Lingkungan mencakup segala sesuatu di sekitar kita yang terdiri dari faktor

biotik dan abiotik serta dipengaruhi budaya manusia.

 Polusi terhadap lingkungan perlu di deteksi secara dini dan ditangani segera

dan terpadu.

Penyajian materi dilaksanakan oleh peneliti dan guru bidang studi

sedangkan teman sejawat bertindak sebagai pengamat untuk mencatat aktivitas

yang terjadi dalam proses pembelajaran.


49

(b) Pembuatan Peta Konsep

Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam pembuatan peta konsep

adalah: guru membagikan konsep pembelajaran, setiap siswa membuat peta

konsep sesuai dengan pemahamannya terhadap konsep yang diberikan guru,

kemudian salah satu siswa mempresentasikan peta konsep yang dibuatnya

sedangkan siswa lain menanggapi, guru dan siswa mengambil kesimpulan dari

hasil presentasi peta konsep siswa. Peta konsep hasil pekerjaan siswa akan

dihargai untuk dijadikan sebagai bahan masukan tentang proses pembelajaran

siswa.

(c) Pemberian tes akhir tindakan

Tes akhir tindakan dilaksanakan setelah proses pembelajaran berlangsung

dengan proses pembuatan peta konsep, serta presentasi peta konsep oleh siswa.

(d) Refleksi

Setelah menyelesaikan satu siklus peneliti bersama guru bidang studi dan

pengamat melakukan diskusi guna membahas hasil observasi terhadap

pelaksanaan tindakan. Dari hasil observasi dan diskusi tersebut selanjutnya

dijadikan sebagai bahan refleksi dalam rangka memperbaiki tindakan pada siklus

berikutnya.

b. Siklus II

Kegiatan pada siklus II dilaksanakan setelah mempelajari hasil refleksi

pada siklus I yaitu bagaimana hasilnya, apa kekurangannya, apa akibatnya dan apa

yang harus dilakukan selanjutnya. Hal ini dilakukan agar pada siklus II dapat

dilaksanakan tindakan yang lebih efektif.


50

Tahap-tahap tindakan pada siklus II sama dengan yang dilaksanakan pada

siklus I dengan materi yang disajikan adalah konsep Lingkungan, dengan sub

konsepnya adalah sebagai berikut.

 Perubahan lingkungan mengakibatkan berbagai dampak,

 Etika Lingkungan melibatkan perilaku manusia terhadap kelestarian

lingkungan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II didiskusikan langkah-langkah

tindakan untuk siklus III.

c. Siklus III

Tahap kegiatan pada siklus III langkah kerjanya sama dengan kegiatan

pada siklus I dan II. Namun demikian selalu diupayakan penyempurnaan

berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan kegiatan siklus II.

Materi yang akan disajikan pada siklus III adalah konsep Pelestarian

SDAH yang membahas tentang:

 Sumber daya alam hayati berupa mikroba, tumbuhan, dan hewan dapat

dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia

 Sumber daya alam hayati mempunyai nilai-nilai biologi, ekonomi, dan budaya

yang berkaitan

 Pelestarian sumber daya alam hayati dilaksanakan secara terpadu dan

melibatkan berbagai pihak.


51

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Tahap Pendahuluan

Tahap pertama yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu peneliti

melakukan pertemuan awal dengan guru Biologi kelas 1 MAN 3 Malang. Pada

pertemuan tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan guru untuk menggali

pengalamannya dan permasalahan yang didapatkan dalam melaksanakan

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati

(SDAH) di kelas 1. Dari hasil wawancara tersebut peneliti memperoleh informasi

bahwa selama ini pembelajaran biologi lebih banyak menggunakan metode

ceramah setelah itu siswa mengerjakan Lembaran Kerja Siswa (LKS). Guru

tersebut belum pernah mencoba cara atau metode lain dengan alasan banyak

menyita waktu sehingga target tidak dapat diselesaikan. Selanjutnya peneliti

menanyakan apakah guru tersebut pernah menerapkan cara pembelajaran biologi

dengan menggunakan alat peta konsep, ternyata guru tersebut sudah pernah

mengikuti penataran tentang pengembangan pendidikan dengan menggunakan

peta konsep, namun belum pernah menerapkan di kelas dengan alasan belum

mampu menyusun peta konsep yang layak (ideal) untuk diterapkan pada tingkat

Madrasah Aliyah dan juga banyak menyita waktu, serta sangat khawatir siswa

akan tidak mampu mengikutinya. Sehingga prestasi yang didapatkan siswa tahun

2000/2001 dan 2001/2002 pada konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH


52

sangat bervariasi baik pada kelas kelompok atas maupun pada kelas kelompok

bawah (Lampiran 15).

Oleh karena itu peneliti pada kesempatan tersebut menyampaikan dan

mendiskusikan dengan guru bidang studi biologi (dua orang guru) tentang

kegunaan peta konsep dalam pembelajaran biologi (khususnya konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH). Selanjutnya peneliti memberikan informasi

tentang maksud dan teknis penelitian yang akan dilakukan sekaligus juga

merencanakan waktu pelaksanaan tindakan.

Pada tanggal 10 Pebruari 2003, peneliti bersama guru biologi menentukan

subjek berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan seperti yang dikemukakan dalam

bab III. Berdasarkan kriteria tersebut ditetapkan 8 (delapan) siswa sebagai subjek

penelitian, yaitu seperti tercantum dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nama-Nama Subjek dan Pembagian Kelompok Siswa Kelas 1 E


MAN 3 Malang Tahun Pembelajaran 2002/2003

NILAI RAPOR SEMESTER 1


NO. NAMA KELOMPOK
Jumlah Nilai/Jumlah Pelajaran
1 Ika Sari J (IS) Atas 129/16
2 Iis Familuati CR. (IF) Atas 129/16
3 Danis Setyo BN. (DS) Tengah 122/16
4 Fitri Erna P. (FE) Tengah 122/16
5 M.Nur Huda (MN) Tengah 122/16
6 Tuti Nur Irianti (TNI) Tengah 122/16
7 Fahmi Amrullah (FA) Bawah 117/16
8 Yogi Wilarda. (YW) Bawah 118/16
Sumber: Buku Rapor Siswa Kelas 1E MAN 3 Malang.

Berdasarkan data pada Tabel 4.1 maka peneliti menyusun rencana

pembelajaran untuk penelitian ini, prosedur penyusunan rencana pembelajaran

disusun secara bersama-sama dengan guru dengan tujuan agar guru dapat merasa

memiliki tentang rencana pembelajaran tersebut. Prosedur yang dilakukan dalam

menyusun rencana pembelajaran adalah sebagai berikut.


53

(1) Rencana pembelajaran disusun oleh peneliti

(2) Rencana pembelajaran yang telah disusun diberikan kepada 2 orang guru

bidang studi biologi untuk dipelajari

(3) Guru memberi masukan-masukan atau perbaikan

(4) Peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk menyempurnakan rencana

pembelajaran yang sesuai dengan rencana penelitian.

Selanjutnya peneliti dan guru biologi menyusun kisi-kisi soal untuk dapat

menghasilkan soal tes pada setiap akhir tindakan yaitu merupakan salah satu alat

ukur untuk menguji keberhasilan belajar siswa. Prosedur yang dilakukan dalam

menyusun kisi-kisi soal yaitu:

(1) Kisi-kisi soal disusun oleh peneliti berdasarkan bahan pelajaran dan soal-soal

yang pernah digunakan oleh guru bidang studi, kemudian digabung dengan

soal tes pada tesis Qadriah, dan hasil bacaan peneliti sehingga bentuk soal

dapat tercapai target yang diharapkan kurikulum.

(2) Kisi-kisi soal yang telah disusun diberikan kepada 2 orang guru bidang studi

untuk dipelajari

(3) Guru memberi masukan-masukan atau perbaikan

(4) Peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk menyempurnakan kisi-kisi soal

yang sesuai dengan penelitian ini dan dapat mencapai target kurikulum

Selanjutnya soal-soal tersebut diujicobakan pada siswa kelas II MAN 3

Malang. Hal ini didasarkan bahwa siswa kelas II sudah pernah mendapatkan

materi pelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH pada tahun

sebelumnya dari guru yang sama serta tempat pembelajaran yang sama (maka

dianggap sesuai) tujuan pengujicoba adalah untuk mengetahui bobot alat tes
54

tersebut apakah valid, reliabel, dan bagaimana daya beda soal, serta tingkat

kesukaran soal tersebut apakan sudah cocok untuk digunakan sebagai salah satu

alat ukur pada setiap akhir tindakan. Hasil uji coba alat tes tersebut terlampir pada

(Lampiran 1, 2, dan 3).

Selanjutnya pada tanggal 16 April 2003 kedelapan siswa yang menjadi

subjek tersebut diberi keterampilan dasar selama 1x45 menit untuk membuat peta

konsep yang dilakukan bersama-sama dengan teman kelasnya, karena peneliti dan

guru kelas langsung mengajar pada kelas tersebut (kelas 1 E) dengan tujuan agar

tidak terlalu dikondisikan subjek karena dapat mempengaruhi ketercapaian tujuan

yang diharapkan pada penelitian ini. Peneliti membagikan langkah-langkah cara

menyusun peta konsep serta contohnya (seperti pada bab III) dan dilanjutkan

dengan pemberiaan latihan kepada siswa untuk membuat peta konsep.

Selama penelitian berlangsung, peneliti dibantu oleh dua orang guru

biologi, guru ini membantu dalam hal mengajar dan juga sebagai pengamat karena

saling melengkapi antara peneliti dengan guru (kolaborasi), dan satu orang rekan

mahasiswa Program Pascasarjana UM Jurusan Biologi. Rekan ini membantu

peneliti sebagai pengamat pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung, yaitu

mengamati dan mencatat segala kegiatan yang berlangsung selama pembelajaran.

Sesuai dengan jadwal pembelajaran pada kurikulum GBPP 1994, maka

pengumpulan data dilakukan dari tanggal 19 April 2003 sampai dengan 31 Mei

2003. Sedangkan waktu yang digunakan untuk tiap jam pembelajaran yaitu untuk

hari Senin sampai dengan Rabu untuk satu jam pembelajaran adalah 40 menit,

sedangkan hari Kamis sampai dengan Sabtu untuk satu jam pembelajaran adalah

45 menit.
55

B. Paparan Data Tindakan

1. Siklus I

a. Rencana Tindakan

Pada siklus I, pembelajaran direncanakan 3 kali pertemuan dengan materi

yang diberikan adalah Sub Konsep Keseimbangan Lingkungan (3x45 menit dan

2x40 menit), sedangkan Sub Konsep Polusi Terhadap Lingkungan (3x45 menit).

Rancangan tindakan yang disusun berupa: 1). Guru melakukan kegiatan awal

dengan memperlihatkan gambar poster jaring-jaring makanan 2). Siswa

menemukan masalah dan hipotesis 3). Siswa melakukan pengamatan di

lingkungan sekitar sekolah 4) Siswa melakukan diskusi kelompok tentang hasil

pengamatannya, 5) Setiap siswa membuat peta konsep sesuai dengan materi

pembelajaran serta fenomena hasil pengamatannya, 6). Salah satu siswa men-

jelaskan peta konsep yang dibuatnya dan siswa lain menanggapinya, 7). Siswa

diberi tes akhir tindakan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun, pelaksanaan tindakan

siklus I dimulai dengan:

1) Pertemuan ke 1 (3x45 menit)

Penyajian materi tentang Keseimbangan Lingkungan. Penyajian ini

dimulai dengan kegiatan awal (eksplorasi) yaitu memperlihatkan poster jaring-

jaring makanan serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan serlama 10 menit untuk

menggali pengetahuan awal siswa. Yang bertindak sebagai pengajar adalah


56

peneliti dan guru biologi kelas 1 (saling melengkapi), sedangkan teman sejawat

bertindak sebagai pengamat.

Kemudian siswa mendapatkan masalah dan hipotesis, selanjutnya siswa

melakukan pengamatan di lingkungan sekitar sekolah, hasil pengamatannya

dituliskan pada tabel pengamatan, foto terlampir dapat dilihat pada (Lampiran 17),

dan secara klasikal mengambil kesimpulan tentang hasil pengamatannya.

Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan dan hasil bacaan materi Keseimbangan

Lingkungan siswa menyusun peta konsep sesuai dengan langkah-langkah

penyusunan peta konsep yang telah diketahuinya.

Penyusunan peta konsep dibuat oleh siswa secara individual yang sesuai

dengan hasil pengamatan serta hasil bacaannya. Setelah selesai menyusun peta

konsep, guru memberikan kesempatan pada salah satu siswa (TNI) untuk

mempresentasikan peta konsepnya di depan, sedangkan siswa lainnya diberi

kesempatan untuk menanggapi peta konsep buatan temannya, maka terjadi proses

bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, dan refleksi (Kontekstual)

Pada saat presentasi, terjadi diskusi antara siswa, dimana subjek yang

mempresentasi masih diam karena belum berani mengemukakan pendapatnya,

tetapi setelah diberi arahan oleh peneliti, maka baru siswa tersebut menjelaskan

dan menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh temannya. Sedangkan ada dua

pertanyaan yang sulit, maka dilemparkan kembali kepada temannya untuk

mendapatkan jawaban dan akhirnya ditemukan jawaban. Peneliti dan guru hanya

mengarahkan jalannya diskusi kelas untuk menghasilkan kesimpulan dari peta

konsep buatan siswa, dengan harapan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
57

Pada pertemuan pertama hanya satu siswa yang tersedia waktu untuk

mempresentasikan peta konsepnya.

2) Petemuan ke 2 (2x40 menit)

Pada pertemuan kedua merupakan lanjutan dari pertemuan kesatu yaitu

mempresentasikan peta konsep oleh masing-masing subjek (IF, YW, dan FE)

mempresentasikan peta konsepnya dan siswa yang lain diberi kesempatan untuk

menanggapi peta konsep buatan temannya, maka terjadi proses bertanya, inkuiri,

masyarakat belajar, pemodelan, dan refleksi (Kontekstual). Selanjutnya peneliti

menyampaikan kepada siswa untuk mengumpulkan peta konsepnya untuk di nilai.

Ternyata ada 2 (dua) peta konsep yang sama, maka peneliti dan guru memberi

arahan kembali kepada siswa bahwa peta konsep antara satu siswa dengan siswa

lainnya tidak akan pernah sama, kalau sama berarti itu menyontek hasil orang

lain, juga masih didapatkan peta konsep yang belum dituliskan kata penghubung

sebagai mana layaknya. Maka peneliti menyampaikan kepada siswa bahwa peta

konsep antara satu konsep dengan konsep yang lain harus ada kata penghubung

supaya peta konsep tersebut mempunyai maknanya yaitu sesuai dengan hasil atau

sudut pandang yang dibuatnya.

Pada akhir pertemuan kedua, peneliti dan guru memberikan pemantapan

yaitu ekspansi dan evaluasi kepada siswa dengan mengerjakan LKS (Lampiran 7)

selama 20 menit dengan tujuan agar produk, proses dan sosialnya dan tercapai

sesuai dengan tujuan pembelajaran dan penelitian.

3) Pertemuan ke 3 (3x45 menit)

Pada pertemuan ketiga materi yang disajikankan tentang Polusi Terhadap

Lingkungan. Penyajian ini dimulai dengan kegiatan awal (eksplorasi) yaitu


58

memperlihatkan poster lingkungan darat, air, dan udara yang alami dan yang

sudah tercemar oleh limbah rumah tangga, industri, dan pertanian. Kemudian

mengajukan pertanyaan-pertanyaan serlama 10 menit untuk menggali

pengetahuan awal siswa. Setelah siswa mendapatkan masalah dan hipotesis,

selanjutnya siswa melakukan pengamatan di lingkungan sekitar sekolah, hasil

pengamatannya dipadukan dengan analisis poster tersebut dan dituliskan pada

tabel pengamatan, foto terlampir dapat dilihat pada (Lampiran 17). Selanjutnya

secara klasikal mengambil kesimpulan tentang hasil pengamatannya. Berdasarkan

hasil pengamatan dan hasil bacaan materi Polusi Terhadap Lingkungan siswa

menyusun peta konsep sesuai dengan langkah-langkah penyusunan peta konsep

yang telah diketahuinya.

Penyusunan peta konsep dibuat oleh siswa secara individual yang sesuai

dengan hasil pengamatan serta hasil bacaannya. Setelah selesai menyusun peta

konsep, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan

peta konsepnya di depan kelas, pada kesempatan ini dipresentasikan oleh DS

kemudian disusul IS, FA dan MN, sedangkan siswa lainnya diberi kesempatan

untuk menanggapi peta konsep buatan temannya, maka terjadi proses bertanya,

inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, dan refleksi (Kontekstual)

Presentasi peta konsep pada pertemuan ke tiga sudah berjalan lancar

sehingga semua pertanyaan dapat terselesaikan walaupun demikian masih perlu

bimbingan dari peneliti dan guru untuk membatasi dan mengarahkan agar tidak

terjadi pengembangan yang tidak tercapai sasaran penelitian. Selanjutnya peneliti

dan guru mengarahkan diskusi kelas untuk menghasilkan kesimpulan dari peta

konsep buatan siswa, dengan harapan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
59

Peta konsep pada pertemuan ke tiga masih ada satu subjek (FA) yang belum

mampu membuat kata penghubung yang sempurna, peneliti dan guru memberi

arahan kembali kepada siswa bahwa peta konsep antara satu konsep dengan

konsep yang lain harus ada kata penghubung supaya peta konsep tersebut

mempunyai maknanya.

Pada akhir pertemuan ketiga peneliti dan guru memberikan pemantapan

yaitu ekspansi selama 10 menit dengan tujuan agar produk, proses dan sosialnya

dan tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran dan penelitian. Dan pada

kesempatan ini dilakukan tes siklus I.

c. Hasil belajar subjek

Setelah mengikuti kegiatan tindakan pembelajaran selama siklus I, maka

peneliti memberikan tes siklus I. Adapun bentuk tes yang diberikan adalah bentuk

objektif dan uraian. Naskah tes tindakan terlampir (Lampiran 8). Hasil penilaian

proses dan penilaian produk pada siklus 1 secara keseluruhan dapat dilihat pada

(Lampiran 4). Sedangkan pengamatan yang terfokus pada subjek dapat

ditunjukkan pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Hasil Akhir Penilaian Subjek Penelitian Pada Siklus I

NO SUBJEK PENILAIAN PROSES RATA- PENILAIAN NILAI


RATA PRODUK AKHIR
E D PL KK LKS PK TS
Ind.
1 IS - 71 72 - 71,5 70 65 72 71
2 IF - 71 73 - 72 70 80 64 68,6
3 DS - 67 69 - 68 50 50 76 68,4
4 FE - 65 70 - 67,5 55 60 75 69,3
5 MN - 70 71 - 70,5 60 70 79 73,7
6 TNI - 61 67 - 64 55 65 66 64,2
7 FA - 61 65 - 63 50 65 55 57,9
8 YW - 48 64 - 56 60 70 62 60,8
Jumlah - 514 551 - 523,5 470 525 549 533,9
60

Rata-rata - 64,3 68,9 - 66,6 58,8 65,3 68,6 66,7


Keterangan:

E : Eksperimen/Pengamatan
D : Diskusi Kelompok/Diskusi Kelas
PL : Presentasi Lisan
KK : Kerja Kelompok
LKS : Lembaran Kerja Siswa
PK Ind : Peta Konsep Individu
TS : Tes Siklus
(-) : Tidak Terdeteksi

Bobot penilaian:

Penilaian Proses : 30%


Penilain Produk
1. LKS : 10%
2. Peta Konsep : 10%
3. Tes Siklus : 50%

Perhitungan Nilai Akhir (NA):

NA = (Rata-Rata Penilaian Proses X 3) + LKS + PK + (Tes Siklus X 5)


10

Data perolehan penilaian pada siklus I menunjukkan bahwa angka rata-rata

tingkat penguasaan subjek penelitian terhadap sub konsep Keseimbangan

Lingkungan dan Polusi Terhadap Lingkungan 66,7. Ditinjau dari segi ketuntasan

belajar, dari 8 orang subjek di atas hanya 5 subjek atau 62,5% yang mencapai

ketuntasan belajar yang ditunjukkan oleh skor masing-masing mencapai >65. Jadi

ketuntasan belajar yang dicapai 62,5% tersebut belum mencapai kriteria target

ketuntasan belajar yang ditatapkan (>85%) (Depdikbud, 1994), maka perlu

dilanjutkan dengan tindakan lanjutan pada siklus II.

d. Analisis dan Refleksi

Hasil pengamatan peneliti, guru bidang studi dan pengamat pada awalnya

siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa lebih senang menunggu

permintaan guru untuk mengemukakan pendapatnya. Hal ini disebabkan adanya


61

sikap malu dan takut salah dalam mengemukakan pendapatnya. Oleh karena itu

guru perlu selalu memberikan motivasi kepada siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep merupakan hal yang baru

bagi siswa, sehingga masih adanya kesulitan dalam mengerjakan peta konsep.

Selanjutnya masalah waktu yang tersedia di sekolah sangat terbatas sehingga

untuk memberdayakan siswa belum tercapai ketuntasan belajar sebagaimana yang

diharapkan. Maka sangat diperlukan waktu tambahan diluar jam pembelajaran

disekolah yaitu siswa di harapkan untuk mengerjakan peta konsep di rumahnya.

Dengan asumsi semua siswa pasti bisa dan pasti akan menguasai konsep

Lingkungan, tetapi waktu yang diperlukan berbeda pada setiap siswa. Selain itu

juga perlu diaktifkan kerja kelompok agar siswa yang pandai dapat dapat

membantu siswa yang kurang pandai. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nurhadi

2002:15) “Dalam CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam

kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang

anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi

tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap dapat mendorong temannya yang

lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul”. Pemberian tugas rumah

untuk mengerjakan peta konsep individual. Sedangkan peta konsep kelompok

dikerjakan di sekolah setelah kegiatan pembelajaran awal selesai dan selanjutnya

siswa mempersiapkan diskusi secara berkelompok untuk presentasi peta konsep

didepan kelas. dan setelah presentasi secara kelompok selesai, selanjutnya siswa

mengerjakan LKS.

Pelaksanaan tindakan siklus II perlu diadakan perubahan cara

pembelajaran dari kerja individual menjadi kerja kelompok dalam hal pembuatan
62

peta konsep, pengamatan lapangan, persiapan diskusi, pengamatan laboratorium,

dan presentasi peta konsep di dalam kelas, dengan tujuan agar dapat saling

melengkapi. Namun demikian secara individual pembuatan peta konsep juga

masih sangat di perlukan yaitu dengan cara membuat di rumah sebelum mengikuti

proses pembelajaran pada sub konsep yang akan di pelajarinya. Sedangkan untuk

mengerjakan LKS lebih baik secara individual dengan tujuan untuk mengetahui

kemajuan kognitif siswa pada setiap akhir pertemuan pembelajaran.

2. Siklus II

a. Rancangan Tindakan

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pelaksanaan tindakan siklus I, maka

disusun rancangan tindakan siklus II sebagai berikut.

(1) Guru menyajikan materi pembelajaran yang telah disiapkan dengan

memperhatikan siswa yang berkemampuan rendah

(2) Siswa membuat peta konsep sesuai dengan materi yang diajarkan guru

(3) Tugas membuat peta konsep secara individual dilakukan siswa di rumah

(4) Siswa dibagi menjadi 8 kelompok, tiap kelompok diwakili 1 subjek penelitian

(jumlah anggota kelompok 5 orang).

(5) Siswa mendiskusikan peta konsep buatannya dalam kelompok masing-masing

untuk membuat peta konsep kelompok

(6) Setiap kelompok mempresentasikan peta konsep yang dibuatnya dan

kelompok lain menangggapinya

(7) Siswa mengerjakan LKS secara individual pada setiap akhir pertemuan.

(8) Siswa diberi tes akhir tindakan


63

b. Pelaksanaan tindakan

Tindakan siklus II ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, dengan

materi sub konsep Perubahan Lingkungan (2x40 menit) dan Etika Lingkungan

(3x45 manit). Siswa melakukan pengamatan di lingkungan, laboratorium, juga

membuat peta konsep dirumahnya.

1) Pertemuan Ke 1 (2x40 menit)

Kegiatan pembelajaran sub konsep Perubahan Lingkungan dimulai dengan

kegiatan awal (eksplorasi) 10 menit, kemudian memasuki pada tahap Eksplanasi

selama 60 menit, yaitu melakukan pengamatan di laboratorium dengan tujuan

untuk mengetahui kadar O2 dalam air yang mengalami polusi (gejala perubahan

lingkungan). Semua media yang diperlukan disediakan oleh siswa sesuai dengan

petunjuk LKS 01 terlampir. Hasilnya akan didiskusikan setelah 5 hari

pengamatan, dimana siswa akan melakukan pengamatan pada tiap-tiap hari

sampai pada hari ke 5. Selanjutnya selama 10 menit melakukan pemantapan dan

evaluasi.

 Kegiatan Diskusi Kelompok

Siswa secara kelompok akan melakukan pembuatan peta konsep kelompok

untuk persiapan presentasi peta konsep buatan siswa. Maka (kelompok 3 IS) yang

maju kedepan untuk mempresentasikan peta konsepnya, foto terlampir dapat

dilihat pada (Lampiran 17), sedangkan kelompok lain akan menanggapi dan

bertanya, sedangkan peneliti dan guru bidang studi biologi kelas 1 hanya

membimbing diskusi siswa. Pada proses diskusi tersebut akan dikembangkan hasil

peta konsep siswa sehingga tercapai sasaran yang diharapkan dalam rencana
64

pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti dan guru biologi. Sedangkan hasil

pengamatannya dilakukan diskusi kelas dan pemantapan pada tanggal 3 Mai 2003.

2) Pertemuan Ke 2 (3x45 menit)

Kegiatan pembelajaran Etika Lingkungan dimulai dengan kegiatan awal

(eksplorasi) 10 menit, kemudian memasuki pada tahap Eksplanasi selama 110

menit, yaitu melakukan pengamatan di laboratorium, foto terlampir dapat dilihat

pada (Lampiran 17), dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh deterjen terhadap

kehidupan hewan air. Semua media yang diperlukan disediakan oleh siswa sesuai

dengan petunjuk LKS 02 terlampir. Setelah pengamatan laboratorium selesai

maka siswa mengambil kesimpulan hasil pengamatannya dan diaplikasikan ke

dalam peta konsep kerja kelompok untuk dipresentasikan di depan kelas sehingga

terjadi diskusi kelas dan pengambilan kesimpulan pembelajaran secara klasikal.

Sedangkan untuk pemantapan dan evaluasi membutuhkan waktu 15 menit

 Kegiatan Diskusi Kelompok

Siswa secara berkelompok melakukan pembuatan peta konsep kelompok

untuk persiapan presentasi peta konsep buatan siswa. Kelompok yang telah siap

(kelompok 4 FA) maju kedepan untuk mempresentasikan peta konsepnya,

sedangkan kelompok lain akan menanggapi dan bertanya, sedangkan peneliti dan

guru bidang studi biologi kelas 1 hanya membimbing diskusi siswa. Pada proses

diskusi tersebut akan dikembangkan hasil peta konsep buatan siswa sehingga

tercapai sasaran yang diharapkan dalam rencana pembelajaran yang telah

dirancang oleh peneliti dan guru biologi.


65

c. Hasil Belajar Subjek

Setelah pembelajaran pada tindakan siklus II selesai, maka peneliti

memberikan tes tindakan siklus II. Soal yang diberikan disusun dalam bentuk

objektif dan uraian (Lampiran 9). Hasil tes dan tingkat penguasaan materi untuk

sub Konsep Perubahan Lingkungan dan Etika Lingkungan secara keseluruhan

dapat dilihat pada (Lampiran 4), sedangkan pengamatan yang terfokus pada

subjek dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil Akhir Penilaian Subjek Penelitian Pada Siklus II

PENILAIAN PROSES RAT PENILAIAN PRODUK


NILAI
N SUBJ E D PL KK A- LKS PK PK TS AKHI
O EK RAT Ind. Kel. R
A
1 IS 79,5 82 83 76 80,1 75 75 76 87 82,1
2 IF 79 80 81 76,5 79,1 75 80 83 78 78,6
3 DS 74,5 74 69 76,5 73,5 65 70 70 69 69,7
4 FE 72,8 72 70 74 72,2 70 75 75 76,5 74,8
5 MN 69 65 60 67 65,3 60 65 65 65 64,6
6 TNI 69,3 72 68 72 70,3 65 75 75 77 74,1
7 FA 69 71 70 71,5 70,4 60 70 75 74 71,6
8 YW 70 64 61 65 65 60 70 70 62 64
Jumlah 583 580 562 578,5 575,9 530 580 589 588,5 579,4
Rata-rata 72,9 72,5 70,3 72,3 72 66,3 72,5 73,6 73,6 72,4

Keterangan:

E : Eksperimen/Pengamatan
D : Diskusi Kelompok/Diskusi Kelas
PL : Presentasi Lisan
KK : Kerja Kelompok
LKS : Lembaran Kerja Siswa
PK Ind : Peta Konsep Individu
PK Kel : Peta Konsep Kelompok
TS : Tes Siklus
(-) : Tidak Terdeteksi

Bobot penilaian =

Penilaian Proses : 20%


Penilain Produk
1. LKS : 10%
2. Peta Konsep Ind : 10%
3. Peta Konsep Kel : 10%
3. Tes Siklus : 50%
66

Perhitungan Nilai Akhir (NA):

NA = (Rata-Rata Penilaian Proses x 2) + LKS + PK Ind + PK Kel + (Tes Siklus x 5)


10

Dari hasil Tabel 4.3 di atas tampak bahwa rata-rata tingkat penguasaan

materi pada siklus II adalah 72,4. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

rata-rata hasil belajar bila dibandingkan dengan siklus I (Tabel 4.2) yang hanya

mencapai 66,7. Dari 8 orang subjek tersebut 6 siswa sudah mencapai ketuntasan

belajar (ketuntasan klasikal mencapai 75%). Angka tersebut belum memenuhi

kriteria yang ditetapkan, yaitu >85%. Untuk itu maka perlu dilanjutkan ke siklus

berikutnya.

d. Analisis dan Refleksi

Dengan memperhatikan hasil pembelajaran dan aktifitas pengamatan

laboratorium, serta hasil presentasi peta konsep yang masih belum maksimum

maka perlu dilaksanakan tindakan lanjutan pada siklus III. Hal-hal yang perlu

ditindaklanjuti pada tindakan siklus III adalah untuk lebih meningkatkan aktivitas

pengamatan laboratorium, persiapan peta konsep, presentasi dan diskusi peta

konsep, serta hasil belajar.

Belum maksimumnya presentasi dan diskusi peta konsep pada tindakan

siklus II di pengaruhi oleh sangat terbatasnya waktu yang tersedia. Sehingga perlu

dicari alternatif waktu lain misalnya dengan mengerjakan peta konsep individual

dan kelompok menjadi pekerjaan rumah, sedangkan di sekolah siswa melakukan

pengamatan di laboratorium, presentasi peta konsep kelompok, diskusi kelas,

pengambilam kesimpulan klasikal. Sedangkan untuk tes tindakan sangat perlu

diberikan tenggang waktu untuk persiapan misalnya jangan setelah pembelajaran


67

selesai langsung di lakukan tes tindakan, tetapi perlu diberikan waktu tenggang

selama beberapa menit atau dilakukan pada pertemuan berikutnya, sehingga siswa

dapat belajar secara lebih matang.

3. Siklus III

a. Rancangan Tindakan

Berdasarkan hasil analisis dan refleksi pelaksanaan tindakan siklus II maka

dapat disusun rancangan tindakan pembelajaran siklus III sebagai berikut.

(1) Guru menyajikan materi pembelajaran yang telah disiapkan yaitu materi

konsep Pelestarian SDAH.

(2) Siswa dibagi menjadi 8 kelompok, tiap kelompok diwakili 1 subjek penelitian

(jumlah anggota kelompok 5 orang).

(3) Materi dibagikan pada akhir pertemuan sebelumnya

(4) Setiap siswa membuat peta konsep sesuai dengan konsep yang dipelajari

(5) Setiap kelompok membuat peta konsep sesuai dengan Sub Konsep yang

dibagikan guru

(6) Setiap kelompok menulis peta konsep pada karton manila

(7) Setiap kelompok mempresentasikan peta konsep buatannya

(8) Siswa mengerjakan LKS pada setiap akhir pertemuan sebagai pemantapan

(9) Siswa diberi tes pada akhir tindakan

Tindakan pembelajaran siklus III dilaksanakan 3 kali pertemuan dengan

materi yang disajikan adalah SDAH yang berupa mikroba, tumbuhan, dan hewan

dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia (2x40 menit), SDAH

mempunyai nilai-nilai biologi, ekonomi, dan budaya yang berkaitan (2x40 menit),
68

dan Pelestarian SDAH dilaksanakan secara terpadu dan melibatkan berbagai pihak

(3x45 menit).

b. Pelaksanaan Tindakan

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun, maka pelaksanaan

tindakan siklus III dimulai dengan:

1) Pertemuan 1 (2x40 menit)

Kegiatan tindakan pada pertemuan 1 siklus III adalah penyajian materi

SDAH yang berupa mikroba, tumbuhan, dan hewan dapat dimanfaatkan untuk

kesejahteraan manusia. Penyajian ini dimulai dengan kegiatan awal (eksplorasi)

yaitu memperlihatkan poster jenis-jenis hewan yang sudah langka serta

mengajukan pertanyaan dalam bentuk tanya jawab selama 5 menit. Yang

bertindak sebagai pengajar adalah peneliti sedangkan guru dan teman sejawat

bertindak sebagai pengamat.

Kegiatan inti (Eksplanasi) selama 60 menit dilakukan presentasi tugas peta

konsep kelompok yang sudah dibuat siswa dirumah. Adapun yang maju kedepan

adalah (kelompok 1 DS) kemudian disusul oleh (kelompok 4 FA). Sedangkan

kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi peta konsep kelompok yang

maju kedepan. Presentasi peta konsep pada siklus III sudah dapat berjalan lancar

sebagai mana yang diharapkan pada rencana tindakan. Sehingga pengambilan

kesimpulan secara klasikal dapat tercapai sasaran sebagaimana yang diharapkan

dalam rencana pembelajaran.

Pada akhir pertemuan ke 1 peneliti memberi pemantapan (Ekspansi dan

evaluasi) selama 15 menit, dimana untuk evaluasi tugas yang diberikan kepada
69

siswa adalah mengerjakan LKS 04 (Lampiran 7) dengan tujuan agar produk,

proses dan sosialnya dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2) Pertemuan Ke 2 (2x40 menit)

Materi yang disajikan adalah SDAH mempunyai nilai-nilai biologi,

ekonomi, dan budaya yang berkaitan. Kegiatan awal selama 5 menit yaitu siswa

melakukan diskusi kelompok untuk persiapan presentasi. Kemudian dilanjutkan

dengan kegiatan inti selama 60 menit. Siswa mempresentasikan tugas peta konsep

kelompok yang sudah dibuat dirumah. Adapun yang maju kedepan adalah

(kelompok 2 FE) kemudian disusul oleh (kelompok 3 IS), dan (kelompok 8 YW).

Jadi yang mempresentasikan peta konsep adalah tiap-tiap kelompok yang tertulis

di atas, maka kelompok yang lain diberi kesempatan untuk menanggapi peta

konsep kelompok yang maju kedepan. Presentasi peta konsep pada siklus III

sudah dapat berjalan lancar sebagai mana yang diharapkan pada rencana tindakan.

Sehingga pengambilan kesimpulan secara klasikal dapat tercapai sasaran

sebagaimana yang diharapkan dalam rencana pembelajaran.

3) Pertemuan Ke 3 (3x45 menit)

Materi yang disajikan adalah Pelestarian SDAH dilaksanakan secara

terpadu dan melibatkan berbagai pihak. Dimulai dengan kegiatan awal selama 10

menit yaitu siswa melakukan diskusi kelompok untuk persiapan presentasi.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti selama 110 menit. Siswa

mempresentasikan tugas peta konsep kelompok yang sudah dibuat dirumah.

Adapun yang maju kedepan adalah (kelompok 5 MN) kemudian disusul oleh

(kelompok 6 IF), dan (kelompok 7 TNI). Karena yang mempresentasikan peta


70

konsep secara kelompok, maka kelompok yang lain diberi kesempatan untuk

menanggapi peta konsep kelompok yang presentasi kedepan. Presentasi peta

konsep pada siklus III sudah dapat berjalan lancar sebagai mana yang diharapkan

pada rencana tindakan. Sehingga pengambilan kesimpulan secara klasikal dapat

tercapai sasaran sebagaimana yang diharapkan dalam rencana pembelajaran. Agar

produk, proses dan sosialnya dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran

maka dilakukan pemantapan dan evaluasi yaitu siswa mengerjakan LKS 05

(Lampiran 7) yang membutuhkan waktu 15 menit.

 Kegiatan Diskusi Kelompok

Siswa secara individu dan berkelompok melakukan pembuatan peta

konsep. Peta konsep kelompok buatan siswa yang telah siap akan didiskusikan

secara kelompok sebelum dipresentasikan ke depan kelas. Sedangkan kelompok

lain akan menanggapi dan bertanya sehingga terjadi proses diskusi kelas,

sedangkan peneliti dan guru bidang studi biologi kelas 1 hanya membimbing dan

mengarahkan jalannya proses diskusi siswa. Pada proses diskusi tersebut akan

dikembangkan hasil peta konsep buatan siswa sehingga tercapai sasaran yang

diharapkan dalam rencana pembelajaran yang telah dirancang oleh peneliti dan

guru biologi.

c. Hasil Belajar Subjek

Setelah pembelajaran pada tindakan siklus III selesai, maka peneliti

memberikan tes siklus III. Soal yang diberikan disusun dalam bentuk objektif dan

uraian (Lampiran 10). Hasil tes dan tingkat penguasaan materi untuk konsep

Pelestarian SDAH secara keseluruhan dapat dilihat pada (Lampiran 4). Sedangkan
71

pengamatan yang terfokus pada subjek penelitian dapat ditunjukkan pada Tabel

4.4 berikut.

Tabel 4.4 Hasil Akhir Penilaian Subjek Penelitian Pada Siklus III

PENILAIAN PROSES RAT PENILAIAN PRODUK


NILAI
N SUBJ E D PL KK A- LKS PK PK TS AKHI
O EK RAT Ind. Kel. R
A
1 IS 86 87,3 85 85 85,8 80 80 85 89 86,2
2 IF 87 85,3 84,3 90 86,7 80 80 90 88 86,3
3 DS 82 85,3 84 85 84,1 75 95 95 93,5 90,1
4 FE 80 82,7 82,7 82,7 82 75 75 85 84 81,9
5 MN 82 87,3 83,7 85 85,4 75 80 90 90,5 86,8
6 TNI 70 86,7 83 86,7 81,6 70 80 85 68,5 74,1
7 FA 75 81,7 81 85 80,7 70 80 90 79,5 79,9
8 YW 70 82 83,3 85 80,1 70 70 85 71 74
Jumlah 632 678,3 667 684,4 666,4 595 640 705 664 659,3
Rata-Rata 79 84,8 83,4 85,6 83,3 74,4 80 88,1 83 82,4

Keterangan:

E : Eksperimen/Pengamatan
D : Diskusi Kelompok/Diskusi Kelas
PL : Presentasi Lisan
KK : Kerja Kelompok
LKS : Lembaran Kerja Siswa
PK Ind : Peta Konsep Individu
PK Kel : Peta Konsep Kelompok
TS : Tes Siklus
(-) : Tidak Terdeteksi

Bobot penilaian:

Penilaian Proses : 20%


Penilain Produk
1. LKS : 10%
2. Peta Konsep Ind : 10%
3. Peta Konsep Kel : 10%
3. Tes Siklus : 50%

Perhitungan Nilai Akhir (NA):

NA = (Rata-Rata Penilaian Proses x 2) + LKS + PK Ind + PK Kel (Tes Siklus x 5)


10

Dari hasil Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat hasil

belajar subjek pada tindakan siklus III adalah 82,4. Hal ini menunjukkan adanya
72

peningkatan hasil belajar bila dibandingkan dengan hasil belajar tindakan siklus I

(Tabel 4.2) yang mencapai 66,7 dengan mencapai ketuntasan belajar klasikal

62,5%, dan hasil belajar tindakan siklus II (Tabel 4.3) yang hanya mencapai 72,4

dengan ketuntasan belajar klasikal 75%. Dari 8 orang subjek sebagaimana yang

terdapat pada (Tabel 4.4) di atas menunjukkan skor terendah 74, skor tertinggi

adalah 90,1. Sedangkan rata-rata 82.4 dengan demikian keseluruh subjek telah

mencapai ketuntasan belajar 100%. Secara keseluruhan keberhasilan penelitian

dari suklus I, siklus II, dan siklus III dapat ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5. Keberhasilan Tindakan Penelitian Siklus I, II, dan III.

NO SUBJEK SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

1 IS 71 82,1 86,2
2 IF 68,6 78,6 86,3
3 DS 68,4 69,7 90,1
4 FE 69,3 74,8 81,9
5 MN 73,7 64,6 86,8
6 TNI 64,2 74,1 74,1
7 FA 57,9 71,6 79,9
8 YW 60,8 64 74
Jumlah 533,9 579,5 659,3
Rata-rata 66,7 72,4 82,4
Ketuntasan Belajar 62,5% 75% 100%

C. Hasil Analisis Sikap Siswa

Hasil analisis yang terdapat pada (Lampiran 5) mengenai respon siswa

terhadap pembelajaran dengan peta konsep, maka untuk masing-masing variabel

skor maksimumnya adalah sebagai berikut:

1. Senang belajar adalah 3,91

2. Mudah memahami materi pelajaran adalah 3,79

3. Tidak termotivasi untuk menyelesaikan soal adalah 2,77


73

4. Termotivasi untuk belajar adalah 3,92

5. Dihargai dan berani mengeluarkan pendapat adalah 3,90

6. Tidak terjadi miskonsepsi dan meningkatkan retensi adalah 3,51

Skor rata-rata total untuk respon siswa terhadap strategi pembelajaran

dengan peta konsep untuk pertanyaan positif sebesar 3,73 atau berada pada skala

sikap setuju. Sedangkan untuk pertanyaan negatif sebesar 2,27 atau berada pada

skala sikap ragu-ragu.


74

BAB V

PEMBAHASAN

A. Hasil Belajar Siswa

Sebelum melakukan pembelajaran, peneliti terlebih dahulu melakukan

kegiatan awal (Eksplorasi) dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa

tentang konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH yang sudah pernah dipelajari

di tingkat SLTP. Kegiatan awal dimulai dengan pengamatan poster Lingkungan

dan Pelestarian SDAH serta tanya jawab sehingga siswa akan mendapatkan

masalah dan hipotesa, temuan dilapangan masih ada siswa yang sudah lupa

dengan materi tersebut. Hal ini dapat disebabkan oleh cara pembelajaran konsep

tersebut dengan cara menghafal, sehingga materi yang sudah dipelajari cepat

dilupakan. Dahar (1988:139) menyimpulkan bahwa belajar dengan menghafal

membuat siswa tidak ada usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada

konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif. Oleh karena itu

pengetahuan yang diperoleh itu tidak dapat lama mengendap sehingga siswa

hanya dapat mengingat fakta-fakta yang sederhana.

Berdasarkan kenyataan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti

menyusun rencana pembelajaran yang akan digunakan untuk dapat membantu

siswa MAN 3 Malang memahami konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH

dengan menggunakan peta konsep.


75

Sebelum melaksanakan pembelajaran, siswa terlebih dahulu diberikan

ketrampilan dasar menyusun peta konsep dengan menjelaskan langkah-langkah

kerjanya. Adapun konsep yang diujicoba adalah konsep Aksi Interaksi, sedangkan

hasil uji coba secara keseluruhan menunjukkan siswa sudah dapat menyusun peta

konsep berdasarkan petunjuk tersebut, tetapi masih membutuhkan banyak waktu.

Tujuan uji coba tersebut agar siswa mengetahui cara menyusun peta konsep dan

dapat membiasakan diri belajar secara bermakna sehingga tidak terjadi hambatan

pada saat pembelajaran berlangsung. Kemudian peneliti menyampaikan kepada

siswa bahwa pembelajaran untuk konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH

yaitu dengan menggunakan peta konsep, sehingga siswa sudah siap melakukan

pembelajaran, maka perhatiannya akan lebih besar dan menjadi lebih berminat

untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran dengan menggunakan peta

konsep.

Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep secara kontekstual pada

dasarnya ada 4 (empat) kegiatan pokok yaitu meliputi Kegiatan awal (Eksplorasi),

Kegiatan Inti (Eksplanasi), pembuatan peta konsep dan presentasi peta konsep,

serta pemantapan (Ekspansi dan Evaluasi). Berikut ini akan dibahas keempat

kegiatan pokok tersebut.

1. Pendahuluan (Kegiatan Awal)

Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menginformasikan tujuan

pembelajaran, materi yang akan dipelajari dan kaitan antara materi yang akan

dipelajari dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini sangat

penting dilakukan sebelum kegiatan inti atau penyajian materi dilaksanakan,

supaya dapat terjadi belajar bermakna. Ali (2002:42) menyatakan “pengetahuan


76

berhubungan dengan mengingat kepada yang sudah dipelajari sebelumnya”.

Pengetahuan prasyarat yang harus dimiliki siswa dalam setiap siklus pada

penelitian ini adalah sebagai berikut: pada siklus I dan II tentang Lingkungan,

siklus III tentang Pelestarian SDAH.

Kegiatan awal (Eksplorasi) bertujuan untuk menggali pengetahuan awal

yang dimiliki siswa, agar siswa dapat mengaitkannya dengan pengetahuan yang

akan dipelajari. Menurut Ausubel (dalam Winkel, 1996:362) menyatakan bahwa

pengetahuan dan pemahaman yang baru harus diintegrasikan ke dalam karangka

kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa. Maka dalam melaksanakan pembelajaran

guru sangat perlu memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum

mengajarkan materi baru. Oleh karena itu guru pengajar bidang studi diharapkan

dapat membantu siswa untuk mengaitkan pengtahuan dan pemahaman baru (hal-

hal yang akan dipelajari) dengan kerangka kognitif yang sudah dimiliki olah

siswa, sehingga tidak mengalami kesulitan belajar pada tahap berikutnya.

2. Penyajian Materi (Kegiatan Inti)

Penyajian materi merupakan kegiatan inti untuk pencapaian tujuan

pembelajaran yang sudah direncanakan. Metode yang digunakan adalah metode

ekspositori yang dilengkapi dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Tujuannya

agar siswa terlibat secara aktif dalam setiap pembelajaran.

Dalam menjelaskan suatu konsep, peneliti menyajikan poster Lingkungan

dan Pelestarian SDAH serta pengamatan lapangan dan laboratorium untuk

menggali pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki oleh siswa dan

menjelaskan aturan tentang konsep tersebut. Siswa diberikan beberapa contoh

yang berhubungan dengan konsep tersebut.


77

Langkah selanjutnya adalah siswa membuat peta konsep dan

mempresentasikan didepan kelas sehingga terjadi proses diskusi kelas, akhirnya

didapatkan kesimpulan dari materi pembelajaran.

3. Pembuatan Peta Konsep

Pembuatan peta konsep merupakan kegiatan yang dilakukan setelah

penyajian materi, tujuannya untuk dapat membantu siswa memahami konsep

pembelajaran secara bermakna, hal ini dilakukan setelah pengamatan dan

penyajian materi selesai. siswa diminta untuk mengaitkan antara hasil

pengamatan dan hasil bacaan materi pembelajaran sehingga siswa dapat

menentukan konsep-konsep penting yang ada dalam bacaan tersebut. Konsep-

konsep penting tersebut dituliskan dalam kotak dan selanjutnya akan dihubungkan

satu sama lain dengan garis penghubung dan kata penghubung sehingga

membentuk peta konsep.

Adapun beberapa hal yang diperoleh dari hasil penelitian pada setiap

siklus adalah sebagai berikut.

a. Siklus I

Pada siklus I dihasilkan peta konsep yang dibuat oleh siswa telah

menggambarkan adanya pemahaman materi secara bermakna. Tetapi tidak semua

siswa sudah mampu membuat peta konsep sesuai cara penyusunan peta konsep,

yaitu masih ada siswa (IS) belum mampu menyusun peta konsep yang baik,

dimana belum ada kotak dan masih ada konsep yang digabungkan lebih dari satu

konsep, sehingga nilai tes yang diperoleh dari konsep Lingkungan masih belum

maksimum (71), sedangkan peta konsep yang dibuat (IF) yang juga dari
78

kelompok atas masih terlihat adanya penggabungan lebih dari satu konsep dalam

satu kotak dan belum semuanya dituliskan kata penghubung, sehingga peta

konsepnya masih susah untuk dibaca atau belum seluruhnya mempunyai makna,

sehingga nilai yang diperoleh masih rendah yaitu (68,6). Selanjutnya (YW) dari

kelompok bawah peta konsepnya juga masih sederhana, maksudnya masih ada

konsep yang tidak dituliskan kata penghubung sehingga nilai yang didapatkan

masih rendah (60,8). Sedangkan (FA) peta konsepnya masih sederhana dimana

belum semua konsep dituliskan dalam kotak dan juga kata penghubung yang

belum lengkap, sehingga nilai yang diperoleh sangat rendah (57,9). Sedangkan

peta konsep subjek kelompok tengah TNI masih kurang kata penghubung dan

didapatkan nilai akhir tindakan siklus I masih rendah (64,2).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa subjek yang peta

konsepnya belum lengkap, hal ini disebabkan karena belum terbiasa menyusun

peta konsep dan masih susah menyusun konsep-konsep dari yang inklusif ke yang

kurang inklusif. Sehingga peta konsep yang dibuatnya belum terlihat adanya

keterkaitan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Briscoe (1991:218) bahwa para siswa yang kurang menguasai

bahan pelajaran akan mengalami kesulitan dalam menyusun peta konsep, karena

mereka menganggap bahwa pengetahuan mereka sangat terbatas, tidak cukup

untuk menyusun suatu peta konsep. Sehingga siswa tersebut merasa kurang

percaya diri dan merasa frustasi dalam menyusun peta konsep. Hal ini karena

merasa sulit mengekstraksi konsep dari teks dan merasa terbatas pengetahuan

awalnya sehingga tidak cukup mampu mengaitkan pengetahuan tersebut dengan

konsep baru.
79

Hal lain yang didapatkan dalam siklus I adalah penyusunan peta konsep

membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu peneliti menganggap lebih

baik jika penyusunan peta konsep dikerjakan di rumah, baru sesampai disekolah

hasil kerja siswa dipresentasikan didepan kelas. Hal ini bertujuan agar siswa

memiliki banyak waktu untuk membaca materi dan menyusun peta konsepnya.

Sehingga pembelajaran di dalam kelas dapat tercapai sesuai dengan rencana

pembelajaran yang telah disusun peneliti dan guru bidang studi.

b. Siklus II.

Pada siklus II masih didapatkan 2 subjek yang belum mampu menyusun

peta konsep yang sesuai dengan tata cara penyusunan peta konsep, subjek tersebut

adalah YW dimana Peta konsepnya masih ada konsep yang digabung lebih dari

satu konsep dalam satu kotak dan garis penghubung atau kata-kata penghubung

yang kurang lengkap, sehingga pemahaman terhadap materi Lingkungan masih

belum memuaskan (64), sedangkan MN peta konsepnya sudah bagus tetapi masih

belum terlihat adanya keterkaitan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan

baru, sehingga nilai yang didapatkan juga masih kurang (64.6). Pada siklus II

terlihat adanya peningkatan rata-rata 72,4 jika dibandingkan dengan nilai rata-rata

siklus I hanya 66,7. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh waktu yang diberikan

kepada siswa untuk membaca materi pelajaran dan menyusun peta konsep,

sehingga banyak waktu yang dapat digunakan untuk presentasi dan diskusi kelas.

Hal ini sesuai dengan pendapat Caroll (dalam Achdiat, 1980:2) menyatakan

“bilamana siswa diberi kesempatan mempergunakan waktu yang dibutuhkannya

untuk belajar dan ia mempergunakannya sebaik-baiknya untuk itu, ia akan

mencapai tingkatan hasil belajar seperti yang diharapkan. Tetapi sebaliknya


80

bilamana waktu yang dibutuhkannya tidak diperolehnya, maka tingkat hasil

belajarnya tergantung kepada ratio waktu yang secara aktual dikeluarkannya

(dipergunakannya) dengan waktu yang sesungguhnya dibutuhkannya”. Dan

dilanjutkan dengan pemantapan yaitu mengerjakan LKS (Lampiran 7) agar dapat

diketahui sejauh mana siswa sudah menguasai materi pelajaran yang

dipelajarinya dengan menggunakan peta konsep dan bagaimana keterkaitan

pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang terangkum dalam LKS.

Hal lain yang dapat dilakukan dalam siklus II adalah pembelajaran dengan

membuat kelompok belajar, dimana siswa merasakan adanya kerjasama agar

siswa yang berprestasi rendah akan dapat dibantu oleh siswa yang prestasi tinggi,

sehingga dalam penyusunan peta konsep kelompok akan lebih lengkap dan

sempurna jika dibandingkan dengan peta konsep indivudual. Selain itu dalam

presentasi ke depan kelas juga suasananya sudah lebih bagus dan hasil diskusi

kelas sudah lebih hidup, sehingga kesimpulan yang didapatkan sudah lebih

sempurna atau sudah tercapai susuai dengan rencana pembelajaran. hal ini sesuai

dengan penjelasan Siswojo (1981:4) yaitu “membentuk kelompok-kelompok kecil

siswa untuk belajar bersama dengan menggunakan siswa yang cepat (pandai)

untuk membantu siswa yang lambat (kurang pandai)”. Sedangkan pendapat Slavin

(1995:72) menyatakan belajar dalam kelompok yaitu para siswa dalam kelas

dibagi dalam kelompok-kelompok belajar beranggotakan empat atau lima siswa.

Tiap kelompok terdiri atas siswa-siswa yang beragam dalam kemampuan

akademis, jenis kelamin. Jadi dalam diskusi kelas siswa merasa tidak begitu

terancam karena masing-masing siswa bertindak atas nama kelompok, bukan atas

nama individu. Namun demikian masih didapatkan kendala yaitu belum cukupnya
81

waktu yang tersedia untuk proses pembelajaran di kelas, sehingga perlu dipikirkan

kembali waktu pembuatan peta konsep kelompok supaya dapat dikerjakan diluar

jam pembelajaran atau menjadi perkerjaan rumah.

c. Siklus III

Pada pelaksanaan siklus III penyusunan peta konsep baik yang secara

individu maupun kelompok dikerjakan siswa di rumah dan hasilnya sudah

memuaskan, yaitu sesuai dengan cara penyusunan peta konsep dan sudah adanya

keterkaitan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Dari hasil

wawancara dengan subjek dinyatakan bahwa untuk menyusun peta konsep sangat

diperlukan ketelitian dalam membaca materi pelajaran, sehingga konsep-konsep

yang dibacakan dapat disusun dari yang inklusif ke yang kurang inklusif.

Selanjutnya dengan diberikan waktu yang cukup yaitu pembuatan peta konsep di

rumah, maka peta konsep yang di buatnya dapat tercapai sesuai dengan materi

pembelajaran yang diharapkan dan dengan adanya kerja kolompok siswa dapat

merasakan adanya kerja sama antara siswa yang kurang mampu dengan siswa

yang sudah mampu memahami materi pelajaran, sehingga siswa yang kurang

mampu akan terpacu dalam membaca materi dan menyusun peta konsep.

Hasil analisis tindakan siklus III dengan adanya tambahan waktu dan

pembentukan kelompok belajar, menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata

hasil akhir tindakan siklus III (82.4) dengan ketuntasan belajar (100%), jika

dibandingkan dengan nilai rata-rata tindakan siklus I (66,7) dengan ketuntasan

belajar hanya (62,5%), sedangkan rata-rata tindakan siklus II (72.4) yang

mencapai ketuntasan belajar (75%).


82

Secara keseluruhan pada siklus III, siswa dapat mengikuti diskusi secara

aktif, sebab mereka sudah mempunyai pemahaman yang diperoleh sebelumnya.

Dengan demikian melalui presentasi, diskusi peta konsep, waktu yang cukup, dan

adanya kerja kelompok, serta adanya pemantapan dengan mengerjakan LKS

(Lampiran 7), maka pemahaman siswa terhadap suatu konsep semakin tertanam

dalam ingatannya, dan akhirnya akan memudahkan siswa dalam meningkatkan

hasil belajarnya.

4. Kegiatan Akhir (Pemantapan)

Kegiatan akhir dalam pembelajaran adalah merupakan pemberian tes

kepada siswa. Tes yang diberikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan setelah pemberian kegiatan

tindakan yang sesuai dengan keadaan siswa. Bentuk tes akhir tindakan disusun

dalam bentuk tes objektif dan uraian. Briscoe, dkk. (!991:218) menyatakan bentuk

tes pilihan ganda tidak memberi tantangan bagi siswa untuk belajar dengan

pemahaman yang mereka punya. Sehingga memerlukan bentuk alat evaluasi

alternatif (Essai atau uraian) yang memungkinkan siswa meresponkan apa yang

mereka tahu sehingga bisa mendorong dan menjadi kebutuhan siswa dalam

pembelajaran bermakna.

Dari hasil tes yang dilakukan pada akhir tindakan siklus I, siklus II, dan

siklus III didapatkan bahwa siswa telah menjawab sesuai dengan kemampuannya.

Sehingga nilai yang diperoleh sangat bervariasi antara siswa kelompok atas,

kelompok tengah, dan kelompok bawah. Berdasarkan hasil wawancara dengan

subjek dinyatakan bahwa mereka dapat menjawab soal-soal tes tersebut karena

mereka dapat menguasai materi pembelajaran dengan mengerjakan peta konsep.


83

Jadi dengan membuat peta konsep mereka dapat terdorong untuk membaca materi

yang diberikan dengan demikian mereka dapat mengulang kembali pelajarannya.

Subjek kelompok bawah juga mengakui bahwa pembuatan peta konsep

dengan sendirinya siswa tersebut harus membaca materi pelajaran secara

berulang-ulang sehingga dapat mengetahui konsep-konsep yang penting dalam

materi yang dipelajarinya.

Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep

dalam pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH dapat membantu

siswa memahami dan mengingat sejumlah informasi yang dipelajarinya. Jadi

dengan adanya kebiasaan belajar dengan menghubung-hubungkan konsep baru

dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa melalui peta konsep,

maka terwujutlah belajar bermakna sehingga akan menguatkan ingatan siswa dan

transfer belajar mudah tercapai.

Hasil analisis tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian Cavallo &

Schafer (dalam Novrianto, 2000:29) yang menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan langsung antara orientasi belajar bermakna melalui pengembangan peta

konsep dengan pemahaman siswa. Sedangkan hasil penelitian Kinigstein (dalam

Novak, 1984:48) yang menggunakan peta konsep dalam pengajaran ekologi,

menyimpulkan bahwa peta konsep tidak hanya menolong siswa mendapatkan

hasil positif di dalam pemahaman mereka, tetapi juga meningkatkan rasa dan

sikap potitif selama dan setelah pelajaran berlangsung, yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi motivasi untuk meningkatkan belajarnya. Selanjutnya hasil

penelitian Cliburn (1990:217) menyimpulkan bahwa peta konsep secara efektif

mendorong retensi jangka panjang. Dia melakukan studi terhadap siswa biologi
84

selama 3 minggu yang belajar dengan peta konsep, diperoleh hasil bahwa siswa

yang diajarkan dengan peta konsep mencapai skor tes objektif dan retensi belajar

yang secara signifikan lebih baik.

B. Respon Siswa Terhadap Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran


Konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH

Berdasarkan hasil analisis respon siswa yang telah dilakukan pada bab IV ,

didapatkan bahwa respon siswa terhadap strategi pembelajaran dengan peta

konsep untuk pertanyaan positif sebesar 3,73 atau berada pada skala sikap setuju.

Sedangkan untuk pertanyaan negatif sebesar 2,27 atau berada pada skala sikap

ragu-ragu. Maka hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa secara umum strategi

pembelajaran yang digunakan guru selama ini dianggap belum maksimum, yaitu

selama ini guru hanya menggunakan satu strategi pembelajaran sehingga tidak

begitu terpengaruh terhadap hasil belajar siswa (kelas rendah) dalam proses

pembelajaran di kelas. Sedangkan hasil belajar siswa terhadap proses

pembelajaran dengan menggunakan peta konsep baik secara individual maupun

kelompok menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH, terhadap cara belajar,

motivasi untuk menyelesaikan soal-soal, dapat dihargai dan berani mengeluarkan

pendapat, dan tidak terjadi miskonsepsi dan meningkatkan retensi.

Smith (1990:412) menyatakan peta konsep sangat ideal untuk membantu

siswa mengkaji dan memahami perubahan dan organisasi pengetahuan selama

proses belajar sehingga menekankan pada aspek konstruktif dalam proses belajar.

Sedangkan Amien (1990:59) menyatakan jika siswa mengetahui sebelumnya

mereka akan terlibat dalam suatu kegiatan belajar seperti pemetaan konsep, maka
85

perhatiannya akan lebih besar dan menjadi lebih berminat untuk melibatkan diri

dalam proses belajarnya sendiri sehingga dapat mengurangi kepasifan.

Corebima (2002:2) menyatakan bahwa melalui pembelajaran kontekstual,

para guru dapat mengubah pembelajaran dari yang teacher-centered menjadi yang

student-centered, dimana pembelajaran akan menjadi semakin bermakna,

sehingga para siswa lebih dapat berhasil dalam proses pembelajarannya.

Selanjutnya Cliburn (1990:212) menyatakan strategi yang berdasarkan aktivitas

pemetaan konsep siswa memberikan kesempatan yang lebih besar untuk belajar

bermakna dibandingkan strategi yang berpusat pada peta konsep guru.

Nurhadi (2002:11) menjelaskan bahwa siswa perlu dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan

bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan

kepada siswa. Maka siswa harus menkontruksikan pengetahuan di benak mereka

sendiri. Jadi siswa akan mampu menemukan dan mentransformasikan suatu

informasi kompleks ke situasi yang lebih nyata yaitu dengan melakukan

pembelajaran melalui pembuatan peta konsep oleh siswa baik secara individual

maupun kelompok berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan bacaan literatur

yang berkaitan dengan konsep pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian sebelumnya, maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian

SDAH dengan menggunakan peta konsep dan pembentukan kelompok berlajar,

serta waktu yang cukup, maka akan dapat membentuk proses pembelajaran yang

lebih bermakna dan akhirnya akan meningkatkan hasil belajar.


86

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian paparan data dan temuan penelitian dalam bab IV dan

pembahasan dalam bab V, dapat disimpulkan bahwa:

1. Bentuk pembelajaran menggunakan peta konsep dengan pembentukan

kelompok belajar, dan waktu yang cukup dapat membantu siswa MAN 3

Malang memahami konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH

2. Hasil belajar siswa dengan menggunakan peta konsep pada konsep

Lingkungan dan Pelestarian SDAH dapat meningkat nyata, dengan rata-rata

nilai 66,7 dengan ketuntasan belajar 62,5% pada siklus I, 72,4 dengan

ketuntasan belajar 75% pada siklus II, dan 82,4 dengan ketuntasan belajar

100% pada siklus III.

3. Secara umum respon siswa terhadap strategi pembelajaran dengan peta konsep

dalam pembelajaran konsep Lingkungan dan Pelestarian SDAH berada pada

skala sikap setuju (3,73) untuk pertanyaan positif. Sedangkan untuk

pertanyaan negatif sebesar 2,27 atau berada pada skala sikap ragu-ragu.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian tindakan kelas

dengan menggunakan peta konsep, maka diajukan beberapa saran yang perlu

dipertimbangklan antara lain:


87

1. Untuk pembelajaran yang menggunakan peta konsep, maka perlu diperhatikan

beberapa hal sebagai berikut.

a. Kesiapan Guru

Sebelum mengajarkan kepada siswa tentang penggunaan peta konsep, guru

perlu memiliki kemampuan menyusun peta konsep.

b. Kesiapan Siswa

Sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep, maka

siswa perlu diberikan keterampilan dan latihan cara menusun peta konsep,

agar tidak terjadi hambatan dalam pembelajaran

c. Waktu

Pembuatan peta konsep sangat memerlukan waktu yang relatif lama, sehingga

alokasi waktu pengajaran yang cukup sangat diperlukan. Agar waktu

pengajaran dapat digunakan secara evesien, maka disarankan agar pembuatan

peta konsep dapat dikerjakan oleh siswa di rumah dan pada pertemuan

berikutnya dipresentasikan dan diskusi dalam kelas.

2. Untuk memudahkan siswa dalam membuat peta konsep, sebaiknya siswa

dikelompokkan secara heterogen dalam kelompok kecil (5 orang) tiap

kelompok.

3. Bagi peneliti lain yang berminat menggunakan peta konsep, maka dapat

mengembangkan lebih lanjut terhadap materi lain dalam bidang studi biologi.

Di samping itu dapat digunakan sebagai salah satu alat pembelajaran biologi

secara kontekstual.
88

DAFTAR RUJUKAN

Achdiat, M. 1980. Beberapa Catatan Tentang Mastery Learning. Jakarta: P3G


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ali, M. 2002. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo

Amin, M. 1990. "Pemetaan Konsep Suatu Teknik Untuk Belajar yang Bermakna"
Jurnal Pendidikan, 9 (2): 55-56.

Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia.


Surabaya: Airlangga. University Press.

Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Ausubel, D. P. 1963. The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York:


Grune & Stratton.

Briscoe, C., Sarah Ulerick dan LaMaster. 1991. :Meaningful Learning in Collage
Biology Through Concept Mapping." Journal The American Biology
Teacher, 53 (4): 214-219.

Cliburn, J. W. 1990. "Concept Maps To Promote Meaningful Learning." Journal


of Research in Science Teaching, 15 (4): 212-217.

Corebima, 2002. Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: derektorat Sekolah Lanjutan


Tingkat Pertama. Derektorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Depertemen Pendidikan Nasional.

Dahar, R. W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2002. Konsep Pendidikan Berorientasi


Kecakapan Hidup (Life Skill Education) Melalui Pendekatan Pendidikan
Berbasis Luas (BBE) Buku 1. Jakarta:Depdiknas.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2002. Konsep Pendidikan Berorientasi


Kecakapan Hidup (Life Skill Education) Melalui Pendekatan Pendidikan
Berbasis Luas (BBE) Buku 2. Jakarta: Depdiknas.

Gibson, D. J. 1996. Textbook Misconceptions: The Climax Concept of


Succession. Journal The American Biology Teacher, Vol 58 (3), 135-140

Hadikoswara, R. 1998. Hubungan Antara Kemampuan Menyusun Peta Konsep


dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Pelajaran Mikrobiologi. Jurnal IKIP
Jakarta, 16 (2): 73-84.
89

Hibbard, K.M. 1995. Performance Assessment In The Science Classroom.


New York: Glencoe McGraw-Hill.

Horton, P. B. Mc. Conney, Andrew,A., 1993. An Investigation of the


Effectiveness of Concept Mapping as an Instructional Tool. Journal
Science Education. 77 (1): 95-111.

Irawan, P., Suciati., & Wardani, I.G.A.K. 1997. Teori Belajar, Motivasi dan
Ketrampilan Mengajar. Jakarta: PAU-PPAI.

Jailani. 2001. Pengaruh Strategi Belajar Dengan Peta Konsep Melalui Kerja
Kelompok Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada SMU Diponegoro
Tumpang Kabupaten Malang. Tesis tidak diterbitkan. PPS IKIP Malang.

Madya, S. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lembaga penelitian


IKIP Yogyakarta.

Milles, M. B. & Huberman, A. M. 1992. Analisis data Kualitatif. Terjemahan oleh


Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia

Moleong, L.J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarka

Novak, J.D., & Gowin, D.B. 1984. Learning How to Learn. New York:
Cambrigde University Press.

Novrianto, A. 2000. Keefektifan Strategi Pengajaran Menggunakan Peta Konsep


Ditinjau dari Prestasi dan Retensi Belajar Siswa Kelas II SMU N 7
Malang Pada materi Senyawa Karbon. Tesis tidak diplubikasikan. PPS
UM Malang.

Nur. M. 2001. Asesmen Dalam Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual.


Surabaya: Depdiknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Nur. M. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Surabaya: Depdiknas


Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Nur. M. 2002. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Surabaya: Depdiknas


Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.

Sa’dijah, C. 2000. Pembelajaran Matematika Secara Konstruktivis. Makalah


disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah
Menengah, Jurusan Matematika UM Malang, 25 Maret.
90

Salam, B. 1997. Pengantar Pedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik). Jakarta:


Rineka Cipta Sarana Utama

Siswojo. 1981. Belajar Tuntas (Mastery Learning). Jakarta: Erlangga.

Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory Research and Practice. Boston:
Allyn and Bacon.

Smith, M. E. & Hinckley, G.LV., 1991. “Cooperative Learning in The


Undergraduate Laboratory.” Journal of Chemical Education, 68 (5): 413-
415.

Subana, M. dan Sudrajat, 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung:


Pustaka Setia

Sudjana, N. Suwariyah,W. 1991. Model-model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar


Baru.

Sudjana, N., 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

Sugiono. 1999. Statistik Untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta

Sujana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sukarminata, N.S. 2001. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarta.

Sukarno, D.W. 1995. Biologi 1 Untuk SMU. Jakarta: Depdikbud.

Suparno, P., 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:


Kanisius.

Surakhmad, W. 1986. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar Dasar dan Teknik


Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito

Susilo, H. 1997. "Implementasi Pendekatan Kontruktivistik dalam Pembelajaran


Sains." Jurnal Pendidikan MIPA, 26 (2): 215-229.

Susilo, H. 2000. Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru Masa Depan.
Disampaikan Pada Seminar Sehari di SLTP Negeri 2 Malang. Depdiknas:
Lembaga Penelitian Malang.

Susilo, H. 2001. Pembelajaran Kontekstual Untuk Peningkatan Pemahaman


Siswa. Disampaikan pada Seminar Sehari di Jombang, tanggal 22
September. Depdiknas: Lembaga Penelitian Malang.
91

Susilo, H. 2002. pembelajaran Kontekstual Dalam MIPA. “Majalah Pendidikan


Konsep”, Nomor 1 Agustus-Oktober: 15-20

Susilo, H., dan Prasetyo, T.I. 1989. Pengaruh Penggunaan peta Konsep Sebagai
Strategi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Dalam Mata
Kuliah Genetika. Malang: Pusat penelitian IKIP Malang.

Susilo, H., Yanto, dan Nindianingsih. 2001. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Tentang Keanekaragaman Makhluh Hidup Dengan Pembuatan Peta
Konsep Bagi Siswa Kelas 1 Cawu 1 SLTP 1 Driyorejo. Malang: Lembaga
Penelitian Universitas Negeri Malang.

Tim Action Research Biologi Gugus Blitar. 2000. "Strategi Penggunaan Peta
Konsep." Jurnal Gentengkali, 7 (3): 150-156.

Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Depdikbud: Deroktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PPGSM.

Tim Pengembang Kurikulum. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata


Pelajaran Biologi (Buram ke 6 Jili 2001). Jakarta: Depdiknas

Tim Penulis Pekerti Bidang MIPA. 2001. Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat
Pembelajaran Biologi Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Depdiknas

Tim. 1995. Kurikulum Sekolah Menengah Umum GBPP 1994. Jakarta:


Depdikbud.

Tim. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri


Malang.

Tjan Kiaw Nio, dkk., 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
Biologi SMU. Jakarta:Depdiknas.

Umniyatie,S. 2001. Alternatif Pemanfaatan Alam Sekitar Dalam Pembelajaran


Tentang Virus, Monera dan Fungi di SMU."Seminar Nasional,Pendidikan
MIPA di Era Globalisasi."Jurnal Pendidikan, 211-217

Wahab, A., & Lestari, L.A. 1999. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya: Airlangga
University Press..

Widyastuti, D. 1997. Perbedaan Prestasi Belajar Konsep Laju Reaksi Antara


Siswa yang Diajar Dengan Menggunakan Media Peta Konsep dan Yang
Diajarkan Tanpa Menggunakan Media Peta Konsep. Skripsi tidak
diterbitkan. PPS. IKIP Malang

Winkel, W.S. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia.
92

Yuwono, I. 2000. Paradikma Baru Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah


disajikan pada Seminar Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah,
Jurusan Matematika UM Malang, 25 Maret.

Zubaidah,S. dkk. 2000. Pembuatan Peta Konsep Dan Pemberian Pra Tes Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Konsep Perkembangbiakan Tumbuhan
Siswa Kelas III SLTP Laboratorium IKIP Malang. Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.
93

KRITERIA PENILAIAN PETA KONSEP

Novak (1985) menyebutkan ada empat komponen yang dinilai yang

terdapat dalam peta konsep dengan skor tertentu yaitu:

1. Proposisi yang sesuai (valid)

2. Jumlah lapisan dari konsep yang disusun secara hirarki

3. Hubungan horizontal/melintang antar konsep

4. Contoh bila ada.

Jumlah skor dari keempat kelompok tersebut dibandingkan dengan jumlah

skor standar yang dituntut oleh peta konsep yang bersangkutan dan hasilnya

dinyatakan dalam prosentase. Ada kemungkinan bahwa skor peta konsep yang

disusun Mahasiswa/Siswa lebih besar dari 100%, karena tingkat kesesuaiannya

lebih baik dari standar yang telah ditentukan oleh guru yang menilai. Selanjutnya

Novak memberikan suatu model penilaian berdasarkan skor dari suatu peta

konsep yang menggunakan contoh Model Pemberian Skor seperti pada gambar

berikut:
94

Hirarki
Konse
p
kunci

Hub Hub Hub

Lapisan 1 Konse Konse Konse


p p p
umum umum umum

Hub. Hub. Hub. Hub. Hub. Hub.

Konse Kense
Lapisan 2
p p

Hub Hub

Lapisan 3 Ex Ex Konse Konse


Konse Konse p p
object object
p p kuran kuran
g g
umum umum
ex ex Hub Hub Hub

Konse Konse Konse


Lapisan 4 Object Object
p p p
spesifi spesifi spesifi
k k k

Pemberian skor dari model:

Hubungan antar konsep (bila valid) = 13

Lapisan hirarkial : 4x5 = 20

Hubungan melintang : 2 x 10 = 20

(bila valid dan signifikan)

Contoh bila valid: 4 x 1 = 4

--------------------------

Jumlah = 57 point

Sumber: Adaptasi dari J.D. Novak (1985).


95

Pemberian skor dalam model penilaian adalah sebagai berikut:

a. Setiap proposisi (hubungan antar dua konsep hirarkial) bila valid diberi

skor 1 (satu)

b. Setiap lapisan hirarkial bila valid diberi skor 5 (lima)

c. Setiap hubungan horizontal/melintang antar konsep bila valid dinilai 5

(lima) serta bila valid dan signifikan dinilai 10 (sepuluh)

d. Setiap contoh yang valid diberi nilai 1 (satu)

Jumlah skor dari ke empat komponen tersebut (a, b, c, d) dibagi dengan

skor standar yang disusun guru dikalikan dengan angka 100% akan diperoleh

hasil berupa skor keseluruhan dari peta konsep tersebut.


96

PENILAIAN PETA KONSEP

Nama Siswa/NIS :……………..……………………..

Pokok Bahasan : ……………….…………………..

Kelas : …………..……………………….

Tanggal : ……………….…………………..

Penilaian
Nilai Siswa Guru
No Indikator
maksimum
1. Apakah kumpulan kata-kata (konsep)

dalam kotak sudah tepat dari topik

bahasan?
2. Apakah kata-kata (konsep) telah

tersusun dari yang umum ke yang

khusus?
3. Apakah nomor level tingkatan sudah
97

tepat (dari umum ke yang khusus) dari

kata-kata konsep?
4. Apakah kata-kata penghubung dapat

digunakan untuk menghubungkan

konsep dengan tepat untuk membuat

hubungan diantara kata-kata konsep?


5. Apakah garis penghubung sudah tepat

untuk membedakan bagian dari peta

konsep?
6. Apakah penghubung kata-kata (garis)

dapat digunakan untuk membuat garis

menyilang yang tepat untuk membuat

hubungan diantara kata-kata konsep?


7. Apakah peta konsep telah diberi judul

yang sesuai?
8. Apakah peta konsep mudah untuk di

ikuti?
9. Apakah pemahaman pengetahuan

lama dengan pengetahuan baru telah

ada keterkaitan?
10. Apakah peta konsep tersusun dengan

rapi?
Total

Diadaptasi dari Hibbard (1995:89)

PENILAIAN KERJA KELOMPOK


98

Nama Siswa/NIS :……………..……………………..

Pokok Bahasan : ……………….…………………..

Kelas : …………..……………………….

Tanggal : ……………….…………………..

Penilaian
Nilai Siswa Guru
No Indikator
maksimum
1. Apakah Anda datang kepersiapan

kelompok untuk kerja kelompok?


2. Apakah Anda mengumpulan tugas

individu dalam kelompok tepat

waktu dan bersama-sama?


3. Apakah Anda berpartisipasi dalam

menyusun peta konsep?


4. Apakah Anda mendukung kawan

lainnya untuk berpartisipasi dalam

menyusun peta konsep?


5. Apakah Anda melakukan

pembelajaran secara aktif?


6. Apakah Anda dapat memberi

rangsangan positif dalam menyusun

peta konsep?
7. Apakan Anda setuju dengan cara

pembelajaran kelompok dalam


99

mengerjakan peta konsep?


8. Apakah Anda dapat menyusun peta

konsep dengan cara kerja sama?


9. Apakah Anda dapat berbagi

tanggung jawab dan saling

membantu mengerjakan tugas

kelompok, dan selesai tepat pada

waktu yang telah ditetapkan?


10. Apakah Anda dapat meransang kerja

sama sesama teman dalam satu

kelompok?
Total

Diadaptasi dari Hibbard (1995:97)

PEDOMAN OBSERVASI

Topik Diskusi : …………………………………………………………

Kelas/Semester : …………………………………………………………

Bidang Studi : …………………………………………………………

Nama Siswa yang

diamati :

………………………………………………………...
100

No Aspek yang diamati Hasil Pengamatan Ket.


Tinggi Sedang Kurang
1 Memberikan pendapat untuk

memecahkan masalah
2 Memberikan tanggapan terhadap

pendapat orang lain


3 Mengerjakan tugas yang

diberikan
4 Motivasi dalam mengerjakan

tugas-tugas
5 Toleransi dan mau menerima

pendapat siswa lain


6 Tanggung jawab sebagai

anggota kelompok
7
8
9
10

Pengamat

(…………………..)
101

KISI-KISI ANGKET PETA KONSEP SISWA

N VARIABEL DISKRIPSI ITEM

O
1 2 3 4
1. Senang 1. Memiliki kemauan  Pembelajaran biologi dilaksanakan dengan

belajar yang tinggi untuk membuat saya memiliki kemauan yang tin

mengikuti pelajaran pelajaran

2. Menarik dan tidak  Pembelajaran biologi dengan strategi

membosankan menarik dan tidak membosankan

3. Perlu dikembangkan  Menurut saya cara belajar biologi dilaksan

untuk pelajaran lain peta konsep, perlu dikembangkan untuk

bahan pelajaran yang lain

2. Mudah 1. Prisip, konsep dan  Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

memahami proses biologi lebih konsep, maka prinsip, konsep dan proses b

materi dapat dipahami pahami

pelajaran

2. Lebih mudah mengerti  Pembelajaran biologi dilaksanakan dengan

materi pelajaran membuat saya lebih mudah mengingat mat

3. Terbantu dalam  Pembelajaran biologi dilaksanakan dengan

memahami isi pelajaran dapat membantu saya dalam memahami is

tersebut
102

4. Terbantu dalam

memecahkan masalah  Dalam pembelajaran biologi dilaksanakan

konsep saya terbantu dalam memecahkan m

1 2 3 4
3. Tidak 1. Lebih sulit  Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

termotivasi menyelesaikan soal- konsep saya merasa lebih sulit menyeles

untuk soal diberikan guru

menyelesai-

kan soal 2. Tidak termotivasi untuk  Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

mengerjakan tugas konsep tidak dapat memotivasi saya untuk

tugas yang diberikan guru

4. Termotivasi 1. Termotivasi untuk  Pembelajaran biologi dilaksanakan dengan

untuk belajar berprestasi dapat memotivasi saya untuk berprestasi

2. Meningkatkan  Pembelajaran biologi dilaksanakan dengan

semangat kerja keras dapat meningkatkan semangat kerja yang le

5. Dihargai dan 1. Dihargai dalam  Dalam pembelajaran biologi dilaksanakan

berani mengeluarkan pendapat konsep saya merasa lebih dihargai d

mengeluar- pendapat

kan pendapat 2. Berani mengeluarkan

pendapat  Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

konsep maka saya memiliki keberanian

pendapat

6. Tidak terjadi 1. Menghilangkan  Pembelajaran biologi dilaksanakan dengan

miskonsepsi miskonsepsi dapat menghilangkan miskonsepsi pada dir


103

dan

meningkat-  Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

kan retensi 2. Konsep-konsep lebih konsep maka konsep-konsep dari bahan

lama dapat di ingat dapat diingat


104

ANGKET PETA KONSEP SISWA

1. PETUNJUK

1. Identitas Siswa

a. Nama Siswa : …………………………………………………….

b. Nomor Induk : …………………………………………………….

2. Mohon Anda memberi jawaban sejujurnya dan sesuai dengan apa adanya

3. Instrument ini terdiri dari kolom pernyataan dan kolom jawaban. Silakan

beri jawaban Anda dengan cara memberitanda cek (√) pada tempat yang

telah disediakan.

4. Ada lima pilihan yang masing-masing maknanya sebagai berikut

SS : pernyataan sangat setuju terhadap setiap item pernyataan

S : pernyataan setuju terhadap setiap item pernyataan

RR : pernyataan ragu-ragu terhadap setiap item pernyataan

TS : pernyataan tidak setuju terhadap setiap item pernyataan

STS : Pernyataan sangat tidak setuju terhadap setiap item pernyataan

Contoh pernyataan “ saya merasa senang belajar dengan teman-teman

saya”
105

SS S RR TS STS
 Kalau Anda sangat setuju (SS)

dengan pernyataan itu, berilah tanda √

cek (√ ) pada kolom (SS)


 kalau Anda setuju (S) dengan

pernyataan itu, berilah tanda cek (√) √

pada kolom (S)


 Kalau Anda ragu-ragu (RR) dengan

pernyataan itu, berilah tanda cek (√) √

pada kolom (RR)


 Kalau Anda tidak setuju (TS),

dengan pernyataan itu, berilah tanda √

(√) pada kolom (TS)


 Kalau Anda sangat tidak setuju

(STS), dengan pernyataan itu,

berilah tanda cek (√) pada kolom √

(STS)

II. ANGKET

No Pernyataan Jawaban
SS S RR TS STS
1 2 3 4 5 6 7
1 Pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep membuat saya

memiliki kemauan yang tinggi untuk

mengikuti pelajaran

2 Pembelajaran biologi dengan strategi peta


106

konsep sangat menarik dan tidak

membosankan

3 Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep, maka prinsip,

konsep dan proses biologi lebih tepat saya

pahami

4 Pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep membuat saya

lebih mudah mengingat materi pelajaran

5 Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep saya merasa

lebih sulit menyelesaikan soal-soal yang

diberikan guru

6 Pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep dapat

memotivasi saya untuk berprestasi

7 Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep dapat

memetivasi saya untuk menyelesaikan

tugas-tugas yang diberikan guru

8 Pembelajaran biologi dilaksanakan


107

dengan strategi peta konsep tidak dapat

meningkatkan semangat kerja yang lebih

keras

9 Menurut saya cara belajar biologi

dilaksanakan dengan strategi peta konsep,

perlu dikembangkan untuk mempelajari

bahan-bahan pelajaran yang lain

1 2 3 4 5 6 7
10 Pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep dapat

menghilangkan miskonsepsi pada diri

saya

11 Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep maka konsep-

konsep dari bahan pelajaran lebih lama

dapat diingat

12 Pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep dapat

membantu saya dalam memahami isi dan

bahan pelajaran tersebut

13 Dalam pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep saya tidak


108

merasa lebih dihargai dalam

mengeluarkan pendapat

14 Jika pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep maka saya

memiliki keberanian untuk mengeluarkan

pendapat

15 Dalam pembelajaran biologi dilaksanakan

dengan strategi peta konsep saya terbantu

dalam memecahkan masalah

Anda mungkin juga menyukai