Krisis lingkungan yang terus meningkat serta banyaknya sengketa LH yang berujung bebas menjadi preseden buruk yang mengancam eksistensi lingkungan dan manusia. Salah satu problem mendasar adalah lemahnya konstitusi hukum yang berdampak pada penataan lingkungan yang rendah. Selain penguatan institusi maupun kordinasi antar lembaga terkait yang mesti dilakukan, ternyata diperlukan penguatan rule of the game yang bisa mengatur seluruh persoalan lingkungan. Undang-undang No 32 Tahun 2009 menjadi harapan baru bagi berkelanjutan lingkungan hidup. Penguatan dan idealisme UU baru tersebut sesungguhnya sangat berdasar secara filosifis dan sangat tidak berlebihan apalagi politis. Dalam UU dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Amanah UU 1945 tersebut jelas memandang bahwa kebutuhan mendapatkan lingkungan yang sehat adalah salah satu hak asasi. Negara berkewajiban memberi perlingudngan dan jaminan lingkungan sehat, oleh sebab itu negara harus memiliki otoritas kuat dalam mengelola dan melindungi lingkungan hidup. Perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup adalh upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemeliharaan, dan penegakan hukum. Terkait dengan tindak pidana lingkungan yang dinyatakan sebagai kejahatan, maka perbuatan tersebut dipandang sebagai secara esensial bertentangan dengan tertib hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan (membahayakan) kepentingan hukum. Pelanggaran hukum yang dilakukan meynagkut pelanggran terhadap hak asasi lingkungan hidup yang baik dan sehat serta keharusan untuk melaksanakan kewajiban memelihara lingkungan hidup, mecegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran. Penegakan hukum lingukngan dapat juga melalui jalur hukum perdata. Jalur ini di Indonesia kurang disenangi karena proses yang berlarut-larut di pengadilan. Hampir semua kasus perdata diupayakan ke pengadilan yang tertinggi untuk kasasi karena selalu tidak puasnya para pihak yang kalah. Bahkan, ada kecendrungan orang sengaja mengulur waktu dengan selalu mempergunakan upaya hukum, bahkan walaupun kurang beralasan biasa dilanjutkan pula ke peninjauan kembali. Penegakan hukum lingkungan hidup dengan menggunakan sarana hukum perdata selama ini seringkali terkendala pada kesulitan pembuktian. Pembuktian perkara lingkungan hidup membutuhkan sumber daya menusia dan teknologi yang tinggi, sehingga penyelesaian perkara lingkungan hidup menjadi rumit, mahal dan berlangsung lama. Dengan demikian penegakan hukum lingkungan hidup dalam praktiknya tidaklah mudah. Karena proses pembuktiannya yang rumit, maka hakim dalam menangani perkara-perkara perdata lingkungan hidup tidak cukup dengan menerapkan ketentuan hukum yang telah ada, namun juga memerlukan suatu judical activism yang dilakukan dengan cara penemuan hukum dan penciptaan hukum melalui keputusannya, agar terwujud keadialan bagi manusia dan ligkungan sehingga dapat terpelihara lingkungan yang baik dan sehat, yang menjamin terwujudnya keseimbangan dalam ekosistem. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam hal ini permasalahan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hukum lingkungan yang ada di Indonesia? 2. Bagaimana penegakan hukum lingkungan yang ada di Indonseia? 3. Bagaimana peran hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia serta contoh kasus penegakan hukumnya? 4. Bagaimana hukum acara pidana dan perdata serta apa tujuannya? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa saja pengaturan hukum lingkungan yang ada di Indonesia 2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum lingkungan yang ada di Indonseia 3. Untuk mengetahui bagaimana peran hukum pidana dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia serta contoh kasus penegakan hukumnya 4. Untuk mengetahui bagaimana hukum acara pidana dan perdata serta apa tujuannya