Anda di halaman 1dari 6

NAMA : NI LUH EVA PRADNYANINGSIH

NO : 22
KLS : XI MIPA

1. Siapa yang berhak atas ikan tersebut ?


Jawab :
Menurut saya yang berhak atas ikan tersebut adalah Indonesia karena hak berdaulat
Indonesia, , ada pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen. ZEE
adalah kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar. Di kawasan ZEE ini,
Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala potensi sumber daya alam yang ada,
termasuk ikan.
Memang di wilayah tersebut adalah wilayah laut lepas, tidak dimiliki negara. Tetapi
sumber daya alam yang di dalam Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen
diberikan kepada negara pantai. Di situlah kemudian Indonesia mengelola sumber
daya alam yang ada di situ. Dan apabila ada kapal negara lain yang ingin mengambil
ikan di situ, tentu harus meminta izin kepada Indonesia.
2. Bisakah Indonesia menuntut Jepang atas pencurian ikan / illegal fishing ?
Jawab :
Bisa, sebab illegal fishing dapat dikatakan termasuk pengangktan yg dikategorikan
kejahatan luar biasa. Berdasarkan UU No 31 Tahun 2004 tentang Per ikanan dibuat
agar kekayaan lautan itu dalam terlindungi se cara hukum. Jika penegakkan hu kum
ini benar-benar dilakukan, maka bisa mendorong percepatan pemba ngun an yang
menganut azas penge lolaan ikan bertanggung ja wab. Ha nya saja penegakkan hu
kum di wi layah perairan, masih be lum membuahkan hasil yang maksimal.
Kasus pencurian ikan, baik oleh nelayan lokal maupun nela yan asing masih terus
terjadi. Semen tara penegakkan hukum tak bisa membuat jera mereka. Karena itu,
dibutuhkan sebuah langkah yang lebih tegas untuk mengamankan wilayah perairan
Indonesia.

Dalam penegakkan hukum pe laku illegal fishing UU No 31 Tahun 2004 dengan tegas
menyatakan da lam Bab XIII Pengadilan Perikan an, Pasal 71 ayat (1) menyatakan, pe
ngadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan tindak
pidana di bi dang perikanan merupakan indikator keseriusan pemerintah menangani
pelanggaran perikanan. Hal ini menuntut kesiapan penegak hu kum Penyidik Pegawai
Negeri Sipil, Perwira TNI AL, dan aparat Pol ri berkoordinasi lebih intens dalam
menangani tindak pidana di bidang perikanan. Pengadilan per ikanan bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutuskan tin dak pidana perikanan oleh majelis hakim.

Sanksi terhadap pelanggar UU ini pun sudah sangat jelas. Terma suk denda seperti
tercantum pada pa sal 84-105, bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pe
ngelolaan perikanan RI melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan kimia,
bahan biologis, bahan peledak, alat serta cara yang dapat merugikan atau
membahayakan kelestarian sumber daya ikan atau lingkungannya, terancam hukum
an penjara maupun didenda. Jerat hu kum tersebut berlaku bagi nah koda kapal, ahli
penangkapan, dan anak buah kapal, demikian pula dengan pemilik kapal perikanan,
penanggung jawab perusahaan perikanan maupun operator kapal. Meski sudah ada
sanksi hukumnya, namun masih saja banyak pihak yang menyalahi aturan tersebut.

Kasus illegal fishing yang hanya membuat repot penegak hukum di Indonesia. Di
beberapa kawasan ne gara Asia Pasifik, kasus seperti nitu sering terjadi. Illegal fishing
me rupakan salah satu bentuk pe nyalahan aturan terhadap UU per ikanan yang marak
terjadi di In do nesia dan beberapa negara di Asia- Pasifik.

Pelanggaran tersebut dapat ter jadi di semua kegiaan perikanan tangkap tanpa
tergantung pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan dan eksploitasi.
Serta, dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan
di zona juridiksi nasional maupun internasional. Se tiap tahun, Kementerian Kelaut an
dan Perikanan, Indonesia meng alami kerugian akibat pencurian ikan sebesar Rp 31
miliar
Selain itu tidakan ini juga didukung oleh beberapa pernyataan lainnya seperti
1.Mengacu Deklarasi Djuanda, dapat disimpulkan bahwa Indonesia berhak atas segala
kekayaan alam yang terkandung di laut sampai kedalaman 200 meter pada wilayah
landas kontinen. Batas laut teritorial Indonesia sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan
perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil dari garis dasar laut.
2. Pasal 69 ayat (4) dalam Undang-undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
memiliki serangkaian payung hukum terkait penegakan hukum terhadap tindakan
illegal fishing, salah satunya adalah dimungkinkannya dilakukan penenggelaman
kapal yang terbukti melakukan pengangkapan ikan tanpa izin.
3. Pasal 59 ayat (3) pada UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan mengatur
pembentukan Badan Keamanan Laut.
4. Pada 13 Maret 2013, DPD sebenarnya mengajukan RUU Kelautan, namun sempat
terhambat karena keterbatasan DPD dalam hal kewenangan legislasinya. Inisiatif ini
dilanjutkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 92/PUU/X/2012 dimana
ditetapkan bahwa DPD dapat mengajukan RUU.
3. Kenapa hal serupa sering terjadi di Indonesia ?
Jawab :
Berikut beberapa faktor yang mendukung terjadinya illegal fishing di perairan Indonesia:

1) Tingkat Konsumsi Ikan Global Yang Semakin Meningkat


Dengan meningkatnya jumlah konsumsi ikan secara global mengakibatkan krisis ikan
di lautan, terlebih tidak adanya langkah antisispasi yang cepat dari negara-negara di
dunia, begitu juga di Indonesia belum adanya langkah kongkret untuk antisipasi krisis
ikan tersebut, sehingga akan sangat memicu praktek illegal fishing di perairan
Indonesia yang diprediksi masih menyimpan sumber ikan yang melimpah.
2) Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang
Karena negara-negara dengan teknologi canggih telah mengalami krisis ikan di laut
mereka, sedangkan kebutuhan ikan laut di negara-negara maju tersebut sangat besar
maka yang terjadi adalah ekspansi penangkapan ikan terhadap negara lain yang
dianggap masih mempunyai stok ikan yang banyak, salah satu tujuan ekspansinya
adalah Indonesia. Jika ekspansi ikan tersebut dilakukan secara ilegal dan tidak
memenuhi syarat, maka yang terjadi adalah illegal fishing yang dilakukan di perairan
Indonesia.
3) Armada Perikanan Nasional yang Lemah
Armada perikanan Indonesia disebut lemah karena kurangnya perhatian pemerintah
terhadap para nelayan selaku pelaku utama dalam armada perikan, sampai saat ini
komposisi armada perikanan tangkap masih didominasi oleh armada berskala kecil
yang merupakan armada perahu tanpa motor, sangat lemah dan tertinggal jauh dari
nelayan asing yang menggunakan kapal-kapal besar dengan daya tangkap dalam
jumlah besar.

4) Adanya Keterlibatan Oknum Aparat


Dalam kasus illegal fishing bentuk keterlibatan oknum aparat adalah bekerjasama
dengan para pemilik modal / pengusaha ikan yang memberikan imbalan besar dan
sangat menggiurkan. Seperti contoh kasus illegal fishing di perairan Sulawesi Utara
pada tahun 2007, berdasarkan data yang diperoleh dari WALHI bahwa kasus tersebut
merupkan kerjasama antara oknum aparat, pengusaha ikan di darat, dan operator
kapal ikan di laut sangatlah sistematis.
5) Lemahnya Pengawasan Aparat di Laut Indonesia
Lemahnya sikap reaktif aparat yang berkewajiban mengawasi laut Indonesia
merupkan salah satu faktor penyebab maraknya kasus illegal fishing, padahal
Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perikanan dan kelautan.
6) Lemahnya Penegakan Hukun di Laut Indonesia
Ada daerah laut yang tidak pernah terjamah oleh patroli aparat TNI Angkatan Laut
maupun polisi air merupakan akibat dari penegakan hukum yang masih lemah. Hal
tersebut menyebabkan tidak terkendalinya tindak kejahatan di laut Indonesia, dan
membuat kesempatan para pelaku illegal fishing menjadi leluasa berbuat kejahatan di
laut Indonesia.
7) Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini bersifat terbuka
(open access), pembatasan hanya terbatas pada alat tangkap (input restriction). Hal ini
kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi geografi Indonesia khususnya ZEE
Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas.
8) Terbatasnya sarana dan prasara pengawasan serta SDM pengawasan khususnya dari
sisi kuantitas. Sebagai gambaran, sampai dengan tahun 2008, baru terdapat 578
Penyidik Perikanan (PPNS Perikanan) dan 340 ABK (Anak Buah Kapal) Kapal
Pengawas Perikanan. Jumlah tersebut, tentunya sangat belum sebanding dengan
cakupan luas wilayah laut yang harus diawasi.
4. Adakah sesuatu yang akan kamu lakukan dari kejadian tersebut ?
Jawab :
Cara untuk menanggulangi illegal fishin ini adalah
1. Sistem Pengelolaan
Perumusan Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dengan cara Pelestarian:
Perlindungan, Pengawetan dan Rehabilitasi, Pengalokasian dan penataan
pemanfaatan, Penyusunan Peraturan, Perijinan dan pemanfaatan Sumberdaya
ikan.
2. Kebijakan dengan Visi Pengelolaan SDKP tertib dan bertanggung jawab
 Meningkatkan kualitas pengawasan secara sistematis dan terintegrasi agar
pengelolaan SDKP berlangsung secara tertib dengan cara operasi pengawasan dan
penegakan hukum.
 Meningkatkan apresiasi dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP
dengan cara pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat seperti
pembentukan kelompok apengawas masyarakat (Pokmaswas).
2. Strategi
 Optimalisasi Implementasi MCS (Monitoring, Controlling, Surveillancea)
dalam pengawasan dengan cara Peningkatan Sarana dan Prasarana pengewasan
dan Mengintegrasikan komponen MCS (VMS, Kapal Partroli, Pesawat Patroli
Udara, Alat Komunikasi, Radar Satelit/Pantai, Siswasmas, Pengawas Perikanan
(PPNS) dan Sistem Informasi Pengawasan dan Pengendalian SDKP) dalam satu
system yang sinergis.
 Pembentukan Kelembagaan Pengawasan di Tingkat Daerah.
Dasar Pembentukan Kelembagaan ini yaitu : Belum adanya lembaga pengawasan
yang mandiri, Lambannya penanganan operasi dan penanganan perkara, Rentang
kendali dan koordinasi yang panjang, Ketergantungan pada pihak lain, Tidak
adanya kepastian kendali dan pasca operasi. Rancangan kebutuhan kelembagaan
pengawasan yaitu Pangkalan Pengawasan 7 Unit, Stasiun Pengawas 31 Unit dan
Satker Pengawas 130 Unit. Sampai saat ini baru Pangkalan 2 unit, Stasiun 3 unit
dan Satker unit masih jauh dari harapan.

 Operasional Penertiban Ketaatan Kapal Dipelabuhan.


Dalam operasi tersebut dilakukan pemeriksaan :
1. Ketaatan berlabuh di pelabuhan pangkalan sesuai dengan ijin yang diberikan,
2. Ketataan Nakhoda kapal perikanan dalam melaporkan hasil tangkapan melalui
pengisian Log Book Perikanan,
3. Ketaatan pengurusan ijin untuk kapal yang belum berijin dan masa berlaku
ijinnya telah habis
 Pengembangan Sistem Radar Pantai Yang Terintegrasi Dengan VMS.
1. Pengembangan sistem radar yang diintegrasikan dengan VMS (telah
dikembangkan bersama BRKP).
2. Stasiun-stasiun radar tersebut akan ditempatkan pada titik-titik pintu masuknya
kapal-kapal perikanan asing ke Indonesia (Selat Malaka, Laut Natuna dsb).
Apabila konsep ini terwujud Informasi pengawasan dapat diterima lebih banyak.
Hal itu akan mengurangi fungsi patroli kapal pengawas, sehingga pengadaan
kapal pengawas bisa dikurangi.
 Koordinasi Dalam Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana.
1. Peningkatan Peran Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan
2. Mempercepat proses penegakan hukum (penyidikan, penuntutan dan
persidangan) antar lain melalui Pengadilan Khusus Perikanan
3. Mengantisipasi terjadinya tuntutan (Pra-peradilan, Class Action dan Tuntutan
Perdata)
4. Mengamankan dan merawat barang bukti (misal: kapal, alat tangkap) agar nilai
ekonominya dapat dipertahankan
5. Penanganan ABK Non Yustitia dari kapal-kapal perikanan asing illegal yang
tertangkap

 Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan Sumberdaya Ikan melalui


SISWASMAS
1. Pembinaan berupa peningkatan teknis pengawasan dan pemberian stimulant
kepada kelompok-kelompok tersebut berupa perlengkapan pengawas (radio
komunikasi, senter, mesin tik dll).
2. Sampai dengan tahun 2006 telah terbentuk 759 Pokmaswas yang tersebar di 30
Propinsi di Indonesia.
3. Evaluasi Pokmaswas tingkat Nasional untuk mendapatkan penghargaan dari
Presiden RI.
 Pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan.
Dasar Pembentukan :
1. Perkara perikanan belum mendapat perhatian serius dibanding perkara lain
2. Mewujudkan suatu tatanan sistem peradilan penanganan perikanan yang efektif
3. Menstimulasi kinerja pengadilan negeri dalam menangani tindak pidana
perikanan
4. Mengubah paradigma di kalangan aparat penegak hukum dalam menangani
perkara-perkara perikanan
Sampai saat ini telah dibentuk di lima tempat yaitu Jakarta Utara, Pontianak,
Medan, Tual dan Bitung.

Anda mungkin juga menyukai