Anda di halaman 1dari 23

PELAYANAN KESEHATAN

BLOK PRIMARY HEALTH CARE


“Disusun untuk memenuhi tugas PBL Blok PHC”

Ketua :

M. Choirul Anam (105070200111046)


Sekretaris :

Diah Kristianisah R. (105070200111047)


Dini Widya A. (105070200111006)
Anggota :

Devi Ayunda N. (105070200111040)


Diyah Qoyyimah (105070201111020)
Dwi Astika S. (105070201111021)
Lisa Royani M. (105070207111013)
Lisya Setyowati (105070200111031)
Moch. Amirullah R. (105070200111009)
Ma’rifatul Kisabana (105070201111004)
Sylvi Alveolita P. (105070200111018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2012
1. SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
Menurut Dubois & Miley (2005 : 317) :
Sistem pelayanan kesehatan merupakan jaringan pelayanan interdisipliner,
komprehensif, dan kompleks, terdiri dari aktivitas diagnosis, treatmen, rehabilitasi,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan untuk masyarakat pada seluruh kelompok
umur dan dalam berbagai keadaan.
Berbagai sistem pelayanan kesehatan meliputi : pelayanan kesehatan
masyarakat, rumah sakit-rumah sakit, klinik-klinik medikal, organisasi-organisasi
pemeliharaan kesehatan, lembaga kesehatan rumah, perawatan dalam rumah,
klinik-klinik kesehatan mental, dan pelayanan-pelayanan rehabilitasi.
Menurut Agoes (1992) pengobatan tradisional dikelompokkan menjadi 4
(empat) jenis yaitu :
1) Pengobatan tradisional dengan ramuan obat, yaitu pengobatan tradisional
dengan menggunakan ramuan asli Indonesia, pengobatan tradisional dengan
ramuan obat Cina, pengobatan dengan ramuan obat India.
2) Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan, yaitu pengobatan yang dilakukan atas
dasar kepercayaan agama, dan dengan dasar getaran magnetis yaitu orang itu
bisa memakai pengaruh dari luar dunia manusia untuk membantu orang sakit.
3) Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan yaitu seperti
akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang
menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa (daun arthamesia
vulgaris yang dikeringkan) termasuk juga pengobatan urut pijat, pengobatan
patah tulang, pengobatan patah tulang, pengobatan dengan peralatan
(tajam/keras), dan benda tumpul.
Pengobatan tradisional yang telah mendapatkan pengarahan dan
pengaturan pemerintah yaitu, seperti dukun beranak, tukang gigi tradisional.

2. KOMPONEN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN


Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai
komponen yang masuk dalam pelayanan kesehatan. Sistem terbentuk dari
subsistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari :
input, proses, output, dampak, umpan balik & lingkungan.
 Input
Merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk
berfungsinya sebuah sistem. Input sistem pelayanan kesehatan : potensi
masyarakat, tenaga & sarana kesehatan, dsb.
 Proses
Kegiatan yg mengubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yg diharapkan
dari sistem tsb. Proses dalam pelayanan kesehatan: berbagai kegiatan dalam
pelayanan kesehatan.
 Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan
kesehatan : pelayanan yang berkualitas & terjangkau sehingga masyarakat
sembuh & sehat
 Dampak
Merupakan akibat dari output/hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yg relatif
lama.
Damapk sistem pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka kesakitan
& kematian menurun.
 Umpan balik/feedback
 Merupakan suatu hasil yg sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari sebuah
sistem yg saling berhubungan & saling mempengaruhi. Umpan balik dalam
pelayanan kesehatan : kualitas tenaga kesehatan
 Lingkungan
semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
Menurut Zastrow (1982 : 319 – 322), pelayanan kesehatan diorganisasi
dalam komponen :
 Praktek dokter sendiri, kurang disupervisi, hanya bertanggungjawab kepada
pasien, relatif terisolasi.
 Setting pelayanan rawat jalan berkelompok, seperti balai-balai pengobatan atau
klinik-klinik khusus (seperti klinik ginjal, balai pengobatan gigi) atau yang
diselenggarakan di perguruan tinggi atau sekolah-sekolah, di pabrik-pabrik, di
perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja lain.
 Setting Rumah sakit
 Perawatan dalam rumah
 Pelayanan kesehatan masyarakat yang diorganisir dalam berbagai tingkatan :
lokal, regional, oleh pemerintah pusat atau nasional, dan internasional.

a. Pemerintah
Selama hampir setengah abad ini, pemerintah Indonesia cenderung
memandang kesehatan sebagai suatu sektor yang tidak berdasar pada hukum
ekonomi. Secara konseptual peran pemerintah dalam kesehatan saat ini dapat
mengacu pada jalan ketiga dari Giddens (1999), yang mempunyai nilai-nilai:
persamaan, perlindungan atas mereka yang lemah, kebebasan sebagai otonomi,
tak ada hak tanpa tanggung jawab, tak ada otoritas tanpa demokrasi, pluralisme
kosmopolitan dan konservatisme filosofis. Oleh karena itu, pemerintah memang
harus tegas memutuskan pelayanan kesehatan sebagai pelayanan sosial atau
komoditi pasar. Jika sudah mengarah ke komoditi pasar, maka diperlukan suatu
sistem yang tepat dengan prioritas jelas untuk melindungi orang miskin (sebagai
pihak yang lemah yang harus tetap dijaga). Untuk berbagai pelayanan
kesehatan, termasuk JPKM, dapat dilaksanakan oleh lembaga swasta dengan
sistem pengendalian mutu yang baik. Pemerintah diharapkan pula tetap
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat yang berciri
public goods, karena pihak swasta tidak mempunyai insentif cukup untuk
melakukannya.
b. Masyarakat
Masyarakat merupakan pihak yang harus merubah pandangan ekonomi
terhadap kesehatan mereka sendiri. Di pandang berdasarkan perspektif sejarah,
masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan sistem pelayanan yang bersifat
sosial-misionarisme. Dengan latar belakang sejarah ada kemungkinan
masyarakat belum siap melihat pelayanan kesehatan sebagai suatu industri
yang berbasis pada unit-cost. Dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa
pelayanan kesehatan merupakan hak yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Masyarakat tidak siap membayar untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Hal
ini terbukti dari data Susenas di berbagai daerah yang menunjukkan bahwa
pengeluaran rumah tangga untuk tembakau lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran untuk kesehatan.
c. Asuransi Kesehatan
Di dunia internasional, terjadi berbagai perubahan yang mencakup
berbagai hal antara lain: adanya kompetisi pada berbagai perusahaan asuransi
dan pilihan untuk asuransi; tuntutan akan peningkatan kepuasan pembeli
asuransi; pendekatan pada hubungan kontraktual antarberbagai tingkatan
pemerintah dan antarpembeli dan penyedia. Secara nyata negara-negara maju,
sistem asuransi kesehatan berjalan dengan pendekatan ekonomi yaitu demand
dan supply, sedangkan bagi mereka yang miskin maka negara akan memberikan
bantuan.
Akan tetapi, di Indonesia saat ini pengembangan sistem asuransi
kesehatan dijalankan tanpa menggunakan kaidah lembaga usaha yang berbasis
ekonomi. Sistem penghitungan iuran dan pembayaran rumah sakit yang
dilakukan oleh PT Askes Indonesia sebagai pengelola asuransi kesehatan
terbesar di Indonesia belum sepenuhnya menggunakan pendekatan ekonomi.
Sistem PT Askes Indonesia yang wajib untuk pegawai negeri dengan Surat
Keputusan Bersama (SKB) antarmenteri terkait belum mampu menggairahkan
para dokter dan pengelola rumah sakit pada pihak pemberi pelayanan kesehatan
dan masyarakat untuk membelinya. Surat Keputusan Bersama (SKB)
antarmenteri bukanlah sebuah instrumen ekonomi, tetapi lebih merupakan
instrumen sosial yang belum mencerminkan logika usaha berbasis prinsip
ekonomi.
d. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Di berbagai negara terjadi gejala yang hampir sama yaitu adanya
kebijakan desentralisasi termasuk otonomi lembaga pelayanan kesehatan;
kompetisi di antara providers; peningkatan pelayanan kesehatan primer; dan
peningkatan mutu pelayanan melalui program evidence based medicine, serta
peningkatan efisiensi (Meisenher, 1997; Joss dan Kogan, 1995). Prinsip-prinsip
ekonomi semakin diacu oleh lembaga-lembaga pemberi pelayanan kesehatan,
termasuk di negara-negara yang menganut paham welfare state (Bennet, 1991;
Otter, 1991). Pelayanan kesehatan semakin mengarah ke pasar yang ditandai
oleh semakin banyaknya pelayanan kesehatan yang menjadi private-goods.
Di Indonesia saat ini lembaga pemberi pelayanan kesehatan sedang
mencari bentuk, apakah mengarah ke lembaga usaha ataukah bentuk lainnya.
Rumah sakit pemerintah sedang bergerak dari lembaga birokrasi ke lembaga
usaha. Demikian pula rumah sakit swasta sedang bergerak dari lembaga
misionaris dan kemanusiaan menuju ke lembaga yang didasari oleh konsep
usaha.
e. Tenaga di Rumah Sakit
Salah satu faktor utama yang dikaitkan dengan lambatnya perkembangan
sektor kesehatan adalah langkanya tenaga ahli dan profesional di rumah sakit.
Dalam hal ini ada dua golongan besar yaitu para profesional bidang manajemen
dan profesional bidang medis-keperawatan. Penelitian oleh pusat Manajemen
pelayanan kesehatan UGM, menunjukkan bahwa keterampilan managerial para
direksi dan manager instalasi, serta kepala – kepala staf medis fungsional masih
sangat terbatas. Hal ini wajar terjadi karena rekruitmen mereka untuk menjabat
posisi saat ini tidak berdasarkan kemampuan teknis managerial. Dengan
demikian, belum banyak jumlah professional bidang manajemen yang terlatih
dan menguasai keterampilan managerial.
f. Donor-Donor yang Meminjamkan Dana
Departemen Kesehatan merupakan departemen yang output-nya sulit
diukur. Berbeda dengan proyek-proyek fisik yang indikator keberhasilan dapat
dilihat secara objektif. Di dalam proyek-proyek Bank Dunia dan Asian
Development Bank (ADB) sektor kesehatan, ternyata output-nya tidak jelas
indikatornya. Beberapa proyek fisik seperti pembangunan rumah sakit ternyata
mengalami kegagalan di berbagai tempat, seperti di Kalimantan dan Sumatera.
Saat ini belum pernah dievaluasi secara independen dampak proyek Bank Dunia
atau ADB atau Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) terhadap sistem
manajemen status kesehatan masyarakat. Untuk itu, diharapkan muncul
keadaan agar proyek-proyek Bank Dunia dan ADB dievaluasi oleh Badan
Evaluator Independen. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu penelitian untuk
mengetahui akuntabilitas proyek-proyek bantuan dan pinjaman luar negeri

3. SEKTOR SISTEM PELAYANAN KESEHATAN PUBLIC DAN SWASTA


a. Sektor Swasta
Berorientasi keuntungan (atau perdagangan) mempunyai ciri orientasi
pasarnya. Sector ini mencakup organisasi yang bertujuan mendapatkan
keuntungan bagi para pemiliknya. Peran swasta, khusunya LSM dalam
pelayanan kesehatan masyarakat ini sangat besar. Saat ini LSM yang
berpartisipasi dalam penyelenggaraan atau paling tidak menyiapkan dana bagi
penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat adalah cukup banyak.
LSM tersebut dikategorikan dalam 5 kelompok, yaitu :
 Kelompok organisasi profesi kesehatan. Misalnya IDI (Ikatan Dokter
Indonesia )
 Kelompok organisasi yang bidang kegiatannya kesehatan, misalnya PKBI,
Yayasan Kusuma Buana, dll.
 Kelompok organisasi yang bidang kegiatan kesehatan, misalnya Yayasan
Indonesia Sejahtera (YIS)
 Kelompok organisasi kesehatan tradisional. Misalnya Persatuan Akupuntur
Indonesia.
 Kelompok organisasi swadaya masyarakat Interpersonal. Misalnya World
Vision International, dll.
(Juanita, 2002)
b. Sektor Publik
Pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
kepada rakyat dan terus mengalami pembaharuan, baik dari sisi paradigm
maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat
dan perubahan di dalam pemerintah sendiri. Pelayanan public adalah segala
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak
dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang
terkait dengan kepentingan public.
Perbedaan sektor publik dan swasta

Perbedaan Sektor Publik Sektor Swasta


Tujuan Organisasi Nonprofit motive Profit motive
Sumber Pendanaan Pajak, retribusi, hutang, Pembiayaan internal:
obligasi pemerintah, laba, modal sendiri, laba
BUMN/BUMD, penjualan ditahan, penjualan
aset negara aktiva.
Pembiayaan eksternal :
hutang bank, obligasi,
penerbitan saham
Pertanggung jawaban Masyarakat (publik) dan Pemegang saham dan
parlemen (DPR/DPRD) kreditor
Struktur Organisasi Birokrasi, kaku dan Fleksibel : datar,
hierakis piramid, lintas
fungsional,dll
Karakteristik Anggaran Terbuka untuk publik Tertutup untuk publik
Sistem Akuntansi Cash accounting Acrual accounting

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA PELAYANAN KESEHATAN


Adanya peningkatan biaya kesehatan sendiri, biasanya disebabkan oleh :
1. Tingkat Inflasi : peningkatan biaya yang terjadi di masyarakat, akan berdampak
pada meningkatnya biaya investasi dan operasional kesehatan secara otomatis.
Dan hal ini pada akhirnya akan kembali dibebankan pada pengguna jasa
kesehatan.
2. Tingkat Permintaan; Peningkatan kuantitas (jumlah) penduduk dan kualitas
(tingkata pendidikan dan pedapatan) penduduk akan menuntu penyediaan
layanan kesehatan yang lebih tinggi pula, sehingga biaya yang dibutuhkan juga
akan semakin meningkat.
3. Kemajuan Ilmu dan Teknologi; Kemajuan ilmu dan teknologi akan mendorong
peningkatan biaya operasional sehingga akan meningkatkan beban pembiayaan
kesehatan bagi pengguna jasa kesehatan.
4. Perubahan Pola Penyakit; Pergeseran pola penyakit dari akut menjadi kronis
juga akan meningkatkan biaya jasa layanan kesehatan.
5. Perubahan Pola Pelayanan Kesehatan ; Adanya pelayanan kesehatan
spesialisasi dan subspesialisasi yang saat ini masih terkotak – kotak satu sama
lain tanpa adanya penghubung seperti dokter keluarga / gate keeper lainnya
menyebabkan tumpang tindih dan terjadinya pengulangan proses pemeriksaan
yang sama, sehingga biaya kesehatan yang dikeluarkan pun meningkat pula.
6. Perubahan Pola Hubungan Dokter-Pasien; Hilangnya hubungan kekeluargaan
antar dokter – pasien yang dulu ada menyebabkan hubungan antar dokter –
pasien saat ini hanya seolah sebatas penyedia jasa dan konsumen saja, dimana
disatu pihak pasien meminta kepastian akan kesehatan dan kondisinya,
sementara itu sang dokter menganggap pasien sebagai lading penghasilan
sehingga sering timbul adanya overutilisasi dan rasa was – was akan prosedur
yang diberikan, sehingga semakin banyak dokter yang menggunakan asuransi
terhadap prosedur medis yang dilakukan, namun preminya tetap dibebankan ke
pasien.  Sehingga biaya yang harus dibayarpun meningkat pula.
7. Lemahnya Mekanisme Pengendalian Biaya ; Kurangnya peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan untuk mengatur dan membatasi pemakaian biaya
pelayanan kesehatan menyebabkan pemakaiannya sering tidak terkendali, yang
akhirnya akan membebani penanggung (perusahaan) dan masyarakat secara
keseluruhan.
8. Penyalahgunaan Asuransi Kesehatan; Penggunaan asuransi kesehatan dengan
metode reimbursement/penggantian biaya kesehatan perkunjungan sebagai
ganti biaya layanan yang dikeluarkan, seperti yang terjadi dahulu (sebelum
adanya mekanisme kapitasi) malah akan meningkatkan pengeluaran di bidang
kesehatan karena bisa saja terjadi pemalsuan bukti layanan kesehatan atau
identitas.

5. PERAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Dalam Konteks good governance peran pemerintah dalam sector Kesehatan
ada tiga yaitu : sebagai regulator, pemberi dana dan pelaksana kegiatan (Kovner
1995)
Peran pemerintah sebagai pemberi sumber pembaiayaan dilakuan olen
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembiyaan Sektor Kesehatan dari
Pemerintah Pusat yaitu bersumber dari APBN yang dibagi menjadi Dana
Dekonsentrasi dan Dana Alokasi Khusus, Dana Dekonsentrasi yaitu dana yang
membiayai sektor Kesehatan di tingkat Pusat dan di tingkat provinsi, sedangkan
Dana Alokasi Khusus adalah dana APBN yang membiayai sektor Kesehatan di
tingkat Kabupaten/Kota. Sedang pembiayaan pada sektor Kesehatan oleh
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) bersumber dari Dana Alokasi
Umum (DAU).
Peran Pemerintah sebagai Regulator dan penetap kebijakan pelayanan
Kesehatan dapat dilakukan oleh DEPKES di Pemerintah Pusat melalui Sistem
Kesehatan Nasional di Tingkat Indonesia dan Sistem Kesehatan Daerah di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Contoh lain Penetapan Kebijakan/Regulasi oleh
DEPKES dengan ditetapkannya Standar Pelayanan Minimal yang berisi Indikator-
indikator Pembangunan Kesehatan dan oleh daerah di buat Standar Pelayanan
Minimal daerah sesuai kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing.
Peran Pemerintah Sebagai Pelaksana dilakukan melalui Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah berupa rumah sakit Pusat maupun daerah, dan Puskesmas.
Pelayanan Kesehatan terhadap masyarakat tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah
tapi dilaksanakan juga oleh swasta untuk itu Pemerintah sebagai pelaksana perlu
mencipatakan sistem Manajeman Pelayanan Kesehatan yang baik.

6. MEKANISME PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN


Pada dasarnya, ada beberapa sistem pembiayaan jasa kesehatan yang ada
saat ini, yaitu :
1. Sistem Pembiayaan Fee For Service
Pada sistem pembiayaan fee for service, pembayaran jasa kesehatan
berasal dari kantong orang itu sendiri.  Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
pada mekanisme pembiayaan ini, pasien cendrung berada di dalam posisi
menerima sehingga sering terjadi penyimpangan seperti overutilisasi jasa
kesehatan dimana sang dokter memberikan banyak pelayanan yang pada
dasarnya tidak dibutuhkan, namun sengaja diberikan dengan tujuan agar
semakin banyak layanan yang diberikan, maka pendapatanyang didapat dari
layanan tersebut juga akan semakin besar.
 Penanganan yang diberikan dokter cendrung lebih maksimal dan tidak
terkesan terbatas – batas
 Sering terjadi moral hazard dimana provider akan sengaja secara berlebihan
member layanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan pendapatan dari
layanan tersebut
2. Sistem Pembiayaan Kapitasi
Kapitasi merupakan suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang
dilakukan di muka berdasar jumlah tanggungan kepala per suatu daerah tertentu
dalam kurun waktu tertentu tanpa melihat frekuensi kunjungan tiap kepala
tersebut.  Misalnya saja setiap kepala di desa A ditetapkan biayanya sebesar Rp
10.000,- /bulan, bila sang dokter bertanggung jawab atas 500 kepala, maka ia
akan menerima Rp 10.000,- x 500 / bulannya yaitu Rp 5.000.000,- . Biaya
sebesar Rp 5.000.000,- inilah yang akan ia kelola untuk meningkatkan kualitas
kesehatan di 500 warga tersebut, baik melaui tindakan pencegahan (preventive),
pengobatan (curative) maupun rehabilitasi. Sehingga semakin banyak layanan
kesehatan yang diberikan / semakin banyak pasien yang sakit dan butuh
pengobatan, biaya yang akan dipotong semakin banyak dan penghasilan sang
dokter akan semakin sedikit. Pada sistem ini, termasuk di dalamnya jaminan
kesehatan yang dijalankan oleh PT.Askes
 Kepastian adanya pasien
 Jaminan pendapatan di awal tahun / bulan
 Semakin efisien layanan, semakin banyak pendapatan
 Dokter lebih taat prosedur
 Lebih menekankan pada pencegahan dan promosi kesehatan
 Sering terjadi underutilisasi (pengurangan layanan yang diberikan)
 Kebanyakan dokter merasa dirugikan
 Bila peserta sedikit, dapat merugikan dokter
3. Sistem Pembiayaan Berdasar Gaji 
Pada sistem ini, sang dokter akan menerima penghasilan tetap di tiap
bulannya sebagai balas jasa atas layanan kesehatan yang telah diberikan.
Termasuk di dalamnya sistem pembayaran pada penyedia layanan kesehatan
yang bekerja di instansi dimana dokternya dibayarkan berdasar gaji bulanan di
instansi tersebut, bukan dari jenis layanan kesehatan yang diberikannya.
 Dokter memperoleh pendapatan yang tetap tiap bulannya berdasar upah
minimal yang telah ditentukan
 Sering terjadi kerjasama antara pihak provider dengan bagian lain untuk
memperoleh pendapatan yang lebih banyak
 Dokter cendrung melakukan pelayanan kesehatan seadanya dan kurang
optimal
4. Sistem reimbursement
Sistem penggantian biaya kesehatan oleh pihak perusahaan berdasar
layanan kesehatan yang dikeluarkan terhadap seorang pasien.  Metode ini pada
dasarnya mirip dengan fee for service, hanya saja dana yang dikeluarkan bukan
oleh pasien, tapi pihak perusahaan yang menanggung biaya kesehatan pasien,
namun berbeda dengan kapitasi karena metode ini melihat jumlah kunjungan
dan jenis layanan yang diberikan oleh provider
 Dokter akan melakukan penangan dengan maksimal
 Biaya kesehatan datang dari pihak perusahaan sehingga pasien tidak perlu
mengeluarkan biaya selain premi (bila ada premi)
 Sering terjadi pemalsuan identitas dan dimanfaatkan oleh pihak lain
 Sering terjadi adanya overutilisasi dari penyedia layanan kesehatan

7. PERAN PERAWAT DALAM PEMBIAYAAN KESEHATAN


1. Advokasi yang dilakukan perawat kesehatan komunitas dalam memberdayakan
masyarakat miskin biasanya dilakukan dengan membantu klien untuk
mengakses sumber – sumber, mengkoordinasikan distribusi pelayanan sosial,
atau merancang – kembangkan kebijakan – kebijakan dan program kesehatan di
masyarakat. Kegiatan – kegiatan tersebut merupakan bagian dari fungsi
manajemen sumber. Dengan demikian, manajemen sumber mencakup
mengoordinasian, pengaturan sistem (sistematis), serta pembauran sumber -
sumber dan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan klien baik secara individu,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat.
2. Sebagai educator
Sebagai penghubunga antara klien dengan tim kesehatan dan membantu klien
mendapatkan informasi yang berhak klien terima.
3. Sebagai consellor
Sebagai teman sharing untuk mengatasi masalah psikososial dan ekonomi.
8. KEBIJAKAN KESEHATAN DARI PEMERINTAH
SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia
dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan
revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi:
 Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata
 Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat
 Kebijakan pembangunan kesehatan
 Kepemimpinan
Sistem Kesehatan Nasional juga disusun dengan memperhatikan
inovasi/terobosan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas,
termasuk penguatan sistem rujukan. Pendekatan pelayanan kesehatan dasar
secara global telah diakui sebagai pendekatan yang tepat dalam mencapai
kesehatan bagi semua dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan yang
responsif gender.
Dasar SKN
Dalam penyelenggaraan SKN perlu mengacu pada dasar – dasar sebagai berikut :
 Hak Asasi Manusia
 Sinergisme da nada kemitraan yang dinamis
 Komitmen dan tata pemerintahan yang baik
 Dukungan regulasi
 Kearifan Lokal
SKN terdiri dari subsistem, yaitu :
 Subsistem Upaya Kesehatan
Upaya Kesehatan :
- Mencakup kesehatan penyuluhan
- Peningkatan kesehatan
- Pencegahan penyakit
- Penyembuhan dan pemulihan
 Pembiayaan Kesehatan
 Sumberdaya Manusia Kesehatan
 Obat dan Pembekalan kesehatan
 Subsistem Manajemen Kesehatan
Keenam subsistem bersinergi untuk mewujudkan tujuan SKN, yaitu :
terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, dan
berdaya guna sehingga tercapai kesehatan masyarakat setinggi – tingginya.
PERKESMAS
Perkesmas pada dasarnya adalah pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep
keperawatan yang ditujukan pada seluruh masyarakat dengan penekanan pada
kelompok resiko tinggi. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal
dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai
mitra kerja dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat diberikan secara
langsung pada semua tatanan pelayanan kesehatan , yaitu :
a. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang
mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap
b. Di rumah Perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada
keluarga di rumah yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home
care dapat meningkatkan fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang mempunyai resiko tinggi masalah kesehatan.
c. Di sekolah Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care)
diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, guru
dan karyawan). Perawat sekolah melaksanakan program screening kesehatan,
mempertahankan kesehatan, dan pendidikan kesehatan
d. Di tempat kerja/industri, perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung
dengan kasus kesakitan/kecelakaan minimal di tempat kerja/kantor, home
industri/industri, pabrik dll. Melakukan pendidikan kesehatan untuk keamanan
dan keselamatan kerja, nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan
penanganan perokok serta pengawasan makanan.
e. Di barak-barak penampungan perawat memberikan tindakan perawatan
langsung terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik ganda, dan
mental.
f. Dalam kegiatan Puskesmas keliling, pelayanan keperawatan dalam puskesmas
keliling diberikan kepada individu, kelompok masyarakat di pedesan, kelompok
terlantar. Pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah pengobatan
sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus penyakit akut dan kronis,
pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
g. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan
panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan
(Lapas).
h. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi
 Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak, lansia mendapat
perlakukan kekerasan
 Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa
 Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan obat
 Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok lansia
gelandangan pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV (ODHA/Orang
Dengan Hiv-Aids), dan WTS.

9. RAGAM BUDAYA MASYARAKAT


Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat
erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. Masyarakat dan pengobat
tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan
Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat
pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), ke biasaan hidup, ketidak
seimbangan dalam tubu h, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk
angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional
(Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta
gejala yang dirasakan.
Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman,
dan dapat melakukan aktivitas sehari –hari dengan gairah. Sedangkan sakit
dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan
dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Sedangkan
konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh
intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh,
leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat
beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat
menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian
gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Selanjutnya masyarakat
menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
a. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
b. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
c. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan
yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit
yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat;
dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat
berkembang luas (Sunanti Z. Soejoeti).
Pemanfaatan dukun beranak dalam trigger dipandang menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya kematian ibu di Indonesia. Penelitian
menunjukkan bahwa salah satu penyebab kecenderungan pemilihan dukun adalah
adanya jampi-jampi dan doa-doa tertentu yang dilakukan dukun pada saat
persalinan. Namun, analisis terhadap faktor-faktor yang melatarbelakangi
munculnya kecenderungan ini belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan
untuk menggali peran dari modal sosial terhadap pemilihan persalinan
menggunakan dukun. Penelitian ini menggunakan data Indonesia Family Life
Survey (IFLS) tahun 2007 (Gita Setyawati & Meredian Alam, 2010).
Modal sosial diukur dari kohesivitas masyarakat dan kepercayaan social
sementara faktor demografi ibu diukur dari status perkawinan, status pekerjaan, dan
pendidikan. Hasil menunjukkan bahwa keberadaan modal sosial di masyarakat
memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan dukun beranak di
Indonesia. Untuk factor demografi, tingkat pendidikan rendah berasosiasi dengan
persalinan menggunakan dukun. Faktor yang mendorong pemilihan persalinan
menggunakan dukun sangat kompleks. Pemahaman terhadap konteks sosial di
masyarakat seharusnya menjadi bahan pertimbangan penting dalam menurunkan
angka kematian ibu (Gita Setyawati & Meredian Alam, 2010).

10. PERAN PERAWAT DALAM KERAGAMAN BUDAYA DI MASYARAKAT


Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat
professional meliputi:
1. Care giver
Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang
meliputi intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan,
dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan.
2. Client advocate
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upeya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun professional.
3. Counsellor
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien
terhadap keadaan sehat sakitnya.. Memberikan konseling/ bimbingan kepada
klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.
4. Educator
Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya
malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan
medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab
terhadap hal-hal yang diketahuinya.
5. Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencan maupun pelaksanaan asuhan keperawtan guna memenuhi
kebutuhan kesehatan klien.
6. Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik
materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada
intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
7. Change agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap,
bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi
sehat.
8. Consultan
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat
dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi
spesifik lain.
Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat,
maka perawat dalam menjalankan perannya harus dapat memahami tahapan
pengembangan kompetensi budaya, yaitu:
Pertama:
Pahami bahwa budaya bersifat dinamis.
Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan
Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain.
Perilaku dan nilai budaya di tunjukkan oleh masyarakat
Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakana dalam hidup.
Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi
Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak
Kedua:
Menjadi peduli dengan budaya sendiri.
Proses pemikiran yang terjadi pada perawat juga terjadi pada yang lain, tetapi dalam
bentuk atau arti berbeda.
Bias dan nilai budaya ditafsirkan secara internal
Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara sosial dengan
orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga:
Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain trerutama klien yang diasuh
oleh perawat sendiri
Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya yang ada sudah
sesuai dengan budayanya masing-masing
Penting untuk membangun sikap saling menghargai perbedaan budaya dan
apresiasi keamanan budaya
Mengembangkan kemampuan untuk bekerja dengan yang lain dalam konteks
budaya, diluar penilaian etnosentris

11. PERUBAHAN IKLIM DALAM KONTROL BIAYA PELAYANAN KESEHATAN


Keadaan dan masalah kesehatan senantiasa berubah dari waktu ke waktu.
Upaya kesehatan masyarakat umumnya bersifat top-down, bahwa kesehatan
diselenggarakan pertama dan terutama oleh pemerintah (atas nama negara)
sebagai kewajiban kepada penduduk, seperti dalam Pembukaan UUD 1945 dan
UU Tentang Kesehatan. Masyarakat juga berperan aktif dalam upaya menerima
program pembangunan kesehatan, karena mereka mempunyai nilai-nilai
pertimbangan dalam menerima atau menolak dan memerlukan untuk berdiskusi,
baik intern komunitas dan patron, maupun pribadi.

Kemajuan-kemajuan dalam kesehatan masyarakat di Indonesia telah


banyak dicapai, namun harus diakui distribusinya belum merata. Mereka yang
semestinya memanfaatkannya lebih banyak, masih belum dapat menikmati
sepenuhnya. Untuk lebih menggalakkan usaha-usaha penyuluhan dan pencegahan
penyakit dengan peran serta masyarakat setempat, maka telah dibentuk posyandu
(pos pelayanan terpadu) di tingkat desa. Posyandu merupakan tempat kontak dan
komunikasi antara masyarakat dengan petugas kesehatan, dan memberikan 5 jenis
pelayanan sederhana, seperti kesejahteraan ibu dan anak, gizi, keluarga
berencana, imunisasi dan penanggulangan diare. Hingga tahun 1990-an
diperkirakan sudah terbentuk 200.000 posyandu yang tersebar di lebih dari 60.000
desa. Secara konseptual, ide ini sangat baik untuk mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat, dan merupakan terobosan bagi pemerataan pelayanan kesehatan
yang lebih baik. Ide ini juga telah mendapat tanggapan positif dari berbagai
organisasi internasional. Program pembangunan kesehatan ini tidak lepas dari
berbagai hambatan pada pelaksanaannya, seperti drop out kader yang cukup
tinggi, kurangnya pembinaan oleh puskesmas karena jumlah paramedis yang
sangat terbatas, dan bagaimana kelanjutan dari inovasi ini apabila sudah dapat
diterima masyarakat.

Inovasi baru dalam program pembangunan kesehatan yang gencar


dikampanyekan oleh pemerintah (negara) melalui aparatur tingkat kecamatan dan
desa adalah program tabulin (tabungan ibu bersalin). Program ini juga
mendapatkan bantuan dari UNICEF masing-masing 900 ribu rupiah tiap desa dan
saldonya 4,538 juta rupiah. Menghadapi perubahan iklim yang terjadi di Indonesia,
pemerintah terus berupaya untuk membuat ataupun meregulasi kebijakan baru dan
berusaha untuk menciptakan inovasi-inovasi terbaru dalam system pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Tentunya hal tersebut diharapkan akan berdampak
positif dalam seluruh elemen masyrakat baik kalangan atas maupun bawah.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan
Kesehatan masyarakat di Puskesmas. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Djojosugito, Ahmad. 2001. Kebijakan Pemerintahan dalam Bidang Pelayanan
Kesehatan Menyongsong AFTA. Jakarta : Pd persi.co.id.
Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Juanita. 2002. Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit dalam
Menghadapi Krisis Ekonomi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Maulana, D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2001. Peran Pelayanan Kesehatan Swasta dalam
enghadapi Masa Krisis. Suara Pembaharuan Daily.
Pohan, Imbalo S. 2001. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai