Anda di halaman 1dari 21

REFERAT BEDAH SARAF

TUMOR SUMSUM TULANG BELAKANG

Disusun Oleh:
Gita Santhika Putri Dewanti G991902025
Muhammad Zaki Wisnumurti G991908011
Habiba Nur Laili G991903021

Periode: 9 – 15 Maret 2020

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang
terjadi dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala
serta bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke
dokter atau ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara
penanggulangannya hanya bersifat life-saving (Hakim, 2006).
Pada umumnya tumor spinal yang melibatkan medulla spinalis dan kolumna
vertebralis dikelompokkan berdasarkan lokasinya menjadi tumor intrameduler yang
berasal dari medulla spinalis; tumor intradura ekstrameduler yaitu lesi yang berada di
dalam kantung duramater tetapi di luar medula spinalis; dan tumor ekstradura yang
berasal di luar duramater yaitu berasal dari jaringan tulang vertebra, jaringan lunak
paravertebra dan metastasis dari organ lain (Satyanegara, 2015).
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu
sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di
bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya
gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala
pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan
operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan (Japardi, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Medula spinalis terletak di canalis vertebralis columna vertebralis dan
dibungkus oleh 3 meninges yaitu duramater, arachnoidea mater, dan piamater.
Medula spinalis dilindungi oleh cairan serebrospinal yang mengelilingi medula
spinalis di dalam ruang sub arachnoid.
Bagian superior dimulai dari foramen magnum pada tengkorak, tempat
bergabungnya dengan medula oblongata dan berakhir di regio lumbar dengan kira-
kira 40-50 cm dan diameternya 1-1,5 cm. Di bawah, medula spinalis menipis
menjadi conus medularis dari ujungnya yang merupakan lanjutan pia mater, yaitu
filum terminae yang berjalan ke bawah dan melekat di bagian belakang os
coccygea.
Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal yang dibagi
menjadi 8 serviks, 12 toraks, 5 lumbal, 5 sacral, dan 1 saraf coccygeal melalui
radix anterior dan radix posterior. Masing-masing radix melekat pada medulla
spinalis melalui fila radikularia yang membentang di sepanjang segmen-segmen
medula spinalis yang sesuai. Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion
radix posterior, yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi.
Medula spinalis terdiri dari substansia grisea yang dikelilingi oleh substansia
alba. Pada potongan melintang, substansia grisea nampak seperti huruf H dengan
columna atau cornu anterior dan posterior substansia grisea yang dihubungkan
dengan comissura grisea yang tipis. Di dalamnya terdapat canalis centralis yang
kecil.
B. Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor langka di dalam tulang belakang atau
isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula
spinalis atau radix sarafnya
C. Epidemiologi
Tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15% dari seluruh neoplasma
susunan saraf. Secara keseluruhan, insidens kasus tumor medula spinalis adalah
0.74 per 100.000 populasi di Amerika Serikat. Di Indonesia, jumlah penderita
tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumlah penderita pria hampir
sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan
25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak
di segmen lumbosakral (Huff, 2010).
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga
dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral (Harrop, 2009).
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh
pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang
tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal
intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor
intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada
remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal
dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral
atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang
tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular
medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan
von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan
mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada
kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25%
dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada
segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada
foramen magnum. (Mattle, 2006)
D. Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang
bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma
(Hakim, 2006).
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

(A) Tumor intradural-intramedular; (B) Tumor intradural-ekstramedular; (C) Tumor


Ekstradural
Tabel 1. Tumor Medula Spinalis berdasarkan Gambaran Histologisnya
Intradural
Ekstra dural Intradural ekstramedular
intramedular
Chondroblastoma Ependymoma, tipe Astrocytoma
Chondroma myxopapillary Ependymoma
Hemangioma Epidermoid Ganglioglioma
Lipoma Lipoma Hemangioblastoma
Lymphoma Meningioma Hemangioma
Meningioma Neurofibroma Lipoma
Metastasis Paraganglioma Medulloblastoma
Neuroblastoma Schwanoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma

E. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel
kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada
anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma
dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya,yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3 (Harrop, 2009).
F. Gejala Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam
tiga tahapan, yaitu:
1. Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
2. Sindroma Brown Sequard
3. Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeriradikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler,24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan
oleh tumor medula spinalis bila:
1. Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus
piramidalis
2. Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah
tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papil
edema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian
hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer (Mattle, 2006).
Gejala umum akibat adanya kompresi, antara lain:
 Nyeri
Kompresi dari suatu tumor dapat merangsang jaras-jaras saraf yang
terdapat dalam medula spinalis dan menimbulkan nyeri yang seakan-akan
berasal dari berbagai bagian tubuh (nyeri difus). Nyeri ini biasanya
menetap, kadang bertambah berat dan terasa seperti terbakar
 Perubahan sensori
Kebanyakan pasien dengan tumor medula spinalis mengalami
kehilangan sensasi. Biasanya mati rasa dan hilangnya sensitivitas kulit
terhadap suhu
 Problem motorik
Gejala awalnya dapat berupa kelemahan otot, spastisitas, dan
ketidakmampuan untuk menahan kencing atau buang air besar. Jika tidak
diterapi gejala dapat memburuk termasuk diantaranya atrofi otot dan
kelumpuhan. Bahkan, pada beberapa orang dapat berkembang menjadi
ataksia
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di
sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang
selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di
tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang
menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk,
bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat
menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang
tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau
nyeri pada tungkai.
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi Tanda dan Gejala
Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering
adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang
meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang,
atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah
gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang
melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing. Perluasan
tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi
secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria,
disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi
otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak
selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal,
gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan
ekstremitas.
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal,
diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu
anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat
kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang
lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari
pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi
C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan
jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada
dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat
gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian
bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus
menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala
melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari
tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis
lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut, namun
menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi
kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda
Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi
yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral
bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum,
betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya
sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol
usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai
daerah sakral bagian bawah.
Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda
Ekuina khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

1. Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan
kompresi pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri
radikuler dapat merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi
kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala
mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang mulanya hilang dengan
istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga dapat
merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan
dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan,
dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri
demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.
Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan
terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid,
melanoma, limfoma, atau sarkoma
b. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi
metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,
sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah
lumbosakral
c. Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal,
karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm).
d. Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam
dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau
palpasi
2. Tumor Intradural-Ekstramedular
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik
progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang
terbanyak adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma (Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Berasal dari radiks dorsalis
2) Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
3) 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada
satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan
gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis
4) 39% lokasinya di segmen torakal
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) ± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia
pertengahan
2) Pertumbuhan lambat
3) Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan
gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler
biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek
3. Tumor Intradular-Intramedular
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti
rasa terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan
ringan seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).
a. Ependioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun
2) Wanita lebih dominan
3) Nyeri terlokalisir di tulang belakang
4) Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun
5) Nyeri disestetik (nyeri terbakar)
6) Menunjukkan gejala kronis
7) Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan
b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Prevalensi pria sama dengan wanita
2) Nyeri terlokalisir pada tulang belakang
3) Nyeri bertambah saat malam hari
4) Parestesia (sensasi abnormal)
c. Hemangioblastoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut
1) Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun
2) Penyakit herediter (misal Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak
pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan
3) Penurunan sensasi kolumna posterior
4) Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

G. Diagnosis
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di bawah
ini:
1. Laboratorium
Cairan spinal (LCS) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam
mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor
medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit
2. Foto polos vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan
ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada
tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi
patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik
(mungkin terjadi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca
mammae).

3. CT-Scan
CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan
ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan
keadaan lain yang berhubungan. CT-Scan juga dapat membantu dokter
mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.
4. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-Scan

H. Diagnosis Banding
1. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
2. Lumbal (Intervertebral) Disk Disorders
3. Mechanical Back Pain
4. Brown-Sequard Syndrome
5. Infeksi Medula Spinalis
6. Cauda Equina Syndrome
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular mau pun
ekstramedular adalah pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor
secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan
gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-
tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis
dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi
radiasi post operasi.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medula spinalis meliputi:
1. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85% kasus, mungkin juga
menghasilkan perbaikan neurologis).
2. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
 Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan
sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik
untuk nyeri
 Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000
cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di
bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan
komplikasi yang lebih sedikit
3. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok
dan kecepatan deteriorasi
 bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan
sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan
deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama
2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu
 bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan
deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama
perawatan sesuai toleransi
4. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak
dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy
5. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan
teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan
pada pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
o Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila
lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi
pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai
metastase
o Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
o Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan
tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
o Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
 Paraplegia
 Quadriplegia
 Infeksi saluran kemih
 Kerusakan jaringan lunak
 Komplikasi pernapasan

Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:


 Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-
anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat
menyebabkan kompresi medula spinalis
 Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi
obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus
K. Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun)

BAB III
SIMPULAN

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama, kelompok ini
dibagi dari hubungannya dengan selaput meninges spinal, diklasifikasikan menjadi
tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari medula
spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta tumor yang tumbuh pada ruang
subarachnoid (ekstramedular).
Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI spinalis
merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan lesi
pada medula spinalis. MRI merupakan modalitas pencitraan primer untuk penyebaran
ke medula, reduksi ruang CSF disekitar tumor.
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
Tindakan operasi yang dilakukan haruslah tidak mengganggu fungsi vertebra sebagai
penopang tubuh sehingga bila dalam operasi eksisi tumor stabilitas tulang vertebra
terganggu maka sebaiknya dilakukan pemasangan instrument untuk menjaga
stabilitas vertebra.
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan pada
kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya pasien
dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah pembedahan
sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin buruk seiring
meningkatnya umur (>60 tahun).

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan


Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
2. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print
3. Japardi, Iskandar. 2012. Radikulopati Thorakalis. [serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar
%20japardi43.pdf.
4. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.
[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf.
5. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New York:
Thieme. Page 146-147.
6. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of
Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print.
7. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspina
ltumors.htm.
8. Neil R Malhotra, Deb Bhowmik, Douglas Hardesty, Peter Whitfield. 2010.
Neurosurgery Article, Intramedullary Spinal Cord Tumors : Diagnosis,
Treatments, and Outcomes.
9. Satyanegara. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta:
Gramedia

Anda mungkin juga menyukai