Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang penting dalam menunjang

pembangunan dan juga sangat penting bagi kehidupn manusia, karena pendidikan

mendorong dan menentukan maju mundurnya proses pembangunan dalam segala

bidang oleh karna itu, pendidikan menitik beratkan pada peningkatan pada sumber

daya manusia sehingga pendidikan mampu meningkatkan kualitas manusia dalam

segala asfek kehidupan. Menurut Ihsan, (2005:7) menyatakan: “Pendidikan adalah

aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan

membina potensi-potensi pribadi yaitu rohani (pikiran,karsa,rasa,cipta dan budi

nurani) dan jasmani (panca indra dan keterampilan).

Saat ini, pendidikan mempunyai permasalahan yang signifikan, yaitu

pendidikan dari yang cenderung berorientasi pada pengajaran, model pembelajaran

berpusat pada guru, model pembelajaran tertutup, terpisah, atau terisolasi dengan

lingkungan dan masyarakatnya. Sedangkan di Aceh juga banyak mengalami

permasalah, diantaranya kebanyakan guru dalam menyampaikan pelajaran masih

mengunakan metode ceramah dan sedikit kegiatan pembuktian di laboratorium,

dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan penelitian.

Oleh karena itu dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam sebaiknya

menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri agar hasil yang diperoleh maksimal.

1
2

Saat proses pembelajaran berlangsung guru jarang melakukan eksperimen

guru juga tidak mengunakan fasilitas laboratorium sehingga siswa kurang

memahami apa yang disampaikan oleh guru, dan mengakibatkan siswa tidak berhasil

melakukan percobaan. Permasalahan seperti ini sering terjadi di sekolah-sekolah

dasar. Pada saat apersepsi di dalam kelas, guru langsung menulis materi di papan

tulis, kemudian siswa disuruh mancatatnya. Setelah siswa mencatat guru langsung

menjelaskan dan memamparkan materi dengan rinci. Sehingga siswa tidak berpikir

secara kreatif dan kritis.

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu

sama lain. Belajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai

penerima pelajaran (siswa), sedangkan mengajar menunjukkan kepada apa yang

harus dilakukan oleh seorang guru yang menjadi pengajar. Jadi belajar mengajar

merupakan proses interaksi antara guru dan siswa pada saat proses pengajaran.

Proses pengajaran akan berhasil selain ditentukan oleh kemampuan guru dalam

menentukan metode dan alat yang digunakan dalam pengajaran, juga ditentukan oleh

minat belajar siswa.

Rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan guru dalam menerangkan materi

matematika kurang jelas dan kurang menarik perhatian siswa serta pada umumnya

guru terlalu cepat dalam menerangkan materi pelajaran. Di samping itu penggunaan

metode pengajaran yang salah. Sehingga siswa dalam memahami dan menguasai

materi masih kurang dan nilai yang diperoleh siswa cenderung rendah.

pembelajaran, belum lagi masalah-masalah dari siswa itu sendiri. Terutama

pada pelajaran matematika, mengingat pelajaran matematika merupakan mata


3

pelajaran yang terkenal sulit dan memerlukan logika berpikir yang tinggi, selain itu

juga dikhawatirkan aktivitas belajar matematika terganggu, jika suasana

pembelajaran matematika tidak menyenangkan.

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa siswa di

SD Negeri 69 Banda Aceh belum mampu menguasai pembelajaran di sekolah. Hal

ini dapat disimpulkan berdasarkan ketuntasan belajar siswa di sekolah tersebut. Nilai

ujian siswa pada semester sebelumnya menunjukkan bahwa dari 25 orang siswa

terdapat 10 orang belum mampu mencapai nilai diatas 65. Dan Nilai rata-rata yang

diperoleh sebesar 63,36. Sementara itu Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar

65. Dari temuan tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa belum dapat

tercapai sesuai harapan.

Pelajaran Matematika merupakan salah satu pelajaran yang memiliki

karakteristik tersendiri dan memerlukan keterampilan dalam memecahkan masalah-

masalah ilmu kimia yang berupa teori, konsep, hukum, dan fakta. Salah satu tujuan

pembelajaran ilmu Matematika adalah agar siswa memahami konsep-konsep

matematika dan saling keterkaitanya serta penerapanya baik dalam kehidupan sehari-

hari maupun teknologi. Oleh sebab itu, siswa diharapkan mampu memahami dan

menguasai konsep-konsep matematika. Salah satu pertanda bahwa seorang telah

belajar suatu adalah perubahan dalam dirinya. Perubahan tersebut baik perubahan

yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang

menyangkut nilai dan sikap (apektif).

Pelajaran matematika bagi sebagian besar siswa adalah mata pelajaran yang

sulit, ini merupakan masalah utama yang dihadapi oleh para guru matematika.
4

Rendahnya hasil belajar matematika karena adanya berbagai cap negatif telah

melekat di benak siswa berkenaan dengan pelajaran matematika, yang bisa jadi itu

semua dimunculkan dari guru baik secara langsung maupun tidak langsung, disadari

atau tidak disadari.

Pada pembelajaran matematika khususnya materi operasi hitung bilangan

diperlukan kesabaran dan ketelitian, karena siswa harus memahami konsep-konsep

kemudian menguasai konsep tersebut. Proses pembelajaran matematika diharapkan

tidak hanya menggunakan satu metode saja, agar pembelajaran lebih efektif. Upaya

dapat lebih efektif dalam belajar matematika adalah dengan menerapkan model

inkuiri dalam pemecahan masalah yang sulit di lakukan secara individu, sehingga

kesulitan yang dihadapi akan dipecahkan secara bersama-sama. Dan dengan

menggunakan model pembelajaran inkuiri ini siswa lebih aktif dalam proses

mendapatkan pengetahuan, bukan hanya sekedar mendengarkan dari guru. Siswa

juga belajar untuk saling mendengar dan menghargai pendapat orang lain, khususnya

pendapat teman-temannya dalam proses belajar.

Sanjaya (2010: 196) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri

merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar

secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Hamzah (2011:31) menambahkan bahwa

“pembelajaran inkuiri mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai

sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap

yang dimilikinya.”
5

Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa proses belajar dengan

menggunakan metode pembelajaran inkuiri melatih siswa untuk berpikir secara kritis

dan analisis, sehinga mampu memahami suatu konsep/ materi dengan baik dan

rincinamun tetap mengedepankan sikap saling menghargai pendapat. Oleh karena itu,

penggunaan metode ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.

Hal ini penulis wujudkan dalam sebuah penelitian yang berjudul

“Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri pada Pelajaran Matematika materi

Operasi Hitung Bilangan Siswa Kelas I-A SD Negeri 69 Banda Aceh”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan

penggunaan model pembelajaran inkuiri pada materi operasi hitung bilangan

di Kelas I-A di SD Negeri 69 Banda Aceh?

b. Bagaimanakah aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa

dengan penggunaan model pembelajaran inkuiri pada materi operasi hitung

bilangan di Kelas I-A di SD Negeri 69 Banda Aceh?

c. Bagaimanakah aktivitas guru dalam mengajar dengan

menggunakan model pembelajaran inkuiri pada materi operasi hitung

bilangan di Kelas I-A di SD Negeri 69 Banda Aceh?


6

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian bertujuan :

a. Untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan penggunaan

model pembelajaran inkuiri pada materi operasi hitung bilangan di Kelas I-A

di SD Negeri 69 Banda Aceh.

b. Untuk mengetahui aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa dengan

penggunaan model pembelajaran inkuiri pada materi operasi hitung bilangan

di Kelas I-A di SD Negeri 69 Banda Aceh.

c. Untuk mengetahui aktivitas guru dalam mengajar dengan menggunakan

model pembelajaran inkuiri pada materi operasi hitung bilangan di Kelas I-A

di SD Negeri 69 Banda Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam rangka perbaikan dan

peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, khususnya pada pembelajaran

matematika.

2) Sebagai masukan bagi guru tentang model pembelajaran yang sesuai dalam

pembelajaran matamatika pada materi operasi hitung.

3) Sebagai salah satu metode untuk membantu sisiwa dalam memahami

pelajaran khususnya pada pembelajaran matamatika pada materi operasi

hitung.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif

mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan murid. Interaksi yang bernilai

edukatif dikerenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan.

Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction. Menurut

Nana Sudjana (2004:29) pembelajaran merupakan:

“Suatu proses, sudah barang tentu harus dapat mengembangkan dan


menjawab persoalan yang mendasar mengenai: kemampuan proses tersebut
akan dirasakan, apa yang harus dibahas dalam proses tersebut, bagaimana
cara melakukannya dan bagaimana mengetahui berhasil tidaknya proses
tersebut.

Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif wholistik, yang

menempatkan murid sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu istilah ini juga

dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah

murid mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media seperti bahan-bahan

cetak, program televisi, gambar, dan audio, sehingga semua itu mendorong terjadinya

perubahan peranan guru dalam mengelola proses pembelajaran, dari guru sebagai

sumber belajar menjadi guru sebagai fasilisator dalam pembelajaran.

Mengajar atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction),

dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau

mengaresemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau

7
8

dimanfaatkan murid dalam mempelajari sesuatu. Kartini (2008: 67) menyatakan

bahwa “Dalam istilah pembelajaran yang lebih dipenagruhi oleh perkembangan

hasil-hasil teknologi yang dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, murid diposisikan

sebagai subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting

proses belajar mengajar murid dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara

individual mempelajari bahan pelajaran”. Dengan demikian kalau dalam istilah

mengajaran atau teaching menempatkan guru sebagai pemeran utama, memberikan

informasi, maka dalam istruction guru lebih banyak berperan sebagai fasilisator,

mengatur berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari murid.

Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan murid. Asri (2009: 67)

menyatakan bahwa “Kriteria keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari

sejumlah mana murid telah menguasai materi pelajaran, akan tetapi diukur dari

sejauhmana murid telah melakukan proses belajar”. Guru tidak lagi berperan sebagai

sumber belajar, tetapi berperan sebagai orang yang membimbing agar murid mau dan

mampu belajar. Pembelajaran bukan lagi berpusat pada guru tetapi sudah beralih

kepada murid. Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan

kegiatan pembelajaran. Tidak ada suatu kegiatan yang dilaksanakan tanpa tujuan,

karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke

arah mana kegiatan itu akan dibawa.

Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada murid,

maka proses pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Kelas bukanlah

satu-satunya tempat belajar murid. Murid dapat memanfaatkan berbagai tempat


9

belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika murid akan belajar

tentang fungsi pasar, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar bagi murid.

Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, maka dalam kegiatan apapun

tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian juga halnya dengan kegiatan belajar mengajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai

dalam kegiatannya. Kegiatan belajar mengajar tidak bisa dibawa sesuka hati, kecuali

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan adalah komponen

pembelajaran, sehingga semua komponen yang lain harus disesuaikan dengan tujuan

yang ingin dicapai. Menurut Roestiyah, (2008:44) tujuan pembelajaran adalah

“deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) murid yang diharapkan setelah

mereka mempelajari bahan pelajaran tertentu. Suatu tujuan pengajaran mengatakan

suatu hasil yang diharapkan dari pengajaran dan bukan sekedar proses dari

pengajaran itu sendiri”.

Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran semata, akan

tetapi proses untuk mengubah tingkah laku murid sesuai dengan tujuan yang akan

dicapai. Penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan

tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas.

Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai murid dapat membentuk pola

perilaku murid itu sendiri. Untuk itulah model dan strategi yang digunakan guru

tidak hanya sekedar model ceramah, akan tetapi menggunakan berbagai model.

Penggunaan model yang bervariasi akan membuat murid menjadi termotivasi dalam

mengikuti pembelajaran.
10

Pembelajaran yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang

baik. Tujuan pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang bararti.

Hanya sayangnya pembelajaran yang baik tidak selamanya dapat dipertahankan,

disebabkan pada kondisi tertentu ada gangguan yang tidak dikehendaki datang

dengan tiba-tiba. Suati gangguan yang datang spontanitas dalam pembelajaran.

Hadirnya kendala spontanitas suasana pembelajaran biasanya terganggu ditandai

dengan pecahnya konsentrasi murid. Setelah peristiwa itu, tugas guru adalah

bagaimana supaya murid kembali belajar.

Dalam merancang sebuah pembelajaran yang baik, tentu saja guru harus

banyak melibatkan faktor-faktor yang mendukung keberhasilan belajar seperti media

pembelajaran, kondisi kelas, dan lain sebagainya. Bila faktor-faktor yang mendukung

keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dapat diperkecil, maka tujuan pembelajaran

seperti yang diharapkan akan dapat tercapai seperti yang diharapkan. Memang tidak

mudah dalam merancang sebuah pembelajaran yang baik dengan melibatkan siswa

dalam belajar. Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam

perancangan kegiatan pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan pembelajaran,

guru harus benar-benar siap dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Berhasil atau tidaknya proses belajar seorang individu juga dipengaruhi oleh

banyak faktor baik itu faktor yang berasal dari dalam (intern), maupun faktor yang

berasal dari luar dirinya (ekstern). Prestasi belajar siswa pada hakekatnya merupakan

interaksi dari beberapa faktor. Purwanto (2010: 102) menyatakan bahwa belajar

dipengaruhi oleh beberapa faktor, dibedakan menjadi

Pertama Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor
individual meliputi: kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, motivasi dan
11

faktor pribadi. Kedua, faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor
sosial, meliputi: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara
mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan, dalam belajar mengajar,
lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Sementara itu, menurut Slameto (2003:54) bahwa:

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat


digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang
belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu.
Adapun faktor internal yang mempengaruhi belajar meliputi: faktor jasmani,
faktor psikologi, dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal meliputi:
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Suryabrata (2007: 233) mengklasifikasikan “faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si

pelajar (intern) yaitu faktor-faktor psikologis dan fisiologis sedangkan faktor yang

berasal dari berasal dari luar diri si pelajar (ekstern) yaitu faktor-faktor nonsosial dan

faktor-faktor sosial”.

Dari pendapat-pendapat diatas, pada dasarnya terdapat kesamaan dalam

pengelompokan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu di lihat dari dalam

diri peserta didik (internal) dan dari luar peserta didik (eksternal).

2.2 Pengertian Hasil Belajar

Anni (2006:4) mengemukakan bahwa “Hasil belajar merupakan perubahan

perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar”. Hasil

belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan

belajar dan terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan

harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan dan
12

pengelolaan motivasional berpengaruh terhadap besarnya usaha yang dicurahkan

oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar.

Seseorang dapat dikatakan telah belajar, apabila dalam dirinya telah terjadi

suatu perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi. Namun hasil

belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari

proses belajar, maka di dapat hasil belajar.

Menurut Nana Sudjana (2000:28) hasil belajar pada dasarnya merupakan

akibat dari suatu proses belajar. Menurut aliran psikologi kognitif yang dikemukakan

oleh Bruner dalam Budiningsih (2012: 40) memandang hasil belajar adalah :

Kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan,


memilih tindakan yang tepat dan dapat memberikan prioritas yang tepat
dalam berbagai situasi. Selain itu, kemajuan intelektual juga ditandai dengan
adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.

Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli maka

intinya adalah perubahan. Oleh karena itu seseorang yang melakukan aktivitas

belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh pengalaman

baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.

Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik terhadap lingkungannya. Menurut Bloom, dkk dalam Dimyati dan

Mudjiono (2009: 72) ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut:

(1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah


dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode.
(2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
(3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapakan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, mengunakan
prinsip.
13

(4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam


bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
(5) Sintesis,mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program kerja.
(6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan criteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil
karangan.

Keenam jenis perilaku ini bersifat hierarkis, artinya perilaku pengetahuan

tergolong terendah dan perilaku evaluasi tergolong tertinggi. Perilaku yang terendah

merupakan perilaku yang harus dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari

perilaku yang lebih tinggi. Untuk dapat menganalisis misalnya, siswa harus memiliki

pengetahuan, pemahaman, penerapan tertentu.

Menurut Bloom dalam Simyati dan Mudjiono (2009: 83) ranah afektif terdiri

dari enam perilaku-perilaku sebagai berikut :

(1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan
memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan mengakui adanya
perbedaan-perbedaan.
(2) Partisipasi,yag mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan
berpartisipasi dalam satu kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan, dan
berpartisipasi dalam satu kegiatan.
(3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai,
menghargai,mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya menerima suatu
pendapat orang lain.
(4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu system nilai
sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya, menempatkan nilai
dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara
bertanggung jawab.
(5) Sintesis,mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program kerja.
(6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa
hal berdasarkan criteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil
karangan.

Keenam jenis perilaku ini bersifat hierarkis, artinya perilaku pengetahuan

tergolong terendah dan perilaku evaluasi tergolong tertinggi. Perilaku yang terendah
14

merupakan perilaku yang harus dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari

perilaku yang lebih tinggi. Untuk dapat menganalisis misalnya, siswa harus memiliki

pengetahuan, pemahaman, penerapan tertentu.

Bloom (dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 85) menyatakan ranah afektif

terdiri dari lima perilaku-perilaku sebagai berikut :

(1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan


kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan mengakui
adanya perbedaan-perbedaan.
(2) Partisipasi,yag mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan
berpartisipasi dalam satu kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan, dan
berpartisipasi dalam satu kegiatan.
(3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai,
menghargai,mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya menerima suatu
pendapat orang lain.
(4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu system nilai
sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya, menempatkan nilai
dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara
bertanggung jawab.
(5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau
keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien, dan
tepat.
(6) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan
perubahan dan penyesuaian pola gerak gerik dengan persyaran khusus
yang berlaku.
(7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak gerik yang
baru atas dasar prakarsa sendiri.

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa

ketujuh jenis perilaku tersebut mengandung urutan taraf yang berangkaian.

Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan urutan fase-fase dalam proses belajar

motorik yang saling melengkapi dan mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu

siswa diharapkan mampu memiliki kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik

agar mampu mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat di sekolah. Sehingga

proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.


15

Hasil belajar memberikan pengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Syah

(2010: 115) menyatakan bahwa “belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah

laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar”.

Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu

diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor

yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdapat dari luar

siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa bersifat

biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa antara lain adalah faktor

keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.

2.3. Pendekatan Proses Belajar Mengajar

Dalam proses belajar tersebut, siswa menggunakan kemampuan mentalnya

untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan bahan kognitif, afektif,

psikomotorik yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin rinci dan

menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan,

adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan

kemampuan dirinya. Hal ini akan memperkuat keinginan untuk semakin mandiri.

Sementara itu, Mohammd Zain dalam Milman Yusdi (2010:10) mengartikan

bahwa “Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan

diri sendiri”. Sedangkan Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati (2001:34)

mendefenisikan “kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya

berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil”.

Sementara itu, Robbin (2007:57) “kemampuan berarti kapasitas seseorang individu


16

unutk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. lebih lanjut Robbin

menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa

yang dapat dilakukan seseorang”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (Ability) adalah

kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam

melakukan atau mengerrjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu

penilaian atas tindakan seseorang.

Slameto (2003:54-60), mengatakan bahwa “prestasi belajar siswa pada

umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu

(faktor internal), dan faktor yang berasal dari luar individu (faktor eksternal)”.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

2.3.1 Faktor Internal

Slameto (2003:54) menyatakan bahwa faktor jasmaniah meliputi faktor

kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan dan

bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.

Sedangkan cacat tubuh itu dapat berupa buta, tuli, lumpuh, dan lain-lain. Keadaan

cacat tubuh juga bisa mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat tubuh, maka

belajarnya juga akan terganggu.

a. Faktor Psikologis

Slameto (2003:54) “Faktor Psikologis meliputi inteligensi, perhatian, minat,

bakat, motif, serta kematangan, dan kesiapan”. Faktor inteligensi atau kecerdasan

besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar, karena hal ini menentukan


17

kemampuan siswa dalam menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Kemudian

perhatian juga dapat menjamin hasil belajar yang baik, sehingga siswa harus

mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Dan juga prestasi belajar

siswa ini dapat dipengaruhi oleh faktor minat dan bakat. Kemampuan itu baru akan

terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.

b. Faktor Motif

Slameto (2003:55) “Faktor motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang

akan dicapai”. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang mendorong

siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai motif untuk berpikir. Motif-

motif ini ditanamkan kepada diri siswa dengan cara memberikan latihan-latihan atau

kebiasaan-kebiasaan. Sedangkan kematangan adalah suatu tingkat dalam

pertumbuhan seseorang. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan

kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dalam pelajaran.

2.3.2 Faktor Eksternal

a. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang

dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Slameto (2003: 45)

menyatakan bahwa “Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama.

Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan keciL tetapi bersifat menentukan

dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia”.

Djamarah (2003: 29) menyatakan bahwa “siswa yang belajar akan menerima

pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar-anggota

keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, dan pengertian orang
18

tua”. Dalam hal ini Hasbullah (2005:46) mengatakan bahwa “keluarga merupakan

lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama

tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan”, sedangkan tugas utama dalarn

keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak

dan pandangan hidup keagamaan, oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari

bahwa pendidikan dimulai dari keluarga sedangkan sekolah merupakan pendidikan

lanjutan.Wasty (2012) menyatakan bahwa:

(1) makin besar dukungan orang tua makin tinggi tingkat perkembangan
kognitif anak, (2) makin kuat pemaksaan yang diberikan oleh orang tua maka
makin rendah perkembangan kognitif anak, (3) makin besar dukungan orang
tua, makin tinggi kemampuan sosial dan kemampuan instrumental anak, (4)
makin kuat tingkat pemaksaan yang diberikan orang tua terhadap anak-
anaknya maka makin rendah kemampuan sosialnya.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa keluarga, khususnya orang tua memiliki

pengaruh yang besar terhadap prestasi belajar anak. Semakin besar perhatian

keluarga maka akan semakin besar prestasi yang dapat dicapai siswa.

b. Faktor Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting

dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang

baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi

cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan

kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-

hasil belajarnya. Hamalik (2011: 45) menyebutkan bahwa faktor sekolah yang

mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, disiplin sekolah, serta

pelajaran dan waktu. Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar


19

anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya

merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk

mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan

kumpular, anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentu, sehingga anakpun dapat

terpengaruh pula.

Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak,

karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya

dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungan. Oleh karena itu, apabila seorang siswa

bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka

kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pads dirinya, sehingga

akan turut belajar sebagaimana temannya.

c. Faktor Masyarakat

Djamarah (2003: 31) menjelaskan bahwa masyarakat merupakan faktor yang

juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan

siswa dalam masyarakat.

2.4 Metode Pembelajaran Inkuiri

Metode pembelajaran inkuiri adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan

secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu

(benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga

mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan.

Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembekajaran
20

ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru

berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Pembelajaran

inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses

berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui

tanya jawab antara guru dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan

pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang

berarti “saya menemukan”.

Joyce (Gulo, 2005:56) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang

merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial

di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa

berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3)

penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan

validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian

hipotesis.

Sanjaya (2011: 75) menyatakan bahwa “Model pembelajaran inkuiri adalah

sebuah strategi yang langsung terpusat pada peserta didik yang mana nantinya

kelompok-kelompok siswa tersebut akan dibawa dalam persoalan maupun mencari

jawaban atas pertanyaan sesuai dengan struktur dan prosedur yang jelas”. Sehingga

model pembelajaran ini bisa melatih para siswa untuk belajar mulai dari menyelidiki

dan menemukan masalah hingga menarik kesimpulan. Adapun model ini menjadikan

siswa akan lebih banyak belajar mandiri untuk memecahkan permasalahan yang telah

diberikan oleh pengajar.


21

Berdasarkan beberapa teori di atas, maka dapa diketahui bahwa model inkuiri

merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa menemukan pemahaman

yang tepat dalam proses pembelajaran.

2.5. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri

Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan, sebagaimana

yang dikemukakan oleh Ryanto (2009: 76) sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran


terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan
masalah.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam
mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan
data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang
ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit
peristiwa, terdiri dari mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan,
mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri
dari mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan
mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan,
mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend,
sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola
dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat 5 langkah

utama dalam pembelejaran inkuiri. Guru diharapkan dapat menerapkan model

pembelajaran tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan.

2.5 Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan,

karena  memiliki beberapa keunggulan, sebagaimana yang disampaikan oleh Sanjaya

(2009: 109) di antaranya:


22

1. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada


pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, 
sehingga pembelajaran melalui pembelajaran ini dianggap jauh lebih
bermakna.
2. Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar
sesuai dengan gaya belajar mereka.
3. Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan
perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4. Keuntungan lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan
belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Di samping memiliki keunggulan, Ryanto (2009: 111) juga menyatakan

bahwa pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan, di antaranya:

1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.


2. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu
yang telah ditentukan.
4. Selama kriteria keberhasiJan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka  strategi  ini tampaknya akan sulit
diimplementasikan.

2.6 Operasi Hitung Bilangan

Berikut ini merupakan uraian pembelajaran matematika materi operasi hitung

bilangan siswa kelas I di tingkat Sekolah Dasar.

a. Menyelesaikan soal penjumlahan dengan menggunakan sifat asosiatif. Pada soal-

soal penjumlahan, penggunaan sifat asosiatif dapat mempermudah mencari hasil

yang dicari, contoh :

1.      60 + 95 + 40 = ...

Jawab :

60 + 95 + 40    = 60 + 40 + 95            Sifat Komulatif


23

                        = (60 + 40) + 95          Sifat asosiatif

                        = 100 + 95

                        = 195

2.      125 + 75 + 85 = ...

Jawab :

125 + 75 + 85 = (125 + 75) + 85        Sifat asosiatif

                        = 200 + 85

                        = 285

Jadi, 125 + 75 + 85 = 285

b. Menyelesaikan soal dengan menggunakan sifat distributif perkalian terhadap

penjumlahan, contoh :

1.      4 x (8 + 2)  = ...

Jawab :

Ada 2 cara untuk menyelesaikan soal tersebut

Cara 1 :

4 x (8 + 2)       = 4 x 10            mengerjakan operasi dalam kurung

                        = 40                 terlebih dahulu

Cara 2 :

4 x (8 + 2)       = 4 x 8   +   (4 x 2)       Menggunakan sifat distributif

                        =    32    +       8

                        = 40
24

2.      (4 + 8) x 5 = ...

Jawab :

Cara 1 :

(4 + 8) x 5       = 12 x 5            mengerjakan operasi dalam kurung

                        = 60                 terlebih dahulu

Cara 2 :

(4 + 8) x 5       = (4 x 5)   +   (8 x 5)    Menggunakan sifat distributif

                        =    20      +       40

                        = 60

Jadi, (4 + 8) x 5 = 60

c. Menyelesaikan soal dengan menggunakan sifat distributif perkalian terhadap

pengurangan, contoh :

1.      6 x (5 – 4) = ...

Jawab :

Cara 1 :

6 x (5 – 4)       = 6 x 1              mengerjakan operasi dalam kurung

                        = 6                   terlebih dahulu

Cara 2 :

6 x (5 – 4)       = (6 x 5)   -   (6 x 4)     Menggunakan sifat distributif

                        =    30      +       24

                        = 6

Jadi, 6 x (5 – 4) = 6
25

2.      5 x (40 – 6) = ...

Jawab :

Cara 1 :

5 x (40 – 6)     = 5 x 34            mengerjakan operasi dalam kurung

                        = 170               terlebih dahulu

Cara 2 :

5 x (40 – 6)     = (5 x 40)  -  (5 x 6)     Menggunakan sifat distributif

                        =   200      -     30

                        = 170

Jadi, 5 x (40 – 6) = 170

d.      Bentuk umum sifat-sifat pengerjaan hitung adalah sebagai berikut :

1)      Sifat Komutatif (Pertukaran)

a)      komutatif pada penjumlahan, bentuk umum : a + b = b + a

b)      Komutatif pada perkalian, bentuk umum : a x b = b x a

2)      Sifat Asosiatif

a)      Asosiatif pada penjumlahan,

Bentuk umum  : (a + b) + c = a + (b + c)

b)      Asasiatif pada perkalian

Bentuk umum  : (a  x  b) x c = a x (b x c)

3)      Sifat distributif (Penyebaran)

a)      Distributif perkalian terhadap penjumlahan,

Bentuk umum  : a  x  (b + c) = (a x b) + (a x c)


26

b)      Distributif perkalian terhadap Pengurangan,

Bentuk umum  : a  x  (b - c) = (a x b) - (a x c)

4)      Pembulatan bilangan ke satuan, puluhan, ratusan atau ribuan terdekat

10,3 dibulatkan ke satuan terdekat menjadi 10

19,7 dibulatkan ke satuan terdekat menjadi 20

32 dibulatkan ke puluhan terdekat menjadi 30

273 dibulatkan ke ratusan terdekat menjadi 300

128 dibulatkan ke ratusan terdekat menjadi 100

1.375  dibulatkan ke ribuan terdekat menjadi 1.000

5.790 dibulatkan ke ribuan terdekat menjadi 6.000

Yang harus diperhatikan dalam pembulatan bilangan ke satuan, puluhan, dan

ribuan terdekat adalah sebagai berikut :

a)      Pembulatan ke satuan terdekat

1)      Jika angka persepuluhan kurang dari 5, maka dihilangkan.

2)      Jika angka persepuluhan lebih dari atau sama dengan 5, maka dibulatkan

menjadi 1 satuan.

b)      Pembulatan ke puluhan terdekat

1)      Jika angka satuan kurang dari 5, maka dihilangkan.

2)      Jika angka satuan lebih dari atau sama dengan 5, maka dibulatkan

menjadi 1 puluhan.

c)      Pembulatan ke ratusan terdekat

1)      Jika angka puluhan kurang dari 5, maka dihilangkan.


27

2)      Jika angka puluhan lebih dari atau sama dengan 5, maka dibulatkan

menjadi 1 ratusan.

d)     Pembulatan ke ribuan terdekat

1)      Jika angka ratusan kurang dari 5, maka dihilangkan.

2)      Jika angka ratusan lebih dari atau sama dengan 5, maka dibulatkan

menjadi 1 ribuan.
28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan berdasarkan proses stimulus. Jenis penelitian

ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Depdiknas (2007:12) PTK

”berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas”.

Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan


Tindakan I Tindakan I

Perencanaan II Refleksi Pengamatan/


Tindakan I Pengumpulan
Data I

Pelaksanaan Pengamatan Refleksi


Tindakan II Tindakan II
Tindakan II

Dilanjutkan siklus berikutnya jika tidak


selesai jika selesai dihentikan

Gambar 3.1 Skema Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2010:74)

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas I-A SD Negeri 69 Banda Aceh tahun

ajaran 2019/2020 semester I. Mata pelajaran yang digunakan adalah matematika

28
29

pada materi operasi hitung bilangan. Penelitian dilakukan pada semester I yaitu

tanggal 14 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2019.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas I-A di SD Negeri 69 Banda

Aceh yang berjumlah 27 orang. Penulis juga melibatkan seorang guru yang

mengamati proses pembelajaran didalam kelas, khususnya kegiatan mengajar yang

dilakukan oleh guru didalam kelas.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan kegiatan yang penting dalam suatu

penelitian. Melalui data-data yang terkumpul, akan dapat diambil suatu kesimpulan

dari hasil penelitian. Adapun teknik pengumpulan data penelitian adalah sebagai

berikut.

1. Siswa

Pada siswa dilakukan tes dan observasi. Tes dilakukan untuk mengetahui

nilai yang dicapai siswa setelah diajarkan menggunakan model pembelajaran mastery

learning (belajar tuntas). Tes dilakukan sebanayak 2 kali yaitu tes siklus I dan II.

Selain dari pada tes, pada siswa juga dilakukan observasi aktivitas mengikuti

kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu observasi siklus I

dan II. Observasi dilakukan terhadap guru saat melaksanakan pembelajaran di kelas.

Observasi ini untuk mengetahui perilaku siswa saat mengikuti kegiatan

pembelajaran.
30

2. Guru

Pada guru dilakukan observasi tentang aktivitas guru dalam melaksanakan

pembelajaran. Observasi dilakukan oleh pengamat sebanyak 2 kali yaitu observasi

siklus I dan II.

3.5 Teknik Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata, persentase

ketuntasan belajar siswa, aktivitas siswa dan murid. Lebih jelasnya statistik yang

digunakan adalah sebagai berikut:

1. Menghitung nilai rata-rata

Perhitungan nilai rata-rata dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:
¿
ΣX
X= ( Sudjana , 2002: 43) X́ = ❑X ¿
N N

Keterangan :
¿
X́ X = nilai rata-rata

X ΣX = jumlah seluruh nilai siswa

NN = jumlah siswa

2. Aktivitas guru dan siswa

Aktivitas guru dan siswa di dalam mengola pembelajaran di analisa dengan

menggunakan rumus persentase yang disarankan oleh Arikunto (2010: 202) berikut

ini:

F
P= x 100 %
N
31

Keterangan :

P = Persentase

F = Frekuensi

N : Jumlah Siswa

100% : Bilangan konstanta (tetap)

Perhitungan skor rata-rata digunakan untuk mengukur aktivitas guru

sebagaimana dikemukakan Rizal (dalam Mukhlis, 2005: 69) sebagai berikut:

1,00 < TKG < 1,50 Tidak Baik


1,50 < TKG < 2,50 Kurang Baik
2,50 < TKG < 3,50 Cukup Baik
3,50 < TKG <4,50 Baik
4,50 < TKG < 5,00 Sangat Baik

Keterangan: TKG Tingkat Kemampuan Guru

3. Menghitung Ketuntasan Belajar Siswa

Untuk mengolah ketuntasan belajar siswa secara individu dan klasikal

digunakan rumus yang disarankan oleh Arikunto (2010: 202) berikut ini:

F
P= x 100 %
N

Keterangan :

P = Persentase

F = Frekuensi

N : Jumlah Siswa

100% : Bilangan konstanta (tetap)


32

Siswa dikatakan tuntas belajar secara individu bila memiliki daya serap ≥

56% dari skor tes ketuntasan belajar secara klasikal tercapai bila ≥ 85 % murid di

kelas tersebut telah tuntas belajar.

3.6 Kisi-kisi Instrumen

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian utuk mengetahui aktivitas guru dalam

melakukan kegiatan pembelajaran adalah:

1. Aktivitas guru dalam kegiatan pendahuluan

2. Aktivitas guru dalam kegiatan inti

3. Aktivitas guru dalam menutup pelajaran


33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Siklus I

Siklus I dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan,

observasi dan refleksi

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan ini adalah

sebagai berikut:

a. Guru menganalisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang digunakan untuk menyusun indikator yang akan

disampaikan kepada siswa.

b. Guru menganalisa materi untuk menyusun indikator dan tujuan pembelajaran.

c. Membuat RPP siklus I tentang materi operasi hitung bilangan dan langkah-

langkah yang sesuai dengan pembelajaran inkuiri.

d. Guru menyusun lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan pokok bahasan operasi

hitung bilangan.

e. Membuat instrument yang digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas yaitu

lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa serta soal tulisan berbentuk pilihan

ganda.
34

2. Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis dalam siklus I rincian

dapat dilihat pada RPP (lampiran 1).

3. Observasi

Hasil tes dan observasi aktivitas guru dan siswa dipaparkan secara rinci oleh

penulis sebagai berikut :

a. Observasi Aktivitas Guru

Pengamatan terhadap aktivitas guru dalam mengajar dilakukan oleh guru

kelas sebagai observer. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus I dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Siklus I


Skor Skor %
Indikator/ Aspek yang Diamati Pengamatan
Kategori
Ideal
1. Kemampuan memotivasi siswa 5 5 100 Sangat Baik
2. Kemampuan menyampaikan 5 5 100 Sangat Baik
tujuan pembelajaran secara
kongkrit 4 5 80 Baik
3. Kemampuan menginformasikan
langkah-langkah pembelajaran 4 5 80 Baik
4. Kemampuan guru
mengelompokkan siswa
kedalam anggota tim yang
terdiri dari 1 orang siswa yang
3 5 60 Cukup
pandai, 2 orang siswa yang
sedang dan 1 orang siswa yang
kurang mampu.
4 5 80 Baik
5. Kemampuan guru
menyampaikan materi
pelajaran mengenai operasi
hitung bilangan
6. Kemampuan guru memberikan
penjelasan mengenai operasi 5 5 100 Sangat Baik
hitung bilangan bentuk
penjumlahan
7. Kemampuan guru mengarahkan 4 5 80 Cukup
siswa menyebutkan contoh-
contoh hewan yang
bermetamorosis 4 5 80 Baik
8. Kemampuan guru memberikan
35

tugas yang terdapat dalam LKS


kepada siswa dalam setiap
kelompok
9. Kemampuan guru mengajak 4 5 80 Baik
setiap anggota kelompok untuk
menyusun gambar yang 4 5 80 Baik
diberikan sesuai dengan urutan
metamorfosis hewan yang
terdapat dalam gambar 5 5 100 Sangat Baik
10. Kemampuan guru meminta
siswa saling membantu dalam
menyusun gambar
11. Kemampuan guru meminta 5 5 100 Sangat Baik
perwakilan dari setiap
kelompok membacakan hasil
temuan dalam kelompoknya
12. Memberikan kesimpulan
atau jawaban akhir dari
semua pertanyaan yang
berhubungan dengan operasi
hitung bilangan secara
sederhana
13. Guru memberikan
penghargaan berupa kata-kata
pujian pada siswa dan memberi
nilai yang lebih tinggi kepada
kelompok yang hasil belajarnya
lebih
Jumlah 0
86,20 Cukup
Nilai Rata-Rata 4,31
Keterangan
sangat kurang =1 Cukup =4 Sangat Baik = 5
Kurang =2 Baik =5

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, aktivitas guru mendapatkan nilai rata-rata

sebesar 4,31 (86.20%) yang termasuk dalam kategori baik. Terdapat beberapa

aktivitas guru yang masih mencapai kategori baik.

b. Hasil observasi aktivitas Siswa

Hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung pada

siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Akivitas Siswa pada Siklus I


36

Aspek yang Diamati Skor Skor % Kategori


Pengamatan Ideal
1. Mendengarkan dan memperhatikan 4 5 80 Baik
penjelasan guru
2. Memahami materi yang disajikan 3 5 60 Cukup
3. Membaca tugas 4 5 80 Baik
4. Menemukan penyelesaian operasi 3 5 60 Cukup
hitung 3 5 60 Cukup
5. Menyimpulkan hasil diskusi 3 5 60 Baik
6. Mendengarkan dan menghargai
pendapat teman 3 5 60 Cukup
7. Bertanya kepada guru/ teman 3 5 60 Cukup
8. Menjawab pertanyaan yang
diberikan
Jumlah 0
65% Cukup
Nilai Rata-Rata 3,25
Keterangan
sangat kurang =1 Cukup =4 Sangat Baik = 5
Kurang =2 Baik =5

Berdasarkan Tabel 4.2 hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran

menggunakan pendekatan inkuiripada siklus I siswa mendapatkan nilai rata-rata

sebesar 3,25 (65%) yang termasuk dalam kategori cukup. Terdapat beberapa aktivitas

siswa yang masih mendapatkan kategori cukup. Sehingga, penelitian ini harus

dilanjutkan ke siklus II.

c. Hasil tes siklus II

Tes diberikan oleh penulis kepada siswa di setiap akhir proses pembelajaran.

Tes yang diberikan terdiri dari 10 soal dan berbentuk pilihan ganda. Hasil tes siklus I

belum menunjukkan hasil yang signifikan. Namun, kemampuan siswa dalam

memahami materi yang diajarkan meningkat lebih baik dari sebelum dilaksanakan

penelitian tindakan kelas. Hasil tes belajar siswa yang diperoleh pada siklus I pada

materi Operasi hitung bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Tes Siklus II Materi Operasi hitung bilangan


Nama Skor Nilai KKM 65
No
Siswa Perolehan Tuntas Tidak Tuntas
1 Arman Maulana 80 √
37

2 Alhadi 70 √
3 Andika Maha 90 √
4 Aidina Fitria 70 √
5 Dila Safira 70 √
6 Fergi Syuhada 60 √
7 M. Haikal 70 √
8 Irfan Andrian 90 √
9 Merah Tulip R 70 √
10 Merah Selvia S 60 √
11 Mirza Sahputra 80 √
12 M. Abdurrahim N 80 √
13 Mekar Ananta 70 √
14 M. Haikal 60 √
15 Najwa Rizki R 60 √
16 Puji Maisuri 80 √
17 Rahmi Izra H 80 √
18 Sri Jalisda 70 √
19 Kausar Lazwardi 60 √
20 Uweis Karni A 70 √
21 Sanjana Isnaini 70 √
22 Qois Rakin R 60 √
23 M. Fathahul 70 √
24 M. Muarif 60 √
25 Fathiya Nur M 70 √
26 Zulfatani 70 √
27 Rahmatul Aulia 80 √
Jumlah 0 22 5
Rata-Rata 71,11 -
Persentase Ketuntasan - 74,07% 25,93%

Hasil belajar siklus I pada materi Operasi hitung bilangan mendapatkan nilai

rata-rata sebesar 71,11. Penilaian dilakukan melalui tes hasil belajar secara tulisan

dan dilaksanakan setelah proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran

inkuiri. Nilai siswa dapat dilihat melalui gambar berikut ini:


38

80 71.11
70
60
50

Persentase
40
30 25.93
20
10
0
Tuntas Tidak tuntas
Siklus I

Gambar 4.3 Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Berdasarkan data Tabel 4.3 dan grafik 4.1 dapat diketahui bahwa siswa yang

tuntas belajar sebanyak 20 siswa (74,07%) dari 27 siswa yang mengikuti proses

pembelajaran, sementara siswa yang tidak tuntas berjumlah 7 orang siswa (25,93%).

4. Refleksi

Adapun keberhasilan yang telah dicapai pada siklus II adalah sebagai berikut:

a) Nilai rata-rata yang telah diperoleh 71,11 dan siswa yang tuntas sebanyak 20

orang siswa (74,07%).

b) Aktivitas siswa mendapatkan nilai rata-rata 3,25 (65%) yang termasuk dalam

kategori cukup.

c) Aktivitas guru mendapatkan nilai rata-rata sebesar 4,31 (86,20%) yang termasuk

dalam kategori baik.

Adapun perbaikan yang harus dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut:

a) Hasil belajar siswa harus ditingkatkan karena ada 5 orang siswa (18,52%) yang

belum tuntas belajarnya secara klasikal pada materi operasi hitung bilangan.
39

b) Adapun aktivitas siswa yang harus ditingkatkan adalah mempresentasikan hasil

kerja kelompok di depan kelas dan mengajukan pendapat atau komentar terhadap

presentasi kelompok.

c) Aktivitas guru dalam memotivasi siswa yang terlibat dan memahami materi yang

mendapatkan nilai sebesar 4,31 (86.20%) yang termasuk dalam kategori baik.

4.1.2 Siklus II

Siklus II dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan,

observasi dan refleksi

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan ini adalah

sebagai berikut:

a. Guru menganalisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang digunakan untuk menyusun indikator yang akan

disampaikan kepada siswa.

b. Guru menganalisa materi untuk menyusun indikator dan tujuan pembelajaran.

c. Membuat RPP siklus II tentang materi operasi hitung bilangan dan langkah-

langkah yang sesuai dengan pembelajaran inkuiri.

d. Guru menyusun lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan pokok bahasan operasi

hitung bilangan.

2. Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis dalam siklus II

rincian dapat dilihat pada RPP (lampiran 2).

3. Observasi
40

Hasil tes dan observasi aktivitas guru dan siswa dipaparkan secara rinci oleh

penulis sebagai berikut :

a. Observasi Aktivitas Guru

Pengamatan terhadap aktivitas guru dalam mengajar dilakukan oleh guru

kelas sebagai observer. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus II dapat dilihat

pada Tabel 4.4

Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Siklus II


Skor Skor %
Indikator/ Aspek yang Diamati Pengamatan
Kategori
Ideal
1. Kemampuan memotivasi siswa 5 5 100 Sangat Baik
2. Kemampuan menyampaikan 5 5 100 Sangat Baik
tujuan pembelajaran secara
kongkrit 5 5 100 Sangat Baik
3. Kemampuan menginformasikan
langkah-langkah pembelajaran 5 5 100 Sangat Baik
4. Kemampuan guru
mengelompokkan siswa
kedalam anggota tim yang
terdiri dari 1 orang siswa yang
4 5 80 Baik
pandai, 2 orang siswa yang
sedang dan 1 orang siswa yang
kurang mampu.
4 5 80 Baik
5. Kemampuan guru
menyampaikan materi
pelajaran mengenai operasi
hitung bilangan
6. Kemampuan guru memberikan
penjelasan mengenai operasi 5 5 100 Sangat Baik
hitung bilangan yang
bermetamorfosis sempurna,
pemeliharaan dan perawatan 4 5 80 Cukup
serta hewan yang
bermetamorfosis tidak
sempurna. 4 5 80 Baik
7. Kemampuan guru mengarahkan
siswa menyebutkan contoh-
contoh hewan yang
bermetamorosis
8. Kemampuan guru memberikan 5 5 100 Sangat Baik
tugas yang terdapat dalam LKS
kepada siswa dalam setiap 5 5 100 Sangat Baik
kelompok
9. Kemampuan guru mengajak
41

setiap anggota kelompok untuk 5 5 100 Sangat Baik


menyusun gambar yang
diberikan sesuai dengan urutan
metamorfosis hewan yang
terdapat dalam gambar 5 5 100 Sangat Baik
10. Kemampuan guru meminta
siswa saling membantu dalam
menyusun gambar
11. Kemampuan guru meminta
perwakilan dari setiap
kelompok membacakan hasil
temuan dalam kelompoknya
12. Memberikan kesimpulan
atau jawaban akhir dari
semua pertanyaan yang
berhubungan dengan operasi
hitung bilangan secara
sederhana
13. Guru memberikan
penghargaan berupa kata-kata
pujian pada siswa dan memberi
nilai yang lebih tinggi kepada
kelompok yang hasil belajarnya
lebih
Jumlah 0
93,80 Sangat Baik
Nilai Rata-Rata 4,69
Keterangan
sangat kurang =1 Cukup =4 Sangat Baik = 5
Kurang =2 Baik =5

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, aktivitas guru mendapatkan nilai rata-rata

sebesar 4,69 (93,80%) yang termasuk dalam kategori sangat baik. Tidak terdapat

aktivitas guru yang masih mencapai kategori cukup, sehingga penelitian tindakan ini

dianggap telah berhasil meningkatkan aktivitas guru.

b. Hasil observasi aktivitas Siswa

Hasil observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung pada

siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Akivitas Siswa pada Siklus II


42

Aspek yang Diamati Skor Skor % Kategori


Pengamatan Ideal
1. Mendengarkan dan memperhatikan 5 5 100 Sangat Baik
penjelasan guru
2. Memahami materi yang disajikan 5 5 100 Sangat Baik
3. Membaca tugas 5 5 100 Sangat Baik
4. Menyusun urutan gambar operasi 5 5 100 Sangat Baik
hitung bilangan 4 5 80 Baik
5. Menyimpulkan hasil diskusi 4 5 80 Baik
6. Mendengarkan dan menghargai
pendapat teman 5 5 100 Sangat Baik
7. Bertanya kepada guru/ teman 4 5 80 Baik
8. Menjawab pertanyaan yang
diberikan
Jumlah 0
92,60% Sangat Baik
Nilai Rata-Rata 4,63
Keterangan
sangat kurang =1 Cukup =4 Sangat Baik = 5
Kurang =2 Baik =5

Berdasarkan Tabel 4.8 hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran

menggunakan pendekatan inkuiripada siklus II siswa mendapatkan nilai rata-rata

sebesar 4,63 (92,60%) yang termasuk dalam kategori sangat baik. Hasil aktivitas

siswa pada siklus II telah termasuk kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan aktvitas siswa.

c. Hasil tes siklus II

Tes diberikan oleh penulis kepada siswa di setiap akhir proses pembelajaran.

Tes yang diberikan terdiri dari 10 soal dan berbentuk pilihan ganda. Hasil tes siklus

II belum menunjukkan hasil yang signifikan. Namun, kemampuan siswa dalam

memahami materi yang diajarkan meningkat lebih baik dari sebelum dilaksanakan

penelitian tindakan kelas. Hasil tes belajar siswa yang diperoleh pada siklus II pada

materi Operasi hitung bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Tes Siklus II Materi Operasi hitung bilangan


Nama Skor Nilai KKM 65
No
Siswa Perolehan Tuntas Tidak Tuntas
1 Arman Maulana 100 √
43

2 Alhadi 80 √
3 Andika Maha 100 √
4 Aidina Fitria 80 √
5 Dila Safira 80 √
6 Fergi Syuhada 70 √
7 M. Haikal 70 √
8 Irfan Andrian 100 √
9 Merah Tulip R 80 √
10 Merah Selvia S 60 √
11 Mirza Sahputra 90 √
12 M. Abdurrahim N 90 √
13 Mekar Ananta 80 √
14 M. Haikal 70 √
15 Najwa Rizki R 70 √
16 Puji Maisuri 90 √
17 Rahmi Izra H 90 √
18 Sri Jalisda 80 √
19 Kausar Lazwardi 70 √
20 Uweis Karni A 80 √
21 Sanjana Isnaini 80 √
22 Qois Rakin R 100 √
23 M. Fathahul 80 √
24 M. Muarif 100 √
25 Fathiya Nur M 80 √
26 Zulfatani 80 √
27 Rahmatul Aulia 100 √
Jumlah 0 26 1
Rata-Rata 83,33 -
Persentase Ketuntasan - 96,30% 3,70%

Hasil belajar siklus II pada materi operasi hitung bilangan mendapatkan nilai

rata-rata sebesar 83,33. Penilaian dilakukan melalui tes hasil belajar secara tulisan

dan dilaksanakan setelah proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran

inkuiri. Nilai siswa dapat dilihat melalui gambar berikut ini:


44

120
96.3
100
80

Persentase
60
40
20
3.7
0
Tuntas Tidak tuntas
Siklus I

Gambar 4.5 Hasil Belajar Siswa pada Siklus II

Berdasarkan data Tabel 4.9 dan grafik 4.5 dapat diketahui bahwa siswa yang

tuntas belajar sebanyak 26 siswa (96,30%) dari 27 siswa yang mengikuti proses

pembelajaran, sementara siswa yang tidak tuntas berjumlah 1 orang siswa (3,70%).

4. Refleksi

Adapun keberhasilan yang telah dicapai pada siklus I adalah sebagai berikut:

a) Nilai rata-rata yang telah diperoleh 83,3 dan siswa yang tuntas sebanyak 26 orang

siswa (96,30%).

b) Aktivitas siswa mendapatkan nilai rata-rata sebesar 4,63 (92,60%) yang termasuk

dalam kategori baik.

c) Aktivitas guru mendapatkan nilai rata-rata sebesar 4,69 (93,80%) yang termasuk

dalam kategori sangat baik.

Hasil tindakan siklus III menunnjukkan bahwa aktivitas siswa, aktiitas guru

dan hasil belajar siswa telah mencapai kategori sangat baik. Sehingga tidak

diperlukan lagi tindakan perbaikan pada siklus berikutnya.

4.2 Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan atas hasil tes belajar siswa yang

dilanjutkan dengan refleksi pengamatan pada setiap siklus tindakan. Pada siklus II
45

diperoleh temuan bahwa siswa kelas I-A di SD Negeri 69 Banda Aceh pada materi

operasi hitung bilangan telah mencapai ketuntasan baik secara individual maupun

secara klasikal.

Peningkatan kemampuan siswa ini dapat terwujud karena penggunaan

pendekatan inkuirisebagaimana telah di ungkapkan penulis bahwa penggunaan

pendekatan ini dalam proses pembelajaran sangat membantu siswa menemukan

pemahaman yang baik.

Aktivitas guru mengalami peningkatan dari siklus I sampai ke siklus II. Hal

ini dapat dilihat dari skor rata-rata pada siklus I yang diperoleh sebesar 3,69

(73,80%) pada siklus II sebesar 4,31 (86,20%) dan pada siklus II sebesar 4,69

(93,0%).

Aktivitas siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I sampai ke siklus II.

Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata pada siklus I yang diperoleh sebesar 3,25

(65%), pada siklus II sebesar 4,13 (80,26%) dan pada siklus II sebesar 4,63

(92,60%).

Hasil belajar pada siklus I, siswa mendapatkan nilai rata-rata kelas sebesar

66,67 dan siswa yang tuntas belajar sebanyak 14 siswa (51,85%) dari 27 siswa yang

ada, sementara siswa yang tidak tuntas berjumlah 13 orang siswa (48,15%). Pada

Siklus II, nilai rata-rata kelas yang dicapai oleh siswa sebesar 72,96 dan siswa yang

tuntas belajar sebanyak 22 siswa (81,48%) dari 27 siswa yang ada, sementara siswa

yang tidak tuntas berjumlah 5 orang siswa (18,52%). Pada siklus II, nilai rata-rata

yang diperoleh siswa sebesar 96,30. Siswa yang tuntas belajar sebanyak 26 siswa
46

(96,30%) dari 27 siswa yang ada, sementara siswa yang tidak tuntas berjumlah 1

orang siswa (3,70%).

Peningkatan hasil belajar pada siklus II, lebih baik dari pada siklus II dan I,

hal ini disebabkan penulis telah memperbaiki proses penerapan pendekatan

inkuiridalam mengajarkan materi Operasi hitung bilangan. Penulis lebih

meningkatkan proses penggunaan model pembelajaran ini dengan lebih mengarahkan

siswa dalam belajar dan melakukan pengawasan yang lebih baik dari siklus

sebelumnya, sehingga ketuntasan hasil belajar pada siklus II dapat tercapai dengan

baik. Berdasarkan hasil tes tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan

belajar selama tiga siklus dan telah tuntas secara individual dan klasikal.

BAB V

PENUTUP
47

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis pada

siswa kelas I-A di SD Negeri 69 Banda Aceh dengan menggunakan pendekatan

inkuiripada materi operasi hitung bilangan, maka kesimpulan yang dapat ditarik

adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas guru mengalami peningkatan dari siklus I sampai ke siklus II. Hal

ini dapat dilihat dari skor rata-rata pada siklus I yang diperoleh sebesar 3,69

(73,80%) pada siklus II sebesar 4,31 (86,20%) dan pada siklus II sebesar 4,69

(93,0%).

b. Aktivitas siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I sampai ke siklus II.

Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata pada siklus I yang diperoleh sebesar

3,25 (65%), pada siklus II sebesar 4,13 (80,26%) dan pada siklus II sebesar

4,63 (92,60%).

c. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan yang signifikan dari siklus

ke siklus. Pada Siklus I siswa mendapatkan nilai rata-rata kelas sebesar 66,74,

Siklus II, sebesar 72,96 dan siklus II, nilai rata-rata yang diperoleh siswa

sebesar 83,3.

5.2 Saran
46
48

Berdasarkan hail penelitian yang telah penulis kemukakan diatas, maka perlu

kiranya memberikan saran-saran yang bermafaat dalam rangka meningkatkan

prestasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan

model pembelajaran inkuiri. Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan

adalah sebagai berikut:

1. Guru sebaiknya menggunakan model pembelajaran yang mampu memberikan

motivasi sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dan mampu mengalami

peningkatan hasil belajar yang signifikan.

2. Dalam proses belajar, aktivitas siswa hendaknya sesuai dengan langkah-langkah

yang terdapat pada pembelajaran inkuiri. Sehingga tujuan belajar dapat tercapai

dengan baik di akhir pembelajaran.

3. Kepala sekolah sebaiknya melakukan pengawasan terhadap kinerja guru,

sehingga dapat memperbaiki kelemahan yang dilakukan guru dalam mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
49

Ali, Muhammad. 2002. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru
Algensindo. Bandung. Indonesia.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung. Alfabeta

C. Asri Budiningsih. (2005). Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Rineka Cipta.

Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

E. Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif


dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Maryamah, Siti. 2007. Usaha Meningkatkan Pemahaman Konsep, fakta, Prinsip,


dan Skill Matematika melalui Metode Mastery Learning.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.


Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 1984. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT.
Bina Aksara. Jakarta. Indonesia.

Nuralam, 2010. Strategi Pembelajaran, Banda Aceh: Universitas Muhammadiah


Aceh.

Oemar, Hamalik, 1994. Media Pendidikan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Soekardjo, A. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Debdikbud


Dikti

Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rhineka Cipta

Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan


Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
50

Wiriatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai