Anda di halaman 1dari 17

arsitektur kristen awal

23-29 minutes

ARSITEKTUR KRISTEN AWAL

Geografis, Geologis dan Iklim

Agama kristen lahir dan berkembang di Wilayahtimur, dibawa Santo Petrus dan santo Paulus ke
Roma yang kemudian menjadi pusatnya (sir Banister fletcherA History of architecture, The
Athlone Press. London. 1975.h.345.) Wilayah kekaisaran Roma mencangkup seluruh wilayah di
sekeliling Laut Mediterania, termasuk Syria, Asia Minor dan Afrika Utara. Pada wilayah itulah
berkembang  Arsitektur yang mempunyai ciri khas, pada jaman Kristen Awal (313-800).
Aspek geologi berpengaruh pada arsitektur Kristen Awal, pada bahan bangunan khususnya
bahan galian. Pada umumnya dimana didirikan, di situlah bahan banguna diambil seperti
misalnya batu dan marmer, demikian pula bahan-bahan lainnya untuk dekorasi termasuk mozaik
dan patung.
Iklim berpengaruh pada sistem penghawaan dan pencahayaan alami. Pada wilayah yang lebih
panas, biasanya lebih banyak membuat jendela.
Sejarah
 Sejarah Kristen Awal dimulai dari Jaman Constaintine (Constantine I 280-337 M, Kaisar Roma
dengan sebutan Konstaintin yang Agung/ Constaintine the Great, terkenal dengan kebijakannya
menerima dan mengesahkan agama Kristen, sama dan setingkat dengan kepercayaan yang sudah
ada sebelunnya. Terkenal pula sebagai Kaisar Roma yang memindahkan pusat administrasi dan
pemerintahan dari Roma ke Konstatntiopel “Constantinople” sekarang Istanbul di Turki, pada
330). Hingga Charlemagne (800). Serbuan Huns (Huns adalah suku bangsa Mongol yang hampir
satu abad sangat berpengaruh terhadap sejarah eropa, dengan serangan-serangan dan penguasaan,
hingga 454 M). Yaitu orang-orang mongol ke Eropa sekitar 376, berhasil menguasai wilayah
utara hingga Itali. Pada 410 Roma jatuh ke tangan orang-orang Goth di bawah Alaric.
 Peperangan tersebut hanya bagian kecil dari berbagai konflik di Eropa. Pada 584 orang-orang
Lomdard (orang-orang jermal berasal dari skandinavia atau jermal utara yang mendominasi
seluruh itali antara 584-774), menguasai hampir seluruh itali sampir sekitar dua abad.
 Pada 800, charlemange (charlemange adalah raja frank, kaisar terbesar dalam dinasti carolingian
yang juga di ambil dari namanya. Charlemange artinya charles agung ”charles the great”, juga
digelari Charles I, selain menjadi raja perancis, juga emperor tahta suci romawi “holy Roman
Empire”) dinobatkan menjadi Emperor oleh Paus dari Roma, sejak itu kekaisaraan menyatu
dalam sisitem pemerintahan dengan tahta suci romawi, berlangsung hingga 1806. Roma tidak
lagi mendominasi budaya dan arsitektur kristen sejak tahun 800-1000, karna sekain timbul
regionalisme, juga pengaruh romanesque menjadi lebih kuat.
 Constatine memindah pusat pemerintahan dari roma ke istanbul di wilayah byzantine yang
namanya kemudian di ubah menjadi Constantinople. Sistem pemerintahan juga di ubah menjadi
kekuasaan mutlak (absolute monarch) hingga saat kematianya pada 337. Kekuatan kristen
menjadi goyah karna kekacauan ditimbulkan oleh julian apostate, sehingga ke keisaran romawi
pada 364 terpecah menjadi dua: valentian memerintah wilayah barat dan sodaranya valens
diwilayah timur. Teodosius 379-95 berhasil menyatukan kembali kekuasaan wilayah timur dan
barat
 Suatu rangkaian emperium di barat berakhir pada 376 M, setelah emperium barat dan
diruntuhkan oleh Zeno memerintah di konstantinople. Kembali lagi terjadi perubahan kekuasaan,
menjadi teodoric dan goth yang memerintah itali 493-526, dimana tercapai masa puncak
kedamaian dan kemakmuran. Pada jaman kebangkitan ini, budaya dan seni byzantine banyak
mendapat pengaruh dari zaman kristen awal berikutnya raja di pilih dari semacam negara bagian
dari spanyol, gaul (sebagian besar perancis sekarang), afrika utara dan itali sendiri. Emansipasi di
eropa barat langsung dengan kontrol dengan emperium, mendorong berkembangnya budaya
romano-teotonic, memberikan kemudahan, pada berdirinya negara-negara baru (bukti dari
sejarah ini, hingga sekarang masih terlihat pada banyak nya negara-negara kecil di eropa seperti
monaco, belgia dll, berasal dari sistem veodal, para tuan tanah). Kecendrungan semacam itu
medorong kristen menjadi lebih kuat, ditangan para uskup (bishop) di roma. Formasi dari
negara” baru ini selain membuat budaya regional jg mendorong berkembangnya bahasa-bahasa
mengganti bahasa latin.

Arsitektur Gereja Basilika dan gereja

 Pada setiap jaman kebudayaan berkembang termasuk seni dan arsitektur kadang-kadang secara
sadar dan kadang secara tidak disadari. Seni masa lampau terekspresi pada masa sesudahnya.
Dalam arsitektur suatu gaya merupakan perkembangan atau pengembangan dari gaya
sebelumnya, setelah mengalami suatu rangakaian perubahan secara berangsur-angsur atau sedikit
demi sedikit. Para pengrajin dan seniman pada jaman Kristen Awal merupakan penerus dari
tradisi Romawi. Namun menurunnya kemakmuran yang sejalan dengan menurunnya kekuasaan,
membuat pembangunan lebih menyusuaikan pada kegunaannya dan kesediaan bahan jadi faktor
tertentu.
 Bangunan jaman kristen awal (awal abad IV hingga akhir abad VIII), mempunyai nilai yang
mendasarkan pada penyelesaian masalah kontruksi. Gereja-gereja Basilikan mempunyai kolom-
kolom berjarak lebar menyangga entablaure ataupun pelengkungan untuk mendapatkan
bentangan lebih lebar. Ciri lain dari gereja-gereja basilika adalah kerangka atap dari kayu di atas
ruang umat utama (nave), di kiri-kanan terdapat sayap atau di sebut aisle. Kolom berderet dikiri-
kanan membentuk ruang panjang, pada ujungnya terdapat apse yang denahnya berbentuk
setengah lingkaran atau setengah segi banyak.
 Atrium atau halaman dikelilingi oleh portico, sebagai ruang peralihan dari luar kedalam
gerejajuga menjadi ciri dari arsitektur jaman Kristen Awal.
 Warna, kaca warna dan mozaik mulai banyak digunakan dalam bangunan-bangunan pada jaman
ini, termasuk lukisan pada bagian dalam dari kubah.
 Basilika (basilica) telah disebut di depan adalah banguna pada jaman romawi, digunakan untuk
gedung pengadilan. Pada jaman kristen, kemungkinan bentuk bangunan yang biasanya besar,
mgah dan indah menjadi inspirasi para arsitek untuk membangun gereja. Jadi istilah gereja
basilika digunaka untuk gereja yang besar biasanya terbesar dilingkungannya.
 Gereja basilika santo petrus (basilica church saint peter) di roma (330) didirikan oleh
Constantine di dekat martyrdom S. Petrus di dalam circus nero. Gereja basilika ini didirikan di
lokasi di mana Katedral yang sekarang berada dengan nama yang sama, dalam komplek vatikan,
di roma. Denahnya segi empat, terdiri dari bagian utama dan bagian peralihan berupa atrium 
dikelilingi oleh portico , yang denah keseluruhan juga segi empat. Sebelum masuk ke atrium ada
dua menara kembar mengapit gerbang masuk. Gerbang masuk ini dapat di capai melalui tangga
melebar, hampir selebar gereja.
  Bagian utama terdiri dari nave yaitu ruang umat utama, di tengah, diapit kembar aisle yang
terdiri dari dua lajur. Pada ujung sumbu tengah dari nave, terdapat apse, dalam hal ini denahnya
setengah lingkaran. Pada tengahnya diletakan altar. Di sebelah selatan menempel pada sanctuary,
terdapat unit kembar denahnya lingkaran, beratap kubah, satu untuk makam Honorius, lainya
untuk gereja kecil.
 Dinding kiri-kanan nave tinggi dan lebar, ditumpu oleh deretan kolom. Seperti pada kebanyakan
bangunan romawi, kolom-kolom tersebut bercorak dekorasi korintien. Kolom berderet
menyangga pelengkung-pelengkung. Atap dari nave, berupa kontruksi kuda-kuda kayu,
berbentuk pelana yaitu atap berisi miring dua. Pada sepanjang dinding bagian atas dari nave,
terdapat deretan jendela masing-masing ambangnya lengkung, khas arsitektur Kristen Awal.
Aisle yang terdiri dari dua lajur, konstruksi atapnya setengah kuda-kuda (kuda-kuda dengan satu
sisi miring), juga disanggga oleh deretan kolom menyangga pelengkung-pelengkung seperti pada
nave
 Wajah depan bagian utama bagian utama dari Gereja Basilika Santo Petrus (basilica church saint
peter) di roma merupakan ciri dari arsitektur Kristen Awal, yaitu sama dengan penampang
melintang. Simetris, bagian tengah adalah dinding ujung dari nave, bagian kiri dan kanan,
dinding ujung dari aisle. Kontruksi atap portico setengah kuda-kuda, sisi miring tunggal, bagian
dalam di sangga oleh kolom-kolom terbuka kearah atrium, sisi lainnya dinding.

 Basilika S. Maria Maggiore juaga di roma (432), di bangun oleh Paus Sixtus III (432-440). Slah
satu dari tempat basilika di roma masih ada, sehingga dapat di liahat keindahan antara lain dari
nave, diapit kembar kiri-kanan oleh aisle tunggal (salah satu).
 Kolom-kolom marmer berderet dikiri-kanan nave, coraknya Ionik, menyangga entablature
berhiaskan mozaik asli dari jaman Paus Sixtus III. Jendela atas berderet, selang-seling dengan
panel-panel, dimana masing-masing dihiasi lukisan. Lukisan pada panel dinding tersebut bertema
sejarah Perjanjian lama, di antaranya lukisan penyebrangan Laut Merah dan jatuhnya Jericho.
Rengka atap ditutup dengan plafond, diukir dengan pola kotak-kotak.
Gereja S. Clemente di Roma (1099-1108), dibangun kembali di atas lokasi dimana sebelumnya
sudah ada gereja, jauh lebih tua yang dibongkar.Bebe rapa pondasi lama masih ada pada ruang
bawah tanah yang  beratap pelengkup(crypt). Meskipun dibangun pada jaman Kristen awal,
namun ciri arsitektur  jaman Kristen awal masih sangat kuat mendominasi gereja ni.

 Atrium dikelilingi portico atau arcade di sebelah timur dari unit pertama, di tengah-tengah ada
air mancur untuk pensucian dan pemandian. Pintu masuk ke dalam atrium ada dua : yang utama
di depan sebelah timur melalui sebuah porch, satu lainnya pada portico lateral utara. Bagian
utama gereja seperti hampir semua gereja pada jamannyasegi empat, memanjang diujung’a
terdapat apse , sanctuary dan altar. Di bagian depan dari nave ada choir yaitu tempat untuk koor
penyanyi gereja. Choir dikelilingi dinding semacam pagar (balustrade), di kiri terdapat gospel
ambo, di sebelah kanan epistle ambo, tempat berkotbah dan membaca ayat-ayat suci dari Injil.
Meskipun pandangan dari luar simetris, namun aisle dari gereja tidak sama, yang di sebelah
selatan lebih lebar.
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=627798490825212387

 Konstruksi portico lateral berupa kolom-kolom lonik, depan dan belakang berupa pelengkung
patah silang diagonal. Pada ruang utama, kolom-kolom berderet pada kiri kanan nave juga lonik
menyangga pelengkung-pelengkung, dihias dengan mozaik, molding dan relief. Apse denahnya
setengah lingkaran, beratap setengah kubah, dihias ornament gaya baroque. Gereja S. clement di
Roma (1099-1108), denah dan potongan membujur (kiri), tempat duduk para Uskup, kepala dari
kolom untuk ilin (cendelabrum) dan detail sudut panel dari balustrade pada choir (kanan atas).
Porch (gerbang masuk), atrium dikelilingi portico, gospel ambo (kiri-bawah) dan epistle ambo
(gambar-gambar di kanan-tengah). Ruang dalam (bawah).
 Gereja Saint Paolo Fouri le Mura (380) adalah juga salah satu dari basilica utama di Roma,
dibangun diatas makam dari Santo Paulus (Saint Paul). Pada 1832 gereja mengalami musibah
kebakaran sehingga hampir memusnahkan seluruh bamgunan, namun didirikan kembali menurut
rancangan aslinya.
 Denah, pandangan depan tata ruang gereja, identik dengan Gereja  Basilika Santo Petrus, Roma,
lama yan sudah tidak ada. Nave diapit kembar oleh aisle ganda di kiri kanan, apse diujung
berdenah setengah lingkaran. Kolom berderet membujur terdiri dari empat baris, menyngga
dinding dan konstruksi atap : di tengah kuda-kuda dari atap pelana, kiri-kanan setengah kuda-
kuda ganda dari atap satu sisi miring. Semua kepala kolom dihias dengan corak Korintien.
 Atrium dikelilingi portico menjadi cirri dari arsitektur gereja pada jaman ini, dahulu juga ada,
namun asebagian sudah runtuh.

 Diluar Roma tidak sedikit gereja dan basilika dibangun dengan arsitektur berciri khas seperti
beberpa gerejadikemukakan diatas. Di Ravenna, sebuah kota di Itali utara-timur, beberapa
kilometer dari pantai Mediterania, terdapat sebuah gereja bernama S. Apollinare in Classe (534-
9). Gereja didirikan oleh Justanian diatas lokasi dimana sebelunya terdapat kuil pemujaan dewa
Apolo. Kemungkinan besar seniman dan pengrajin dalam membangun gereja ini dari Byzantine,
sehingga pengaruh arsitektur Constantinople cukup besar dalam gereja ini.
Bentuk denah sederhana, segi empat panjang 45.70 M x 30 M, nave ditengah apit kembar di kiri-
kanan oleh aisle-tunggal. Atrium-nya saat ini sudah tidak ada, ruang peralihan luar dan dalam
hanya berupa narthex. Kolom berderet di kiri-kanan menyangka deretan pelengkung berkepala
Korintien, dihias dengan mozaik, alur=alur dan lukisan dinding apse dibanding dengan bagian
utamanya cukup besar, denah di dalam setengah lingkaran penuh, namun dinding luarnya
setengah polygonal. Apse ini dalam tinggi, dicapai harus melalui tangga, karena berada di atas
ruang yang sebagian di bawah tanah (crypt).

Ada perbedaan secara prinsip dibanding dengan gereja-gereja dibahas sebelum ini adalah
pandangan depan yang tidak simetris. Yang membuat tidak simetris adalah sebuah unit di
sebelah kiri atau utara depan dari gereja untuk masuk dari sisi utara. Campanil atau menara
lonceng yang terdapat di sisi utara, denahnya juga agak berbeda dibanding dengan lainnya, disini
berbentuk lingkaran.
 Atap di atas nave kontruksinya kuda-kuda berbentuk plana dengan dua sisi miring, dan satu sisi
miring di atas aisle, menjadi ciri dari arsitektur Kristen Awal, juga terdapat pada gereja ini. Pada
ruang dalam, kontruksi kuda-kuda dari kayu tidak ditutup dengan plafond, sehingga menjadi
bagian dari dekorasi.

 Di Solonica, sebuah kota di pantai barat Laut agean (sekarang dalam wilayah yunani), terdapat
sebuah gereja bernama S. George, didirikan ketika wilayah itu dijajah Romawi (300). Denahnya
berbeda dengan gereja-gereja didiirikan sejaman yang cenderung membuat denah segi empat, di
sini lingkaran. Dindingnya berbentuk silindris, sangat tebal, tidak kurang dari lima meter. Pada
bagian atas 15 M dari tanah sedikit berkurang ketebalannya menjadi sekitar tiga meter. Atapnya
kubah berdiameter 24.49 M, namun di atasnya terdapat kontruksi kerangka kayu ditutup genteng,
bentuk kerucut hampir datar, bentuk segi tiga. Dengan demikian dari segi ruang dalam, maka
kubahnya hanya berfungsi  sebagai penutup semacam plafond, namun berubah ceruk (bagian
dalam dari kubah). Pada dinding bagian atas terdapat tujuh jendela, karena tebalnya dinding,
jendela-jendela yang ambangnya pelengkung ini mirip seperti ceruk. Pintu masuk dari sisi di
bawah salah satu dari tujuh jendela
.  Di Solonica, sebuah kota di pantai barat Laut Agean ( sekarang  dalam  wilayah Yunani ),
terdapat sebuah gereja bernama St. George, didirikan ketika wilayah itu menjadi jajahan romawi
( 300 ). Denahnya berbeda dengan gereja – gereja didirikan sejaman yang cenderung membuat
denah segi empat, disini lingkaran Dinidingnya berbentuk silindris sangat tebal, tidak kurang dari
lima meter. Pada bagian atas 15 M dari tanah sedikit berkurang ketebalannya mejadi sekitar tiga
meter. Atapnya kubah berdiameter 24.40 M, namun di atasnya terdapat konstruksi kerangka
kayu ditutup genteng, berbentuk kerucut hampir datar, bertumpuk tiga. Dengan demikian dari
segi ruang dalam, maka kubah hanya berfungsi sebagai penutup semacam plafond, namun
berupa ceruk ( bagian dalam dari kubah ). Pada dinding bagian atas terdapat tujuh  jendela,
karena tebalnya dinding jendela – jendela yang ambangyna pelengkung ini mirip seperti ceruk.
Pintu masuk dari sisi di bawah selalu satu dari tujuh jendela.

Apse terdapat di ujung sebuah ruang yang denahnya segi empat, menjorok ke luar dinding, pada
sumbu membujur dari nave yang bentuknya lingkaran  tersebut. Selain ketujuh jendela, semua
jendela besar kecil lain ambangnya juga pelengkung, khas Romawi gereja ini tidak mempunyai
hiasan, sangat bertolak belakang dengan bangunan – bangunan lain yang sejamannya.
Salah satu gereja yang menyandang nama karena mepunyai denah berbentuk lingkaran adalah
gereja St. Stefano Rotondo di Roma ( 468 – 83 ). Gerja ini terbesar di antara gereja – gereja lain
berdenah lingkaran ( diameter 64 M ). Lingkaran terdiri dari dua bagian : lingkaran dalam dan
lingkaran luar. Lingkaran luar dibagi menjadi delapan segmen, untuk empat buah kapel ( gereja
kecil ). Masing – masing kapel mempunyai pintu langsung, denahnya radial bagian dari
lingkaran. Apse kecil dari setiap kapel, menjorok ke luar, denahnya setengah lingkaran.
Altar utama terdapat di tengah dari lingkaran dalam ( lingkaran pusat ), bergaris tengah 23,17 M.
Bagian ini dikelilingi oleh 23 kolom silindris model Korientin, menyangga pelengkung dan
entablature berbentuk cincin. Di atas entablature, ada tambour dari sebuah atap nerupa kerangka
kuda – kuda kayu pyramidal, ditutup oleh genting. Tambour sangat tinggi, sekitar 23.00 M, dari
permukaan tanah, pada bagian atas terdapat berderet jendela yang ambang atasnya pelengkung.
Atap lingkaran tengah dahulu berupa kubah, namun saat ini bentuknya kerucut, tidak terlalu
runcing, terdiri dari kuda – kuda kayu ditutup genting
Lingkaran tengah atau lingkaran pusat tersebut dikelilingi oleh semacam gang ( ambulatory ),
pada garis kelilingnya terdapat deretan melingkar kolom – kolom silindris Korintien. Atap
lingkaran luar tersebut setengah kuda – kuda membentuk sisi miring tunggal, posisinya jauh
lebih rendah dari atap lingkaran

Makam dan Babtistery


Meskipun tidak semuanya, namun bentuk gereja segi empat panjang merupakan kecenderungan
dan menjadi salah satu cirri kecenderungan dan menjadi salah satu cirri arsitektur Kristen Awal.
Sebaliknya bangunan makam pada jaman yang sama, lebih banyak yang denahnya lingkaran atau
polygonal. Kemungkinan bentuk lingkaran cocok untuk makam karena mempunyai titik focus,
sehingga pada titik itulah sangat tepat untuk meletakkan makam.
Salah satu contoh dari kecenderunagn ini adalah makam St. Constanza di Roma, dibangun pada
330 oleh Constantine untuk makam adiknya Constantia. Pintu masuk melalui sebuah porch,
berdinding tanpa tiang denga tiga pintu masuk, terbesar di tengah diapit kembar di kiri kanan
dengan pintu lebih kecil. Ketiga pintu ambangnya melengkung, khas Kristen Awal.

Ruang dalam terdiri dari bagian tengah berdenah lingkaran diameter 12.20 M, dikelilingi oleh
semacam nave tetapi melingkar lebarnya 5.00 M. Gang semcam nave melingkar tersbut
terbentuk oleh dinding luar dan deretan kolom granit posisinya pada lingkaran, sebanyak 12
buah, masing – masing ganda dan kembar. Penampang atap gang, berupa pelengkung setengah
lingkaran. Kolom – kolom menjadi tumpuan dari pelengkung, yang juga posisinya melingkar. 
Pada bagian atas diameter dinding mengecil, menjadi tambur ( tambour ) atau drum, menumpu
atap berbentuk kubah. Di sekeliling tambour terdapat berderet jendela atas, ambang atasnya
pelengkung setengah lingkaran, seperti jendela di sebagian besar bangunan jaman Romawi.
Identik dengan gereja disebut terakhir sebelum ini, kibah ditutup oleh atap berbentuk pyramidal.
Dengan demikian kontruksi kubah lebih berfungsi sebagai plafond.
Meskipun denah makam Theodoric di Ravenna ( 530 ) juga lingkaran, namun bentuknya sangat
berbeda dengan makam Constanza di Roma, tersebut di atas. Makam terdiri dari dua lantai,
dinding bagian bawah lebih tebal dan uniknya did lam berdenah salib sama kaki. Dinding bagian
luar poligoanl sepuluh sisi ( decagonal ) berdiameter 13.7 M pada setiap sudut terapat semacam
pilaster, bentuk mengikuti denahnya. Atap yang juga menjdai plafond dari lantai bawah
berbentuk pelengkung.
Lantai dua dindingnya tidak setebal lantai satu, denah bagian dalam lingkaran penuh, sedangkan
bagian luar decagonal. Selain denahnya yang berbentuk salib, keunikannya lain dari makam,
adalah tangga yang berada di luar ( biasanya ada di dalam ) ada dua di kiri – kanan pintu masuk
lantai bawah. Atap terdiri dari kubah yang ceruknya tidak dalam berdiameter 10 : 70 M.
Makam Galla Placida, Ravenna ( 425 ), adalalh salah satu dari tidak banyak makam yang
denahnya bukan lingkaran, melainkan berbetuk salib, kepala dan tengah – tengah yang
membentuk ruang segi empat, terdapat makam. Pintu masuk pada bagian kaki salib ( terpanjang )
di utara – timur, atapnya pelana seperti pada kedua lengan dan kepala, namun dindingnya lebih
tinggi. Ruang tengah yaitu bagian persilangan anatar lengan, kaki dn kepala, denahnya bujur
sangkar, dikelilingi oleh empat buah pelengkung.

Bagian dalam dari ruang tengah tersebut dindingnya tinggi, beratap kubah, namun di  luar
ditutup oleh atap pyramidal. Karena denahnya bujur sangkar maka bentuk kubah tidak penuh
berbentuk bagian dari bola, namun pada bagian setiap sisi terpotong bidang vertical dari
dindingnya.
Semua dinding terbuat dari konstruksi bata, pada sisi – sisi luar dihias dengan pelengkung mati.
Hiasan di luar tidak terlalu banyak hanya berupa molding dan semacam cornice, membentuk
garis – garis besar horizontal dan miring mengikuti kemiringan atap. Pada dinding tengah ynag
tinggi, masing – masing terdapat sebuah jendela atas. Pada ruang dlam terdapat cukup banyak
hiasan, anatar lain dekorasi pada pelengkung, termasuk lukisan dinding.

Babtistery adalah bagian dari sebuah gereja atau kapel, dapat juga berupa bangunan khusus
untuk upacara pembabtisan adalah Babtistery Constantine di Roma ( 432 – 40 ) di bangun di
dekat gereja Lateran. Yang membangun adalah Sixtus III. Nama Constantine dipakai karena
kepadanya pembabtisan ini diberikan untuk penghormatan. Babtistery Constantine adalah salah
satu tertua lainnya di Italy, sehingga kemungkinan besar menjadi model banyak ditiru di di
tempat lain.
Denah bagian utama hexagonal, terdiri dari lingkaran dalam, dikelilingi oleh lingkaran luar dari
sebuah ambulatory. Jarak anatar dau dinding pada sisi berhadapan 19.20 M. Kedua lingkaran
satu di dalam, lainnya di luar terbentuk oleh delapan buah kolom pada setiap titik sudut segi
delapan dalam dan dinding. Lantai dari lingkaran dalam tutrun tigs trap dari lantai lingkaran luar.
Kolom terbuat drai marmer menumpu entablature berbeentuk cincin, di atsnya lagi ada kolom
bentuknya sama dengan yang di bawah, namun kebih kecil. Masing – masing kolom atas
posisinya sama dengan yang di bawah, juga menumpu entablature berbentuk cincin, di atsnya
lagi pada setiap sisi ada dinding. Pada setiap dinding bagian atas tersebut, terdapat jendela atas
bentuknya lingkaran atau disebut mata sapi ( oculus / bull’s – aye ). Bagaian dalam atau
semacam plafond dari atap lingkaran dalam berbentuk ceruk kubah. Bentuk kubah bukan bagian
dari bola, namun paath – patah sebanyak delapan buah sejumlah dindinding dari denah
hexagonal. Atapnya piramida tumpul ditutup genting.
Babtistery lebih banyk berdenah lingkaran atau segi banyk, mungkin karena bentuk – bentuk
semacam itu memounyai titik focus, yaitu di tengah seperti pada banyak makam. Tempat
pembabtisan di tengah pada bagian titik focus tersebut, dapat dirasakan lebih khidmat.
Sebuah babtistery di Nocera ( sebuah kota beberapa ratus kilometer di selatan timur ( Roma )
denahnya juga lingkaran didirikan sekitar abad empat.
Titik focus berada di tengah dari lingkaran dalam, terbentuk oleh delapan kolom berdiri pada
setiap titik sudut dari segi delapan yang jarak sisi berhadapan 6.10 M.
Lingkaran dalam ini dikelilingi lagi oleh dua lapis lingkaran. Lantainya turun tiga trap,
mempunayi atap yang lebih banyak berfungsi sebagai hiasan. Lingkaran luar pertama
diameternya 11.60 M pada sekelilingnya terdapat 15 kolom kembar berjejer ke arah titik pusat
lingkaran ( konsentrik ).  Kelima belas kolom tersebut menyangga kubah yang tumpuannya
berupa pelengkung – pelengkung.  Lingkaran lapis luar berupa ambulatory terbentuk oleh kolom
– kolom tersebut dengan dinding yang denahnya lingkaran penuh. Plafond dari ambulatory
lengkung – lengkung jga kosentrik. Meskipun bagian atas di ruang dalam bagian tengah
bentuknya kubah dan pelengkung disekelilingnya, namu atapnya berbentuk kerucut. Atap
sekelilingnya satu sisi miring. Pada dinding diantar atap tengah dan kelilingnya ada sdelpan
jendela atap.

Aneka Dekorasi Gereja pada jaman Kristen Awal


Dalam arsitektur Yunanai, dekorai hanya dibuat pada bagian – bagian etrtentu dengan relief,
ukiran, dan lain – lain, tidak sebanyak ornament pada jaman Romawi ( jaman kelanjutan
yunani ). Pada arsitektur Kristen Awal yang merupakan perkembangn dari gaya Romawi,
dekorasi lebih banyak dari sebelumnya, antara lain mosaic dan lukisan dinding.
Pengaruh Yunani, pada arsitektur Romawi dan Kristen Awal masih terkihat jelas pada Order
yaitu konstruksi terdiri dari kolom dan balok yang dihias ( entablature ). Yang paling banyak
diantarnya ialah Order Korientien, yang cirri khasnya pada hiasan floral pada kepalanya ( capita .
Hiasan geometric juga mulai dikembangkan apda jaman Kristen Awal, antara lain lantai,
dinding, ukiran, pada ointu dan jendela. Beberapa contoh dekorasi pda jaman Kristen Awla
terlihat berikut.

Anda mungkin juga menyukai