Artinya: "Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya).
(HR Bukhari)
Tha'un sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah wabah penyakit menular yang
mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia.
Jika umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah hadits disebutkan janji surga dan pahala
yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.
Artinya: "Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya).
(HR Bukhari)
Selain Rasulullah, di zaman khalifah Umar bin Khattab juga ada wabah penyakit. Dalam sebuah
hadist diceritakan, Umar sedang dalam perjalanan ke Syam lalu ia mendapatkan kabar tentang
wabah penyakit.
Hadist yang dinarasikan Abdullah bin 'Amir mengatakan, Umar kemudian tidak melanjutkan
perjalanan. Berikut haditsnya:
ٍ ْ فَأ َ ْخبَ َرهُ َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ عَو، فَلَ َّما َكانَ بِ َسرْ َغ بَلَ َغهُ أَ َّن ْال َوبَا َء قَ ْد َوقَ َع بِال َّشأْ ِم، خَ َر َج إِلَى ال َّشأْ ِم،أَ َّن ُع َم َر
ف أَ َّن َرسُو َل هَّللا ِ صلى هللا
" ُض َوأَ ْنتُ ْم بِهَا فَالَ ت َْخ ُرجُوا فِ َرارًا ِم ْنه
ٍ ْض فَالَ تَ ْق َد ُموا َعلَ ْي ِه َوإِ َذا َوقَ َع بِأَر ٍ ْعليه وسلم قَا َل " إِ َذا َس ِم ْعتُ ْم بِ ِه بِأَر
Artinya: "Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh.
Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian
mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar
wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat
kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori).
Dalam hadits yang sama juga diceritakan Abdullah bin Abbas dan diriwayatkan Imam Malik bin
Anas, keputusan Umar sempat disangsikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia adalah pemimpin
rombongan yang dibawa Khalifah Umar.
Menurut Abu Ubaidah, Umar tak seharusnya kembali karena bertentangan dengan perintah Allah
SWT. Umar menjawab dia tidak melarikan diri dari ketentuan Allah SWT, namun menuju
ketentuanNya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut menguatkan keputusan khalifah
tidak melanjutkan perjalanan karena wabah penyakit.
Buya Yahya diminta jelaskan bagaimana menurut pandangan Islam bila jenazah positif virus
corona tidak dimandikan dan disalati.
"Ini pendapat ulama. Kalau Anda ikut ini gak ada masalah maka wafat kena corona ya sudah.
Dibungkus, selesai dikubur. Kok kasian? Gak perlu kasian, dia mati syahid," kata Yahya dalam
di akun YouTube Al-Bahjah TV, seperti dikutip Tagar, Rabu, 25 Maret 2020.
Yahya menjelaskan jika menurut ilmu medis wabah Covid-19 yang menjangkiti jenazah dapat
berisiko menularkan. Sebab itu, kata dia, jenazah tersebut tidak perlu dimandikan. "Jika tidak
bisa dimandikan maka yasudah tidak usah ditayamumi," ucapnya.
Pada opsi kedua ini, yakni tetap sholat dalam kondisi tidak suci, terdapat duadua pendapat
ulama. Pertama, sholat tersebut harus diganti atau diulang di lain waktu yang memungkinkan, ini
sejalan dengan pandangan Imam Syafi’i yang mengatakan orang yang menjalankan
sholat lihurmatil waqti tetap wajib mengulang atau mengqadha sholatnya bila sudah dalam
kondisi memungkinkan. “Karena kesibukan yang dialami dokter dan tenaga medis pasien covid-
19 hanya terjadi pada saat wabah saja, tidak dijadikan kebiasaan, sehingga kewajiban mengulang
sholat yang dilaksanakan secara tidak sempurna pada waktunya tetap berlaku,” tulis LBM NU.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan bahwa umat Islam yang meninggal dunia
akibat dijangkiti corona, sama saja mati syahid. Hal itu ditulis dalam fatwa terbaru MUI
yang mengatur pedoman pengurusan jenazah Muslim yang terinfeksi Covid-19.
"Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara' termasuk kategori
syahid akhirat," dikutip dari fatwa bernomor 18 tahun 2020.
Oleh karena itu, Hai’ah Kibar Ulama Al-Azhar sampai pada kesimpulan bahwa dibolehkan bagi
negara untuk mengambil kebijakan meniadakan shalat Jumat dan jamaah sementara waktu,
ketika melihat bahwa berkumpulnya orang-orang untuk melaksanakan kegiatan shalat tersebut
menyebabkan risiko penularan dan penyebaran virus corona yang mematikan.
Lebih lanjut Hai’ah Kibar Ulama Al Azhar menghimbau tiga hal:
1– Wajib hukumnya untuk tetap mengumandangkan azan setiap waktu shalat di seluruh masjid
pada kondisi di mana shalat Jumat dan shalat jamaah di masjid ditiadakan untuk sementara
waktu. Diperbolehkan pula bagi muadzin untuk mengumandangkan lafal “shollu fii buyutikum”
(shalatlah di rumah-rumah kalian).
HILAL DHARMANTYO NUGRAHA
2– Untuk setiap keluarga agar berdiam diri di rumah dan melaksanakan shalat berjamaah
bersama di mana telah gugur kewajiban melaksanakan shalat Jumat dan jamaah di masjid sampai
ada pengumuman selesainya kondisi darurat.
3– Wajib hukumnya bagi setiap warga melaksanakan imbauan dan petunjuk dari lembaga
kesehatan yang berwenang dalam rangka menghentikan penyebaran virus dan mengambil
informasi dari lembaga resmi serta menjauhi segala berita yang tidak benar yang dapat
menyebabkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat.