Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I …………………………………………………………………………
Pendahuluan ………………………………………………………………
A. Latar Belakang …………………………………………………
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………
C. Tujuan pembahasan masalah ………………………………………
BAB II …………………………………………………………………………..
Pembahasan ……………………………………………………………
PENDAHULUAN
Alhamdulillah patut kita syukuri karena nikmatnya, kita dapat merasakan indahnya dunia
tanpa ada rasa kurang sedikitpun pada diri kita.Shalawat serta Salam semoga senantiasa
terlimpah kepada sang pelopor umat yaitu Nabi Muhammad SAW, karena yang telah
diwariskan kepada umatnya sehingga dengan mudahnya kita untuk mengikuti jejak serta
tuntunannya.
Sebagai pemula dalam mata kuliah Studi hadist.untuk lebih lanjut akan di bahas dalam
kelompok. Kami sebagai penulis sebelumnya minta maaf jika pada pembahasan kami terdapat
kekeliruan yang kami sengaja maupun yang tidak sengaja, karna kami hanyalah manusia yang
lemah. Dan semoga makalah ini dapat diterima oleh semua mahasiswa dan Dosen pengampu,
serta bermanfaat di kemudian hari.
B. Rumusan Masalah
1. para ulama pengumpul dan penulis kitab hadits
2. Perjuangan para ulama menjaga keaslian hadits dari para pemalsu hadits
3. Periwayatan Bil Lafdzi dan Bil Makna
b). Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan Hadist yang diriwayatkan oleh
Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau lainnya, dan selanjutnya penyusun
kitab ini meriwayatkan matan hadist tersebut dengan sanadnya sendiri,
conntoh :
1. Mustadhrak Shahih Bukhari , oleh Jurjani
2. Mustadhrak Shahih Muslim, oleh Abu Awanah (316 H)
3. Mustadhrak Bukhari Muslim, oleh Abu bakar Ibn Abdan al Sirazi (w.388
H)
d). Kitab Jami’, Kitab ini menghimpun Hadist-hadist yang termuat dalam
kitab-kitab yang telah ada yaitu yang menghimpun hadsit shahih Bukhari dan
Muslim. Contohnya :Al Jami’ bayn al Shahihaini , oleh Ibn Al Furat ( Ibn
Muhammad Al Humaidi (w.414 H)).,Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh
Muhammad Ibn Nashir al Humaidi (488 H),Al Jami’ bayan al Shahihaini, oleh
Al Baqhawi (516 H)
4. Dari sejarah kodifikasi hadist ini, kita bisa mengetahui kapan masa
jaya, kapan masa kodifikasi yang banyak memunculkan para ulama ahli hadist
yang banyak memhasilkan kitab-kitab hadist dan pada masa periode siapa
kitab-kitab hadist shahih bermunculan, mulai dari pertama kali di kodifikasi
sampai pada masa periode terakhir kemunduran islam itu sendiri.
Hadist Palsu dan Para Pemalsu Hadits Al maudhu’ ()الموضوع: Hadits yang
didustakan atas Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits maudhu’
merupakan hadits yang tertolak (1). Tidak boleh disebutkan kecuali disertai
penjelasan tentang kepalsuannya dlm rangka memperingatkan bahwa hadits
tersebut palsu. Sebagaimana sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, من حدث
“ عني بحيث يرى أنه كذبٌ فهو احد الكاذبينBarang siapa mengucapkan dariku dgn
sebuah hadits yang dia kira bahwa hadits tersebut adalah dusta maka dia salah
seorang pendusta.” (HR Muslim) Tanda-tanda hadits palsu Pengakuan orang
yang memalsukannya. Bertentangan dgn akal. Misalnya, kandungan hadits
tersebut mengumpulkan dua hal yang bertentangan, menetapkan hal yang
mustahil, meniadakan adanya sesuatu yang harus ada, & selainnya.
Bertentangan dgn yang diketahui secara pasti sebagai bagian dari agama.
Misalnya hadits tersebut mengingkari salah satu rukun Islam, menghalalkan
riba & selainnya, menetapkan waktu terjadinya kiamat, atau menetapkan
mungkin ada nabi setelah nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam &
selainnya. Hadits-hadits maudhu’ banyak sekali diantaranya: Hadits-hadits
tentang ziarah kubur Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam Hadits-hadits tentang
keutamaan bulan Rajab & keistimewaan sholat di bulan tersebut. Hadits-hadits
tentang hidupnya nabi Khidhir, sahabat nabi Musa ‘alaihissholatu wasalam &
bahwasannya beliau datang menemui nabi serta menghadiri pemakaman Nabi.
Hadits-hadits palsu tentang berbagai hal: “Cinta tanah air adalah bagian dari
iman” “Sebaik-baik nama adalah yang mengandung pujian & penghambaan”
“Aku melarang jual beli dgn syarat” “Hari puasa kalian adalah hari kalian
menyembelih kurban” “Cintailah orang arab karena tiga hal, karena aku
adalah orang arab, Al Quran itu berbahasa arab, & bahasa penghuni surga
adalah bahasa arab” “Ikhtilaf umatku adalah rahmat” “Bekerjalah utk dunia
seolah engkau hidup selamanya, & bekerjalah utk akhirat seolah engkau akan
mati esok hari” “Cinta dunia adalah sumber dari segala dosa” Banyak dari ahli
hadits yang menulis buku utk menjelaskan hadits-hadits palsu dlm rangka
membela sunnah dam memperingatkan umat darinya semisal: Maudhu’at
Kubro ()الموضوعات الكبرى. Ditulis oleh Ibnu Jauzi yang wafat pada tahun 597
H. Akan tetapi kitab ini tak mencakup semua hadits palsu, & di dalamnya
dimasukkan hadits-hadits yang sebenarnya tak palsu. Fawaidul Majmu’atu Fil
Ahadiysil Maudhu’ah ()الفوائد المجمعة في األحاديث, ditulis oleh Asy Syaukani yang
wafat pada tahun 1250 H. Di dalamnya penulis mudah memberikan vonis
palsu sehingga beliau memasukkan hadits-hadits yang bukan maudhu’ ke
dalamnya. Tanzihusy Syari’atil Marfu’atu ‘Anil Akhbarisy Syani’atil
Maudhu’ah ()تنزيه الشريعة المفوعة عن األخبار الشنيعة الموضوعة, ditulis oleh Ibnu
‘Iroqi yang wafat pada tahun 963 H. Kitab ini termasuk kitab terlengkap yang
ditulis mengenai hal ini. Pemalsu hadits sangat banyak Diantara tokoh
pemalsu hadits yang terkenal adalah: Ishaq bin Najh Al Malathi, Makmun bin
Ahmad Al Harowi, Muhammad ibnu As Saib Al Kulbi, Al Mughiroh bin Sa’id
Al Kufi, Muqotil bin Abi Sulaiman, Al Waqidi, Ibnu Abi Yahya. Pemalsu
hadits itu terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya: Az Zindik Yaitu
mereka yang pura-pura masuk Islam utk merusak akidah kaum muslimin, &
memperburuk citra islam, & merubah hukum Islam. Misal: Muhammad bin
Sa’id Al Mashlub yang dibunuh oleh Abu Ja’far Al Manshur. Dia memalsukan
hadits dari Anas rodhiallahu ‘anhu yang disandarkan pada Nabi shollallahu
‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku adalah penutup nabi, tak ada nabi
setelahku kecuali yang Allah kehendaki.” Yang lain adalah ‘Abdul Karim bin
Abi Al ‘Aujai yang dibunuh oleh salah seorang gubernur Abasiyah di
Bashroh. Dia berkata saat dibawa untuk dibunuh, “Sesungguhnya aku telah
membuat di tengah-tengah kalian empat ribu hadits. Di dalamnya aku
haramkan yang halal & aku halalkan yang haram.” Sungguh dikatakan bahwa
orang-orang zindik telah memalsukan atas nama Rosulullah shollallahu ‘alaihi
wa sallam sebanyak 14.000 hadits. Orang yang hendak mencari muka kepada
kholifah atau gubernur. Misalnya Ghiyats bin Ibrohim. Ia pergi menemui
Khalifah Al Mahdi yang sedang bermain burung merpati. Dikatakan padanya,
“Sampaikan hadits pada amirul mukminin”, maka dia menyebutkan sebuah
sanad untuk membuat hadits palsu atas Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam
bahwasannya Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada
taruhan kecuali pada pacuan unta, melempar tombak, memanah, atau pacuan
merpati.” Mendengar itu, Al Mahdi berkata “Aku yang menjadi penyebab
orang itu membuat hadits palsu”, kemudian beliau meninggalkan burung
merpati tersebut & memerintahkan untuk disembelih (2). Orang yang mencari
perhatian kepada orang awam, dengan menyebut cerita yang aneh-aneh dalam
rangka memotivasi mereka untuk berbuat taat, menakuti-nakuti mereka untuk
berbuat maksiat, untuk mencari harta (3), atau mencari kedudukan.,Semacam
tukang-tukang kisah di masa silam, yaitu orang-orang yang berbicara,
memberikan pengajian di masjid-masjid di tempat orang berkumpul dgn cerita
yang membuat keterpengahan, berupa cerita yang aneh-aneh. Semisal dari
Imam Ahmad ibn Hambal & Imam Yahya ibn Ma’in. Keduanya suatu hari
sholat di masjid Rosafah. Setelah selesai sholat berdirilah seorang tukang
kisah/penceramah yang kemudian dia bercerita & mengatakan “Bercerita
kepada kami Ahmad ibn Hambal & Yahya ibn Ma’in kemudian menyebutkan
sanad sampai Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia
mengatakan, “Barang siapa yang mengucapkan la ilaha illallah maka Allah
ciptakan untuk setiap kalimat seekor burung, paruhnya dari emas, & bulunya
dari marjan (semacam tumbuh-tumbuhan yang indah) kemudian dia sebutkan
sebuah kisah yang panjang (4).” Ketika telah selesai bercerita, maka kemudian
dia mengambil pemberian dari hadirin yang terkesima dengan ceritanya.
Kemudian Imam Yahya ibn Ma’in berisyarat dengan tangannya kepada orang
tersebut. Maka dia datang karena mengira akan mendapat uang. Imam Yahya
ibn Ma’in bertanya kepadanya, “Siapa yang bercerita kepadamu hadits seperti
ini?” Maka orang tersebut menjawab tanpa merasa bersalah, “Yang bercerita
adalah Ahmad ibn Hambal & Yahya ibn Ma’in (5).” Maka Yahya ibn Ma’in
mengatakan, “Saya ini Yahya ibn Ma’in & sebelah saya ini adalah Ahmad ibn
Hambal. Dan kami tak pernah mendengar hadits seperti ini dalam haditsnya
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka si tukang cerita itu berkata,
“Aku tak pernah mengira kalau Yahya ibn Ma’in & Ahmad ibn Hambal itu
lebih bodoh daripada dari hari ini. Memangnya Ahmad ibn Hambal & Yahya
ibn Ma’in di dunia ini hanya dua saja.” Maka si tukang cerita berkata dengan
beraninya, “Selalu saja aku dengar bahwasannya Yahya ibn Ma’in itu lebih
dungu yang kuperkirakan kecuali pada detik ini. Aku tak pernah mengira
Yahya ibn Ma’in seorang bodoh, & tak pernah kuperkirakan ia ternyata lebih
bodoh lagi dari hari ini. Seakan-akan di dunia ini tak ada Yahya ibn Ma’in &
Ahmad ibn Hambal kecuali kalian berdua. Sungguh aku telah menulis hadits
dari 17 orang yang bernama Ahmad ibn Hambal & 17 orang yang bernama
Yahya ibn Ma’in.” Maka Imam Ahmad pun meletakkan lengan bajunya ke
wajahnya & mengatakan kepada Yahya ibn Ma’in, “Biarkan dia pergi.” Lalu
dia berdiri dengan gaya seperti orang yang mengejek Yahya ibn Ma’in &
Ahmad ibn Hambal (6). Semangat membela agama (7) Akhirnya membuat
hadits-hadits palsu tentang keutamaan Islam & hal-hal yang berkaitan
dengannya, tentang zuhud di dunia & semacam itu. Maksudnya mulia, lillahita
‘ala tak utk mendapat uang tapi agar orang mempunyai perhatian terhadap
agama. Semacam yang dilakukan Abu ‘Ishmah Nuh ibn Abi Maryam. Padahal
dia seorang hakim di daerah Marwa. Dia membuat hadits-hadits palsu tentang
keutamaan surat-surat Al-Qur’an, surat persurat (8). Kemudian diia
mengatakan motivasi membuat hadits palsu, “Sungguh aku lihat banyak orang
berpaling dari membaca Al-Qur’an. Orang sibuk mempelajari fiqh Abu
Hanifah & kitab Siroh Ibnu Ishaq. Maka aku membuat hadits palsu tersebut”
Karena penyakit fanatik Yaitu orang yang fanatik dgn madzhab fiqih atau
suatu metode atau suatu negara yang dia ikuti (9). Mereka membuat hadits-
hadits tentang sesuatu yang mereka fanatik dgn menyanjung-nyanjungnya,
semacam perbuatan Maisaroh ibn Abdu Robbihi yang mengaku telah
memalsukan hadits Nabi sebanyak 70 hadits tentang keutamaan Ali ibn Abi
Thalib . Tidak boleh dijadikan dalil Dalam hadits ini, terdapat tiga jenis
permainan yang itu diperbolehkan dgn bertaruh, boleh juga tanpa bertaruh.
Oleh karena itu, Syaikh Abdurrohman As Sa’di rohimahullah, membagi
permainan menjadi tiga jenis, Permainan yang haram, baik menggunakan
taruhan atau tidak. Misal : permainan yang menggunakan dadu, catur.
Permainan yang halal, yang diperbolehkan menggunakan taruhan atau tidak,
yaitu tiga jenis lomba ini. Permainan yang halal jika tak menggunakan
taruhan. Yaitu perlombaan yang selain tiga jenis ini. Demikian yang beliau
katakan di Qowaid wal Ushul Jamiah. Semacam meningkatkan oplah majalah.
Khusus di tempat kita majalah Hidayah. Lengkapnya tentang hadits dia ini ada
di Durotun Nasihin di bab Keutamaan La ilaha illallah. Dibuku yang lain ada
penjelasan, mereka saling bertanya, “Kamu pernah bercerita?”. Keduanya
saling menjawab tidak. Kalau yang ada sekarang, misalnya ada yang
meninggal, kemudian tanah tak bisa menerimanya, tubuhnya bau, tubuhnya
penuh belatung. Kemudian tukang cerita seakan-akan tahu yang ghoib
mengatakan, “Ini seperti ini karena durhaka pada orang tua”. Padahal dosanya
banyak sekali misalnya berjudi, tak sholat. Darimana dia dapat memastikan
belatung itu karena durhaka pada orangtua. Darimana tahu bahwa ini & itu
berhubungan. Adzab Allah Ta’ala adalah sesuatu yang ghoib. Itulah tukang
kisah di zaman ini. Kalau tukang kisah di masa silam membuat sanad palsu,
hadits palsu. Ulama menyebutnya, membuat hadits karena motivasi ihtisaban
(karena lillahi Ta’ala) namun membuat hadits palsu. Mereka mengatakan yang
dilarang adalah “Barangsiapa berdusta atas namaku” sedangkan yang kami
lakukan, “Barangsiapa berdusta yang menguntungkan Rosulullah”, jadi kami
tak dosa. Ini terjadi karena semangat tanpa ilmu. Mutahamisun terjadi karena
semangat yang luar biasa terhadap agama. Yang menyedihkan, adalah ada
orang yang menulis buku & isinya mencantumkan hadits-hadits palsu ini &
lebih menyedihkan lagi bukunya sudah diterjemahkan. Bahkan karena sangat
fanatiknya dgn seseorang sampai ada yang membuat hadits palsu. Semacam
hadits, “Lentera umatku adalah Abu Hanifah & akan muncul di tengah-tengah
umatku manusia yang lebih bahaya daripada Dajjal yang bernama Muhammad
ibn Idris As Syafi’i”. Hadits-hadits ini muncul karena fantaik berat dgn
madzhab. www.muslimah.or.id
Pengertian Periwayatan Hadis
Periwayatan dengan lafaz ini dapat kita lihat pada hadis-hadis yang memiliki
redaksi sebagai berikut:
1. سمعت (Saya mendengar)
Contoh:
ب َعلَى أَ َح ٍد فَ َم ْن َ ي لَي
ٍ ْس َك َك ِذ َّ َ إِ َّن َك ِذبا ً َعل: سمعت رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم يقول:عن المغيرة قال
ْ
)ار (رواه مسلم وغيره ِ َّ فَ ْليَتَبَوَّأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن¤ًي ُمتَ َع ِّمدا
َّ َب َعل
َ َك َذ
Artinya: Dari Mughirah ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya dusta atas namaku itu tidak seperti dusta atas nama
orang lain. Maka siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya
ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim dan lain-lainnya)
Artinya: Dari Abbas bin Rabi’ ra., ia berkata: Aku melihat Umar bin
Khaththab ra., mencium Hajar Aswad lalu ia berkata: “Sesungguhnya benar-
benar aku tahu bahwa engkau itu sebuah batu yang tidak memberi mudharat
dan tidak (pula) memberi manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah
SAW. menciummu, aku (pun) tak akan menciummu.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
F. Syarat–syarat Periwayatan Secara Makna
Para sahabat lainnya berpendapat bahwa dalam keadaan darurat karena tidak
hafal persis seperti yang di wurud-kan Rasulullah SAW, dibolehkan
meriwayatkan hadis secara maknawi. Periwayatan maknawi artinya
periwayatan hadis yang matannya tidak sama dengan yang didengarnya dari
Rasulullah SAW, tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara utuh sesuai
dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW.
Shubhi Ismail menyebut empat syarat yang harus dipenuhi periwayatan
dengan makna adalah pertama, perawi hadis itu betul-betul seorang yang alim
mengenai ilmu nahwu, sharaf dan ilmu bahasa Arab; kedua, perawi itu harus
mengenal dengan baik segala madlul lafaz dan maksud-maksudnya; ketiga,
perawi itu harus betul-betul mengetahui hal-hal yang berbeda di antara lafaz-
lafaz tersebut; dan keempat, perawi itu harus mempunyai kemampuan
menyampaikan hadis dengan penyampaian yang benar dan jauh dari kesalahan
atau kekeliruan.
Di samping empat syarat tersebut Abu Rayyah menambah satu syarat lagi,
yaitu tidak boleh penambahan atau pengurangan di dalam terjemahan
(penyampaian hadis dengan makna) terserbut. Apabila syarat-syarat tersebut
tidak terpenuhi, maka tidak boleh meriwayatkan hadis bil ma’na, tetapi boleh
meriwayatkan bi al-lafzh.
G. Kesimpulan
Demikianlah makalah ini penulis buat, kritik dan saran dari pembaca merupakan
sebuah keniscayaan untuk melengkapi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA