Anda di halaman 1dari 6

Hubungan antara rasa empati dengan profesi dokter

Dalam jurnal empati dan intensi prososial pada perawat JURNAL PSIKOLOGI 2001, NO. 2, 105 –
115, Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2000) menunjukkan bahwa kemampuan
empati yang tinggi akan menimbulkan tingginya intensi prososialnya pada diri dokter . Dengan
kata lain jika dokter dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien maka dokter akan cepat
untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang ditujukan pada pasien dan perbuatan atau
tindakan tersebut memberi keuntungan atau manfaat positif bagi pasien.

Empati merupakan kemampuan dan kesediaan untuk mengerti, memahami dan ikut merasakan
apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien.

jurnal perkotaan juni 2017 vol. 9 no. 1 hubungan tingkat pengetahuan dengan nilai empati pada
mahasiswa fakultas kedokteran unika atma jaya, jakarta . darren gosal yeremias jena

Apakah sifat dan sikap empati dimiliki secara berbeda oleh perempuan dan laki-laki? Ada
banyak studi yang menegaskan bahwa jenis kelamin juga menjadi suatu pembeda internal
tingkat empati seseorang. Salah satu studi menunjukkan bahwa ternyata mahasiswa
perempuan memiliki kecenderungan lebih berempati dibandingkan dengan mahasiswa lakilaki.
Selain jenis kelamin, nilai empati seseorang dibedakan juga berdasarkan usia. Sifat dan watak
empati yang sangat tinggi ditemukan pada saat seseorang masih berusia di bawah 21 tahun
(Kataoka dkk. 2009: 1192--1197). Jika mahasiswa kedokteran dituntut untuk memiliki empati
yang tinggi karena akan melayani pasien, sudah seharusnya sifat dan watak itu dididik dan
dibiasakan selama masa pendidikan kedokteran. Melalui pendidikan dan pembiasaan yang
tepat diharapkan mahasiswa kedokteran memiliki sifat dan watak empati yang tetap dari tahun
pertama sampai tahun terakhir. Penelitian sebelumnya menunjukkan tidak hanya tingkat
empati yang berbeda di setiap angkatan mahasiswa fakultas kedokteran (Quince dkk. 2016),
tetapi juga pengaruh faktor jenis kelamin dan usia (Costa, Magalhaes, Joao Costa 2013: 509--
522).

Penelitian menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya sifat
dan sikap empati. Salah satunya adalah komunikasi intensif yang dibangun antara dokter
dengan pasiennya. Hal ini karena komunikasi dokter–pasien melibatkan pula aspek emosi, rasa
hormat, kejujuran, kehangatan, keterbukaan diri, dan resolusi. Sifat empati sangat dipengaruhi
oleh aspek-aspek emosional semacam ini (Ioannidou 2008: 118-123; Chen, Pahilan, Orlander
2010: 200-202). Kemampuan empati akan mendorong kita mampu melihat permasalahan
dengan lebih jernih dan menempatkan objektivitas dalam memecahkan masalah.

ciri-ciri orang yang berempati


meningkatkan rasa empati siswa melalui layanan konseling kelompok dengan teknik
sosiodrama pada siswa kelas xi ips 3 sma 2 kudus tahun ajaran 2014/2015 jurnal konseling
gusjigang vol. 2 no. 2 (juli-desember 2016)

Orang yang memiliki kehangatan tarhadap orang lain;


1) Bertutur kata lembut dengan orang lain;

2) Memiliki sikap peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitarnya;

3) Memiliki perasaan iba dan belas kasihan terhadap orang lain.

Sementara menurut Goleman (2003 : 31) menjelaskan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki rasa
empati adalah sebagai berikut :

1) Mampu menerima sudut pandang orang lain;

2) Memiliki kepekaan perasaan terhadap orang lain;

3) Mampu mendengarkan orang lain.

Lunturnya empati mahasiswa


JOMSIGN: Journal of Multicultural Studies in Guidance and Counseling Volume 1, No. 1, Maret
2017: Page 17-34

Mereka cenderung bersikap individualistik, lunturnya nilai-nilai luhur kemanusiaan dan


kemasyarakatan dari kehidupan, seperti tolong-menolong, kekeluargaan, kerjasama,
kebersamaan, dan kepedulian kepada orang lain.

Mahasiswa cenderung egois atau memikirkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan


kepentingan bersama dalam masyarakat, bangsa, dan Negara. Kondisi ini cenderung akan
menimbulkan suatu konflik dalam masyarakat dan terjadinya kesenjangan sosial. Mahasiswa
juga akan dapat melanggar norma sosial dan norma agama yang ada, karena mahasiswa
sebagai individu memiliki sifat egois atau mementingkan diri sendiri, dan tidak manusiawi
dalam memperlakukan sesama manusia.

Adapun penyebab merosotnya kemampuan berempati sangatlah kompleks.

Lingkungan tempat mahasiswa dibesarkan saat ini disinyalir meracuni kecerdasan berempati
mereka.

Sejumlah faktor sosial kritis yang membentuk karakter berempati secara perlahan mulai runtuh
seperti pengawasan orang tua lemah, kurangnya teladan perilaku berempati, pendidikan
spiritual dan agama relatif sedikit, pola asuh yang jelek, dan sekolah yang kurang memberikan
stimulasi terhadap pertumbuhan empati. Selain masalah tersebut, mereka juga secara terus
menerus menerima masukan dari luar yang bertentangan dengan norma-norma.

Tantangan semakin besar karena pengaruh buruk tersebut muncul dari berbagai sumber yang
mudah didapat, seperti televisi, film, permainan (game online), internet yang memberikan
pengaruh buruk bagi kepribadian peserta didik karena menyodorkan pelecehan, kekerasan, dan
penyiksaan (Borba, 2008).

Teori empati
Persamaannya di antaranya, secara hakikat teori tersebut mendefinisikan empati sebagai
kemampuan afektif dan bagian dari karakter atau kepribadian seseorang untuk memahami
afektif dan kognitif orang lain, secara aspek memiliki dua komponen, yaitu afektif dan kognitif.
Teori Fesbach, kognitif merupakan share respons emosional antara observer dan orang lain.
Sedangkan Davis selain komponen afektif dan kognitif disertakan juga fenomena psikomotorik,
sebagai komponen empati.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP EMPATI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA


ANAk SEKOLAH DASAR Anna Mudarisatus Solekhah, Tera Pertiwi Atikah, Mufidah Istiqomah
Kudus, 11 April 2018

menurut Watson (1984: 272) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang
memiliki konsekuensi positif bagi orang lain, tindakan menolong sepenuhnya yang dimotivasi
oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk dirinya.

Pentingnya perilaku prososial mempunyai dampak positif bagi kehidupan bermasyakat. Dampak
positif dari adanya perilaku prososial yaitu adanya rasa keharmonisan , kedamaian,
menyanyangi antar sesama, menghargai antar sesama.

B. Empati

1. Pengertian Menurut Mehrabian & Epstein (dalam Taufik, 2012:41 ) menyatakan empati
merupakan bagian dari perasaan seseorang yang mempengaruhi emosi Menurut Baron Cohen
(dalam David Howe, 2015 : 16) menyatakan bahwa empati merupakan kemampuan untuk
dapat merasakan atau memikirkan apa yang dialami oleh orang lain sehingga mempengaruhi
sikap kita. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa empati merupakan kemampuan
untuk merasakan perasaan orang lain dan mencoba menyelesaikan masalah dengan sikap yang
tepat secara emosional.

2. Ciri-Ciri Empati Menurut Goelman dalam Astuti (2014) menyatakan ciri-ciri orang yang
mempunyai empati tinggi yaitu:

1) Mempunyai kemampuan untuk memahami dan mengerti perasaan orang lain sehingga dapat
merasakan apa yang dialami oleh orang lain.

2) Mampu memahami diri sendiri, Sebelum memahami orang lain maka kita harus memahami
diri sendiri terlebih dahulu.

3) Emosi seseorang dapat dilihat dari bahasa isyarat, oleh sebab itu kita harus memahami
bahasa isyarat.

4) Orang yang mempunyai empati dapat dilihat dari peran yang dilakukan oleh seseorang
karena empati akan mewujudkan suatu tindakan.

5) Orang yang mempunyai empati bukan berarti larut dalam masalah yang dialami oleh orang
lain.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Empati Menurut Hoffan dalam Goleman (1999), faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam menerima dan memberi empati adalah sebagai berikut

1) Sosialisasi, Untuk membentuk suatu perilaku dapat dilakukan dengan cara memberikan
informasi tentang pengertian atau pentingnya dari perilaku tersebut. Sosialisasi untuk anak-
anak sebaiknya dilakukan melalui permainan-permainan yang akan membentuk sejumlah
emosi, membantu untuk lebih berpikir dan memberikan perhatian kepada orang lain, serta
lebih terbuka terhadap kebutuhan orang lain sehingga akan meningkatkan kemampuan
berempati anak.

2) Mood dan feeling, Seseorang dapat berinteraksi dengan baik apabila mempunyai perasaan
yang baik.

3) Perilaku dapat terbentuk melalui proses belajar salah satunya meniru perilaku orang tua.

4) Situasi dan tempat, Ketika seseorang dalam situasi yang sibuk atau tergesa-gesa maka
kemungkinan orang tersebut tidak mempunyai waktu untuk berempati,dan apabila seseorang
sedang berada di tempat yang ramai maka akan mempengaruhi perilaku empati seseorang.

5) Komunikasi dan bahasa, seseorang dapat mengungkapkan atau menerima empati melalui
komunikasi atau bahasa.

6) Pengasuhan, Pola asuh orang tua akan mempengaruhi perilaku anak. Apabila orang tua
mengajarkan atau menanamkan empati sejak kecil maka akan membentuk empati anak ketika
dewasa.

Dalam membangun sikap empati untuk mencapai perilaku prososial beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu

1. Pola Asuh, Orang tua yeng mempunyai pola asuh demoktratis akan membentuk perilaku
prososial. Orang tua yang memberikan contoh kepada anak.

2. Sosialisasi, proses penanaman nilai-nilai atau perilaku dapat dilakukan melalui sosialiasi
memalui pemberian informasi atau melakukan permainan-permainan tertentu.

3. Usia, Semakin tinggi usia seseorang akan mempengaruhi empati. Orang tua mempunyai
pendangan yang sangat luas maka dari itu sikap empati akan semakin tinggi.

4. Jenis Kelamin, Perempuan mempunyai kepekaan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
5. Mood dan Felling, seseorang yang mempunyai emosi yang baik maka akan mempengaruhi
perilakunya.

Menumbuhkan Sikap Empati Siswa Dengan Menggunakan Metode Role

Model Dalam Pembelajaran IPS


( Penelitian Tindakan Kelas di SMP 44 Bandung di Kelas VII A)

Alifha Nurfidia

Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Pendidikan Indonesia

: pertama, perhatian atau emphatic concern kemudian terbagi

menjadi sub-indikator yaitu siswa dapat memberikan perhatian terhadap penjelasan

guru, menunjukan rasa ingin tahu terkait materi yang dijelaskan guru, siswa dapat

menyimak dengan penuh perhatian terkait role model dalam pembelajaran, siswa

mencurahkan perhatiannya dalam laporan tertulis terkait role model yang disimak,

siswa memberikan laporan secara lisan yang memuat pendapat siswa terkait tokoh

12

dan siswa mampu mendengarkan dengan baik teman yang mempresentasikan. Kedua,

Pengambilan perspektif (perspective taking) dan terbagi menjadi kedalam sub-

indikator yaitu siswa dapat memahami role model, siswa dapat mengolah

pemahaman siswa terkait role model dalam satu perspektif (sudut pandang siswa)

dalam hal ini siswa dapat menentuukan konten nilai karakter dalam model tersebut,

siswa dapat mengolah hasil perspektif siswa dari role model dengan di asosiasi pada

materi IPS, siswa dapat merumuskan mengolah hingga memberi keputusan terhadap
sikap empati yang harus siswa lakukan terkait hasil perspektif siswa dan siswa dapat

menunjukan sikap empati terkait hasil perolehan perspektif siswa dari role model.

Ketiga, Fantasi atau Fantesy dan terbagi menjadi kedalam sub-indikator yaitu

menyampaikan perasaan atas suatu kejadian proses yang menyatakan perubahan

sikap atau perilaku orang lain, siswa dapat mengidentifikasi tokoh role model secara

mendalam (Meminta orang lain untuk menceritakan runut permasalahannya untuk

membantu mencari solusi), setelah melakukan proses identifikasi siswa melakukan

dialog interaktif yang berkaitan dengan perspektif dari hasil identifikasi, siswa dapat

memberikan resolusi terkait role model dan siswa dapat menunjukan sikap empati

terhadap role model (menolong). Kelima, Personal distress dan terbagi kedalam sub-

indikator yaitu ikut merasa sedih terhadap penderitaan orang lain dan merasa gusar

akibat ketidakadilan yang dirasakan orang lain. Perolehan data dari observasi ini,

kemudian dikonversi kedalan rentan skor menggunakan skala interval dan

dikonversikan kedalam bentuk nilai, yaitu: Kurang, Cukup, Baik. Berikut ini,

merupakan rinciaan skor dari observasi yang telah dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai