Anda di halaman 1dari 23

TUGAS INDIVIDU

BIOTEKNOLOGI “Bahan Bakar”

DOSEN PEMBIMBING
Dra. Darmawati, M.Si

DINDA ADILLA
1705111183
VIB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
Kerjakan latihan ini, lengkapi juga dengan alur/gambar
1. Jelaskan proses pembuatan bioethanol

Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom
karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil
Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung
karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang
kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol.
PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL
Produksi ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi
gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan
Tetes Menjadi Bio-Ethanol
Bahan Baku Kandungan Jmlh Hasil
Perbandingan
Gula Dalam Konversi
Konsumsi Bahan Baku
Jenis Bahan Baku Bioethanol
(Kg) dan Bioethanol
(Kg) (Liter)
Ubi
1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Kayu
Ubi
1000 150-200 125 8:1
Jalar
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan
zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan
kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan,
sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang,
sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan
hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air
dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau
fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi
pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

H2O
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n ----------------------------2 C2H5OH + 2 CO2. (2)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa
(mis: jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya
menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak
kami rekomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang
sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan
ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di
Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi,
sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu
dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga
tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku,Liquefikasi dan Sakarifikasi,Fermentasi,Distilasi,dan
Dehidrasi.
I. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang
secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis
(sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava)
dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam
bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku
Singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk
memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.

Penghancuran
Pemasakan bahan baku
Singkong
II. Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi
menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan
(pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase
bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses
Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi
lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi
gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
- Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase
bekerja. 
- Pengaturan pH optimum enzim.
- Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta
temperatur pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

Liquefikasi dan Sakarifikasi


III. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian
fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah
mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam
wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama
kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan
ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari
persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada kondisi bebas
kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7
hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak
aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan
aktifitasnya.

Fermentasi bahan baku bioethanol

IV. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78
derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu
ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan
dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan
penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi
bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik
penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang
optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang
berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara
ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan
cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 90-95 % melalui 2
(dua) tahap penyulingan.
V. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar
bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol
kering. Dalam proses pemurnian ethanol 95 % akan melalui proses dehidrasi (distilasi
absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan
batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit
Sintetis 3 angstrom. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat
dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan
bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini
disebut Dehidrator.

Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional


Penyulingan (distilasi) ethanol menggunakan distillator model kolom reflux

Cairan ethanol dari proses distilasi

Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis)


Pengukuran kadar ethanol (alkohol)
V. Hasil samping penyulingan ethanol.
Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat (sludge) dan cair
(vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah padat dengan
proses tertentu dirubah menjadi pupuk kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar
obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair.
Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan
dampak lingkungan.
Limbah padat (sludge) Limbah cair (Vinase)

2. Jelaskan proses pembuatan biogas

CARA MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK


Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakin
meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi
harga minyak untuk mengurangi sudsidi yang harus ditanggung oleh APBN. Yang menjadi
pertanyaan adalah jika BBM mahal, apakah kita tidak bisa hidup tanpa menggunakan bahan
bakar minyak tersebut. Ternyata tidak demikian. Sumber energi alternatif telah banyak
ditemukan sebagai pengganti bahan bakar minyak, salah satunya adalah Biogas.
Pemerintah sudah saatnya mengalokasikan sebagian dari pengurangan subsidi BBM
untuk mengembangkan biogas dari kotoran ternak keseluruh pelosak pedesaan.
Sudah saatnya pula kita berfikir dan berusaha mengembangkan kreatifitas untuk
mengembangkan energi alternatif dari kotoran ternak, karena sudah banyak hasil penelitian
ilmiah yang berhasil. Kegiatan yang harus kita lakukan sekarang adalah mengaplikasikan
hasil penelitian tersebut untuk kepentingan masyarakat. Usaha ini juga harus didukung
dengan mengubah pola pikir masyarakat untuk menerima kehadiran teknologi baru.

PRINSIP PEMBUATAN BIOGAS


Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas
metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut
biogas.
Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri
metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55°C, dimana pada suhu tersebut
mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan
bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat dibawah ini:
Komposisi biogas : kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian
Jenis gas: Biogas, Campuran kotoran + sisa pertanian: Metan (CH4), Karbon dioksida (CO2),
Nitrogen (N2), Karbon monoksida (CO), Oksigen (O2), Propena (C3H8), Hidrogen
sulfida(H2S), sedikit Nilai kalor (kkal/m2).

MEMBANGUN INSTALASI BIOGAS


Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk menampung
gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling
banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya
dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak
yang dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan.
Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan
bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa
prolon.
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak
dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga
penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan
pupuk organik padat dan pupuk organik cair.
Proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:
1. Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan
1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan
kedalam digester
2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian
pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara
yang ada didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur
kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi
rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5
- 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang
terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas
metan (CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka
biogas akan menyala.
5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada
kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi
biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya,
digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang
optimal.
Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk
memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan
pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap
pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.

3. Jelaskan proses pembutan biodiesel

Berikut ini adalah metode penelitian mengenai Proses Pembuatan


Biodiesel Dari Minyak Sawit berdasarkan penelitian yang dilakukan Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2006.
Bahan bakar diesel, selain berasal dari petrokimia juga dapat disintesis dari ester asam
lemak yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar dari minyak nabati (biodiesel) dikenal
sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan
berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari
ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu
jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga
mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Pembuatan
biodiesel melalui proses transesterifikasi dua tahap, dilanjutkan dengan pencucian,
pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu
dilakukan esterifikasi.
Transesterifikasi
Proses transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara
kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan minyak sawit. Reaksi
transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58-65°C. Bahan yang pertama kali
dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu
yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan
pengaduk.  Selama proses pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reactor 63°C,
campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reactor dan waktu reaksi mulai dihitung
pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%.
Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan
metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar
daripada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu
proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah
proses transesterifikasi II selesai, dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol
terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada
pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses
pencucian.
Pencucian
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada
suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH
6,8-7,2).
Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester.
Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C. Pengeringan dilakukan dengan
cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95°C secara sirkulasi. Ujung pipa
sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.
Filtrasi
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk
menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses
berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reactor atau dinding pipa
atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10
mikron.

4. Jelaskan proses pembuatan biobriket

Secara garis besar, proses pembuatan semua jenis briket adalah sama, yaitu dilakukannya
pemberian tekanan sehingga serbuk bahan baku menjadi padat. Pada bagian ini akan
dijelaskan pembuatan briket bioamasa dari tempurung kelapa tahap demi tahap mulai dari
proses pengarangan sampai dengan proses perencanaan alat cetak, baik yang manual sampai
yang otomatis, sehingga bisa menjadi referensi bagi mereka yang ingin membuat sendiri alat
cetak dan mesin pressnya. Namun semua itu tidak bisa dilakukan dalam satu kali posting
karena prosesnya cukup panjang.

LANGKAH – LANGKAH PEMBUATAN BRIKET TEMPURUNG KELAPA

1. Proses pengarangan
2. Proses penggilingan
3. Proses pengayakan
4. Proses pencampurang dan pengadukan
5. Proses pencetakan
6. Proses pengeringan

PROSES PENGARANGAN

Proses pengarangan menggunakan sistem pembakaran tidak sempurna. Maksud


pembakaran tidak sempurna adalah pembakaran dimana pasokan oksigen dibatasi.
Pembakaran dilakukan diruangan tertutup dengan adanya sedikit pemasukan oksigen.
Dengan metode pembakaran seperti ini maka apabila suatu material telah berubah menjadi
karbon maka api akan mati dengan sendirinya. Berbeda dengan pembakaran sempurna yang
dilakukan di ruang terbuka, maka material yang dibakar akan habis hingga menjadi abu.
Untuk pembakaran tidak sempurna yang sederhana kita bisa menggunakan drum yang
dimodifikasi dengan diberi sediki lubang

PIROLISIS

Pirolisis adalah pembakaran tidak sempurna pada material yangmenyebabkan senyawa


karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbondioksida. Pirolisis terbagi 2, yaitu :

1. Pirolisis primer

Pirolisis primer adalah proses pembentukan arang yang terjadi pada suhu 150oC –
300oC. Proses pengarangan ini terjadi karena adanya energi panas yang mendorong
terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang
komplek terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang.

2. Pirolisis sekunder
Pirolisis sekunder adalah proses perubahan arang / karbon lebih lanjut menjadi karbon
monoksida, gas hydrogen dan gas – gas hidrokarbon.

RUANG PENGARANGAN

Ruang pengarangan adalah ruang/tempat yang digunakan untuk pirolisis/ pembakaran


tidak sempurna. Ruang pengarangan dapat berupa lobang di dalam tanah, dapur
pengaeangan, dan alat pengarangan (Kiln)

1. Lubang dalam tanah


Di tanah yang air tanahnya tidak dangkal, dapat digali sebagai ruang pengarangan. Jika
tanah berstruktur kuat, dinding dan lantai lobang tidak perlu diperkuat dengan semen dan
batu bata. Jika struktur tanah tidak kuat, misalnya mudah longsor karena banyak berpasir,
maka dinding dan lantai perlu diperkuat dengan semen dan batu bata.
2. Dapur pengarangan
Dapur pengarangan adalah ruangan yang bentuknya sama dengan lobang pengarangan.
Dapur pengarangan dibuat diatas jika tidak memungkinkan menggali lobang karena air
tanah terlalu dangkal.

3. Kiln
Kiln merupakan alat khusus untuk pirolisis. Kiln sederhana terbuat dari drum bekas.
Pirolisis berlangsung di dalam drum dengan membatasi pasokan udara terhadap bahan
yang sedang dibakar. Pasokan udara diberikan melalui lobang udara pada badan drum.
Pada awal pembakaran, lobang udara ditutup segera seluruh bahan terbakar, lobang udara
ditutup untuk mengurangi pasokan oksigen. Panas dari pembakaran sebelumnya pada
kondisi kekurangan oksigen sudah cukup untuk pirolisis.

5. Jelaskan proses pembuatan PPO


Pure Plant Oil (PPO) adalah minyak yang diperoleh secara langsung baik dari pemerahan
atau pengempaan biji sumber minyak, minyak yang telah dimurnikan, maupun minyak kasar
tanpa melibatkan modifikasi secara kimia. PPO biasa disebut juga sebagaiunmodiefied oil
atau SVO (straight vegetable oil). PPO dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
minyak baik yang berasal dari hewan maupun tumbuh-yumbuhan melalui proses
pemerahan. Pengembangan PPO ini bertujuan sebagai solusi terhadap kelangkaan BBM dan
isu lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan BBM. Dalam aplikasinya, PPO tidak
dapat digunakan secara langsung pada mesin diesel, karena membutuhkan modifikasi atau
tambahan peralatan khusus untuk mesin.
Proses Produksi PPO :
a)      Proses Ekstrasi Mekanis
Proses Ekstrasi mekanis bertujuan untuk memperoleh minyak dari biji yang mengandung
minyak. Proses yang sering digunakan adalah pengepresan hidrolik (hydraulic presssing) dan
pengepresan berulir (screw press). Ekstrasi mekanis dipandang lebih ekonomis, terutama
untuk bahan-bahan yang mengandung minyak lebih besar dari 10%.
1.                  Pengepresan Hidrolik (Hydraulic Presssing)
Metode hydraulic presssing merupakan proses ekstrasi dengan memanfaatkan tekanan.
Banyaknya minyak terekstrasi tergantung dari besarnya tekanan, lama pengepresan, dan
kandungan minyak dalam bahan asal. Tekanan yang umum digunakan padahydraulic
presssing sekitar 140,6 kg/cm (136 atm) dan digunakan untuk bahan-bahan yang
mengandung minyak lebih besar dari 20%.
Biji yang mengandung minyak dimasak dahulu sebelum dipres dengan tujuan
menggumpalkan protein, mematikan enzim-enzim terutama enzim lipase, dan untuk
membuka sel-sel pembungkus minyak di dalam daging biji. Biji kemudian dipres hingga
menghasilkan minyak. Kemudian dilanjutkan dengan penyaringan (filtrasi) untuk
menghilangkan kotoran yang masih terkandung dalam minyak.
2. Pengepresan Berulir (Screw Pressing)
Pengepresan berulir memiliki beberapa kelebihan dibanding pengepresan hidrilic yaitu  :
a. Biji dapat langsung dipres sehingga menghemat waktu proses.
b. Kapasitas produksi lebih besar karena proses dapat berjalan kontinu.
c. Menghasilkan rendemen yang besar.
Sebagai contoh, biji jarak yang dipres berulir menghasilkan minyak 27-30% dan dari
jumlah biji.
Minyak yang diproses melalui metode tersebut diproses lebih lanjut untuk
menghilangkan fosfor dan asam-asam lemak bebas dalam minyak. Proses penghilangan
fosfor disebut degumming, yaitu menambahkan asa, (umumnya asam fospat) pada
konsentrasi 0,01-0,2%. Penghilangan asam-asam lemak bebas dalam minyak melalui proses
netralisasi dengan menambahkan larutan alkalin. Minyak yang telah  mengalami
proses degumming dan netralisasi disebut dengan PPO.
b)      Proses Ekstrasi dengan Pelarut
            Metode ekstrasi dengan pelarut menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi.
Namun, metode ini tidak banyak digunakan karena memerlukan biaya investasi yang besar.
Bahan yang akan diekstrak minyaknya, dikecilkan ukurannya terlebih dahulu. Umumnya
proses ekstraksi berlangsung 6 jam. Biasanya, minyak yang dihasilkan tidak perlu
dimurnikan lebih lanjut.

6. Jelaskan proses pembuatan gasohol


Gasohol merupakan  bahan bakar untuk otomotif yang ramah
lingkungan dan dapat diperbaharui dan tidak menimbulkan polusi.Bahan
baku yang paling banyak digunakan adalah tebu. Gasohol dihasilkan dari
fermentasi khamir pada gula . Setelah tebu diambil gulanya, maka tersisa
limbah yang berserat yang disebut bagasse. Bagasse dapat dikeringkan
dan dibakar sebagai sumber energi untuk proses destilasi pembuatan
gasohol.

Proses pembuatan gasohol :


a. Penanaman tebu
b. Ekstrasi gula dengan memecah dan menggilas tebu
c. Pengkristalan sukrosa, yang menyisakan sirup glukosa yang disebut
molase
d. Fermentasi molase oleh khamir Saccharomyces cerevisiae menjadi
alcohol pekat
e. Destilasi (penyulingan) alcohol pekat menjadi alcohol murni
(gasohol), memakai sumber tenaga dari bagasse.
Ada juga gasohol yang bahan bakunya berasal dari singkong atau ubi
kayu yang banyak dijumpai di kebun.  Tanaman ini dipilih karena selain
menanamnya mudah, kadar pati singkong cukup tinggi, 28 sampai 30
persen. Di panen setelah mencapai usia tanam 9 bulan. Lalu singkong-
singkong tersebut diproses menjadi ethanol, hingga kadar alkoholnya
mencapai angka 99,5 % atau bioetanol fuel grade. Selanjutnya dicampur
dengan bensin biasa atau premium, dengan perbandingan bensin 90
persen, etanol 10 persen.
Hasil campuran bensin dengan bio-etanol inilah yang kemudian diberi
nama dengan gasohol bio-etanol 10% atau disingkat Gasohol Be-10 atau
cukup disebut dengan gasohol. Sebagai aditif atau substitusi bahan bakar
otomotif, campuran etanol fuel grade dengan bensin ini, bisa mencapai
angka 20 %, tanpa harus mengubah mesin yang sudah ada. Dari uji coba
yang telah dilakukan, diperoleh beberapa keunggulan. Gasohol
mengandung oksigen yang membuat pembakaran lebih sempurna dan
lebih ramah lingkungan karena asap pembuangan tidak hitam.

7. Jelaskan kelebihan dan kekurangan dari bahan bakar alternative


Kelebihan dari bahan bakar alternatif:
1. Energi Terbarukan

Energi alternatif merupakan sumber energi terbarukan sehingga tidak akan terjadi
kelangkaan. Sumber energi seperti matahari dan panas bumi akan selalu tersdia dan tidak akan
pernah habis seperti minyak bumi dan matahari.
2. Ramah Lingkungan
Energi alternaif tidak menghasilkan limbah yang membahayakan lingkungan dalam
jangka waktu yang panjang. Bahan bakar minyak yang digunakan untuk menjalankan mobil,
misalnya menghasilkan banyak gas yang berpengaruh buruk bagi lingkungan.
3. Sumber Energi Gratis 
Sumber energi ini gratis,tidak perlu dibeli,seperti sinar matahari,angin.air, hanya
membutuhkan biaya awal untuk instalansi dan kemudian akan berjalan dengan sendirinya.
Hal ini tentu saja berbeda dengan minyak bumi atau batubara yang harganya selalu naik.
4. Pasokan Melimpah
Revalansi dari poin  ini akan bervariasi untuk tiap lokasinya.
jika kita berada di daerah dengan banyak sinar matahari,maka kita akan menerima banyak
pasokan konstan energi angin.

Kekurangan bahan bakar alternatif:


1. Biaya Instalasi Awal Tinggi
Biaya instalasi awal untuk pembangkit listrik dari energi alternatif, misalnya, relatif
tinggi.
Contoh, bendungan perlu dibangun untuk membuat pembangkit listrik tenaga air. Membangun
bendungan termasuk relokasi penduduk melibatkan biaya yang sangat tinggi.

2. Penyimpanan dan Transportasi


Salah satu alasan utama mengapa energi alternatif belum digunakan secara luas adalah karena
penyimpanan dan biaya transportasi yang masih tinggi. Sementara teknologi kincir angin dan
pembangkit listrik tenaga air telah semakin disempurnakan, sumber energi lain masih
memerlukan banyak pemyempurnaan.
3. Tidak dapat Diandalkan
Sumber energi alternatif sangat tergantung pada faktor-faktor alami. Misalnya, jika terjadi
kemarau panjang, tingkat produksi pembangkit listrik tenaga air akan terhambat. Demikian pula
tanpa sinar matahari yang cukup, listrik yang dihasilkan juga akan berkurang.
4. Belum Efisien
Hingga saat ini, pembangkit dari sumber energi alternatif belum bisa beroperasi seefisien sumber
energi konvensional. Teknologi yang tersedia saat ini belum cukup mampu menggantikan energi
konvensional dengan energi alternatif.

Anda mungkin juga menyukai