PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai proses kegiatan pemberdayaan peserta didik menjadi sumber daya
manusia yang bermakna untuk dirinya sendiri, lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara
bahkan untuk kehidupan manusia, harus dilandasi oleh nilai-nilai yang sesuai dengan hakikat
manusia sebagai makhluk yang berbudi yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, dan makhluk
sosial budaya. Oleh karena itu, pendidikan dalam proses pelaksanaannya paling tidak harus
dilandasi oleh nilai-nilai fisiologis dan sosiologis, IPTEK, yuridis dan formal.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan fisiologis dan sosiologis?
2. Bagaimana landasan IPTEK terhadap pendidikan?
3. Bagaimana landasan yuridis dan formal?
4. Bagaimana asas-asas pendidikan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami bagaimana landasan fisiologis dan sosiologis.
2. Untuk memahami bagaimana landasan IPTEK.
3. Untuk memahami bagaimana landasan yuridis dan formal.
4. Untuk memahami bagaimana asas-asas pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan-landasan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, landasan dapat diartikan sebagai alas,
dasar,atau tumpuan dasar yang biasa disebut sebagai pondasi. Terdapat beberapa landasan
pendidikan yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan yaitu landasan filosofis dan
sosiologis, landasan IPTEK, landasan yuridis formal. Sedangkan asas menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia ialah dasar cita cita. Asas-asas didalam pendidikan meliputi asas
pendidikan sepanjang hayat, asas kasih sayang, asas demokrasi, asas tanggung jawab dan
asas kualitas.
Landasan filosofis merupakan salah satu dasar yang harus dipegang dalam pelaksanaan
proses kegiatan pendidikan. Landasan ini berkenaan dengan sistem nilai, yaitu merupakan
pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan sehingga
disebut juga sebagai pandangan hidup. Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya
perbedaan arah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik. Tentunta dalam pelaksaan
pendidikan menggunakan pandangan hidup bangsa untuk menentukan arah dan pelaksanaan
pendidikan serta tujuan yang akan dicapai masyarakat bangsa dan negara sebagai tujuan
nasional.
Perbuatan mendidik merupakan realisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan dijunjung
tinggi oleh suatu masyarakat bangsa dan negara. Masyarakat bangsa dan negara telah
memiliki nilai-nilai yang berasal dari filsafat; hal ini sangat perlu diketahui dan dimiliki oleh
pendidik, yang merupakan landasan filosofi di dalam pelaksanaan proses kegiatan
pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membina manusia harus berpedoman
kepada landasan filosofi tertentu. Bahkan dapat dikatakan corak pelaksanaan dan tujuan
pendidikan suatu masyarakat bangsa-negara ditentukan oleh landasan filosofi yang dianutnya.
Pendidikan sebagai proses kegiatan pemberdayaan peserta didik menjadi sumber daya
yang manusiawi, secara mendasar harus dilandasi oleh nilai-nilai filsafat yang meyakinkan.
Nilai-nilai filsafat meliputi makna-makna tentang alam, kehidupan, ilmu, moral sampai pada
agama dan Ketuhanan. Nilai-nilai filsafat yang meliputi kemampuan ilmiah berpikir kritis,
kearifan, kebijaksanaan, Ketuhana, dan ketelitian menjadi landasan yang kuat dalam
pelaksanaan pendidikan untuk membina peserta didik menjadi manusia yang berkualitas.
3
Sementara, pendidikan berlangsung dalam pergaulan atau interaksi antara pendidik dan
peserta didik, antara guru dengan murid dan staf sekolah lainnya. Pergaulan itu terjadi dalam
situasi formal yaitu dalam proses pembelajaran di kelas maupun pada situasi yang kurang
formal seperti pergaulan sewaktu istirahat, sewaktu acara perpisahan ataupun hari
keagamaan. Baik dalam situasi formal maupun dalam situasi yang kurang formal, pergaulan
yang terjadi di sekolah adalah pergaulan yang bersifat edukatif, pergaulan yang memiliki
nilai-nilai paedagogis, karenanya harus memiliki landasan sosiologis agar dapat
dipertanggungjawabkan. Pergaulan dalam interaksi proses belajar mengajar di sekolah adalah
menyangkut hubungan antar manusia yang menyangkut hubungan sosial. Sekolah sebagai
suatu masyarakat kecil tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang berlaku dalam kehidupan sosial
pada umumnya, sehingga kaidah mengenai hubungan antar manusia berlaku juga bagi
kehidupan masyarakat sekolah.
4
2.3.1 Perkembangan IPTEK sebagai landasan Ilmiah dan Pelaksanaanya di
Indonesia
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai salah satu hasil pemikiran manusia untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik, sebenarnya telah dimulai pada permulaan kehidupan
manusia. Bukti historis menunjukkan bahwa usaha manusia di bidang keilmuan tercatat
adalah sejak peradaban bangsa Mesir Kuno. Selanjutnya, pengembangan ilmu berturut-turut
dilakukan oleh bangsa Babylonia, India (Hindu), Yunani Kuno, Arab, dan melalui bangsa-
bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia. (Mouly, 1963:87 dalam Jujun S.
Suriasumantri).
Pada zaman dahulu, manusia senantiasa menghadapi kekuasaan alam yang mendominasi.
Berkat perkembangan Ilmu Pengatahuan dan Teknologi, hubungan kekuasaan antara manusia
dan alam dapat dikatakan terbalik, yang mana alam kini seolah-olah berada di bawah
kekuasaan manusia. Hal ini terjadi karena pada awalnya, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
yang dimiliki manusia masih relative rendah dan sederhana, namun sejak abad pertengahan,
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mengalami perkembangan yang sangat
pesat.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam dua
dasawarsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran
manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan social, ekonomi, dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara
kehidupan yang berlaku pada konteks global dan local.
Selain itu, dalam arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian
pesat, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan
standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat
sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai kemampuan meta-
kognisi dan kompetensi untuk berpikir dan belajar bagaimana belajar (learn to learn) dalam
mengakses, memilih pengetahuan serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian. (Akhmad Sudrajat dalam web).
Lembaga pendidikan, yang dalam hal ini adalah pendidikan jalur sekolah (formal),
haruslah mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
5
Teknologi. Oleh karena itu, bahan ajar seyogyanya dapat mengakomodir dan mangantisipasi
hasil perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, baik yang berkaitan dengan hasil
perolehan informasi, maupun cara memperoleh informasi itu dan manfaatnya bagi
masyarakat.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memang telah berjasa mengubah wajah dunia dalam
berbagai bidang serta berhasil memajukan kesejahteraan manusia. Namun kita juga
menyaksikan bagaimana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi digunakan untuk mengancam
martabat dan kebudayaan manusia. Dengan kata lain, manusia pemilik ilmu pengetahuan dan
teknologi yang harus menentukan apakah ilmu pengetahuan dan teknologinya itu bermanfaat
bagi manusia dan sebaliknya. (Jujun S. Surisumantri, 1978:35-36).
Selain itu, relevansi bahan ajar dan cara penyajiannya dengan hakikat ilmu merupakan
suatu tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga diharapkan peserta didik
mendapatkan sosialisasi ilmiah meskipun dalam bentuk yang masih sederhana. Dengan
demikian, baik kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin dapat dikembangkan dalam
peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
landasan ilmiah sebenarnya telah diamanatkan dalam pasal 36 ayat 3 Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yakni Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
6
c). peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
h). agama;
7
Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2005
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen, yang telah diatur kedudukan, fungsu, tugas dan peranan guru
dan dosen serta hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional dan undang-
undang, keputusan pemerintah lainnya tentang sistem pendidikan nasional bagi masyarakat-
bangsa dan negara Indonesia.
Landasan hukum utama dalam proses pelaksanaan pendidikan nasional bagi masyarakat
bangsa dan negara Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dam
didukung oleh undang-undang dan Keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah.
8
Dalam proses pelaksanaan kegiatan pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik
danpendidik, peserta didik dengan peserta didik, pendidik denganstaf lainnya di sekolah.
Interaksi tersebut harus harus dibangun di atas dasar kasih saying yang terarah pada
pembentukan kepribadian, dengan menanamkan nilai-nilai yang bermakna dalam kehidupan
hidup nyaman, aman, damai, dan sejahtera.
Interaksi yang terjadi dalam proses pendidikan harus didasarkan pada:
a. Kelemah lembutan
b. Kemurahan hati
c. Kesabaran
d. Kesederhanaan
e. Ketulusan
f. Kejujuran
Asas kasih sayang memiliki makna yang sangat berarti dalam proses kegiatan pendidikan
yang dilandasi oleh tanggung jawab menciptakan dan membina sumber daya manusia yang
prilakunya berpijak pada kasih sayang.
Manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa memiliki persamaan hak dihadapan
Tuhan di dunia ini. Konsep ini sebagai pengertian yang hakiki yang harus diketahui dan
diwujudkan bersama sebagai anggota atau individu dalam kehidupan masyarakat bangsa dan
negara Indonesia. Pada dasarnya hakikat demokrasi adalah kesetaraan hak dan kewajiban
sebagai umat manusia serta upaya bersama untuk mencapai kesejahtraan bersama.
9
Keterbukan sebagai fenomena yang berkenaan dengan perilaku manusia yang terkait
dengan hati nurani, kebijakan dan suatu keputusan (Sumaatmadja.2002:63) dalam praktek
pelaksanaan pendidikan tidak terlepas dari kebijakan atau pengambilan keputusan terutama
dalam pendidikan formal di sekolah, yang dilakukan oleh pendidik baik sebagai pribadi
maupun kelompok peserta didik. Misalnya pemberian nilai (kualitatif ataupun kuantitatif)
mengenai hasil prestasi belajar yang di capai peserta didik dalam bidang tertentu adalah suatu
keputusan. Dalam pemberian nilai tersebut harus ada keterbukaan tentang prosedur yang
digunakan pendidik dalam menentukan nilai dimagsud sehingga peserta didik benar-benar
dapat termotivasi untuk meningkatkan usaha dan kreatifitasnya dalam belajar.
Tanggung jawab adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya. Aktivitas yang dilakukan
dalam proses pendidikan harus selalu didasarkan pada asas tanggungjawab, karena kegiatan
apapun dilakukan dalam pendidikan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan yakni mendidik
dan membimbing peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
dengan kemampuan dan segala potensi yang dimiliki.
Penerapan asas tanggung jawab dalam proses pelaksanaan kegiatan pendidikan akan
tercermin dalam pemilihan dan penetapan materi, metode, strategi, pelaksanaan harus
bersumber dan bermuara kepada pencapaina tujuan pembelajaran. Pendidikan tanpa asas
tanggung jawab bukan pendidikan dalam pengetian yang hakiki untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang memiliki sifat dan sikap bertanggung jawab pada penampilan, perilaku,
tindakan, serta perbuatannya.
Asas kualitas berkaitan dengan mutu hasil pendidikan yang akan dicapai. Kualitas hasil
akan tergantung atau dipengaruhi oleh kualitas hasil akan tergantung olehkualitas proses
pelaksanaan yang mencakup materi, metode, strategi, pelaksanaan, hubungan pendidik
dengan peserta didik. Dengan demikian asas kualitas dalam proses dan kegiatan pendidikan,
10
dapat dikatakan sebagai muara dari asas-asas pendidikan sepanjang hayat, kasih sayang,
demokrasi, keterbukaan dan transparansi, serta tanggung jawab.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13