Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

KONSEP TEORI KASUS RHEUMATIC HEART DESEASE (RHD) PADA ANAK

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. I

DAFTRA ISI................................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................

1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.............................................................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

1.1 Definisi............................................................................................................................. 3
1.2 Epidemiologi................................................................................................................... 3
1.3 Etiologi............................................................................................................................. 4
1.4 Patofiologi........................................................................................................................ 5
1.5 Klasifikasi........................................................................................................................ 8
1.6 Manifestasi Klinis........................................................................................................... 9
1.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................10
1.8 Komplikasi......................................................................................................................13
1.9 Penatalaksanaan.............................................................................................................13
1.10 Dampak Terhadap pemenuhan KDM..........................................................................14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran.....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demam reumatik atau penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangansistemik


akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun olehinfeksi β SteptococcusHemolyticus
Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui,dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu poliarthritismigrans akut,karditis,korea minor,nodulsubkutan dan eritema marginatum.

Prevalensi demam reumatik/ penyakit jantung reumatik yang diperoleh dan dari
penelitian WHO mulai tahun 1984 di 16 negara yang sendang berkembang di Afrika, Amerika
Latin, Timur Jauh, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat berkisar 0,1-12,6 per 1000 anak sekolah,
dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1000. Prevalensi pada anak-anak sekolah dibeberapa
Negara Asia pada tahun 1980an berkisar 1-10 per 1000. Dari suatau penelitian yang dilakukan di
India Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 er 1000 anak sekolah. Sementara angka yang di
dapatkan di Thailan sebesar 1,2-2,1 per 1000 anak sekolah.

Prevalensi demam reumatik Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung reumatik
berkisar 0,3-0,8 per 1000 anak sekolah. Dengan demikian secara kasar dapat diperkirakan bahwa
prevalensi dmam reumatik di Indonesia lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat penyakit
jantung reuatik merupakan akibat dari demam reumatik.

Menurut Fischer dari tahun 1990 hingga 2015, kematian global penyakit jantung rematik
menurun hingga 48%, tetapi ini masih mewakili 319.400 kematian pada tahun 2015. Angka
kematian tertinggi ditemukan di Oceania, Asia Selatan, dan Afrika Tengah. Negara-negara
Kepulauan Pasifik menyumbang tingkat kematian yang sangat tinggi, dengan lebih dari 10
kematian per 100.000 penduduk per tahun dilaporkan di Kepulauan Solomon, Papua New
Guinea, Kiribati, Vanuatu, Fiji, Negara Federasi Mikronesia, dan Kepulauan Marshall.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana definisi Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.3 Bagaimana etiologi Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.5 Bagaimana klasifikasi Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.6 Bagaimana manifestasi klinis Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan penunjang Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.8 Bagaimana komplikasi Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.9 Bagaimana penatalaksanaan Reumatic Heart Disease (RHD)?
1.2.10 Bagaimana dampak Reumatic Heart Disease (RHD) terhadap pemenuhan KDM?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui definisi Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.5 Untuk mengetahui klasifikasi Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.6 Untuk mengetahui manifestasi klinis Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.7 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.8 Untuk mengetahui komplikasi Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.9 Untuk mengetahui penatalaksanaan Reumatic Heart Disease (RHD)
1.3.10 Untuk mengetahui dampak terhadap pemenuhan KDM

1.4 MANFAAT

1.4.1 Manfaat Penulisan makalah ini adalah mengetahui dan menerapkan ilmu yang telah

didapatkan dalam meningkatkan perkembangan ilmu keperawatan khususnya tentang

perawatan pada anak dengan RHD.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit jantung didapat
yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung
yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.
Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya

Rheumatic fever adalah suatu penyakit inflamasi akut yang diakibatkan oleh infeksi
streptococcus β hemolytic group A pada tenggorokan (faringitis), tetapi tanpa disertai infeksi lain
atau tidak ada infeksi streptococcus di tempat lain seperti di kulit. Karakteristik rheumatic fever
cenderung berulang (recurrence) (Udjianti, 2010).

Rheumatic fever terdiri atas beberapa manifestasi klinis 1) arthritis (paling sering) 2)
carditis (paling serius) 3) chorea (paling jarang dan tidak berkaitan) 4) subcutaneous nodule 5)
erythema marginatum (Udjianti, 2010).

Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katub
jantung akibat serangan karditis reumatik kut yang berulang kali.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit jantung rematik menyebabkan setidaknya 200.000-250.000 kematian bayi


premature setiap tahun dan penyebab umum kematian akibat penyakit jantung pada anak-anak
dan remaja di negara berkembang.
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November 2001 yang
diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju
hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan
7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal
diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.

3
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung rematik
berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah

2.3 ETIOLOGI

Penyebab terjadinya penyakit reumaticheartdiseases diperkirakan adalah reaksi autoimun


(kekebalan tubuh)yang disebabkan oleh demam reumatik.Infeksi infeksi β
SteptococcusHemolyticus Grup A pada tenggorok yang selalu mendahului terjadinya demam
reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik serangan ulang.

Beberapa faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung reumatic/reumaticheartdiseases:

a. Faktor individu
 Faktor genetik
Karena adanya antigen limfosit manusia(LHA)yang tinggi terhadam demam reumatic
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel β spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
 Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik
penyakit ini sering mengenai anak umur 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun.Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah umur 20 tahun.Distribusi umur ini dikatakan
sesuai dengan insiden infeksi steptococcus pada anak usia sekolah.
 Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptococcus β  hemolitikus grup A dengan glikoprotein dal3amkatub.,ini sangat
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumaticfever.
b. Faktor lingkungan
 Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi

4
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang,pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang
memudahkan timbulnya demam reumatik.
 Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakiibatkan insiden infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat,sehingga insiden demam reumatic meningkat.
 Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit.Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang.

2.4 PATOFISIOLOGI

Streptococcus beta hemolyticus grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif misalnya


faringitis, impetigo, selulitis, miositis, pneumonia, sepsis nifas dan penyakit non supuratif
misalnya demam rematik, glomerulonefritis akut. Setelah inkubasi 2-4 hari, invasi Streptococcus
beta hemolyticus grup A pada faring menghasilkan respon inflamasi akut yang berlangsung 3-5
hari ditandai dengan demam, nyeri tenggorok, malaise, pusing dan leukositosis.4 Pasien masih
tetap terinfeksi selama bermingguminggu setelah gejala faringitis menghilang, sehingga menjadi
reservoir infeksi bagi orang lain. Kontak langsung per oral atau melalui sekret pernafasan dapat
menjadi media trasnmisi penyakit. Hanya faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A saja
yang dapat mengakibatkan atau mengaktifkan kembali demam rematik.

Penyakit jantung rematik merupakan manifestasi demam rematik berkelanjutan yang


melibatkan kelainan pada katup dan endokardium. Lebih dari 60% penyakit rheumatic fever
akan berkembang menjadi rheumatic heart disease. 5 Adapun kerusakan yang ditimbulkan pada
rheumatic heart disease yakni kerusakan katup jantung akan menyebabkan timbulnya regurgitasi.
Episode yang sering dan berulang penyakit ini akan menyebabkan penebalan pada katup,
pembentukan skar (jaringan parut), kalsifikasi dan dapat berkembang menjadi valvular stenosis.

Sebagai dasar dari rheumatic heart disease, penyakit rheumatic fever dalam
patogenesisnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun beberapa faktor yang berperan dalam

5
patogenesis penyakit rheumatic fever antara lain faktor organisme, faktor host dan faktor sistem
imun.

Bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A sebagai organisme penginfeksi memiliki


peran penting dalam patogenesis rheumatic fever. Bakteri ini sering berkolonisasi dan
berproliferasi di daerah tenggorokan, dimana bakteri ini memiliki supra-antigen yang dapat
berikatan dengan major histocompatibility complex kelas 2 (MHC kelas 2) yang akan berikatan
dengan reseptor sel T yang apabila teraktivasi akan melepaskan sitokin dan menjadi sitotosik.
Supra-antigen bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A yang terlibat pada patogenesis
rheumatic fever tersebut adalah protein M yang merupakan eksotoksin pirogenik Streptococcus.
Selain itu, bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A juga menghasilkan produk
ekstraseluler seperti streptolisin, streptokinase, DNA-ase, dan hialuronidase yang mengaktivasi
produksi sejumlah antibodi autoreaktif. 6 Antibodi yang paling sering adalah antistreptolisin-O
(ASTO) yang tujuannya untuk menetralisir toksin bakteri tersebut. Namun secara simultan upaya
proteksi tubuh ini juga menyebabkan kerusakan patologis jaringan tubuh sendiri. Tubuh
memiliki struktur yang mirip dengan antigen bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A
sehingga terjadi reaktivitas silang antara epitop organisme dengan host yang akan mengarahkan
pada kerusakan jaringan tubuh.

Kemiripan atau mimikri antara antigen bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A
dengan jaringan tubuh yang dikenali oleh antibodi adalah: 1) Urutan asam amino yang identik, 2)
Urutan asam amino yang homolog namun tidak identik, 3) Epitop pada molekul yang berbeda
seperti peptida dan karbohidrat atau antara DNA dan peptida. Afinitas antibodi reaksi silang
dapat berbeda dan cukup kuat untuk dapat menyebabkan sitotoksik dan menginduksi sel–sel
antibodi reseptor permukaan. 7 Epitop yang berada pada dinding sel, membran sel, dan protein
M dari streptococcus beta hemolyticus grup A memiliki struktur imunologi yang sama dengan
protein miosin, tropomiosin, keratin, aktin, laminin, vimentin, dan Nasetilglukosamin pada tubuh
manusia. Molekul yang mirip ini menjadi dasar dari reaksi autoimun yang mengarah pada
terjadinya rheumatic fever. Hubungan lainnya dari laminin yang merupakan protein yang mirip
miosin dan protein M yang terdapat pada endotelium jantung dan dikenali oleh sel T anti miosin
dan anti protein M. 4 Disamping antibodi terhadap N-asetilglukosamin dari karbohidrat,

6
Streptococcus beta hemolyticus grup A mengalami reaksi silang dengan jaringan katup jantung
yang menyebabkan kerusakan valvular.

Disamping faktor organisme penginfeksi, faktor host sendiri juga memainkan peranan
dalam perjalanan penyakit rheumatic fever. Sekitar 3-6% populasi memiliki potensi terinfeksi
rheumatic fever. Penelitian tentang genetik marker menunjukan bahwa gen human leukocyte-
associated antigen (HLA) kelas II berpotensi dalam perkembangan penyakit rheumatic fever dan
rheumatic heart disease. Gen HLA kelas II yang terletak pada kromosom 6 berperan dalam
kontrol imun respon. Molekul HLA kelas II berperan dalam presentasi antigen pada reseptor T
sel yang nantinya akan memicu respon sistem imun selular dan humoral. Dari alel gen HLA
kelas II, HLA-DR7 yang paling berhubungan dengan rheumatic heart disease pada lesi-lesi
valvular.7

Lesi valvular pada rheumatic fever akan dimulai dengan pembentukan verrucae yang
disusun fibrin dan sel darah yang terkumpul di katup jantung. Setelah proses inflamasi mereda,
verurucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Jika serangan terus berulang
veruccae baru akan terbentuk didekat veruccae yang lama dan bagian mural dari endokardium
dan korda tendinea akan ikut mengalami kerusakan.

Kelainan pada valvular yang tersering adalah regurgitasi katup mitral (65- 70% kasus). 4
Perubahan struktur katup diikuti dengan pemendekan dan penebalan korda tendinea
menyebabkan terjadinya insufesiensi katup mitral. Karena peningkatan volume yang masuk dan
proses inflamasi ventrikel kiri akan membesar akibatnya atrium kiri akan berdilatasi akibat
regurgitasi darah. Peningkatan tekanan atrium kiri ini akan menyebabkan kongesti paru diikuti
dengan gagal jantung kiri. Apabila kelainan pada mitral berat dan berlangsung lama, gangguan
jantung kanan juga dapat terjadi.

Kelainan katup lain yang juga sering ditemukan berupa regurgitasi katup aorta akibat dari
sklerosis katup aorta yang menyebabkan regurgitasi darah ke ventrikel kiri diikuti dengan dilatasi
dan hipertropi dari ventrikel kiri.11 Di sisi lain, dapat terjadi 5 stenosis dari katup mitral.
Stenosis ini terjadi akibat fibrosis yang terjadi pada cincin katup mitral, kontraktur dari daun
katup, corda dan otot papilari. Stenosis dari katup mitral ini akan menyebabkan peningkatan

7
tekanan dan hipertropi dari atrium kiri, menyebabkan hipertensi vena pulmonal yang selanjutnya
dapat menimbulkan kelainan jantung kanan

2.5 KLASIFIKASI

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium.

a. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta StreptococcusHemolyticus Grup A.
Keluhannya : demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare, peradangan pada
tonsil yang disertai eksudat
b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu,
kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
c. Stadium III
stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi
klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifestasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.Gejala peradangan umum : demam yang tinggi,
lesu, anoreksia, lekas tersinggung, berat badan menurun, kelihatan pucat, epistaksis,
athralgia, rasa sakit disekitar sendi, sakit perut
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup dan tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala
sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung
reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

8
2.6 MANIFESTASI KLINIS

Kriteria Minor :

a. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik


b. Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang –
kadang sulit menggerakkan tungkainya
c. Demam tidak lebih dari 390 C
d. Leukositosis
e. Peningkatan laju endap darah (LED)
f. C-Reaktif Protein (CRP) positif
g. P-R interval memanjang
h. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur
i. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

Kriteria Mayor :

a. Artritis
Artritis adalah gejala major yang sering ditemukan pada DR akut (majeed H.A
1992). Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi
besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul siku, dan bahu. Munculnya
tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.
Nyeri ini akan menghilang secara perlahan-lahan
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat
sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-
sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat
merupakan diagnosis terapetik pada atritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak membaik
dalam 24-72 jam, maka diagnosis akan diragukan
b. Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50%
(majeed HA 1992), atau berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung.
Karditis ini bisa hanya mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya
bising jantung. Katup mitrallah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan

9
katup aorta. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang menjalar ke
aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik (bising carey cooms).
Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau
gagal jantung. Perikarditis tak akan berdiri sendiri, biasanya parkarditis.
c. Chorea
Chorea ini didapatkan 10% dari DR (Strasser, 1978) yang dapat merupakan
manifestasi klinis sendiri atau bersamaan dengan karditis. Masa laten infeksi SGA
dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih sering dikenai pada
perempuan pada umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4 bulan. Gerakan-
gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh
yang biasanya unilateral. Dan gerakan ini menghilang saat tidur
d. Eritema Marginatum
Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR, dan berlangsung
berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal.
e. Nodul Subkutanius
Besarnya kira-kira 0.5-2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan. Demam pada
DR tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama oleh pasien DR ini (strasser, 1981)

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendukung


diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah :
a. Pemeriksaan Laboratorium

 Reaktan Fase Akut

Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Pada pemeriksaan


darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis terutama pada fase akut/aktif,
namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi akut berupa C-reactive protein
(CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan laju endap darah merupakan
bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif. Pada rheumatic fever terjadi
peningkatan LED, namun normal pada pasien dengan congestive failure atau
meningkat pada anemia. CRP merupakan indikator dalam menetukan adanya

10
jaringan radang dan tingkat aktivitas penyakit. CRP yang abnormal digunakan
dalam diagnosis rheumatic fever aktif.

 Rapid Test Antigen Streptococcus

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri Streptococcus grup A secara


tepat dengan spesifisitas 95 % dan sensitivitas 60-90 %.

 Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus

Kadar titer antibodi antistreptokokus mencapai puncak ketika gejala klinis


rheumatic fever muncul. Tes antibodi antistreptokokus yang biasa digunakan
adalah antistreptolisin O/ASTO dan antideoxyribonuklease B/anti DNase B.
Pemeriksaan ASTO dilakukan terlebih dahulu, jika tidak terjadi peningkatan akan
dilakukan pemeriksaan anti DNase B. Titer ASTO biasanya mulai meningkat
pada minggu 1, dan mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah infeksi. Titer ASO
naik > 333 unit pada anak-anak, dan > 250 unit pada dewasa. Sedangkan anti-
DNase B mulai meningkat minggu 1-2 dan mencapai 10 puncak minggu ke 6-8.
Nilai normal titer anti-DNase B= 1: 60 unit pada anak prasekolah dan 1 : 480 unit
anak usia sekolah

 Kultur tenggorok

Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya streptococcus


beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum pemberian
antibiotik. Kultur ini umumnya negatif bila gejala rheumatic fever atau rheumatic
heart disease mulai muncul.

b. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiografi

Pada pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya kardiomegali dan kongesti


pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik pada karditis. Sedangkan pada
pemeriksaan EKG ditunjukkan adanya pemanjangan interval PR yang bersifat tidak
spesifik. Nilai normal batas atas interval PR uuntuk usia 3-12 tahun = 0,16 detik, 12-14
tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik.

11
c. Pemeriksaan Ekokardiografi

Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan untuk mengidentifikasi dan


menilai derajat insufisiensi/stenosis katup, efusi perikardium, dan disfungsi ventrikel.
Pada pasien rheumatic fever dengan karditis ringan, regurgitasi mitral akan menghilang
beberapa bulan. Sedangkan pada rheumatic fever dengan karditis sedang dan berat
memiliki regurgitasi mitral/aorta yang menetap. Gambaran ekokardiografi terpenting
adalah dilatasi annulus, elongasi chordae mitral, dan semburan regurgitasi mitral ke
postero-lateral

d. Dasar diagnosis

Table kriteria WHO 2002-2003 dalam mendiagnosis RHD

Kategori diagnosis Kriteria


Rheumatic Fever serangan pertama - Dua mayor
- Atau satu mayor dan dua minor
- Ditambah bukti infeksi SBHGA
sebelumnya
Rheumatic Fever serangan ulang tanpa - Dua mayor
RHD - Atau satu mayor dan dua minor
- Ditambah bukti infeksi SBHGA
sebelumnya
Rheumatic Fever serangan ulang dengan - Dua minor
RHD - ditambah dengan bukti infeksi SBHGA
sebelumnya
 Chorea reumatik - Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya
 Karditis reumatik insidious atau bukti infeksi SBHGA
RHD - Tidak diperlukan kriteria lainnya untuk
mendiagnosis sebagai RHD

2.8 KOMPLIKASI

12
         Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus,komplikasi lainnya termasuk
aritmiajantung,pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru, infark
dan kelainan katub jantung.

2.9 PENCEGAHAN

Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). Tentu saja pencegahan yang terbaik adalah
bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam Rematik (terserang infeksi kuman
streptokokus beta hemolyticus). ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang
kuman tersebut,di antara faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tempat
tinggal berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan Determinan yang signifikan
dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam
terjadinya infeksi Streptokokus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik harus di berikan terapi yang maksimal dengan Antibiotiknya.Hal ini menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit Jantung Rematik.

2.10 PENATALAKSANAAN

a. Pengobatan segera terhadap semua faringitis yang disebabkan oleh streptokokus beta-
hemolitikus group A melalui pemberian tablet oral penisilin V atau suntikan IM benzatin
penisilin G atau melalui pemberian eritromisin pada pasien yang hipersensitif terhadap
penisilin
b. Pemberian salisilat untuk meredakan demam serta rasa nyeri dan mengurangi
pembengkakan sendi
c. Pemberian kortikosteroid jika pasien menderita karditis atau jika pemberian salisilat tidak
berhasil meredakan rasa nyeri serta inflamasi
d. Tirah baring yang ketat selama sekitar lima minggu pada pasien karditis berat; tindakan
ini dilakukan untuk mengurangi kebutuhan jantung
e.  Tirah baring, pembatasan natrium, pemberian inhibitor ACE, digoksin, dan diuretik
untuk mengatasi gagal jantung

13
f.  Pembedahan korektif seperti komisurotomi (pemisahan daun katup mitral yang saling
melekat dan menjadi tebal), valvuloplasti (peniupan balon dalam katup), atau
penggantian katup (dengan katup buatan) untuk disfungsi katup mitral atau aorta yang
berat dan menimbulkan gagal jantung yang persisten
g. Pencegahan sekunder demam reumatik dengan suntikan IM benzatin penisilin G sebulan
sekali atau tablet oral penisilin V atau sulfadiazin setiap hari, yang dimulai sesudah fase
akut mereda (Biasanya pengobatan dilakukan selama sedikitnya lima tahun atau sampai
pasien berusia 21 tahun atau salah satu diantaranya yang lebih lama)
h. Terapi profilaksis antibiotik ketika pasien menjalani perawatan gigi dan prosedur bedah
atau invasif lain untuk mencegah endokarditis.
1.11 DAMPAK TERHADAP PEMENUHAN KDM

Penderita RHD memerlukan pemantauan khusus untuk pencegahan kekambuhan


sehingga akan menyebabkan beberapa perubahan dalam keluarga. Peningkatan denyut
nadi pada malam hari juga terkadang mengakibatkan ketidaknyamanan ketika tidur
sehingga pola tidurnya terganggu. Dampak utamanya yaitu dalam proses aktivitas sehari-
hari, orang tua atau keluarga yang merawat harus membantu aktivitas anak selama masa
sakit, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap pekerjaan dan waktu bagi yang merawat.
Kebutuhan ekonomi juga akan mengalami perubahan akibat dari pengobatan dan diet
klien. Kecemasan orang tua juga akan meningkat akibat proses penyakit anak dan
kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demam Reumatik / Penyakit Jantung Reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A. Mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum.
Prognosis terhadap penyakit jantung reumatik akan baik jika di tangani sejak dini dan
pencegahan kekambuhan, tetapi akan memburuk jika sering terjadi kekambuhan dan beresiko
mengalami gagal jantung.

3.2 Saran

Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung reumatik diperlukan
pengkajian berdasarkan konsep teori oleh seorang perawat, informasi atau pendidikan kesehatan
juga berguna untuk keluarga dan klien klien dengan penyakit jantung reumatik.pendekatan
psikologis juga perlu dilakukan untuk membantu keluarga dalam menerima kondisi klien dan
perubahan yang akan terjadi dalam keluarga. Selain itu manajemen terbaik untuk keluarga dan
klien penderita penyakit jantung reumatik adalah pencegahan dan pengobatan dini terhadap
penyebab.

15
DAFTAR PUSTAKA

Heni,dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovasculer Edisi 1. Jakarta: Harapan Kita

Suddarth,brunner. (2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah VOl 2 Edisi 8. Jakarta: EGC

Carpenito, Lyndajuall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC      

Price, S. (2007). Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Price, S. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,E/6, Vol 1. Jakarta:EGC.

Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

https://simdos.unud.ac.id/upload/file_penelitian_1_dir/0e73a5a1848daa8a0350ca46705ffa17.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai