Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

TUGAS AGAMA ISLAM

MATERI KAJIAN NILAI - NILAI KETUHANAN

DISUSUN OLEH :

1. DIAN LUTFI RAHMAWATI (P17321181008)

2. KARMILA AYUNINGSIH (P17321183009)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN KEDIRI

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya pada kesempatan ini bisa
menyelesaikan makalah untuk tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya.

Adapun yang dapat penulis paparkan dalam makalah ini yaitu membahas tema tentang KAJIAN NILAI - NILAI KETUHANAN. Kami
menyadari bahwa dalam permbuatan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan dari pihak lain. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mujama'ah, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Agama dan rekan-rekan yang telah membantu
memberikan dukungan, semangat, bantuan dan doa dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami yakin dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Karena adanya keterbatasan referensi yang kami
gunakan.Oleh karena itu, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk kedepan yang kebih baik.

Blitar, 2 Agustus 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN.............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang.......................................................................,........................................... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………… 1
C. Tujuan………………………………………………………………………………….. 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2

A. Pengertian Nilai................................................................................................................... 2

B. Klasifikasi Nilai dalam Sosiologi........................................................................................ 3

C. Nilai - Nilai Ketuhanan........................................................................................................ 4

D. Penerapan Nilai - Nilai Ketuhanan dan Permasalahannya.................................................. 5

E. Cegah Ekstrimisme dengan Nilai Ketuhanan....................................................................... 6

BAB III PENUTUP................................................................................................................. 7

Kesimpulan.............................................................................................................................. 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan
terhadap Dzat Yang Maha Tunggal tiada duanya. Ekspresi dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut manusia Indonesia untuk bersikap
, berpandangan hidup "taat" dan "taklim" kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-ajaran-Nya. Taat mengandung makna setia, menurut
apa yang diperintahkan dan hormat/cinta kapada Tuhan. Sedangkan taklim mengandung makna memuliakan Tuhan teragung, memandang
Tuhan tertinggi, memandang Tuhan terluhur.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinannya, tak ada paksaan,
dan antar penganut agama yang berbeda harus saling hormat menghormati dan bekerjasama.Bahkan penganut aliran Keperayaan Tuhan
Yang Maha Esa, esensinya tidak kontradiktif dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 ayat (2)
yang berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari nilai?
2. Bagaimana pengklasifikasian nilai dalam sosiologi?
3. Bagaimana pemahaman tentang nilai - nilai ketuhanan?
4. Bagaimanapenerapan nilai - nilai ketuhanan danpermasalahannya?
5. Bagaimana cara mencegah ekstrimisme dengan nilai ketuhanan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahuipengertian dari nilai?
2. Untuk mengetahui pengklasifikasian nilai dalam sosiologi?
3. Untuk mengetahui pemahaman tentang nilai - nilai ketuhanan?
4. Untuk mengetahuipenerapan nilai - nilai ketuhanan danpermasalahannya?
5. Untuk mengetahuicara mencegah ekstrimisme dengan nilai ketuhanan?

BAB II

PEMBAHASAN

A.. Pengertian Nilai

Dalam Kanal pendidikan, istilah nilai mengacu pada aksiologi pendidikan, sejauh mana pendidikan itu memunculkan dan
menerapkan nilai/moral kepada peserta didik (Zaim Elmubarok:11-12).

Pengertian nilai menurut para ahli (Sofyan Sauri, dan herlan Firmansyah: 2010: 3-5):

1. Menurut Fraenkel (1977) “A Value is an idea- a concept about- what some thinks is important in life ( nilai adalah ide atau
konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang)

2. Danandjaja, nilai merupakan pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau
kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar.

3. Kluckhohn (mulyana, 2004:1) Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri
kelompok) dari apa yang diinginkan, yang memengaruhi tindakan pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir.
Definisi ini berimplikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya, seperti yang diungkapkan oleh Brameld dalam bukunya
tentang landasan-landasan budaya pendidikan. Dia mengungkapkan ada enam implikasi terpenting, yaitu sebagai berikut:

a. Nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logis dan rasional) dan proses ketertarikan dan
penolakan menurut kata hati.

b. Nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi tidak selalu bermakna apabila diverbalisasi.

c. Apabila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara unik oleh individu atau kelompok.

d. Karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa pada dasarnya disamakan (aquated)
dari pada diinginkan, ia didefenisikan berdasarkan keperluan system kepribadian dan sosiol budaya untuk
mencapai keteraturan dan menghargai orang lain dalam kehidupan social.

e. Pilihan diantara nilai-nilai alternative dibuat dalam konteks ketersediaan tujuan antara (means) dan tujuan akhir
(ends)

f. Nilai itu ada, ia merupakan fakta alam, manusia, budaya, dan pada saat yang sama ia adalah norma-norma yang
telah disadari.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai itu adalah sesuatu hal yang bersifat abstrak, seperti
penilaian baik atau buruknya sesuatu, penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau
kurang benar yang dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam bertindak atau berbuat sesuatu hal dalam kehidupan sosial
B. Klasifikasi Nilai dalam Sosiologi

Yang dimaksud dengan nilai secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi
kehidupan.Nilai merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak, namun menjadi pedoman bagi kehidupan bermasyarakat dan sangat
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Nilai dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok meliputi:

a) Nilai Sosial

yaitu sesuatu yang sudah melekat di masyarakat yang berhubungan dengan sikap dan tindakan manusia.Contohnya, setiap
tindakan dan perilaku individu di masyarakat, selalu mendapat perhatian dan berbagai macam penilaian.

b) Nilai kebenaran

yaitu nilai yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi, dan cipta). Nilai kebenaran merupakan nilai yang mutlak
sebagai suatu hal yang kodrati.Tuhan memberikan nilai kebenaran melalui akal pikiran manusia.Contohnya, seorang hakim yang bertugas
memberi sangsi kepada orang yang diadili.

c) Nilai keindahan

yaitu nilai yang bersumber pada unsur rasa manusia (estetika). Keindahan bersifat universal.Semua orang memerlukan
keindahan.Namun, setiap orang dapat berbeda-beda dalam menilai sebuah keindahan.Contohnya, sebuah karya seni tari merupakan suatu
keindahan.Akan tetapi, tarian yang berasal dari suatu daerah dengan daerah lainnya memiliki keindahan yang berbeda, bergantung pada
perasaan orang yang memandangnya.

d) Nilai kebaikan atau nilai moral

yaitu nilai yang bersumber pada kehendak atau kemauan (karsa, etik). Nilai moral membantu manusia untuk dapat bergaul
dengan baik antarsesamanya.Contohnya, berbicara dengan orang yang lebih tua dengan tutur bahasa yang halus, merupakan etika yang
tinggi nilainya.

e) Nilai religius

yaitu nilai ketuhanan yang tertinggi dan bersifat mutlak. Nilai ini bersumber pada hidayah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Melalui
nilai religius, manusia mendapatkan petunjuk dari Tuhan tentang cara menjalani kehidupan.Contohnya, untuk dapat berhubungan dengan
Tuhan, seseorang harus beribadah menurut agamanya masing-masing.Semua agama menjunjung tinggi nilai religius, hanya tata caranya saja
berbeda-beda.Hal ini karena setiap agama memiliki keyakinan yang berbeda-beda.

Nilai-nilai dari beragam klasifikasi tersebut menjadi kaidah atau patokan bagi manusia dalam melakukan tindakannya. Misalnya,
untuk menentukan makanan yang baik bagi kesehatan tubuh, seorang individu akan berdasar pada nilai gizi dan nilai kebersihan dari kuman.

Namun, ada juga nilai lain yang masih harus dipertimbangkan seperti halal tidaknya suatu makanan tertentu. Dengan demikian,
nilai berperan dalam kehidupan sosial sehari-hari, sehingga dapat mengatur pola perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Nilai-Nilai Ketuhanan

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga
dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya
ada dua kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai
berikut

ِ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَادًا ي ُِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َمنْ يَتَّ ِخ ُذ ِمنْ د‬
ِ َّ‫َومِنَ الن‬

  Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah.Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana
mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme).Allah sebagai Tuhan
mereka.Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata
Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum
turunnya Al-Quran. Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29)
ayat 61 sebagai berikut;

َ‫س َو ْالقَ َم َر لَيَقُولُنَّ هَّللا ُ فَأَنَّى يُؤْ فَ ُكون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش ْم‬ َ َ‫َولَئِنْ َسأ َ ْلتَهُ ْم َمنْ خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan
menjawab Allah. 

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya.
Seseorang baru layak dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang diperintahkan oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.Tuhan
berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat
syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang
harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta
Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaan dari makhluk hidup dan siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan
dari makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa, yaitu sebagai penyebab
pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal,
yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah
manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas. Negara Indonesia didirikan atas
landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga
negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung
dalam:
a.  Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa ….“. Dari bunyi
kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler.
Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan
agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
b.  Pasal 29 UUD 1945 (1)Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Oleh
karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau
perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang
Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi
dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan
kesejukan di dalam kehidupan beragama. Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang
meliputi :
1.        Kerukunan hidup antar umat seagama
2.        Kerukunan hidup antar umat beragama
3.        Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
  Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing
untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya, misalnya : bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada
kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen (Katolik maupun Protestan) berpegang teguh pada kitab sucinya yang
disebut Injil, bagi yang beragama Budha berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab sucinya
yang disebut Wedha. Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai
dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.

D. Penerapan Nilai - Nilai Ketuhanan dan Permasalahannya

Ketika pertama kali pancasila dirancang oleh para pendiri bangsa ini (founding fathers), karakter negara yang diinginkan adalah
sebuah “Negara berketuhanan, berkeadilan dan bermartabat”.      BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) – sebuah
panitia kecil yang bertugas menyiapkan asas-asas kenegaraan pada tanggal 22 Juni 1945, bersepakat atas kesempatan bersama bahwa
“Negara berdasarkan Ketuhanan”.

Panitia yang beranggotakan sembilan orang; Soekarno, Mohammad Hatta, AA. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul
Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, Achmad Subarjo, KH. Abdul Wahid Hasyim dan Muhammad Yamin, berdebat sangat sengit dan
melelahkan.Namun, akhirnya berhasil merumuskan kesempatan sangat penting   dalam bentuk Pancasila dan UUD’45,   sebagai dasar dalam
menjalankan negara Indonesia.

Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, jelas menunjukkan bahwa sila yang paling asas ini mengandung
makna tauhid.Kesepakatan pendiri negara negara berketuhanan atas dasar pemahaman tauhid ini tidak berlebihan.Sebab, kemerdekaan
bangsa Indonesia dicapai berkat jasa besar para ulama, santri dan kaum Muslimin yang berperang melawan penjajah.Dalam tiap tahap-tahap
perjuangan bangsa, selalu ada peran ulama.Sebelum memproklamasikan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno di Cianjur
menemui dua ulama besar, yaitu KH.Abdul Mukti dari Muhammadiyah, dan KH.Hasyim Asy’ari dari NU untuk meminta masukan. Jendral
A. H. Nasution dalam sebuah pidato peringatan 18 Tahun Piagam Jakarta 22 Juni 1963 di Jakarta mengatakan, bahwa rumusan dasar negara
muncul di antaranya karena inisiatif para alim ulama yang mengirimkan surat berisi usulan tentang bentuk dan ketentuan-ketentuan yang
digunakan bagi Indonesia merdeka. Surat yang dikirim dari berbagai alim ulama itu berjumlah 52 ribu surat yang terdaftar.

Prof. Hazairin, Guru Besar Ilmu Hukum UI, berpendapat, “Bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah,
dengan konsekuensi (akibat mutlak) bahwa ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ berarti pengakuan ‘Kekuasaan Allah’ atau ‘Kedaulatan Allah’.
Pendapat tersebut juga pernah diputuskan oleh ulama NU dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo
Jawa Timur tanggal 21 Desember 1983.Di antara keputusan Munas tersebut adalah, (1) Sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ sebagai dasar
Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 UUD 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian
keimaman dalam Islam.

Natsir pernah mengatakan bahwa Pancasila, dapat sesuai dengan tujuan pendiri bangsa, sehingga dibingkai dengan nilai Tuhan
Yang Maha Esa.KH.Muhammad Isa Anshori memiliki pendapat yang sejalan bahwa Pancasila sejalan dengan agama.Sebabnya, nilai
ketuhanan menjadi asas dari filsafat Pancasila itu. Bagi beliau, penjagaan Pancasila haruslah dengan cara mengaplikasikan sila pertama ke
dalam sila-sila yang lainnya.
Merujuk dari pendapat KH. Muhammad Isa Anshori, maka antara Pancasila tidak perlu dihadap-hadapkan secara face to
face dengan agama Islam. Hal ini sudah pernah ditegaskan oleh mantan Presiden Soeharto.Sebagai way of life  rakyat Indonesia, Pancasila
bagi Soeharto jangan dipertetangkan dengan agama. Kata beliau: “Jangan mengamalkan Pancasila dan jangan mempancasilakan agama”.

Terkait dengan itu, amanah besar yang harus diusung kembali oleh generasi kita sekarang adalah, menjadikan Indonesia lebih
beradab. Kaum Muslimin harus didorong untuk melaksanakan ajaran agamanya dengan baik, agar mereka menjadi manusia yang jujur
dalam keimanannya kepada Allah Swt.

E. Cegah Ekstrimisme dengan Nilai Sila Pertama


Paparan singkat di atas telah menegaskan, para pendiri bangsa ini sepakat bahwa membangun negara itu harus dengan
menegakkan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, bukan dengan memelihara ideologi atheisme atau kebebasan tanpa Tuhan.Atheisme dan
kebebasan untuk tidak bertuhan jelas tidak mendapatkan tempat di dalam Pancasila maupun UUD ’45.

Karena itu, menafsirkan Pancasila sila pertama tentu saja dikembalikan kepada tafsir para penyusun atau pendiri bangsa ini.
Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dapat dipahami “Tuhan itu tidak ada, alasannya Tuhan hanya ilusi manusia saja”. Statemen kaum
atheisme ini tidak boleh hidup di negeri ini.

Sila pertama Pancasila selamanya tidak bisa berdamai dengan ideologi ateisme.Akar – akarnya pun tidak ditemukan dalam jati
diri bangsa Indonesia sejak dahulu.Ideologi yang dalam sejarah banyak berlumuran dengan kekerasan dan radikalisme ini merupakan
kategori ideologi “trans-nasional”, bukan asli dari bumi Nusantara.

Ideologi atheisme lahir dari masyarakat yang gagal memadukan antara agamanya dengan realitas ilmu
pengetahuan.Kegagalannya melahirkan ideologi baru yang memusuhi agamanya.Mereka lari dari agama dan menumpukan kepada ilmu
pengetahuan belaka.Dengan mengamalkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, diharapkan bangsa Indonesia dapat memelihara keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan sebagai pencipta alam semesta dengan segala sifatnya yang sempurna. Menurut Prof. Mohammad Baharun,
keimanan dan ketakwaan ini tercermin dalam kehidupan masyarakat yang memiliki ketahanan moral dan spiritual, sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh berbagai faktor tekanan ekonomi maupun tekanan budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai religius.

Selanjutnya Baharun mengatakan, aplikasi nilai ketuhanan ini yang mendasarkan pada hablumminallah  (hubungan dengan
Allah) berkonsekwensi logis harusmenyambung    hablumminannas      (hubungan    sosial     ddengan   manusia),     yaknimembangun
harmonitas sosial dengan sesama manusia sebagai keseimbangan hidup di dunia.

Pengamalan Sila kesatu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam lingkungan masyarakat sekitar meliputi berbagai
bidang, terutama kalau ditinjau menurut Agama yang menjadi mayoritas lingkungan masyarakat yaitu menurut ajaran agama Islam, antara
lain:
a. Bidang Keagamaan.
Menyangkut bidang keagaaman itu sendiri, masyarakat kita sudah tidak meyakini apa yang menjadi tuntunan dan melaksanakan
apa yang menjadi tuntutan serta kewajiban yang sudah disyariatkan sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing. Contoh dalam ajaran
Islam bahwa sholat 5 waktu itu adalah wajib, dan semua orangpun tahu apa hukuman serta pahala yang diperoleh, ketika seseorang itu
melanggar atau melaksanakan apa yang menjadi tuntutan tersebut. Namun tidak sedikit orang Islam yang belum bisa melakukan hal yang
menjadi tuntutan tersebut. Ini membuktikan bahwa pengamalan sila pertama ini belum menjiwai masyarakat itu  sendiri. Sehingga apa yang
menjadi keyakinannya akan terkikis habis oleh perubahan zaman. Hal tersebut baru merupakan pelaksanaan ibadah secara Hablum
Minnallah (hubungan dengan Allah), belum bagaimana pelaksanaan ibadah secara Hablum Minannas (hubungan dengan manusia). Dan ini
akan mempengaruhi terhadap berbagai pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keyakinan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa
ini, menjadikan kegiatan ibadah-ibadah keagamaan kita dapat dirasakan oleh pribadi dan dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, yang
akan membentuk suatu ketentraman dalam masyarakat itu sendiri.
b. Bidang Pemerintahan
Bangsa kita menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kita juga meyakini bahwa Tuhan
adalah maha kuasa atas segalanya. Dalam seluruh aspek kehidupan sangatlah penting menempatkan bahwa Tuhan Maha kuasa atas segala
hal, termasuk dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga akan merasa ada kontrol yang tidak pernah lepas dan lengah dalam
melakukan berbagai kebijakan pemerintahan. Dalam menjalankan roda pemerintahan pada kenyataannya, tenyata belum cukup mengakui
bahwa Pancasila sila, sila ke satu, yang berarti merasa bahwa setiap diri kita tidak ada yang mengawasi atau lupa bahwa Tuhan Melihat kita.
Para oknum pejabat pemerintahan kita serta pelaksana pemerintahan kita sudah tidak lagi melaksanakan Pengamalan sila kesatu. Dibuktikan
bahwa disekitar kita masih banyak perilaku–perilaku yang seolah–olah Tuhan tidak mengetahui dan tidak ada. Perilaku korupsi adalah
perilaku yang seharusnya tidak dilakukan oleh seseorang yang berkeyakinan dan menyatakan ketaqwaannya. Seandainya kita tahu bahwa
prilaku tersebut adalah prilaku yang tidak sesuai dengan bangsa kita yang menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, Maka tindakan tersebut tidak mungkin dilakukan. Seolah Sila Kesatu dari Pancasila tersebut hanyalah sebagai symbol saja, atau
identitas bangsa saja yaitu bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, tanpa meyakini dan menjalankan apa yang menjadi landasan Sila
Kesatu tersebut. Korupsi adalah kata halus dari mencuri, merampok dan lain–lain. Sehingga apa yang bukan haknya menjadikan sesuatu
tersebut menjadi milik pribadi dengan tujuan memperkaya diri. Yang akibatnya pembengunan suatu bangsa tidak mengalami perubahan
yang signifikan, atau bahkan mengalami kemunduran, baik dari segi materi ataupun moral.

c. Bidang Sosial Politik


Politik dalam pengertiannya adalah bermacam–macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan
tujuan–tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan–tujuan itu, dengan kata lain politik adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan
tertentu. Politik identik dengan upaya mendapatkan kekuasaan, jabatan, wewenang. Dalam prakteknya jika perpolitikan di negara kita
berpedoman pada sila ketuhanan yang Maha Esa, maka segala proses perpolitikan di negara kita ini tidak perlu melakukan tindakan diluar
ketentuan Perundang-undangan atau aturan agama itu sendiri. Tindakan Money Politic dalam sebuah pesta demokrasi merupakan suatu
tindakan yang secara nyata tidak meyakini bahwa Tuhan akan memberikan kekuasaan sesuai apa yang di kehendakiNya. Kalau dalam
pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku maka berakibat pula dalam melahirkan sebuah penguasa atau penyelenggara
Negara yang berkualitas atau tidak.
       
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini. Namun melihat kondisi sekarang ini masyarakat kita sudah semakin jauh dari konsep
tersebut, sehingga perjudian, pemerkosaan, dan perilaku penyimpangan lainnya adalah suatu hal yang sudah menjamur diseluruh pelosok
negeri ini. Menurunnya moral suatu bangsa diakibatkan karna prilaku sosial kita sudah tidak berpegang lagi terhadap Ketuhanan Yang Maha
Esa, sehingga generasi harapan bangsa kita terjerumus pada hal–hal yang tidak sesuai dengan norma agama. Hal tersebut diperparah lagi
oleh dukungan pemerintah kita yang terkesan setengah-setengah dalam membuat kebijakan yang mendorong masyarakatnya untuk lebih
menyadari bahwa agama merupakan pondasi dalam berbagai bidang. Temasuk didalamnya bagaimana mengupayakan agar berbagai
kegiatan keagamaan mendapatkan porsi yang utama dalam membentuk generasi harapan bangsa, dukungan tersebut dapat dituangkan baik
dari segi moril ataupun kelayakan sebuah penetapan anggaran. Termasuk mengupayakan agar tenaga pendidik serta kurikulum sekolah kita
agar lebih berkualitas lagi dalam membentuk moral generasi, karena dari sanalah berawal Sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat diamalkan
secara menyeluruh pada berbagai bidang kehidupan.
     
Ada juga permasalahan-permasalahan yang muncul tertakait dengan nilai-nilai ketuhanan selain permasalahan di atas, seperti
kasus bom Bali dan bom bunuh diri di Solo.Dari kedua kasus tersebut diatas menandakan bahwa sudah tidak relevannya warga indonesia
dengan nilai pancasila khususnya pada sila pertama. Dari kasus pertama dikatakan bahwa pelaku melakukan hal tersebut dengan alasan
jihad, sedangkan pada kasus kedua yaitu menunjukkan bahwa adanya pendangkalan iman seseorang. Hal tersebut jelas sangat bertentangan
dengan nilai pada sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu menghilangkan nyawa seseorang sekalipun alasannya adalah
berjihad dan membela agama islam. Belajar dari kasus pengeboman yang sering terjadi di berbagai daerah seharusnya pemerintah
mengadakan tindakan yang tegas kepada pelaku bom, memberikan hukuman kepada pelaku.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai ketuhanan memilik arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.
Serta dengan nilai ini ilmu pengetahuan tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan , dibuktikan dan dikembangkan tetapi juga
mempertimbangkan maksud dan akibatnya kepada manusia dan sekitarnya .Nilai ini juga menyatakan bahwa bangsaIndonesia merupakan
bangsa yang religius bukan bangsa yang atheis serta memberi kebebasan untuk memeluk agama, meghormati kemerdekaan beragama, tidak
ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama.

Anda mungkin juga menyukai