Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..............2

I. 1 Latar Belakang……………………………………………..............2

I. 2 Maksud Percobaan………………………………………………..3

I. 3 Tujuan Percobaan………………………………………………....3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………....4

II. 1 Uraian Umum……………………………………………….............4

II. 2 Uraian Bahan………………………………………………............8

BAB III ALAT DAN BAHAN……...……………………………………………11

III. 1 Alat Dan Bahan……………………………………………………11

III. 2 Cara Kerja………………………………………………………….11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………...……………13

IV. 1 Hasil Pengamatan……………………………………………..…13

IV. 2 Perhitungan……………………………………………..…………13

IV. 3 Pembahasan……………………………………………..……….15

BAB V PENUTUP……………………………………………..……………….16

V. 1Kesimpulan……………………………………………..………..…16

V. 2 Saran……………………………………………..…………………16

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting

bagi farmasi ditambah berbagai faktorbyang mempengaruhi cabang

ilmu tersebut. Lebih khusus pengaaruhnhya terhadap distribusi

obat di dalam tubuh manusi. Hal-hal yang termasuk di dalam

koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat organ target serta

distribusi dan absorpsinya keseluruh bagian tubuh sampai

memberikan efek terapeutik.

Koefisien distribusi didefinisikan sebagai suatu perbandingan

kelarutan suatu zat ( sampel ) di dalam dua pelarut yang berbeda

dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap

pada suhu tertentu.

Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien

distribusi yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi ( ilmu resep

). Satu hal yang penting dari fenomena distibusi adalah sifat

senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari

lipopnokun atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi

dengan cara mencampurkan dua zat yang bersifat saling bertolak

belakang atau tidak saling bercampur. Dengan percobaan ini,

2
diharapkan dapat diketahui tentang fenomena distribusi suatu obat

jika terdapat dalam tubuh.

I.2 MAKSUD PERCOBAAN

Untuk mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien

partisi dari suatu zat di dalam pelarut yang tidak bercampur.

I.3 TUJUAN PERCOBAAN

Untuk menentukan koefisien partisi asam benzoat dalam

pelarut air serta minyak kelapa yang tidak saling bercampur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 URAIAN UMUM

Air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula, dan

senyawa sejenis, sedangkan minyak mineral dan benzene

biasanya biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya

hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan

dengan pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada

pengaruh kimia, listrik struktur yang menyebabkan interaksi timbal

balik zat pelarut dan zat terlarut. ( Martin, 1993 ).

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan

kimia zat terlarut dalam pelarut, juga bergantung pada faktor

temperature, tekanan, Ph larutan, dan untuk jumlah yang lebih

kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. ( Martin, 1993 ).

Jika kelebihan cairan atau zat pelarut ditambahkan kedalm

campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan

mendistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing

menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak

tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan

larutan maka zat tersebut tetap berdistribusi diantara kedua lapisan

dengan berbanding konsentrasi tertentu. ( Martin, 1993 ).

Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat

kedalam pelarut system dua fase, yaitu pelarut organic dan air. Bila

4
molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin

besar dan difusi trans membrane terjadi lebih mudah. Tidak boleh

dilupakan bahwa organisme terdisi dari fase lemak dan air,

sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah

maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat

aktif. ( Ansel, 1989 ).

Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul obat

pertama-tama harus menyebrangi suatu membran biologis bereaksi

sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat dan

mengizinkan absorpsi zat-zat yang larut dalam lemak dengan difusi

pasif sedangkan zat-zat yang tidak larut dalam lemak dapat

mendifusi menyebrangi pembatasan dengan kesulitan yang besar,

jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi,

kelarutan dalam lemak, pH pada tempat absorpsi serta karakteristik

absorpsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH – partisi.

Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dan zat obat

merupakan suatu karakteristik fisika. Kimia yang relative penting

terhadap evaluasi dari efek-efek yang mungkin pada absorpsi dari

berbagai tempat pemberian. ( Ansel, 2005 ).

Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien

distribusi sangat penting diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip

dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan ilmu

farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak –

5
air, kerja obat ditempat yang tidak spesifik, absropsi dan distribusi

obat keseluruh tubuh. ( Martin, 1993 ).

Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari

fase tersebut. Hukum distribusi digunakan hanya untuk yang umum

konsentrasinya pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul

sederhana dari zat tersebut. ( Martin, 1993).

Koefisien partisi minyak – air adalah suatu petunjuk sifat

lipofilik atau hidrofilik dari molekul obat. Lewatnya obat dari

membrane lemak dan interaksi obat dengan makro molekul pada

reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien

oktanol/air dari obat. ( Martin, 1993 ).

Faktor – faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi

adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi

menunjukan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam

bentuk lemak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung

banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hamper tidak

diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam

ekstrasel. ( Ernest, 1999 ).

Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya

membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan

dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur

artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada

konsentrasi di tempat lain pada organisme, walaupun demikian

6
kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk

hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas, sebagian dicoba melalui

menyuntikkan atau infus sitostika kedalam arteri memasok tumor

untuk memperoleh kerja yang terarah. ( Ernest, 1999 ).

Pada umumnya obat - obat bersifat asam lemah atau basa

lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air sebagian anak

terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada

pH larutannya. Obat - obat yang tidak terionkan lebih mudah larut

dalam lipida, sebaiknyadalam bentuk ion kelarutannya kecil atau

bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat

besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang besifat asam lemah

atau basa lemah. ( Sardjoko, 1987 ).

Kelarutan. kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa

cara. Menurut U.S Pharmacopeia dan National Formulary, definisi

kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram

zat terlarut.

Pelarut polar. Kelarutan obat sebagian besar disebabkan

oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipol momennya. Pelarut polar

melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain.

Pelarut non polar. Aksi pelarut dari cairan non polar, seperti

hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non polar tidak

dapat mengurangi gaya Tarik menarik antara ion – ion elektrolit

kuat dan lemah, karena tatapan dielektrik pelarut yang rendah.

7
Pelarut semi polar. Pelarut semi polar seperti keton dan

alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam

molekul pelarut non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam

alkohol, contohnya benzene yang mudah dapat dipolarisasikan.

Ringkasan. Peribahasa sederhana like dissolves like

sekarang dapat disusun kembali dengan menyatakan bahwa

kelarutan suatu zat pada umumnya dapat diperkirakan hanya

dalam cara kualitatif, setelah mempertimbangankan hal-hal seperti

polaritas, tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi

asam basa dan faktor – faktor lainnya. ( Farmasi fisik. edisi III. Jilid

1 ).

II.2 URAIAN BAHAN

1. Aqua destillata ( FI Edisi V Hal. 63-64 )

Nama resmi : AIR MURNI

Nama lain : Purified water

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.

Khasiat kegunaan : Pelarut.

2. Asam benzoate ( FI Edisi V Hal. 151 )

Nama resmi : ACIDUM BENZOICUM

Nama lain : Asam benzoat

RM/BM : C7H6O2 / 122,12

8
Pemerian : Hablur bentuk jaman atau sisik, putih, sedikit

berbau, biasanya bau benzalolehida atau

benzoin, agak mudah menguap pada suhu

hangat, mudah menguap dalam uap air.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam

etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Khasiat kegunaan : Antiseptikum ekstern, Anti jamur.

3. Minyak kelapa ( FI Edisi III Hal. 456 )

Nama resmi : OLEUM COCOS

Nama lain : Minyak kelapa

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna atau kuning

pucat, bau khas, tidak tengik.

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) pada suhu

60°C sangat mudah larut dalam kloroform dan

dalam air.

Khasiat kegunaan : Zat tambahan.

4. Fenoftalein ( FI Edisi V Hal. 445 )

Nama resm : FENOFTALEIN

Nama lain : Phenolphtalein

RM/BM : C20H14O4 / 318,33

9
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

lemah tidak berbau, stabil diudara.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

etanol, agak sukar larut dalam eter.

Khasiat kegunaan : sebagai indikator

Penyimpana : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya, pada suhu ruang.

5. Sodium hydroxide ( FI Edisi V Hal. 911 )

Nama resm : NATRIUM HIDROKSIDA

Nama lain : Sodium hydroxide

RM/BM : NaOH / 40,00

Pemerian : Putih atau praktis putih, keras, rapuh, dan

menunjukan pecahan hablur.

Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol.

Khasiat kegunaan : Sebagai larutan penitrasi.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

10
BAB III

ALAT DAN BAHAN

III. 1 ALAT DAN BAHAN

ALAT

1. Buret

2. Corong pisah

3. Erlenmeyer

4. Gelas kimia

5. Gelas ukur

6. Pipet tetes

7. Pipet volume

BAHAN

1. Air suling ( aquadest )

2. Asam benzoate

3. Indicator pp

4. Larutan baku NaOH

5. Minyak kelapa

III. 2 CARA KERJA

TANPA PARTISI

1. Ditimbang asam benzoate sebanyak 100 mg, masukan kedalam

beaker glass lalu larutkan dengan air sebanyak 100 ml, aduk

hingga larut.

11
2. Dipipet sebanyak 25 ml larutan asam benzoate dengan

menggunakan pipet volume kemudian masukan kedalam

Erlenmeyer, dilakukan sebanyak 2 kali.

3. Dititrasi dengan larutan baku NaOH, kemudian amati perubahan

yang terjadi.

DENGAN PARTISI

1. Dimasukan sisa asam benzoate 50 ml kedalam corong pisah.

2. Diukur minyak kelapa sebanyak 50 ml lalu masukan kedalam

corong pisah lalu kocok hingga homogen.

3. Didiamkan sampai air dan minyaknya terpisah atau hingga

terlihat bidang batasnya.

4. Diambil yang jernihnya lalu dipipet 25 ml, kemudian masukan

kedalam Erlenmeyer, dilakukan sebanyak 2 kali.

5. Ditambahkan indikator pp

6. Dititrasi dengan larutan baku NaOH, kemudian amati perubahan

yang terjadi.

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENGAMATAN

No Sampel Volume % Kadar Konsentrasi

titrasi distribusi

CA CB CA CB

1. Asam 2,6ml 0,6ml 124,37% 28,7012% 0,7692%


Benzoat

IV.2 Perhitungan

Dik : Berat sampel = 102,1

Berat asam benzoate = 12,21

NaOH = 0,1N

FP = ml

Volume total = 100 ml

Vt1 = 2,6

Vt2 = 0,6

Penyelesaian

 Perhitungan tanpa partisi

CA =

CA = 124,37 %

13
 Perhitungan dengan partisi

CB =

CB = 28,7012%

 Konsentrasi distribusi

KD =

= 0,7692%

14
IV.3 PEMBAHASAN

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana

distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling

bercampur tergantung pada interaksi fisika dan kimia antara pelarut

dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul

sedangkan koefisien partisi atau distribusi adalah perbandingan

konsentrasi koratimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda

yang tidak bercampur.

Pada campuran di corong pisah di larutkan selama ±15

menit, agar pemisahan antara air dan minyak bisa sempurna.

Alasan mengapa dilakukan titrasi hanya pada fase air saja adalah

apabila di lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi

spesifikasi ( penyabunan ). Alasan menggunakan asam borat

memiliki dua fase yaitu polar dan non-polar.

Hasil yang diperoleh pada percobaan koefisien distribusi

pada %CA adalah 143,9292% dan % CB adalah 47,9764%

Sehingga mendapatkan hasil koefisien distribusi dari hasil

pengurangan %CA - %CB adalah 0,6666%

15
BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan yang telah

dilakukan dapat diperoleh penentuan kadar asam benzoat dalam

minyak adalah 47,9764% dan koefisien partisinya adalah 0,6666%

V.2 SARAN

Diharapkan agar alat yang akan digunakan di laboratorium

untuk dilengkapi demi kelancaran praktikum

16
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas


Indonesia Press : Jakarta

Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.


Universitas Indonesia Press : Jakarta

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen


Kesehatan RI : Jakarta

Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik jilid I Edisi III. Universitas Indonesia
Press : Jakarta

Tim laboratorium kimia . 2019. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika .


Akademi farmasi yamasi makassar : Makassar

Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. PAU Bioteknologi


Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta.

Ernest. 1999. Dinamika Obat. Institut Teknologi Bandung : Bandung.

17
LAMPIRAN

- Hasil Titrasi - Dengan Partisi (Air dan Minyak)

- Tanpa Partisi (Air) - Dipipet volume

18

Anda mungkin juga menyukai