Reading Difficulties Atau Dyslexia
Reading Difficulties Atau Dyslexia
“Kesulitan Belajar (Learning Disabilities) pada siswa kelas 4 ditinjau dari Kesulitan
Membaca (Reading Dificulties)”
Disusun Oleh:
KELAS B
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
BAB I
Pendahuluan
1.1 Topik
Adapun topik yang kami pilih dalam kegiatan observasi dan wawancara setting
psikologi klinis kali ini adalah kesulitan belajar (learning disabilities) pada siswa kelas 4
ditinjau dari Kesulitan Membaca (reading dificulties).
Problem kesulitan belajar membaca paling banyak ditemui dengan suatu proporsi
yang besar. Diestimasikan bahwa siswa yang mengalami kesulitan membaca
frekuensinya sebesar 90% (Bender, 2004)
Landasan Teori
Menurut IDEA (individuals with disabilities education act Amsterdam), anak dengan
kesulitan belajar khusus adalah anak-anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan
pada satu atau lebih proses-proses psikologis dasar yang mencakup pengertian atau
penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan; dimana hambatannya dapat berupa
ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau
berhitung.Hambatan tersebut termasuk seperti gangguan persepsi, kerusakan otak, MBD
(Minimal Brain Dysfunction), kesulitan membaca (dyslexia), dan gangguan dalam
memahami kata-kata (developmental aphasia).
Heward (2003) mengasosiasikan gangguan belajar sebagai problem dalam
mendengar, berpikir, memori, atensi, seleksi dan fokus terhadap suatu stimulus, serta
dalam mempersepsikan dan memproses informasi visual dan auditory.kesulitan pada
proses kognitif dan persepsi inilah yang diasumsikan sebagai alasan mendasar kenapa
individu mengalami kesulitan dalam belajar. Seperti: bermasalah dalam membaca, lemah
dalam menulis, tidak cukup prestatif dalam matematika, lemah dalam kemampuan sosial,
hingga bermasalah dalam perilaku.
Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar spesifik dalam
konteks Intelegensi normal dan adanya kesempatan belajar (Nevid, dkk., 2003b). Bennet
(2006) menggunakan istilah kesulitan belajar (learning difficulties) sebagai suatu kondisi
yang menunjukkan kelemahan pada fungsi intelektual.Terdapat banyak perbedaan istilah
yang digunakan untuk menjelaskan orang-orang dengan kondisi tersebut. Dulu di Inggris,
menggunakan istilah ‘handicap’, ‘subnormal’ atau ‘retarded’ dalam menyebut keadaan
tersebut. Namun sekarang, kata-kata tersebut diperhalus dengan istilah “orang yang
memiliki kesulitan belajar”.
Levine (2000, dalam Nevid, dkk, 2003b) mengungkapkan bahwa orang-orang
dengan gangguan belajar, sebaliknya bisa merupakan orang yang pandai dan berbakat.
Akan tetapi, mereka menunjukkan perkembangan yang buruk dalam beberapa hal seperti
kemampuan membaca, matematik, menulis, atau berprestasi. Di sisi lain, Nevid (2003b)
berpendapat bahwa orang dengan gangguan belajar cenderung menjadi gangguan kronis
yang kemudian mempengaruhi perkembangan individu sampai dewasa dan berprestasi
buruk di sekolah.
Berikut ini adalah tipe-tipe gangguan belajar:
1. Gangguan matematika. Gangguan ini menggambarkan anak-anak dengan
kekurangan dalam kemampuan aritmatika. Meliputi: masalah dalam memahami
istilah matematika dasar dan operasinya (penjumlahan dan pengurangan);
kesulitan memahami simbol-simbol matematika (+, =, X, dll); atau masalah
belajar tabel perkalian. Umumnya, dapat dikenali sejak kelas 1-3 SD.
2. Gangguan menulis. Gangguan ini mengacu pada anak-anak dengan keterbatas
pada kemampuan menulis. Seperti: kesalahan mengeja, tata bahasa, tanda baca
atau kesulitan dalam membentuk kalimat atau paragraf. Gangguan ini biasanya
mulai tampak sejak anak usia 7 tahun (kelas 2 SD) sampai usia 10 tahun (kelas 5
SD).
3. Gangguan membaca (dyslexia) Yaitu kelambatan atau kesulitan dalam mengenali
kata-kata dan memahami bacaan. Sehingga, mereka mengubah, menghilangkan
atau mengganti kata-kata ketika membaca. Mereka juga mengalami kesulitan
dalam menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya, serta kesulitan
menerjemahkannya menjadi suara yang tepat (Miller-Medzon, 2000 dalam Nevid
2003b). Kebanyakan, mereka salah mempersepsikan huruf-huruf seperti jungkir
balik misalnya w dengan m; atau melihat huruf-huruf secara terbalik seperti b
untuk d. disleksia dapat diidentifikasi mulai usia 6 tahun.
4. Rendahnya academic achievement (membaca, menulis, mengeja, berhitung)
(Hallahan & Kauffman, 1988).
2.2 Indikator
Karakteristik anak-anak kesulitan belajar dapat dilihat dari simtom atau gejala yang
muncul dan terlihat. Anak dengan kesulitan belajar memiliki variasi interindividual sesuai
dengan masalah yang dihadapi. Sebagian dari mereka menunjukkan ketidakmampuan
atau kesulitan terutama dalam aspek kognitif, seperti membaca, berhitung dan berpikir.
Sebagian lain bermasalah dalam bahasa; sulit mengekspresikan diri secara lisan maupun
tulisan atau dalam memproses bahasa. Selain itu, anak dengan kesulitan belajar dapat
menunjukkan variasi intraindividual, yakni kemampuan dalam dirinya sendiri. Seorang
anak yang lemah dalam membaca dan mengenali huruf atau angka, mungkin memiliki
kemampuan lebih dalam melukis atau kinestetik (dalam Nevid, 2003b).
2.2 Indikator
Sehingga berdasarkan teori yang digunakan mengenai reading dificulties atau dyslexia
yaitu:
Indikator Keterangan
3.1 Metode
Metode yang digunakan dalam observasi ini adalah observasi langsung, artinya
observer langsung mengamati perilaku yang muncul di lapangan. Adapun jenis dari
observasi yang digunakan adalah sistemik atau terstruktur, dimana observer melakukan
observasi menggunakan kerangka atau structured observastion yang sebelumnya telah
disiapkan. Ciri pokok dari observasi ini adalah kerangka yang memuat faktor-faktor yang
telah mengatur kategorisasinya dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-
kategori itu lebih dahulu (Hadi, 1989).
Observasi juga diakukan secara undisguised dimana observasi nantinya akan
dilakukan ketika subjek sedang belajar. Observer akan berpura-pura untuk mementori
atau membantu subjek saat belajar, kemudian subjek akan diminta membaca beberapa
bacaan yang diberikan observer.
Teknik pencatatan yang digunakan pada observasi ini adalah event dengan tambahan
pencatatan data secara narasi.
Pada saat observasi dilakukan kepada subjek secara langsung, Observer telah
menyiapkan form pencatatan lembar observasi yang berisi target perilaku yang telah
ditentukan didasarkan kepada indikator yang akan diobservasi. Kemudian observer akan
mengisi lembar form pencatatan tersebut sesuai dengan kemunculan target perilaku.
Digunakannya metode ini dikarenakan observer ingin mendapatkan terget perilaku secara
alamiah, yang mana target perilaku tersebut didasarkan kepada teori yang mendasari
dilakukannya observasi.
3.1.2 Metode Wawancara
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara secara langsung dengan
menggunakan open question.Metode ini digunakan agar informasi yang ingin digali pada
subjek dapat dilakukan dengan maksimal. Penggunaan open question pada wawancara
akan memudahkan interviewer dalam menggali informasi. Respon yang akan di hadirkan
oleh interviewee dengan menggunakan jenis pertanyaan ini juga akan bebas dan tidak
terbatasi oleh pada cakupan tertentu. Namun untuk membatasi respon atau jawaban dari
pertanyaan wawancara agar tidak melebar maka digunakan pedoman wawancara yang
dibuat secara terstruktur.Hal ini digunakan untuk memudahkan interviewer menggali
informasi terkait dengan indikator yang ada secara sistematis. Proses wawancara sendiri
dilakukan sebelum pengambilan data observasi kepada subyek. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi faking good dan pengambilan data observasi digunakan untuk
pengklarifikasian hasil data wawancara mengenai kemampuan subjek.
3.2 Panduan
3.2.1 Panduan Observasi
Berikut merupakan Form Observasi yang digunakan untuk mencatat target perilaku yang
akan di observasi.
FORM OBSERVASI
Tanggal Obsevasi :
Waktu Observasi :
Tempat Observasi :
Observer I / II :
I II III IV
Opening
Pertanyaan
Menutup kegiatan wawancara dan berterimakasih kepada subjek karena telah bersedia
mengikuti kegiatan wawancara.
Opening
Body
Pertanyaan
Closing
Menutup kegiatan wawancara dan berterimakasih kepada significant other karena telah
bersedia mengikuti kegiatan wawancara.
3.3 Peralatan
Berikut merupakan peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan observasi yaitu
lembar observasi, alat tulis, kamera untuk mendokumentasikan target perilaku subjek
serta petunjuk pelaksanaan observasi. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan untuk
melakukan wawancara yaitu alat perekam atau recorder, panduan wawancara serta alat
tulis.
BAB IV
Pelaksanaan
b) Observer II
Nama : Laili Nur Affida
Pekerjaan : Tetangga subjek
Usia : 17 tahun
c) Interviewer I
Nama : Ana zubaidah
NIM : 111211131026
Kelas :B
a. Observer 1
Subjek mengurangi
1 Anak mengurangi atau menghilangkan
beberapa kata seperi
kata-kata ketika membaca
‘sekolahan’ menjadi
‘sekolah’, ‘wektu’
menjadi ‘wetu’,
V ‘omongan’ menjadi
‘omal’, ‘banjur’ menjadi
‘bajur’, ‘wangsulan’
menjadi ‘wasulan’,
‘mangkate’ menjadi
‘makate’.
-
5 Anak membaca setelah jeda lebih dari 10 -
detik
Bal-balan menjadi
6 Anak membaca kata-kata yang sama V mal..mal.. baling
secara berulang-ulang
Ketika observer
7 Anak dapat menjawab soal-soal
menanyakan apa isi teks
berdasarkan teks
yang sudah dibaca, subjek
V
menjawab tidak tahu dan
dia membacakan kalimat
pertama pada teks.
Subjek menjawab soal-
8 Anak menjawab soal secara tepat dan
soal akan tetapi
sesuai dengan isi teks V
jawabannya tidak
menjawab pertanyaanya.
b. Observer 2
Subjek mengurangi /
1 Anak mengurangi atau menghilangkan
menghilangkan kata-kata
kata-kata ketika membaca
ketika membaca, misalnya
kata ‘wektu’ menjadi
‘wetu’, ‘sekolahan’
V
menjadi ‘sekolah’,
‘banjur’ menjadi ‘bajur’,
‘mangkate’ menjadi
‘makate’, ‘mantan’
menjadi ‘man’.
-
5 Anak membaca setelah jeda lebih dari 10 -
detik
Observer 1 Observer 2
Observer meminta Subjek untuk membaca Observer memberikan bacaan untuk dibaca
suatu teks. Subjek membaca teks. Subjek kepada subyek. Kemudian subyek
mengganti beberapa kata seperti ‘Tito’ membaca teks. Subjek mengganti kata,
dibaca ‘Dino’, ‘Boni’ dibaca ‘Budi’. Subjek misalnya Danu menjadi Dau, Tito dibaca
menghilangkan kata-kata. Subjek beberapa Dino, ian dibaca ia, Boni dibaca Budi.
kali mengganti kata-kata seperti ‘Omongan’ Subjek menghilangkan kata contohnya
diganti ‘Omah’, ‘bebarengan’ dibaca omongan dibaca omah. Mengganti kata
‘beberekan’, ‘suwung’ dibaca ‘suwe’. bebarengan dengan beberakan. Kemudian
Subjek terlihat beberapa kali salah pada kata suwung diganti menjadi suwe. Subjek
kata-kata yang panjang dan berpaten. Serta terlihat berfikir setiap membaca saat
kata yang agak susah seperti ‘stadion’ pergantian kata. Subjek beberapa kali susah
dibaca ‘setion’. Subjek mengulang membaca kata-kata yang panjang.
membaca kata-kata yang merupakan kata Mengganti kata-kata stadion menjadi
ulang, tidak tepat lagi. Dalam membaca, setion, bal-balan diganti menjadi mal
subjek berulang kali (3x) meloncati teks baling. Subjek beberapa kali meloncati
yang seharusnya dibaca. Subjek terlihat kata-kata. Terlihat saat membaca kata
tidak datar dan tidak berekspresi ketika senam ia salah mengucapkan bunyi huruf
membaca. Tidak ada intonasi/penekanan ‘e’ nya. Subjek membaca tidak dengan
tertentu. Beberapa kali salah vocal, ekspresi. Seenaknya sendiri. Subjek terlihat
misalnya ‘sènam’ dibaca ‘senam’ (dengan susah membaca kata-kata yang berpaten.
pengucapan huruf e seperti pada kata Misalnya basket dibaca basket. Subjek juga
bebek). Subjek kurang bisa membaca kata- sulit membaca kata yang berimbuhan
kata yang ada tambahannya (imbuhan) seperti mengganti kata ngubeng dibaca
misalnya ‘mburi’ dibaca ‘muri’, ‘manahan’ menjadi kata ngumbati, mburi dibaca muri,
dibaca ‘manah’. Subjek tidak menunjukkan dan ketika subjek diminta untuk
kesulitan atau tidak bisa membaca, sebab mengerjakan soal subjek bilang bahwa ia
dari awal subjek hanya saja (asal tidak bisa. Subjek juga lebih meminta
membaca), tidak menanyakan apakah benar observer untuk menceritakan isi bacaan
atau salah. dan menjelaskan kepadanya.
Ketika subjek diminta untuk menjawab
soal-soal yang sesuai dengan teks, ia
menjawab tidak bisa. Ketika ditanya apa isi
teks-nya? Subjek membaca kalimat awal
teks. Subjek mengatakan tidak mengerti isi
teks.
Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan pada hari Sabtu, secara kebetulan
subjek meminta observer untuk mengajarinya bahasa jawa. Sehingga observer
memanfaatkan keadaan ini. dimulai dengan subjek diminta untuk membaca dan subjek
diminta untuk memahami isi dari teks bacaan tersebut yang sebelumnya telah dipilih oleh
subjek. Setelah melakukan dan memberi subjek beberapa waktu untuk membaca,
observer memberikan soal yang diambil dari bacaan yang telah dibaca dan alhasil subjek
tidak dapat menjawab soal-soal tersebut karena subjek tidak dapat memahami bacaan
tersebut dikarekan subjek tidak dapat membaca sebuah teks dengan utuh dan benar.
5.1.2 Consequences of the problem (targeted) behavior
Setelah subjek dibimbing untuk belajar bahasa jawa sesuai dengan yang ia minta
pada observer, subjek tidak dapat menyelesaikan soal dengan baik karena tidak
memahami isi dari soal. Soal tersebut menginstruksikan untuk mengurutkan gambar yang
membentuk sebuah cerita dan dikarekan tidak mengerti dan memahami sehingga subjek
tidak dapat mengurutkan gambar dan menjawab soal salah.
- -
5 Anak membaca setelah jeda lebih dari 10 detik
Anak membaca kata-kata yang sama secara V V
6
berulang-ulang
Danu menjadi
Dau,
basket menjadi
basate.
-
5 Anak membaca
setelah jeda lebih - -
dari 10 detik
Berkali-kali subjek
6 Anak membaca Bal-balan mengulang kata-kata
kata-kata yang Bal-balan menjadi
menjadi mal- yang sama (seperti
sama secara mal..mal.. balang
mal…baling bal-balan, jadi mal
berulang-ulang mal.. baling.
Validitas observasi dan instrumen wawancara yang digunakan adalah content validity.
Yaitu suatu validitas alat ukur yang sesuai dengan estimasi apakah sudah sesuai dengan
indikator-indikator yang merupakan definis operasioanl dari definisi konseptual tentang
gaya belajar.
Reliabilitas alat ukur perilaku (form observasi) yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
inter-rater yang berperan sebagai pembanding bagi observer dalam melakukan pencatatan
perilaku. Reliabilitas diukur dengan menghitung percentage of agreement dari observer
dan inter-rater. Apabila dituliskan dalam persamaan matematis, maka rumus reliabilitas
alat ukur ini adalah :
A rr
%A RR = ×100
A rr + D
Keterangan :
Arr : jumlah perilaku yang kemunculannya disetujui oleh observer dan inter-
rater.
Reliabilitas:
9
%A RR = ×100
9+0
%A RR = 100%
Berdasarkan observasi yang dilakukan, dari ketiga indikator yang dipakai yaitu
decoding, kelancaran, dan pemahaman, dapat diambil hasil sebagai berikut:
1. Decoding
Pada indikator ini terdapat tiga target perilaku yang diobservasi, yaitu: a)
Anak mengurangi atau menghilangkan kata-kata ketika membaca, b) Anak
menambahkan atau mengganti kata-kata ketika membaca, c). Anak tidak
dapat membedakan beberapa bunyi seperti e (pada “len”) dan e (pada
“lebah”), atau o (pada “kosong”) dan o (pada “coro”). Ketiga target tersebut
muncul saat observasi berlangsung.
Adapun kekhasan kemunculan pada target perilaku ‘a’ adalah subjek
cenderung dalam mengurangi kata-kata, dari hasil observasi subjek tidak
menunjukkan perilaku menghilangkan kata-kata. Adapaun karakteristiknya
sebagai berikut :
Pada target perilaku ‘c’, hal ini terwakili ketika Subjek membaca Kata
‘senam’ (seperti pengucapan –e pada kata ‘lebah’), yang berubah bunyi jadi
‘senam’ (seperti pengucapan –e pada kata bebek).
2. Kelancaran
Pada indikator ini, terdapat pula tiga target perilaku yang diobeservasi,
yaitu: a) Anak membaca dengan mengeja, b) Anak membaca setelah jeda
lebih dari 10 detik, c) Anak membaca kata-kata yang sama secara berulang-
ulang. Dari ketiga kategori tersebut, kemunculan hanya terjadi pada target
perilaku c. subjek berkali-kali mengulang kata-kata yang sama (seperti bal-
balan, jadi mal mal..baling). Sebagai data tambahan, bahwa subjek juga
tidak nampak membaca dengan cara mengeja, akan tetapi subjek terlihat
berpikir saat pergantian kata.
3. Pemahaman
Indikator pemahaman berisi tiga target perilaku yang diobservasi, yaitu: a)
Anak dapat menjawab soal-soal berdasarkan teks, b) Anak menjawab soal
secara tepat dan sesuai dengan isi teks, c) Anak mengerjakan sesuai instruksi
pada teks. Ketiga target perilaku tersebut tidak muncul saat observasi
berlangsung.
Berikut merupakan hasil wawancara dengan subjek dan significant other yang sudah
dibuat dalam bentuk tabel serta telah dilakukan pengcodingan.
ID03102014 Ya
AZ03102014 Siapa?
ID03102014 Tiga
ID03102014 Bu Karwati
ID03102014 Sudah
ID03102014 Susah…
ID03102014 Iya
ID03102014 Nggak
ID03102014 Em…
ID03102014 Membaca.
ID03102014 Berhitung…
ID03102014 Pernah
ID03102014 Polisi
ID03102014 Bisa
ID03102014 Bisa
ID03102014 Nggak..
ID03102014 kalau kita sudah tahu rumas Decoding Ketika subjek memaca
detat bilang, kita dapat banyak huruf yang hilang
mencahkan sala-sala yang atau berubah sehingga isi
sulit dengan sangat mudah. teks menjadi tidak jelas.
Kita dapat mendemukan
jumplah derat bilang dengan
cara menjumlahkan bilangan
pertaman dan kepuluh, kedua
dan kesembilan, ketika dan
kedelapan, kepat dan
ketujuan. Errata kelima dan
keenam, lalu menjumlah
semuanya.
Decoding
Kelancaran
Pemahaman
17
Sebenernya ya ketinggalan.
Lah iya…
Bisa
Ya…
Keterangan Warna :
Decoding
Kelancaran
Pemahaman
Penunjang
5.3.3 Clustering hasil wawancara Subjek
1. Decoding
ID0310 kalau kita sudah tahu rumas detat Decoding Subjek mencoba membaca
2014 bilang, kita dapat mencahkan teks yang telah disediakan.
sala-sala yang sulit dengan sangat Terdapat banyak huruf yang
mudah. Kita dapat mendemukan dihilangkan atau berubah pada
jumplah derat bilang dengan cara beberapa kata, seperti:
menjumlahkan bilangan pertaman rumus – rumas
dan kepuluh, kedua dan deret – detat
kesembilan, ketika dan kedelapan, memecahkan – mencahkan
kepat dan ketujuan. Errata kelima soal-soal – sala-sala
dan keenam, lalu menjumlah menemukan – mendemukan
semuanya. jumlah – jumplah
deret – derat
kesepuluh – sepuluh
ketiga – ketika
keempat – kepat
ketujuh – ketujuan
serta – errata
2. Kelancaran
ID0310 Iya
2014
2014
3. Pemahaman
1. Decoding
AZ041 Soalnya saya tadi malam itu juga Decoding Interviewer memaparkan
02014 kebetulan sudah melakukan e… ya bahwa subjek masih sering
tak tanya-tanya dulu, kamu bisa mengubah, mengurangi dan
membaca nggak? Bisa. Terus tak menghilangkan kata yang ada
coba, o ternyata begini… pada teks bacaan pada guru
maksudnya tak suruh membaca… subjek.
dua kalimat apa… itu sudah guru subjek menyetujui
banyak yang salah, ada beberapa pemaparan interviewer.
kata yang dikurangi, diganti,
dihilangkan, ditambah, seperti itu
bu. Jadi memang seperti itukah bu?
Iya gitu, mbak…
AZ041 Terus dia pernah disuruh membaca Decoding Guru subjek menjelaskan
02014 di depan gitu? bahwa subjek sering
gitu. Kalau dia ndak bisa, terus ketika membaca. Seperti “ibu
2. Kelancaran
Catatan Reflektif dan
Kode Transkip Wawancara Indikator
Koding
AZ041 Dia sudah bisa membaca bu? Kelancaran Guru subjek menjelaskan
02014 bahwa subjek belum bisa
membaca. Namun sudah bisa
Belum
sedikit-sedikit.
AZ041 Sudah?
02014
AZ041 Em.. kalau di dekte nggak bisa. kelancaran Jika dibandingkan teman-
02014 Kalau.. apa tadi kan ibu temannya satu kelas, sibjek
mnegatakan kalau dia sudah bisa masih tertinggal dalam hal
membaca tapi kurang. Berarti membaca.
kalau dibandingkan sama temen-
temenya itu apakah memang.. ya
dia itu…
Semua toh?
Sebenernya ya ketinggalan.
AZ041 Em… kalau mengerjakan LKS bu, Pemahaman Dalam menjawab soal yang
02014 bisa? ada dalam teks bacaan, subjek
masih belum mampu.
Sehingga subjek masih tidak
Adapun pada aspek decoding ditunjukkan oleh subjek ketika subjek diminta untuk
membaca teks yang di berikan leh interviewer. Pada hasil bacaan oleh subjek diketahui
bahwa banyak huruf yang dihilangkan oleh subjek serta diubah oleh subjek sehingga
makna yang seharusnya berganti dan tidak dapat dimengerti. Jika diruntut lagi dapat
disimpulkan bahwa karena hal yang dialami oleh subjek maka pemahaman akan suatu
bacaan yang dimiliki oleh subjek tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini menyebabkan
subjek tidak dapat menjawab pertanyaan yang ada jika jawaban dari pertanyaan tersebut
sebenarnya ada di dalam teks bacaan.
Kemudian jika dilihat dari hasil wawancara dengan significant other di ketahui bahwa
dalam indikator deoding, subjek memamng masih sering menghilangkan, mengubah
huruf yang ada dalam suatu kata. Seperti ibu sayang kita berubah menjadi ibu kita. Kata
sayang yang seharusnya ikut terbaca dihilangkan oleh subjek sehingga makna pada
kalimat yang ada berubah. Dalam kesehariannya disekolah significant other menyebutkan
bahwa subjek mampu membaca suatu paragraph namun dengan tempo yang lambat dan
harus dibaca satu persatu per kata. Sehingga akan memakan waktu yang lama jika
dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Penjelasan tersebut mendukung
indikator kelancaran dimana menurut significant other subjek masih belum lanvar dalam
membaca. Jika dibandingkan dengan teman-teman satu kelas, subjek masih tertinggal
jauh dalam membaca. Begitu juga pada kegiatan yang lain seperti berhitung. Subjek
masih kurang dalam kedua hal tersebut. Hal ini diperkuat juga dengan prestasi subjek
dimana subjek mendapatkan peringkat ke dua terakhir dalam satu kelasnya.kemudian
untuk indikator pemahaman subjekdirasa masih kurang mampu untuk memahami suatu
teks bacaan. Sehingga untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam LKS subjek
masih belum mampu. Hal ini dapat disebabkan kemampuan subjek yang masih kurang
dalam membaca dan mengenali huruf.
Jika dilihat dari hasil wawancara dan observasi, maka didapatkan mengenai kesulitan
belajar (learning disabikities) ditinjau dari kesulitan membaca sebagai berikut :
Subjek merupakan seorang siswa kelas empat sekolah dasar yang memiliki
kepercayaan diri yang tinggi saat ditanya oleh interviewer tentang keterbatasannya
membaca subjek dengan cepat menjawab bahwa ia sudah dapat membaca. Diusianya dan
jika dilihat dari tingkatan pendidikan subjek memiliki kepercayaan diri yang tinggi
dibandingkan dengan teman sekelasnya. Dilihat dari tanggapan guru kelas bahwa subjek
tidak pernah malu jika harus maju kedepan kelas dan mengerjakan soal yang diberikan.
Didalam kegiatan belajar mengajar subjek masih perlu adanya bimbingan baik dari
guru maupun orang tua. Bimbingan ini terkait dengan bagaimana subjek dapat
meminimalisir tentang kurangnya pemahaman subjek tentang berhitung dan membaca
sebuah kalimat yang diberikan. Selain itu karena usianya yang masih anak-anak, maka ia
perlu diingatkan untuk rajin berlatih membaca dan melakukan beberapa kegiatan yang
dapat menunjang soft skill yang dimilikinya.
Subjek masih sangat memerlukan perhatian yang penuh, maka peran bimbingan
orang tua sangat diperlukan disini. Tujuannya agar dapat membimbing sujbjek untuk
meningkatkan kemauan serta motivasi subjek dalam hal membaca. Dimana kekurangan
subjek untuk membaca, mengerjakan tugas dan berhitung sangat tertinggal jauh jika
dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Subjek mengatakan bahwa ia sudah dapat
membaca tetapi saat kami melakukan observasi terkait dalam aspek membaca masih
terkesan terbata-bata dan subjek lebih sering mengganti huruf dan membaca sebuah
kalimat kurang jelas dan terkesan mengambil suara terakhir dari bacaan yang
dicontohkan terlebih dahulu.
Selain itu, ada baiknya orang tua maupun guru turut bekerja sama untuk
mengembangkan minat berlatih membaca pada subjek terlebih pada anak seusia subjek
yang mengalami kesusahan dalam hal membaca. Mungkin guru dikelas dapat
memberikan perhatian tertuju siswa yang mengalami kesulitan membaca dan mungkin
dengan dibentuknya kelompok membaca yang dapat membantu siswa tersebut. Cara
belajar berkelompok ini diharapkan subjek dapat menumbuhkan motivasi untuk dapat
belajar membaca dan meminimalisir kesulitan membaca yang dialami.
Dari hasil obeservasi dan wawancara yang kami lakukan, subjek yang kami amati
memiliki tingkat kesulitan membaca yang membutuhkan perhatian baik dari guru
maupun orang tua subjek. Dimana subjek telah memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
saat ia diminta untuk maju kedepan kelas ia berani walaupun dia tahu keterbatasannya
dalam hal membaca. Tetapi ia tetap berani maju kedepan kelas. Mungkin dari dorongan
ini guru dan orang tua dapat memupuk dan membuat dorongan tersebut agar subjek mau
belajar membaca lebih giat lagi.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Evaluasi
Pada saat observasi dilakukan kepada subjek, tidak ada persiapan khusus
untuk mengungkap karakteristik dari seorang dyslexia, seperti mempersiapkan
bacaan yang berisi banyak huruf-huruf yang subjek dengan dyslexia sering
terbalik-balik, atau bahan bacaan yang banyak mengandung huruf vokal yang
berbunyi beda, seperti yang telah diterangkan. Sehingga karakteristik yang
menonjol dari seorang dengan dyslexia akan sangat terungkap jelas kesulitannya,
dan bisa menjadi bahan acuan treatment selanjutnya.
6.2. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Heward, W. (2003).Exceptional Children: an introduction to special education. New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Kirk. (1962). Educating Exceptional Children. U.S.A: Houghton Mifflin Company
Sattler & Hoge. (2006). Assesment of Children: Behavioral, Social, and Clinical
Foundations (fifth edition). California: Jerome M. Sattler Publisher, Inc.