Disusun Oleh:
WULAN ALFIYANTI
17049
TAHUN 2019/2020
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan
penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E.
Doenges. 2000)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang
dan berat (Mansjoer, 2007).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Ginjal
1) Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar
(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor)
di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat
kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di
sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan
tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke
dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar
dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari
pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak
yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial
ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga
kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua
atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian
korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul
nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris
bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus
pengumpul (Price,1995 : 773).
2) Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron
dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan
disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui
pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul
dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
3) Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris
yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata
kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola
aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir
melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya
menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena
renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh
sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25%
curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal
berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus
aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol
afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya
sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan
( Price, 1995).
4) Persarafan pada ginjal
Menurut Price (1995) , Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis
(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk
kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal
b. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring/
membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700
liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit
(170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga
akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
1) Fungsi Ginjal adalah
- memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun,
- mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
- mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh, dan
- mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
- Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
- Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
- Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel
darah merah.
2) Tahap Pembentukan Urine :
- Filtrasi Glomerular
- Reabsorpsi
3. Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun
pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan
klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep
CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
• Kreatinin serum dan kadar BUN normal
• Asimptomatik
• Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR.
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
• Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein diet)
• Kadar kreatinin serum meningkat
• Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1. Ringan yaitu 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2. Sedang yaitu 15% - 40% fungsi ginjal normal
3. Kondisi berat yaitu 2% - 20% fungsi ginjal normal
4. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
- Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
- Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
5. Manifestasi Klinis
1) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang →
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
7. Pathway
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin, Mikrobiologi urin, Kimia darah, Elektrolit,
Imunodiagnosis.
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT).
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
- Endokrin : PTH dan T3,T4
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk
ginjal, misalnya: infark miokard.
2) Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
- Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram, Pielografi retrograde,
Pielografi antegrade, Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
- RetRogram, USG.
9. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Prinsip terapi konservatif :
Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
- Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
- Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
- Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
- Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
- Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
- Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
- Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalahaktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal dengan mengkaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas-
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi dengan mengkaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation dengan mengkaji
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability dengan mengkaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon : A = Alert, V = Verbal,
P = Pain/respon nyeri U = Unresponsive
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure dengan mengkaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada
S : (signs and symptoms) yaitu tanda dan gejala yang di observasi dan
dirasakan klien
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas urine
2) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
3) Perut : adanya edema anasarka (ascites)
4) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot
5) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
6) Pemeriksaan diagnostic
- Pemeriksaan Urine
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada
(anuria)
b) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan
tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1.
e) Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-
70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium
ketiga, CCT(5 ml/menit)
f) Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2) Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3) Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
pericarditis
4) Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6) Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
3. Rencana Intervensi
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru, Respiratory Status :
Airway Management
hipertensi pulmonal, Gas exchange
penurunan perifer Respiratory Status :
Buka jalan nafas, guanakan teknik
yang mengakibatkan ventilation
chin lift atau jaw thrust bila perlu
asidosis laktat dan Vital Sign Status
Posisikan pasien untuk
penurunan curah Kriteria Hasil :
memaksimalkan ventilasi
jantung. Mendemonstrasikan
Identifikasi pasien perlunya
peningkatan
pemasangan alat jalan nafas
Definisi : Kelebihan ventilasi dan
buatan
atau kekurangan oksigenasi yang
Pasang mayo bila perlu
dalam oksigenasi dan adekuat
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
atau pengeluaran Memelihara
Keluarkan sekret dengan batuk
karbondioksida di kebersihan paru paru
atau suction
dalam membran dan bebas dari tanda
Auskultasi suara nafas, catat
kapiler alveoli tanda distress
adanya suara tambahan
pernafasan
Lakukan suction pada mayo
Batasan karakteristik : Mendemonstrasikan
Berika bronkodilator bial perlu
o Gangguan batuk efektif dan
Barikan pelembab udara
penglihatan suara nafas yang
Atur intake untuk cairan
o Penurunan CO2 bersih, tidak ada
mengoptimalkan keseimbangan.
o Takikardi sianosis dan
Monitor respirasi dan status O2
o Hiperkapnia dyspneu (mampu
o Keletihan mengeluarkan
sputum, mampu Respiratory Monitoring
o somnolen
bernafas dengan
o Iritabilitas
Monitor rata – rata, kedalaman,
mudah, tidak ada
o Hypoxia irama dan usaha respirasi
pursed lips)
o kebingungan Catat pergerakan dada,amati
Tanda tanda vital
o Dyspnoe kesimetrisan, penggunaan otot
dalam rentang
o nasal faring tambahan, retraksi otot
normal
o AGD Normal supraclavicular dan intercostal
o sianosis Monitor suara nafas, seperti
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Edisi 3. Jakarta : EGC
Herdman T.H, dkk. 2009. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia,
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan
pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Price, S.A.,dkk,. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson J M. 2006. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC