Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

PENYAKIT JANTUNG KORONER

DISUSUN OLEH :

NAMA : HAFAF LUTHFIANTI SANI

NIM : 1807010237

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpah rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Penyakit Jantung Koroner” meskipun dengan
sangat sederhana.

Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah
satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik
lagi.

Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya berharap kepada
para pembaca untuk memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki makalah ini. Terima
Kasih.

Kupang, 2 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

2.1 Defenisi PJK..............................................................................................................3


2.2 Patofisiologi PJK.......................................................................................................3
2.3 Tanda dan Gejala PJK...............................................................................................4
2.4 Klasifikasi PJK..........................................................................................................4
2.5 Faktor – Faktor Risiko PJK.......................................................................................5
2.6 Diagnosis PJK...........................................................................................................8
2.7 Pencegahan PJK........................................................................................................9
2.8 Epidemiologi PJK....................................................................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................11


3.1 Kesimpulan..............................................................................................................11
3.2 Saran........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................12


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PJK merupakan salah satu bentuk utama penyakit kardiovaskuler penyakit jantung dan
pembuluh darah menjadi penyebab kematian nomor wahid di dunia. PJK ini bukanlah penyakit
menular tetapi dapat 'ditularkan'. Kemungkinan penularan tersebut adalah melalui suatu bentuk
'penularan sosial' yang berkaitan dengan gaya hidup (life style) masyarakat. Karena itu,
penyakit ini berarti berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat. PJK bukan
disebabkan oleh kuman, virus ataupun mikroorganisma lainnya, tetapi dapat menyerang
banyak orang. Sebagai organisme hidup, kuman-kuman umumnya menyerang setiap orang.
PJK dapat menyerang banyak orang hanya saja masih bersifat selektif. Ada beberapa kelompok
atau karakteristik tersendiri dari orang-orang yang senang diserang PJK, Arus modernisasi
yang disusul dengan perubahan gaya hidup dapat dianggap sebagai 'kuman' pembawa penyakit
PJK cukup berbahaya tetapi dapat dicegah. Walaupun penyakit ini sering terjadi, banyak
ditemukan, dan memberikan kematian mendadak, namun sebenarnya penyakit ini dapat
dicegah. Dipertukan upaya-upaya tersendiri maupun secara bersama-sama untuk mencegah
penyakit ini.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah
satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk
Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian
pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa
diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36%
dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di
Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan
penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali
lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih
kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Berbagai
faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari aspek metabolik, hemostasis,
imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang saling terkait (Anonimª, 2006).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Defenisi PJK?


2. Bagaimana Patofisiologi PJK?
3. Bagaimana Tanda dan Gejala PJK?
4. Bagaimana Klasifikasi PJK?
5. Apa saja Faktor Risiko PJK?
6. Bagaimana Diagnosis PJK?
7. Bagaimana Pencegahan PJK?
8. Bagaimana Epidemiologi PJK?

1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui defenisi PJK


2. Dapat mengetahui patofisiologi PJK
3. Dapat mengetahui tanda dan gejala PJK
4. Dapat mengetahui Klasifikasi PJK
5. Dapat mengetahui Faktor Risiko PJK
6. Dapat mengetahui Diagnosis PJK
7. Dapat mengetahui Pencegahan PJK
8. Dapat mengetahui Epidemiologi PJK
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi PJK

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung
kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Pada waktu jantung
harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal
inilah yang menyebabkan nyeri dada. Kalau pembuluh darah tersumbat sama sekali,
pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang disebut dengan serangan
jantung. Adanya ketidakseimbangan antara ketersedian oksigen dan kebutuhan jantung
memicu timbulnya PJK (Huon, 2002).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, secara klinis PJK ditandai dengan
nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika sedang
mendaki, kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau
berjalan jauh. Pemeriksaan Angiografi dan Elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk
memastikan terjadinya PJK. Hasil pemeriksaan EKG yang menunjukkan terjadinya iskemik
merupakan salah satu tanda terjadinya PJK secara klinis (Soeharto dalam Haslindah, 2015).

2.2 Patofisiologi PJK

Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada
pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri
sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015).

Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak
disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada
awalnya berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi
dan pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada
akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012).

Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan


kebutuhan oksigen miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan
oksigen miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner peningkatan
kebutuhan oksigen miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan
suplai darah arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau
lebih pada pangkal atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan <50% kemungkinan belum
menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada beratnya arteriosklerosis
dan luasnya gangguan jantung (Saparina, 2010).

2.3 Tanda dan Gejala PJK

Tanda dan Gejala PJK adalah sebagai berikut :


1) Nyeri/rasa tidak nyaman di dada, di substernal, dada kiri atau epigastrium, menjalar
keleher , bahu kiri, dan tangan kiri, serta punggung
2) Rasa seperti tertekan, diremas-remas, terbakar atau ditusuk
3) Dapat disertai keringat dingin, mual, muntah, lemas, pusing melayang, serta pingsan
4) Timbul tiba-tiba dengan intensitas tinggi, berat ringan bervariasi

2.4 Klasifikasi PJK

Menurut Huon Gray (2002:113) penyakit jantung koroner diklasifikasikan menjadi 3,


yaitu Silent Ischaemia (Asimtotik), Angina Pectoris, dan Infark Miocard Akut (Serangan
Jantung). Berikut adalah penjelasan masing-masing klasifikasi PJK:

a. Silent Ischaemia (Asimtotik)

Banyak dari penderita silent ischaemia yang mengalami PJK tetapi tidak merasakan ada
sesuatu yang tidak enak atau tanda-tanda suatu penyakit (Iman, 2004:22).

b. Angina Pectoris

Angina pectoris terdiri dari dua tipe, yaitu Angina Pectoris Stabil yang ditandai dengan
keluhan nyeri dada yang khas, yaitu rasa tertekan atau berat di dada yang menjalar ke
lengan kiri dan Angina Pectoris tidak Stabil yaitu serangan rasa sakit dapat timbul, baik
pada saat istirahat, waktu tidur, maupun aktivitas ringan. Lama sakit dada jauh lebih
lama dari sakit biasa. Frekuensi serangan juga lebih sering.
c. Infark Miocard Akut (Serangan Jantung)

Infark miocard akut yaitu jaringan otot jantung yang mati karena kekurangan oksigen
dalam darah dalam beberapa waktu. Keluhan yang dirasakan nyeri dada, seperti
tertekan, tampak pucat berkeringat dan dingin, mual, muntah, sesak, pusing, serta
pingsan (Notoatmodjo, 2007:304).

2.5 Faktor Risiko PJK

Secara statistik, seseorang dengan faktor resiko kardiovaskuler akan memiliki


kecenderungan lebih tinggi untuk menderita gangguan koroner dibandingkan mereka yang
tanpa faktor resiko. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki, semakin berlipat pula
kemungkinan terkena penyakit jantung koroner (Yahya, 2010). Faktor-faktor resiko yang
dimaksud adalah merokok, alkohol, aktivitas fisik, berat badan, kadar kolesterol, tekanan
darah (hipertensi) dan diabetes.

Faktor-faktor resiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat diubah dan tidak dapat
diubah.

1) Faktor resiko lain yang masih dapat diubah :


a. Hipertensi
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang akan
mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah
(termasuk pembuluh koroner). Disfungsi endotel ini mengawali proses pembentukan
kerak yang dapat mempersempit liang koroner. Pengidap hipertensi beresiko dua
kali lipat menderita penyakit jantung koroner. Resiko jantung menjadi berlipat ganda
apabila penderita hipertensi juga menderita DM, hiperkolesterol, atau terbiasa
merokok. Selain itu hipertensi juga dapat menebalkan dinding bilik kiri jantung yang
akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung (Yahya, 2010). Resiko PJK secara
langsung berhubungan dengan tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah
diastolik sebesar 5mmHg resiko PJK berkurang sekitar 16% (Leatham, 2006).
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap beberapa organ
dalam tubuh termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus dengan penyakit
jantung sangatlah erat. Resiko serangan jantung pada penderita DM adalah 2-6 kali
lipat lebih tinggi dibandingkan orang tanpa DM. Jika seorang penderita DM pernah
mengalami serangan jantung, resiko kematiannya menjadi tiga kali lipat lebih tinggi.
Peningkatan kadar gula darah dapat disebabkan oleh kekurangan insulin dalam
tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja dengan baik (Yahya, 2010).
Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi prematuritas, dan keparahan
arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan
secara bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya arterosklerosis. Diabetes
mellitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri
koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan
turunnya kadar HDL juga disebabkan oleh diabetes milletus. Biasanya penyakit
jantung koroner terjadi di usia muda pada penderita diabetes dibanding non diabetes
(Leatham, 2006).
c. Merokok
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan
disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama
perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko
terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok
20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali
lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak merokok (Leatham, 2006). Setiap
batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia, diantaranya karbon monoksida
(CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida, amoniak, oksida nitrogen, senyawa
hidrokarbon, tar, nikotin, benzopiren, fenol dan kadmium. Reaksi kimiawi yang
menyertai pembakaran tembakau menghasilkan senyawa-senyawa kimiawi yang
terserap oleh darah melalui proses difusi.
Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang katekolamin dan
bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan
dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf simpatik sehingga
jantung berdenyut lebih cepat dan kebutuhan oksigen meninggi. Karbon monooksida
yang tersimpan dalam asap rokok akan menurunkan kapasitas penggangkutan
oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut menggantikan sebagian oksigen
dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami seranggan jantung karena
perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi lengket sehingga memicu
terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner terkoyak (Yahya, 2010).
d. Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas
berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol dan
trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis yang penting
sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada
protein sebagai mekanisme transpor dalam serum. Peningkatan kolesterol LDL,
dihubungkan dengan meningkatnya resiko terhadap koronaria, sementara kadar
kolesterol HDL yang tinggi tampaknya berperan sebagai faktor perlindung terhadap
penyakit arteri koroneria (Muttaqin, 2009).
e. Obesitas
Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras, adanya beban
ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih menyebabkan bertambahnya volume
darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga berkolerasi terhadap tekanan darah
sistolik (Soeharto, 2001).
f. Gaya hidup tidak aktif
Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko PJK yang setara dengan
hiperlipidemia, merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko
30%-50% lebih besar mengalami hipertensi. Aktivitas olahraga teratur dapat
menurunkan resiko PJK. Selain meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan untuk
mengatasi stres, keuntungan lain olahraga teratur adalah meningkatkan kadar HDL
dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter pembuluh darah jantung tetap
terjaga sehingga kesempatan tejadinya pengendapan kolesterol pada pembuluh
darah dapat dihindari (Leatham, 2006).

2) Tiga faktor resiko yang tidak dapat diubah, yaitu:

a. Jenis Kelamin
Penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan
pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki
daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun
setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan
insidensi pada laki-laki (Leatham, 2006).
b. Keturunan (genetik)
Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan kemungkinan timbulnya
aterosklerosis prematur (Brown, 2006). Riwayat keluarga penderita jantung koroner
umumnya mewarisi faktor-faktor resiko lainnya, seperti abnormalitas kadar
kolesterol, peningkatan tekanan darah, kegemukan dan DM. Jika anggota keluarga
memiliki faktor resiko tersebut, harus dilakukan pengendalian secara agresif.
Dengan menjaga tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah agar berada pada
nilai ideal, serta menghentikan kebiasaan merokok, olahraga secara teratur dan
mengatur pola makan (Yahya, 2010).
c. Usia
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring bertambahnya
usia. Namun dengan demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun,
sedangkan dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI meningkat lima kali lipat. Hal
ini terjadi akibat adanya pengendapan aterosklrerosis pada arteri koroner (Brown,
2006).

2.6 Diagnosis PJK


Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.
Diagnosis yang tepat amat penting, jika diagnosis PJK telah dibuat terkandung
pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami infark
jantung atau kematian mendadak. Dokter harus memilih pemeriksaan yang perlu
dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan diagnostik yang maksimal
dengan resiko dan biaya yang seminimal mungkin. Berikut ini cara-cara diagnostik:
1. Anamnesis
Anamnesis berguna mengetahui riwayat masa lampau seperti riwayat merokok, usia,
infark miokard sebelumnya dan beratnya angina untuk kepentingan diagnosis
pengobatan (Anonim, 2009).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan sebagai acuan pada PJK adalah denyut
jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kecepatan respirasi (Majid, 2007).
3. Laboratorium
Pada pasien angina stabil sebaiknya dilakukan pemeriksaan profil lipid seperti LDL,
HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk menentukan faktor resiko dan
perencanaan terapi. Selain pemeriksaan diatas dilakukan pula memeriksaan darah
lengkap dan serum kreatinin. Pengukuran penanda enzim jantung seperti troponin
sebaiknya dilakukan bila evaluasi mengarah pada sindrom koroner akut (Anonim,
2009).
4. Foto sinar X dada
X-ray dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan dugaan gagal jantung, penyakit
katup jantung atau gangguan paru. Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat
digunakan prognosis (Anonim, 2009).
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
a. EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk mendiagnosis PJK.
b. Teknik non-invasi penentuan klasifikasi koroner dan teknik imaging (computed
tomografi (CT) dan magnetic resonance arteriography. Sinar elektron CT telah
tervalidasi sebagai alat yang mampu mendeteksi kadar kalsium koroner (Anonim,
2009).
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
Arteriografi koroner adalah Pemeriksaan invasif dilakukan bila tes non invasif tidak
jelas atau tidak dapat dilakukan. Namun arteriografi koroner tetap menjadi
pemeriksaan fundamental pada pasien angina stabil. Arteriografi koroner
memberikkan gambaran anatomis yang dapat dipercaya untuk identifikasi ada
tidaknya stenosis koroner, penentuan terapi dan prognosis (Anonim, 2009).

2.7 Pencegahan PJK


Menurut M.N.Bustan (2007) upaya pencegahan PJK dapat meliputi 4 tingkat
upaya :
a. Pencegahan primordial, yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi
terhadap PJK dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang
menjadi risiko PJK.
b. Pencegahan primer, yaitu upaya awal pencegahan PJK sebelum seseorang
menderita. Dilakukan dengan pendekatan komunitas dengan pendekatan komuniti
berupa penyuluhan faktor-faktor risiko PJK terutama pada kelompok usia tinggi.
Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses
artherosklerosis secara dini, dengan demikian sasaranya adalah kelompok usia
muda.
c. Pencegah sekunder, yaitu upaya pencegahan PJK yang sudah pernah terjadi untuk
berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahap ini diperlukan perubahan pola hidup
dan kepatuhan berobat bagi mereka yang pernah menderita PJK. Upaya
peningkatan ini bertujuan untuk mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik
dan menurunkan mortalitas.
d. Pencegan tersier, yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
atau kematian.

2.8 Epidemiologi PJK

Dari data Prevalensi Penyakit Jantung secara umum yang didiagnosis oleh Dokter pada
Penduduk semua Umur menurut Provinsi tahun 2018. Untuk Indoesia ditetapkan
standar 1,5% prevalensi. Namun prevalensi terbanyak terjadi di Provinsi Kalimantan
Utara dengan 2,2% dan terendah terdapat di NTT dengan 0,7% saja.
Dari data Prevalensi Penyakit Jantung menurut karakteristik tahun 2018, usia 75 tahun
keatas menjadi prevalensi terbanyak sebesar 4,7% kasus, dan yang paling rendah adalah
usia dibawah 1 tahun dengan prevalensi kasus sebanayk 0,1% saja. Penyakit jantung
juga paling banyak terjadi di daerah perkotaan dibandingkan dengan pedesaan dengan
jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki – laki.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot
jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Faktor-faktor resiko PJK dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat diubah dan tidak
dapat diubah. Faktor yang dapat diubah meliputi hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
hiperlipidemia, obesitas dan gaya hidup tidak aktif sedangkan faktor resiko yang tidak
dapat diubah meliputi jenis kelamin, keturunan (genetik), dan Usia. Cara mencegah
penyakit jantung koroner adalah berhenti merokok sedini mungkin, berolahraga secara
teratur, mengonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, menghindari stress yang
berlebihan, menghindari pola hidup tidak sehat, mengurangi konsumsi alkohol,
menjaga tekanan darah, mengontrol gula darah dan menurunkan berat badan Cara
mengatasi penyakit jantung koroner adalah tes diagnosis,angioplasti, operasi by-pass
dan pemberian obat-obatan.

3.2 Saran

Penyakit Jantung Koroner dapat menyerang kepada siapa saja, bukan hanya
kepada usia lanjut saja, namun pada usia yang masih sangat muda sekalipun penyakit
jantung dapat menyerang. Jadi, apabila kita tidak ingin terkena penyakit berbahaya ini
maka kita harus mulai dengan berperilaku hidup sehat, dari mulai pola makan yang
sehat dan teratur hingga mulai membiasakan untuk teratur berolahraga dan tidak
merokok tentunya.
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, M.N.2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.


Hasil Utama Riskesdas. 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Djafri, Defriman, dkk. 2017. Efek Modifikasi Faktor Risiko Modifiable Penyakit Jantung
Koroner. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 11, No.2, Hal. 93-99

http://eprints.ums.ac.id/14926/2/BAB1.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/846/4/BAB%2011.pdf

Anda mungkin juga menyukai