Anda di halaman 1dari 5

1.

SEJARAH SUPERKONDUKTOR
Pada tahun 1911 superkonduktor pertama kali ditemukan oleh fisikawan Belanda,
Heike Kamerlingh Onnes, dari Universitas Leiden. Onnes berhasil mencairkan helium
dengan cara mendinginkannya hingga mencapai suhu 4 K atau -269°C. Kemudian Onnes
mulai mempelajari sifat-sifat listrik dari logam pada suhu yang sangat dingin. Pada saat itu
telah diketahui bahwa hambatan suatu logam akan menjadi rendah ketika didinginkan di
bawah suhu ruang, akan tetapi belum ada yang dapat mengetahui batas paling rendah dari
hambatan yang dicapai ketika suhu logam mendekati 0 K atau nol mutlak. Beberapa
ilmuwan seperti William Kelvin memperkirakan bahwa elektron yang mengalir dalam
konduktor akan berhenti ketika suhu mencapai nol mutlak. Sedangkan ilmuwan yang lain
termasuk Onnes memperkirakan bahwa hambatan akan hilang saat mencai nol mutlak.
Kemudian Onnes menelitinya untuk mencari kebenaran dengan mengalirkan arus
pada kawat merkuri yang sangat murni, kemudian mengukur hambatannya sambil
menurunkan suhunya. Pada suhu 4,2 K, Onnes mendapatkan hambatannya tiba-tiba hilang.
Arus mengalir melalui kawat merkuri terus-menerus. Dengan tidak adanya hambatan,
maka arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi. Selanjutnya Onnes melakukan
percobaan dengan mengalirkan arus pada suatu kumparan superkonduktor dalam
rangkaian tertutup, kemudian mencabut sumber arusnya. Satu tahun kemudian Onnes
mengukur arus pada kumparan tersebut dan arus masih tetap mengalir. Fenomena ini
kemudian diberi nama superkondutivitas. Atas penemuannya itu, Onnes dianugerahi
hadiah Nobel Fisika pada tahun 1913 (Kusmahetiningsih, 2011).
Dari eksperimen tersebut, Onnes mengambil kesimpulan bahwa hambatan suatu
logam akan turun bahkan hilang ketika logam didinginkan di bawah suhu ruang dimana
suhunya sangat dingin atau setidaknya lebih rendah dari temperature critis (Tc) logam
tersebut.
Pada tahun 1986 Bednorz dan Muller di Laboratorium IBM Zurich, berhasil
menemukan bahan keramik superkonduktor Ba1,8La0,15CuO4 dengan Tc = 30 K. Pada tahun
1987, Chu dkk menemukan superkonduktor YBa2Cu3O7-δ (YBCO-123) yang mempunyai
Tc = 92 K. Kemudian pada tahun 1988 Maeda et al. menemukan superkonduktor
Bi2Sr2Ca2Cu3O10 (BSCCO-2223) dengan Tc = 110 K (Maeda et al., 1988).

2. Definisi Superkonduktor
Superkonduktor adalah suatu bahan atau material yang tidak memiliki hambatan
di bawah suhu tertentu. Superkonduktor memiliki hambatan listrik bernilai nol pada
suhu yang sangat rendah. Artinya superkonduktor dapat menghantarkan arus
walaupun tanpa adanya sumber tegangan. Karakteristik dari bahan Superkonduktor
adalah medan magnet dalam superkonduktor bernilai nol dan mengalami efek
meissner. Suatu superkonduktor dapat berupa konduktor, semikonduktor ataupun
insolator pada keadaan ruang. Suhu dimana terjadi perubahan sifat konduktivitas
menjadi superkonduktor disebut dengan temperature critis (Tc) (Ismunandar & Sen,
2004).

Gambar 1. Grafik bahan superkonduktor

3. Karakteristik Superkonduktor
Karakteristik dari bahan Superkonduktor adalah medan magnet dalam
superkonduktor bernilai nol dan mengalami efek meissner. Suatu bahan dikatakan sebagai
bahan superkonduktor apabila menunjukkan sifat khusus, diantaranya konduktivitas
sempurna dengan resistivitas ( ρ) bernilai nol pada seluruh T ≤ Tc dan induksi magnetik (B)
bernilai nol atau diamagnetik sempurna di dalam superkonduktor. Hubungan antara suhu
terhadap resistivitas dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 2. Grafik hubungan antara suhu


terhadap resistivitas.
Berdasarkan Gambar 1, ketika suhu T > Tc bahan dikatakan berada dalam keadaan
normal yang artinya bahan tersebut memiliki resistansi listrik. Ketika suhu T ≤ Tc bahan
berada dalam keadaan superkonduktor, yang artinya fluks magnetik ditolak oleh bahan
superkonduktor, sehingga induksi magnetik menjadi nol di dalam superkonduktor.
A. Sifat Kelistrikan Superkonduktor
Bahan logam pada umumnya tersusun dari kisi-kisi dan basis serta elektron
bebas. Ketika medan listrik diberikan maka elektron akan mengaami percepatan.
Medan listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah dan menumbuk
atom-atom pada kisi. Hal ini menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam
konduktor.

Gambar 3. Keadaan normal Atom Kisi pada logam


Pada bahan superkonduktor terjadi interaksi antara elektron dengan inti
atom, elektron melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi. Ketika
elektron melewati kisi, inti yang bermuatan positif menarik elektron yang
bermuatan negatif dan mengakibatkan elektron bergetar.

Gambar 4. Keadaan Superkonduktor Atom Kisi pada logam


Jika ada dua buah elektron yang melewati kisi, elektron kedua akan
mendekati elektron pertama karena gaya tarik dari inti atom-atom kisi yang lebih
besar. Gaya ini melebihi gaya tolak-menolak antar elektron sehingga kedua
elektron akan bergerak berpasangan. Pasangan ini disebut Cooper Pairs.
Pasangan elektron ini akan melalu kisi tanpa gangguan dengan kata lain tanpa
hambatan.
B. Sifat Kemagnetan Superkonduktor
Superkonduktor bersifat diamagnetisme sempurna, artinya saat
superkonduktor ditempatkan pada medan magnet tidak akan ada medan magnet
dalam superkonduktor. Hal ini terjadi karena superkonduktor menghasilkan
medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan medan magnet luar
yang diberikan, efek ini dinamakan Efek Meissner.

Gambar 5. Diamagnetik Sempurna


C. Sifat Quantum Superkonduktor
Teori dasar Quantum untuk superkonduktor dirumuskan melalui tulisan
Bardeen, Cooper dan Schriefer pada tahun 1957 dikenal sebagai teori BCS.
Teori BCS menjelaskan bahwa :
1) Interaksi tarik menarik antara elektron dapat menyebabkan keadaan dasar
terpisah dengan keadaan tereksitasi oleh energi gap.
2) Interaksi antara elektron, elektron dan kisi menyebabkan adanya energi gap
yang diamati, kedua elektron ini berinteraksi melalui deformasi kisi.
3) London Penetration Depth merupakan konsekuensi dari Teori BCS.
4) Teori BCS memprediksi suhu kritis

Anda mungkin juga menyukai